Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi virus varicella-zoster (VVZ) yang menyebabkan varisela atau cacar


air dapat menyerang hampir setiap individu di seluruh dunia. Setelah sembuh
dari varisela, virus menetap laten pada ganglia radiks dorsalis yang dapat
mengalami reaktivasi menjadi herpes zoster (HZ), atau yang lebih dikenal
dengan nama shingles atau dompo. Herpes zoster merupakan penyakit kulit
yang bercirikan timbulnya ruam kulit dengan distribusi dermatomal dan
disertai rasa nyeri yang hebat. Pasien HZ dapat mengalami berbagai
komplikasi neurologik, mata, kulit dan organ dalam. Komplikasi neurologik
HZ yang paling sering dan paling penting adalah neuralgia paska herpetika
(NPH) (Sugastiasri Sumaryo)

Neuralgia paska herpetika merupakan komplikasi yang paling sering


terjadi setelah episode akut HZ dan merupakan penyebab tersering chronic
intractable pain. Jumlah kasus HZ dan NPH nampaknya akan meningkat
dalam dekade mendatang karena peningkatan rerata usia yang stabil dalam
populasi. Fakta yang ada menunjukkan bahwa NPH berkaitan dengan
disfungsi psikososial yang berat seperti adanya gangguan tidur, berkurangnya
nafsu makan dan penurunan libido yang berdampak pada menurunnya kualitas
hidup, aktivitas keseharian dan sosial pasien NPH. Hasil dari berbagai
randomized and controlled trials menunjukkan beberapa perkembangan yang
signifikan dalam pencegahan dan pengobatan NPH namun NPH masih tetap
sukar untuk ditangani.

Di Amerika Serikat, NPH merupakan penyebab nyeri neuropatik tersering


ketiga setelah low back pain dan neuropati diabetik. Baik frekuensi dan durasi
NPH keduanya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Diantara pasien
dengan HZ akut, NPH berkembang pada 73% pasien diatas 70 tahun, 47%
pasien diatas 60 tahun sedangkan untuk usia diatas 55 tahun hanya 27%.
Hampir setengah dari pasien diatas 70 tahun tersebut (48%) menderita NPH
dengan durasi lebih dari 1 tahun. Wiryadi dkk melaporkan angka kejadian
NPH pada pasien HZ yang berobat antara tahun 1995-1996 sebesar 11% dari
738 pasien HZ di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia. Selama periode
tahun 2006-2010, terdapat 82 pasien didiagnosis NPH dari seluruh pasien
yang berobat ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang
merupakan penyebab nyeri neuropatik tersering ketiga setelah low back pain
dan neuropati diabetik. Baik frekuensi dan durasi NPH keduanya meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Diantara pasien dengan HZ akut, NPH
berkembang pada 73% pasien diatas 70 tahun, 47% pasien diatas 60 tahun
sedangkan untuk usia diatas 55 tahun hanya 27%. Hampir setengah dari pasien
diatas 70 tahun tersebut (48%) menderita NPH dengan durasi lebih dari 1
tahun. Wiryadi dkk melaporkan angka kejadian NPH pada pasien HZ yang
berobat antara tahun 1995-1996 sebesar 11% dari 738 pasien HZ di 6 rumah
sakit pendidikan di Indonesia. Selama periode tahun 2006-2010, terdapat 82
pasien didiagnosis NPH dari seluruh pasien yang berobat ke poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Nyeri post herpetikum (Neuralgia Post Herpetik = NPH / Post
Herpetic Neuralgia = PHN) merupakan nyeri persisten yang muncul
setelah ruam HerpesZoster telah sembuh (biasanya dalam 1 bulan). Nyeri
ini terjadi disepanjangserabut saraf yang mengikuti pola ruam segmental
dari Herpes Zoster. Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri seperti
terbakar, teriris ataunyeri disetetik yang bertahan selama berbulan-bulan
bahkan dapat sampai tahunan. Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri
seperti terbakar, teriris ataunyeri disetetik yang bertahan selama berbulan-
bulan bahkan dapat sampaitahunan. Burgoon, 1957, mendefinisikan
neuralgia paska herpetika sebagai nyeriyang menetap setelah fase akut
infeksi. Rogers, 1981, mendefinisikan sebagainyeri yang menetap satu
bulan setelah onset ruam herpes zoster. Tahun 1989,Rowbotham
mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap atau berulang
setidaknyaselama tiga bulan setelah penyembuhan ruam herpes zoster.
Dworkin, 1994, mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri
neuropatik yang menetapsetelah onset ruam (atau 3 bulan setelah
penyembuhan herpes zoster). Tahun1999, Browsher mendefinisikan
sebagai nyeri neuropatik yang menetap atautimbul pada daerah herpes
zoster lebih atau sama dengan tiga bulan setelah onsetruam kulit. Dari
berbagai definisi yang paling tersering digunakan adalah definisi menurut
Dworkin. Sesuai dengan definisi sebelumnya maka The
InternationalAssociation for Study of Pain (IASP) menggolongkan
neuralgia post herpetikasebagai nyeri kronik yaitu nyeri yang timbul
setelah penyembuhan usai atau nyeriyang berlangsung lebih dari tiga
bulan tanpa adanya malignitas. NPH umumnya didefinisikan sebagai nyeri
yang timbul lebih dari 3 bulansetelah onset (gejala awal) erupsi zoster
terjadi. Nyeri umumnya diekspresikansebagai sensasi terbakar (burning)
atau tertusuk-tusuk (shooting) atau gatal(itching). Nyeri ini juga
dihubungkan dengan gejala yang lebih berat lagi sepertidisestesia,
parestesia, hiperstesia, allodinia dan hiperalgesia. Pada pasien dengan
NPH, biasanya terjadi perubahan fungsi sensorik pada area yang terkena.
Padasatu penelitian, hampir seluruh penderita memiliki area erupsi yang
sangat sensitif erhadap nyeri, dengan sensasi abnormal terhadap sentuhan
ringan, nyeri atautemperature pada area kulit yang terkena. Nyeri
umumnya dipresipitasi olehgerakan (allodinia mekanik) atau perubahan
suhu (allodinia termal). Sementara pada penelitian lainnya dinyatakan
bahwa derajat defisit sensorik berhubungandengan beratnya nyeri. Selain
itu, pasien dengan NPH lebih cenderung mengalami perubahan sensorik
dibanding penderita dengan zoster yang sembuh tanpaneuralgia.
2. Epidemiologi

