Anda di halaman 1dari 2

Peran Keluarga dalam Membentuk Kepribadian

Oleh: Muhamad As’ad Harun TBIN 2A

Keluarga merupakan lingkungan belajar pertama bagi seorang anak. Tentu saja hal tersebut
berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian seorang anak. Tanpa peran keluarga,
kepribadian seorang anak bisa dikatakan kurang baik. Terbukti dengan adanya kasus atau
masalah tentang keluarga yang brocken home. Kepribadian anak yang berlatar belakang keluarga
yang harmonis, kebanyakan akan lebih baik dari pada anak yang berlatar belakang keluarga yang
brocken home. Tetapi bukan berarti semua anak yang berlatar belakang keluarga yang baik itu
kepribadiannya baik. Ada pepatah yang mengatakan “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” yang
berarti kepribadian seorang anak itu tergantung pada bagaimana kepribadian orang tua. Ada anak
yang bersifat dermawan, maka bisa dikatakan orang tuanya juga dermawan. Ada anak yang
bersifat pelit, maka bisa dikatakan orang tuanya juga pelit. Ada juga fenomena anak yang
bersifat baik tetapi orang tuanya bersifat buruk dan begitu pula sebaliknya. Kesimpulannya
adalah salah satu faktor utama dari pembentukan kepribadian seorang anak adalah peran
keluarga dalam hal ini ditekankan kepada orang tua. Karena orang tua lah yang memiliki
kewajiban mendidik anaknya.
Melihat realita saat ini, masih banyak kesalahan-kesalahan yang sifatnya personal atau
kelompok yang terjadi pada semua aspek kehidupan contoh sederhananya adalah sifat
berbohong. Seperti kasus-kasus anak muda sekarang setiap kali mereka akan melakukan suatu
perbuatan buruk bisa jadi diawali dengan berbohang. Seperti halnya anak yang akan pergi
berpacaran, jika tidak diperbolehkan oleh orang tuanya, maka ia akan berbohang dengan alasan
lain seperti belajar kelompok. Dan pada akhirnya ketika anak tersebut sedang berpacaran, kasus
paling tidak diinginkan dari masalah tersebut adalah kehamilan pra nikah. Sekarang banyak
sekali kasus anak muda tentang kehamilan pra nikah yang diawali dengan melakukan suatu
kebohongan. Contoh lain adalah sifat suka balas dendam yang berujung pada kasus pembunuhan.
Seperti kasus terbunuhnya seorang dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara yang dilakukan oleh mahasiswanya sendiri yang terjadi pada
Mei 2016. Motif pembunuhannya adalah masalah balas dendam. Awalnya pelaku menemui
korban di ruang dosen untuk membicarakan masalah perkuliahan sampai akhirnya terdengar
teriakan dan ternyata korban yang telah digorok lehernya oleh pelaku. Dalam masalah seperti ini
siapakah yang harus berperan aktif dalam mengawasi prilaku sianak? Tentu guru atau dosen dan
orang tua yang paling bertanggung jawab penuh. Karena seperti yang dikatakan di atas, salah
satu faktor utama dari pembentukan kepribadian seorang anak adalah peran keluarga.
Berbicara tentang latar belakang kasus di atas mengenai sifat pembohong dan balas
dendam. Ternyata tanpa kita sadari perilaku tersebut telah ditanamkan oleh orang tua sejak dini.
Menurut M. Taufiqi (2015:3-4) dalam bukunya yang berjudul Religion Parenting, Hypno
Teaching, and Hypnotherapy for Brilliant Kids mengatakan bahwa beberapa kesalahan orang tua
dalam mendidik anaknya adalah menanamkan sifat pembohong dan balas dendam kepada anak
sajak dini dan hal tersebut tanpa kita sadari terjadi di sekitar kita atau bahkan terjadi pada diri
kita sendiri. Ambil suatu contoh ketika ibu-ibu menyuapi anaknya, mereka sering bilang “ayo
nak, ini suapan terakhir”. Padahal mereka para anak masih dijejeli suapan-suapan berikutnya.
Terkadang juga kita temui orang tua meminta anak untuk berkata bohong kepada tamu yang
berkunjung ke rumahnya dengan menyuruh berkata pada tamu bahwa si orang tuanya sedang
tidak berada di rumah. Padahal si orang tua ada di rumah. Hal ini sangat tidak mendidik. Di
samping mengajarkan kebohongan, orang tua juga sering kali menanampkan sifat dendam
kepada si anak. Contohnya ketika si anak menangis karena kepalanya terbentur kursi. Biasanya
orang tua langsung memukul tembok tersebut dan menyalahkan tembok supaya si anak berhenti
menangis. Selain itu juga pada saat anak menangis karena kakaknya. Si orang tua meletakkan
tangannya di badan kakak dan kemudian memukuli tangannya sendiri. Hal-hal tersebut jika
diteruskan secara berkelanjutan, jika anak nanti merasa tersakiti maka akan berusaha balas
dendam seperti kasus yang terjadi di atas. Hal-hal mendasar seperti itulah yang membuat anak
menjadi biasa berbohong dan berbalas dendam dalam kehidupan mereka.
Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa peran orang tua sangat
berpengaruh dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Tentu saja metode-metode atau
cara mendidik anak yang harus baik supaya terbentuk kepribadian dan karakter anak yang baik
pula. Metode-metode dan cara mendidik anak dapat orang tua pelajari melalui banyak sumber
salahsatunya adalah membaca buku atau bisa juga menirukan cara mendidik orang tua lain yang
anaknya berkepribadian dan berkarakter baik. Atau bisa juga melakukan hal-hal kecil untuk
menjaga keharmonisan keluarga seperti menyuruh si anak untuk curhat kepada ayah atau ibu
dalam menghadapi suatu masalah, atau bisa juga melakukan hal yang sangat sederhana seperti
makan bersama seluruh anggota keluarga. Hal-hal sederhana semacam itu berpengaruh terhadap
perkembangan anak karena keharmonisan keluarga merupakan kunci agar anak dapat mudah
dididik oleh orang tuanya. Selanjutnya juga dapat dilakukan dengan menempatkan anak pada
sekolah-sekolah yang berkualitas bagus. Mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Cara-cara
di atas merupakan beberapa cara untuk membentuk karakter dan kepribadian anak yang baik.
Karena jika anak berkarakter dan berkepribadian baik, maka orang tua pun dapat membanggakan
anaknya. Tetapi begitu pula sebaliknya, pepatah Jawa mengatakan “anak polah bapa kepradah”.
Anak yang berkarakter dan berkepribadian buruk, maka orang tua lah yang kena batunya.

Anda mungkin juga menyukai