DISUSUN OLEH :
a. Latar belakang
Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an. Bahkan, Allah SWT juga
memerintahkan kita akan mempelajari Hadis. Karena, Hadis pada dasarnya adalah
penjelas Al-Qur’an. Apabila dalam Al-Qur’an tidak di temui suatu hukum maka Umat
Islam mencarinya dalam Hadis-Hadis Rasulullah SAW.Seperti yang kita ketahui, hadits
adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. baik dari
perkatan, perbuatan, dan ketetapannya.
Faedah dari pembagian hadis ini untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari
sumbernya yang pertama yaitu Nabi SAW dan untuk mengetahui kualitas sebuah hadits
apakah ia maqbul (diterima) dan mardud ( ditolak) baik dilihat dari sudut sanad maupun
matannya.
b. Rumusan masalah
1. Biografi
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ar-Rabi’ bin Majah Al-Qazwinî Al-
Hâfidz, atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Majah, dengan Kuniyah Abu
‘Abdullâh, adalah seorang ulama ahli hadis yang telah mengumpulkan hadits,
karyanya yang paling dikenal adalah menyusun kitab Sunan Ibnu Majah dan kitab ini
termasuk dalam kelompok kutubus sittah.
Ibnu Majah lahir pada tahun 207 H / 209 H di daerah Qazwin (salah satu kota
yang terkenal di kawasan ‘Iraq). Sebutan Majah dinisbatkan kepada ayahnya Yazid,
yang juga dikenal dengan sebutan Majah Maula Rab’at. Ada juga yang mengatakan
bahwa Majah adalah ayah dari Yazid. Walaupun demikian, tampaknya pendapat
pertama yang lebih shahih. Kata “Majah” adalah gelar ayah Muhammad, bukan gelar
kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9, hal. 208. Ibn Katsr dalam Al-
Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52.
Dalam menulis buku Sunan, Imam Ibnu Majah memulainya terlebih dahulu dengan
mengumpulkan hadits-hadits dan menyusunnya menurut kitab atau bab-bab yang
berkenaan dengan masalah fiqih, hal ini seiring dengan metodologi para muhadditsîn
yang lain. Setelah menyusun hadits tersebut, imam Ibnu Majah tidak terlalu
memfokuskan ta’lîqul Al-Hadits yang terdapat pada kitab-kitab fikih tersebut, atau
boleh dikatakan beliau hanya mengkritisi hadits-hadits yang menurut hemat beliau
adalah penting.
Seperti kebanyakan para penulis kitab-kitab fikih yang lain, dimana setelah menulis
hadits mereka memasukkan pendapat para ulama fâqih setelahnya, namun dalam hal
ini Imam Ibnu Majah tidak menyebutkan pendapat para ulama fâqih setelah penulisan
hadits. Sama halnya dengan imam Muslim, imam Ibnu Majah ternyata juga tidak
melakukan pengulangan hadits berulang kali kecuali hanya sebahagian kecil saja dan
itu penting menurut beliau.
Abu al-Walid Hisyam bin 'Ammar bin Nushair bin Maisarah bin Abban as-
Sulami azh-Zhafri (bahasa Arab: لميBBان السBBرة بن أبBBير بن ميسBBار بن نصBBأبو الوليد هشام بن عم
)الظفري, atau lebih dikenal sebagai Hisyam bin Ammar (Lahir pada tahun 135 H,
wafat pada tahun 245 H) adalah seorang ulama dibidang Qira'at al-Qur'an dan hadis.
Ia merupakan perawi qira'at Ibnu Amir asy-Syammi, dan bekerja sebagai mufti dan
khatib di Damaskus.
Abu Hatim berkata: "Hisyam itu orang yang sangat jujur. Setelah ia memasuki usia
lanjut, hafalannya berubah. Segala sesuatu yang dimilikinya disampaikan kepada
orang lain. Dahulunya hadits dia sahih. Ia membacakan hadits dari kitabnya." Ibn
Warah dan ulama lain menyangkal bahwa Hisyam menarik upah untuk
menyampaikan hadits.