Pada penelitian klinis dan komunitas, insidensi NPH secara


keseluruhan yaitu 8-15% tergantung dari definisi operasionalnya. Di
Amerika Serikat, NPH merupakan penyebab nyeri neuropatik tersering
ketiga setelah low back pain dan neuropati diabetik. Baik frekuensi dan
durasi NPH keduanya meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Diantara pasien dengan HZ akut, NPH berkembang pada 73% pasien
diatas 70 tahun, 47% pasien diatas 60 tahun sedangkan untuk usia diatas
55 tahun hanya 27%. Hampir setengah dari pasien diatas 70 tahun tersebut
(48%) menderita NPH dengan durasi lebih dari 1 tahun. Wiryadi dkk
melaporkan angka kejadian NPH pada pasien HZ yang berobat antara
tahun 1995-1996 sebesar 11% dari 738 pasien HZ di 6 rumah sakit
pendidikan di Indonesia. Selama periode tahun 2006-2010, terdapat 82
pasien didiagnosis NPH dari seluruh pasien yang berobat ke poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang.

3. Etiologi
Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster. Virus
varisella zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang
menginfeks imanusia. Virus ini termasuk dalam famili herpesviridae.
Struktur virus terdiri dari sebuah icosahedral nucleocapsid yang dikelilingi
oleh selubung lipid.Di tengahnya terdapat DNA untai ganda. Virus
varisella zoster memiliki diameter sekitar 150-200 nm. Infeksi primernya
secara klinis dikenal dengan Varicella(chicken pox), umumnya terjadi
pada anak-anak. Tipe Virus yang bersifat patogen pada manusia adalah
herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut dengan varisella zoster virus
(VZV). Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepidan
ganglion kranialis terutama nervus kranialis V (trigeminus) pada ganglion
gasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada ganglion
genikulatum