Imam Malik (711-795 masehi/93-179 hijriah) merupakan ulama ahli fiqih dan hadis.
Beliau lahir dari keluarga pecinta ilmu hadis, atsar, dan fatwa para sahabat Nabi
Muhammad SAW.
Ayahnya Anas, salah satu periwayat hadis. Sedangkan kakeknya Malik bin Abi
Amir, salah satu tokoh ulama dari kalangan tabiin, orang Islam di masa awal yang
mengalami zaman bersama para Sahabat Nabi. Malik bin Abi Amir, banyak
meriwayatkan hadis dari tokoh-tokoh besar sahabat, seperti Sayyidina Umar,
Sayyidina Usman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sayyidah ‘Aisyah, Abu
Hurairah, Hassan bin Tsabit dan ‘Uqail bin Abi Thalib.
Malik bin Abi Amir memiliki hubungan baik dengan Sayyidina Usman bin Affan.
Suatu ketika Sayyidina Usman pernah mengutus Malik bin Abi Amir untuk
menaklukkan Afrika hingga berhasil.
Saat Sayyidina Usman mengumpulkan semua mushaf, Malik bin Amir termasuk di
antara tabiin yang dipercaya untuk menulis mushaf.
Al Mughirah bin Abi Burdah adalah perawi yang berasal dari Bani Abdu Dar.
Ulama yang meriwayatkan darinya adalah Yahya bin Sa'id Al Anshari. Sedangkan
beliau meriwayatkan dari Abu Hurairah dan tokoh-tokoh lainnya.
Sebagian tokoh ada yang keliru menyebut namanya dengan mengatakan "Al
Mughirah bin Abi Barr" Sedangkan sebagian lainnya menggantikan posisinya dalam
sanad dengan "Abdullah bin Al Mughirah". Tapi yang paling tepat adalah nama yang
pertama.
Ahli hadits telah sepakat, beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan
hadits. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa, dalam Musnad Baqiy bin
Makhlad terdapat lebih dari 5300 hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu.
2. Penjelasan Hadits
Matan
ُصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم هُ َو الطَّهُو ُر َما ُؤهُ ْال ِحلُّ َم ْيتَتُه
َ ِ …قَا َل َرسُو ُل هَّللا
Berdasarkan hadits diatas untuk menyeleksi antara hadis-hadis yang sahih dan yang
maudu‘ para pakar hadis menetapkan ciri-ciri hadis maudu‘ sebagai tolak ukurnya.
Dalam hadis palsu, mreka menetapkan tanda-tanda matan hadis yang palsu, yaitu : (1)
susunan bahasanya rancu, (2) isinya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat
sulit diinterpretasikan secara rasional, (3) isinya bertentangan dengan tujuan pokok
ajaran Islam, (4) isinya bertentangan dengan hukum alam (sunnatullah), (5) isinya
bertentangan dengan sejarah, (6) isinya bertentangan dengan petunjuk alQur’an atau
hadits mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti, dan (7) isinya berada
di luarkewajaran bila diukur dari petunjuk ajaran Islam. Adapun persyaratan hadis
sahih yaitu sanadnya bersambung (sampai kepada Nabi),diriwayatkan oleh para
periwayat yang bersifat tsiqah (adil dan dhabit ) sampai akhir sanad, dan dalam
(sanad) hadis itu tidak terdapat kejanggalan (syuzuz) dan cacat (‘illat)
Kosakata Hadits
Al Bahr (laut) adalah lawan kata dari Al Barr (daratan) yaitu daratan yang luas
yang terdiri dari air asin.
Al Bahr jamaknya abhur, bihar dan buhur. Dinamakan Bahr, karena dalam
dan luasnya.