4. Patofisiologi
Faktor risiko utama terjadinya NPH selain bertambahnya usia yaitu adanya
nyeri prodromal, nyeri berat selama fase akut HZ, ruam kulit yang lebih
parah, gangguan sensorik yang meluas pada dermatom yang terkena HZ,
keadaan imunosupresi, keterlibatan mata, dan jenis kelamin perempuan.
Patogenesis NPH yaitu adanya perlukaan neuronal yang berefek baik pada
komponen sentral maupun perifer dari sistim saraf. Setelah perbaikan
infeksi primer VZV, virus menetap secara laten di dalam ganglion radiks
dorsalis saraf kranial atau saraf spinal. Reaktivasi virus VZ yang diikuti
replikasi menginduksi terjadinya perubahan inflamasi pada neuron perifer
dan ganglion sensoris. Hal ini dapat menginduksi siklus sensitisasi yang
mengakibatkan nyeri yang menetap. Beberapa penelitian yang
menggunakan uji saraf sensorik secara kuantitatif menunjukkan bahwa
terdapat variabilitas hilangnya sensoris yang lebih luas pada pasien NPH.
Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa nyeri dan abnormalitas sensorik
pada NPH seringkali meluas dari dermatom yang terkena erupsi HZ.
Rowbotham dkk dan Field dkk menyebutkan bahwa terdapat dua
mekanisme patofisiologik yang berbeda pada berkembangnya NPH:
sensitisasi dan deaferensiasi. Baik sensitisasi perifer dan sentral terlibat
dalam patofisiologi NPH. Sensitisasi perifer terjadi terutama pada serabut
nosiseptor C tidak bermielin yang kecil. Sensitisasi ini bertanggung jawab
terhadap terjadinya nyeri seperti terbakar spontan dan hiperalgesia namun
dengan hilangnya sensibilitas yang minimal. Alodinia pada sebagian
pasien NPH diduga disebabkan karena penjalaran ektopik dari serabut
nosiseptor C yang rusak dalam mempertahankan keadaan sensitisasi
sentral. Deaferensiasi berkaitan dengan hilangnya sensoris dan alodinia
pada daerah yang mengalami parut. Deaferensiasi ini menyebabkan
alodinia yang diperantarai sistim saraf pusat. Dugaan bahwa hilangnya
hubungan sistim saraf pusat dengan ganglion radiks dorsalis pada
beberapa pasien, nyeri mungkin disebabkan adanya perubahan sistim saraf
pusat. (Sugastiasri Sumaryo)
5. Manifestasi Klinis Dan Diagnosis NPH
Neuralgia paska herpetika sering mengenai dermatom regio torakal diikuti
divisi oftalmik pada regio trigeminal, regio saraf kranial lainnya dan regio
servikal kemudian dermatom lumbar dan sakral.
Tabel 1. Distribusi dermatomal HZ pada pasien imunokompeten
Torakal : diatas 50% dari semua kasus
Kranial : 10-20%
Servikal :10-20%
Lumbar : 10-20%
Sakral :2-8%
Generalisata: <1%
Pasien NPH biasanya mengeluh nyeri yang bersifat spontan
(dideskripsikan sebagai rasa terbakar, aching, throbbing), nyeri yang
intermiten (nyeri seperti ditusuk, ditembak) dan/atau nyeri yang
dibangkitkan oleh stimulus seperti alodinia. Alodinia (nyeri yang
dibangkitkan oleh stimulus yang secara normal tidak menimbulkan nyeri)
merupakan nyeri yang terdapat pada hampir 90% pasien NPH. Pasien
dengan alodinia dapat menderita nyeri yang hebat setelah tersentuh baik
dengan sentuhan yang paling ringan sekalipun seperti angin sepoi-sepoi
ataupun selembar pakaian. Biasanya alodinia terjadi jelas di daerah yang
masih mempunyai sensasi, sedangkan nyeri spontan terjadi terutama di
daerah yang sensasinya terganggu atau hilang. Hampir seluruh pasien
memiliki sensasi abnormal pada raba halus, suhu, dan getar pada
dermatom yang terkena. Pasien juga sering mengalami disestesia,
hiperalgesia, anestesia dan parestesia yang kontinyu. Beberapa pasien
dapat mengeluh gatal yang intens.
Gambaran nyeri neurologik pada NPH
1. Intermiten atau kontinyu, dalam atau superfisial
2. Throbbing atau seperti ditusuk-tusuk
3. Aching atau seperti terbakar yang spontan
4. Paroksismal
5. Alodinia
6. Hiperalgesia
7. Gatal yang intens
Diagnosis NPH merupakan diagnosis klinis. Adanya riwayat HZ diikuti
nyeri yang menetap dikaitkan dengan dermatom yang terkena atau daerah
yang berdekatan merupakan ciri khas NPH. Namun pada beberapa kasus
tidak terdapat riwayat erupsi HZ. Pada kasus seperti ini diagnosis definitif
berdasarkan pemeriksaan serologik serial yang kadang-kadang dapat
dimungkinkan praktik klinis. Uji diagnostik ini berguna dalam penelitian
yang dapat membantu dalam penetapan protokol terapi. Uji diagnostik ini
meliputi uji sensoris kuantitatif, biopsi kulit dan uji konduksi saraf.
6. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan tunggal yang mengurangi neuralgia postherpetik
pada semua orang. Dalam banyak kasus, mungkin diperlukan kombinasi
pengobatan untuk mengurangi rasa sakit.

1. Lidocaine skin patches


Lidocaine skin patches adalah perban kecil seperti patch yang berisi, obat
penghilang rasa sakit lidokain topikal. Patch ini dapat dipotong agar sesuai
dengan luas daerah yang terkena.

2. Antidepresan trisiklik
Antidepresan seperti nortriptyline dan amitriptilin mempengaruhi kimia
otak, yang merupakan kunci yang memainkan peran dalam depresi dan
bagaimana tubuh menafsirkan rasa sakit. Dokter biasanya meresepkan
antidepresan untuk neuralgia postherpetik dalam dosis lebih kecil daripada
yang diresepkan untuk depresi.

3. Antikonvulsan tertentu
Obat anti kejang juga dapat mengurangi rasa sakit yang terkait dengan
neuralgia postherpetik. Obat-obat tersebut dapat menstabilkan aktivitas
listrik yang abnormal dalam sistem saraf yang disebabkan oleh saraf yang
terluka.

Dokter mungkin akan meresepkan gabapentin (Neurontin), pregabalin


(Lyrica) atau antikonvulsan lain untuk membantu mengontrol rasa terbakar
dan nyeri.

4. Opioid penghilang rasa sakit


Beberapa orang mungkin membutuhkan resep obat penghilang rasa nyeri
dengan kekuatan ekstra yang mengandung tramadol (Ultram, Ryzolt),
oxycodone (Percocet), atau morfin.
7. Pencegahan
Cara mencegah Nyeri Post Herpetikum ini adalah dengan
mencegahterinfeksinya virus Zoster itu sendiri. Pencegahan neuralgia
pasca herpetika dapatdiusahakan dengan kombinasi agen antiviral dan
usaha agresif mengurangi nyeriakut pada pasien herpes zoster. Kombinasi
ini diharapkan akan mengurangi kerusakan saraf dan nyeri akut. Terapi
antiviral harus dimulai segera setelahdiagnosis ditegakkan, dan lebih baik
jika dimulai pada tiga atau empat hari pertama. Terapi antiviral diharapkan
dapat menghentikan replikasi virus, sehinggadurasi penyakit akan lebih
singkat, dan menurunkan kejadian neuralgia pascaherpetika. Antiviral
yang dapat digunakan adalah asiklovir, valasiklovir,atau famsiklovir.
Terapi analgetika akan mengurangi nyeri yang merupakan faktor risiko
utama neuralgia pascaherpetika. (Regina,2012)
Telah dikembangkan vaksin pencegahan herpes zoster
yangdirekomendasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) bagi mereka yang berusia 60 tahun atau lebih. Dalam penelitian
klinis yang melibatkanribuan lansia berusia 60 tahun atau lebih, vaksin ini
mengurangi risiko herpeszoster sebesar 51% dan risiko neuralgia
pascaherpetika sebesar 67%. Efek proteksi vaksin ini dilaporkan dapat
mencapai 6 tahun atau bahkan lebih. Selain itu, The United States
Advisory Committee on Immunization Practices(ACIP) juga telah
merekomendasikan lansia diatasumur 60 tahun untuk memperoleh vaksin
herpes zoster ini sebagai bagian dari perawatan kesehatanrutin. Vaksin
Oka-strain hidup baru-baru ini telah disetujui oleh Food and Drug
Administration untuk mencegah Varicella (Regina,2012)
8. Prognosis
Sindrom nyeri yang timbul pada PNH ini cenderung beresolusi
dengan lambat. Pada pasien-pasien dengan PNH, kebanyakan berespon
dengan baik terhadap obat-obatan analgesik, seperti pada antidepressan
trisiklik, namun pada sebagian kasus, nyeri yang dirasakan semakin
memburuk dan tidak berespon terhadap terapi yang diberikan. Umumnya
prognosisnya baik, di mana ini bergantung pada tindakan perawatan sejak
dini. pada umumnya pasien dengan neuralgia post herpetika respon
terhadap analgesik seperti antidepressan trisiklik. Jika terdapat pasien
dengan nyeri yang menetap dan lama dan tidak respon terhadap terapi
medikasi maka diperlukan pencarian lanjutan untuk mencari terapi yang
sesuai.
LAPORAN KASUS