Ath-Thuhuur adalah nama untuk air yang suci substansinya dan dapat
mensucikan yang lainnya. Al dalam lafazh Atthuhur tidak menunjukkan
makna qashr (keterbatasan). Oleh sebab itu ia tidak menakan kesucian yang
lain, karena keberadaannya sebagai jawaban dari sebuah pertanyaan. Maka Al
tersebut berfungsi menjelaskan makna yang sebenarnya.
Kata miyaah (air) adalah bentuk jama’ dari kata maa’. Yaitu cairan yang
sudah populer yang secara kimiawi tersusun dari gas hydrogen serta oksigen.
Sumber-sumbernya terdiri dari air hujan, sumber air, mata air, laut dan sungai.
Al Hillu adalah lawan dari kata haram. Maksudnya, adalah halal sebagaimana
yang disebutkan di dalam riwayat Ad-Daruquthni.
Maitatuhu disyariatkan yaitu hewan yang tidak tersentuh oleh sembelihan
yang disyariatkan. Kalimat maitatuhu adalah Fa’il dari mashdar al hillu, yang
dimaksud adalah bangkai semua hewan yang mati, yang tidak bisa hidup
kecuali di laut, dan bukan semua yang mati di laut.
Kesucian air laut bersifat mutlak tanpa ada perincian. Ia suci secara substansi
dan dapat mensucikan. Seluruh ulama menyatakan seperti ini, hanya saja ada
sedikit ulama yang tidak sependapat, tetapi pendapat tersebut tidak kuat.
Air laut itu dapat mengangkat hadas kecil dan besar serta menghilangkan najis
yang muncul pada tempat yang suci, baik pada badan, pakaian, suatu tempat
atau yang lainnya.
Air apabila rasa, warna dan bau air berubah karena sesuatu yang suci, maka
air tetap berada dalam kesuciannya, selagi air masih tetap pada posisi aslinya
sekalipun sangat asin, panas dan sangat dingin.
Bangkai hewan laut hukumnya halal. Yang dimaksud dengan bangkai adalah
hewan yang mati yang idak hidup kecuali di laut.
Hadits ini menunjukkan bahwa tidak wajib membawa air yang cukup untuk
bersuci, walaupun ia mampu membawanya, karena para sahabat memberitahu
bahwa mereka membawa sedikit air saja.
Ungkapan Ath-thahuru ma’uhu dengan alif lam (ma’rifat) tidak menafikan
kesucian jenis air lainnya,karena keberadaannya hanya sebagai jawaban
sebuah pertanyaan tentang air laut. Ia telahdithashish oleh manthuq yang
benar.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah ini kita telah mengetahui bahwa wudhu dengan air laut boleh dilakukan dan
semua bangkai yang berasal dari laut seprti ikan dan makhluk hidup sejenisnya adalah halal
untuk dimakan. Dan Kesucian air laut bersifat mutlak tanpa ada perincian. Ia suci secara
substansi dan dapat mensucikan.
Periwaya- periwayat yang telah disebutkan oleh imam ibnu majah, juga memiliki derajat yang
baik dan mashur atau dikenal sebagai orang yang beriman,berilmu dan jujur.
DAFTAR PUSTAKA
Azzam, 2006
Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah, Bangun Sarwo
Imam Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi; Penerjemah, Abdul Syakur Abdul Razaq,dan Ahmad
Imam Malik bin Anas, Al Muwaththa’ Imam Malik; Penerjemah, Nur Alim, Asep Saefullah,
Rahnat
Muhammad Jawad Mughniyah, fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I dan
Hambali; Penerjemah, Masykur A.B., afif Muhammad dan Idrus Al-Kaff, Jakarta:
Shalih bin Fauzan bin Abdullah Ali Fauzan, Ringakasan Fikih Syaikh Fauzan: Khusus
Syaikh Albani, Tuntunan Fikih Islam; Penerjemah, Ahmad Rivai Usma, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2004