A. Identitas
1. Nama : Tn. B
2. Umur : 60 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Alamat : Candi, Sidoarjo
5. Pekerjaan : Swasta
6. Status : Menikah
7. Tanggal Pemeriksaan : 30 April 2019

B. Anamnesa
1. Keluhan Utama : Panas dan gatal pada punggung
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Semenjak 3 bulan yang lalu pasien mengeluh panas dan gatal
pada bagian dada sampai ke punggung. Pasien juga mengeluhkan
demam saat timbul keluhan tersebut. Pada saat ini keluhan bertambah
berat terutama pada saat tidur dan pada saat tersentuh/ tersenggol
benda. Bahkan nyeri seperti tertusuk atau tertampar pada saat
memakai baju/ tersentuh pakaiannya sendiri. Keluhan lain seperti nyeri
kepala, nyeri berputar, mual dan muntah disangkal. Keluhan nyeri otot,
lemas dan nyeri sendi disangkal. Pasien juga tidak mengalami kelumpuhan
dan berbicara.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : HT (+), DM (-) Kolesterol (-) Stroke (-)
Jantung (-)
4. Riwayat Pengobatan : sebelumnya sudah pernah ke dokter tapi lupa
nama obatnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
6. Riwayat Kebiasaan : merokok (-), alcohol (-), makan makanan
berlemak tinggi di sangkal

C. Pemeriksaan Fisik
a) Status Generalis
1. Keadaan Umum : Cukup
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tekanan Darah :190/100 mmHg
4. Nadi : 92x/menit
5. RR : 20 x/menit
6. Suhu : 36,7°C
7. Kepala
 Mata : Anemia (-), Ikterus (-)
 Hidung : Dyspneu (-)
 Mulut dan bibir : Cyanosis (-), terlihat kering
8. Leher : Pembesaran KGB (-)/(-)
9. Thorax
 Cor : S1S2 Tunggal Reguler Murmur (-), gallop (-)
 Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
10. Abdomen
 Inspeksi : Distensi (-)
 Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
 Perkusi :Timpani Seluruh Lapangan Abdomen, shifting
dulnes (-), meteorismus (-)
 Palpasi : Nyeri Tekan (-), hepar dan lien dalam batas
normal
11. Ekstremitas
 Akral Hangat Kering Merah : superior +/+, inferior +/+
 Edema : Superior -/-, inferior -/-
b) Status Neurologis
1. Kesadaran : compos mentis
2. GCS : 4-5-6
3. Pembicaraan : dbn
4. Wajah : simetris
5. Rangsangan Selaput Otak / Meningeal Sign :
 Kaku Kuduk : (-)
 Brudzinski I :(-)
 Brudzinski II :(-)
 Brudzinski III : (-)
 Brudzinski IV : (-)
 Kernig : (-)
6. Pemeriksaan Nervus Cranialis :
a. Nervus Olfaktorius
 Hiposmia / Anosmia : (-) / (-)
 Parosmia : (-) / (-)
b. Nervus Optikus
 Tajam Penglihatan : > 1/60 / >1/60
 Lapangan Pandang : normal
 Melihat Warna : tidak dilakukan
 Funduskopi : tidak dilakukan
c. Nervus Okulomotorius, Troclearis, Abducens
 Kedudukan Bola Mata : ditengah / ditengah
 Ptosis : (-) / (-)
 Exophthalmos :-/-
 Pergerakan Bola Mata
o Nasal : normal / normal
o Temporal : normal / normal
o Frontal : normal / normal
o Bawah : normal / normal
o Temporal Bawah : normal / normal

 Pupil
o Bentuk : bulat / bulat
o Diameter : 3mm / 3mm
o R. Cahaya Direct :+/+
o R. Cahaya Indirect :+/+
d. Nervus Trigeminus
 Cabang motoric
o Otot temporalis : normal / normal
o Otot Maseter : normal / normal
o Otot Pterygodeus : normal / normal
 Sensorik : tidak dilakukan
 Reflex Kornea : tidak dilakukan
e. Nervus Facialis
 Waktu Diam
o Kerutan Dahi : simetris
o Tinggi Alis : simetris
o Sudut Mata : simetris
o Lipatan Nasolabial : simetris
o Sudut Mulut : simetris
 Waktu Bergerak
o Kerutan dahi : normal / normal
o Menutup mata : normal / normal
o Memperlihatkan gigi : normal / normal
 Sensorik Pengecapan :
o Manis : tidak dilakukan
o Asam : tidak dilakukan
o Asin : tidak dilakukan
o Pahit : tidak dilakukan
 Stetoskop Balance Test : tidak dilakukan
 Schimmer Test : tidak dilakukan

f. Nervus Vestibulo Choclearis


 Vestibularis
o Vertigo : tidak dilakukan
o Nystagmus : tidak dilakukan
 Choclearis
o Rinne : tidak dilakukan
o Weber :tidak dilakukan
o Schawabach : tidak dilakukan
g. Nervus Glossopharingeus dan Nervus Vagus
 Motorik
o Suara : normal
o Kedudukan arcus faring : normal
o Kedudukan uvula : normal
 Sensorik
o Reflek muntah : normal
o Pengecapan 1/3 bawah lidah : tidak dilakukan
h. Nervus Accesorius
 Mengangkat bahu :+/+
 Memalingkan kepala :+/+
i. Nervus Hipoglosus
 Kedudukan lidah saat istirahat : DBN
 Kedudukan lidah saat dijulurkan : DBN
 Atrofi : (-)
 Fasikulasi : (-)
 Kekuatan lidah menahan mukosa pipi : normal / -
7. Sistem Motorik : DBN
8. Sistem Sensorik
Pada dada dan punggung : Hiperestesia, allodinia dan
hiperalgesia
a. Reflex Fisiologis
 Reflex tendon dextra sinistra
o BPR : +2 +2
o TPR : +2 +2
o KPR : +2 +2
o APR : +2 +2
b. Reflex Patologis Dextra Sinistra
 Hoffman : - -
 Tromner : - -
 Babinski : - -
 Chaddock : - -
 Openhim : - -
 Gordon : - -
 Schaffner : - -
 Rosolimo : - -
 Mendel bectrew : - -

RESUME
S : Pasien laki-laki umur 60 tahun datang ke Poli Klinik Saraf
RSUD SIDOARJO datang dengan keluhan Semenjak 3 bulan yang
lalu pasien mengeluh panas dan gatal pada bagian dada sampai ke
punggung. Pasien juga mengeluhkan demam saat timbul keluhan tersebut.
Pada saat ini keluhan bertambah berat terutama pada saat tidur dan
pada saat tersentuh/ tersenggol benda. Bahkan nyeri seperti tertusuk
atau tertampar pada saat memakai baju/ tersentuh pakaiannya sendiri.
Keluhan lain seperti nyeri kepala, nyeri berputar, mual dan muntah
disangkal. Keluhan nyeri otot, lemas dan nyeri sendi disangkal. Pasien
juga tidak mengalami kelumpuhan dan berbicara.

O : KU : Cukup

Kes : Compos Mentis

Vital sign : TD : 190/100 mmHg, N : 92 x/menit, RR : 20x/menit, S :


36,7°C

Status neurologis :

GCS 4-5-6

 Meningeal sign
 Kaku kuduk (-)
 Brudzinski I/II -/-
 Nervus Cranialis : DBN
 Motoric : DBN
 Sensorik : Hiperestesia, allodinia, hiperalgesia
 Reflek fisiologis :
 BPR : +2 / +2
 TPR : +2 / +2
 KPR : +2 / +2
 APR : +2 / +2
 Reflek patologis
 Babinski : -/-
 Chaddock : -/-
 Hoffman : -/-
 Tromner : -/-
A : Diagnosa klinis : Hiperetesia, allodinia, hiperalgesia

Diagnosa topis : Tractus spinothalamicus

Diagnosa etiologis : Neuropati et causa Neuralgia Post Herpetikum

P : Planning diagnosis :

Edukasi :

 menjelaskan tentang penyakit yang diderita oleh pasien


 menjelaskan mengenai komplikasi penyakit yang bisa terjadi
 menjelaskan tentang efek samping obat yang mungkin bisa terjadi
 menjelaskan tentang prognosis penyakit
 mengatur pola makan yang sehat
 konsumsi vitamin
 kurangi setres dan istirhat yang cukup
 minum obat teratur

Anda mungkin juga menyukai