Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN STROKE (CVA)

Nama : Novia Faraditha Riady


NIM : P17210173049

I. DEFINISI
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak secara
akut dan dapat menimbulkan kematian. Stroke adalah suatu keadaan yang mengakibatkan
seseorang mengalami kelumpuhan atau kematian karena terjadinya gangguan perdarahan
di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak. Stroke terjadi akibat pembuluh darah
yang membawa darah dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur,
kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang dikendalikan oleh
otak tidak berfungsi (American Heart Association [AHA], 2015).

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf
(deficite neurologis) akibat terhamabatnya aliran darah ke otak. Menurut stroke adalah
sindrom yang terdiri dari tanda atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat lokal atau
global yang terjadi secara cepat dan mendadak (dalam menit atau pun detik) yang
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian. Jadi, stroke merupakan
gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah pada otak yang dapat
timbul secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat dalam beberapa menit dan
jam.

II. PATOFISIOLOGI
A. Klasifikasi
a. Stroke Iskemik

Stroke Iskemik (non hemoragic) adalah penurunan aliran darah ke bagian otak
yang disebakan karena vasokontriksi akibat penyumbatan pada pembuluh darah
arteri sehingga suplai darah ke otak mengalami penurunan. Stroke iskemik
merupakan suatu penyakit yang diawali dengan terjadinya serangkain perubahan
dalam otak yang terserang, apabila tidak ditangani akan segera berakhir dengan
kematian di bagian otak. Stroke ini sering diakibatkan oleh trombosis akibat plak
aterosklerosis arteri otak atau suatu emboli dari pembuluh darah di luar otak yang
tersangkut di arteri otak. Jenis stroke ini merupakan jenis stroke yang paling sering
menyerang seseorang sekitar 80% dari semua stroke. Berdasarkan manifestasi
klinisnya yaitu:
1) TIA (transient ischemic attack) atau serangan stroke sementara: gejala

defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam. TIA menyebabkan

penurunan jangka pendek dalam aliran darah ke suatu bagian dari otak. TIA

biasanya berlangsung selama 10-30 menit.

2) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit): gejala defisit neurologi

yang akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi gejala akan

menghilang tidak lebih dari 7 hari.

3) Stroke evaluasi (Progressing Stroke): kelainan atau defisit neurologi yang

berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang berat sehingga

makin lama makin berat.

4) Stroke komplit (Completed Stroke): kelainan neurologis yang sudah

menetap dan tidak berkembang lagi.

b. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena adanya


perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak dan
gangguan fungsi saraf. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk
kedalam jaringan otak sehingga terjadi hematoma. Berdasarkan perjalanan
klinisnya stroke hemoragik di kelompokan sebagai berikut:
1) PIS (Perdarahan intraserebral)

Perdarahan intraserebral disebabkan karena adanya pembuluh darah


intraserebral yang pecah sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
masuk ke dalam jaringan otak. Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial atau intraserebral sehingga terjadi penekanan pada
pembuluh darah otak sehingga menyebabkan penurunan aliran darah otak
dan berujung pada kematian sel sehingga mengakibatkan defisit neurologi.
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi dan penyakit darah
seperti hemophilia.
2) PSA (Pendarahan subarakhnoid)

Pendarahan subarakhnoid merupakan masuknya darah ke ruang


subrakhnoid baik dari tempat lain (pendarahan subarakhnoid sekunder) atau
sumber perdarahan berasal dari rongga subrakhnoid itu sendiri (pendarahan
subarakhnoid). Perdarahan subarakhnoidal (PSA) merupakan perdarahan
yang terjadi masuknya darah ke dalam ruangan subarachnoid.

B. Etiologi
Menurut (Valante et al, 2015) stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat
kejadian dibawah ini, yaitu :
1) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang adalah
penyebab paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi secara
tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada
setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral
tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.
3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama karena
konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4) Hemoragik serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien dengan perdarahan dan
hemoragi mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran dan dapat
menjadi stupor atau tidak responsif. Akibat dari keempat kejadian di atas maka
terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan
sementara atau permanen fungsi otak dalam gerakan, berfikir, memori, bicara,
atau sensasi.

C. Gejala dan tanda


Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke (Nurarif & Kusuma, 2015) :
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak,
2. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik),
3. Perubahan mendadak pada status mental (kesadaran menurun),
4. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai,
5. Gangguan penglihatan,
6. Gangguan daya ingat,
7. Bicara pelo atau cadel,
8. Mual dan muntah,
9. Nyeri kepala hebat,
10. Vertigo
11. Gangguan fungsi otak.
D. KOMPLIKASI
Menurut Junaidi (2016) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:
a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuhan dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring,
seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan
menyebabkan infeksi.
b. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang
lumpuh dan penumpukan cairan.
c. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan kekauan
pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot.
Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
d. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas
mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan
kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
e. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur
sudah tua. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah
imobilitas, kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
f. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu
pada bagian di sisi yang lemah.
Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe dan Stroke
National clinical guideline for diagnosis and initial management of acute stroke
and transite ischemic attack (2016), daerah daerah (domain) neurologis yang
mengalami gangguan akibat stroke dapat dikelompokkan yaitu:
a. Motorik : gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan
yang disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan, dan
kaki maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh. Biasanya manifestasi
stroke seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh),
hilang atau menurunnya refleks tendon. Hemiparesis adalah kekuatan otot
yang berkurang pada sebagian tubuh dimana lengan dan tungkai sisi lumpuh
sama beratnya ataupun dimana lengan sisi lebih lumpuh dari tungkai atau
sebaliknya sedangkan hemiplegia adalah kekuatan otot yang hilang.
b. Sensori : defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer sampai
kehilangan persepsi yang sifatnya lebih kompleks. Penderita mungkin
menyatakannya sebagai perasaan kesemutan, rasa baal, atau gangguan
sensitivitas.
c. Penglihatan : stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara monokuler,
hemianopsia homonim, atau kebutaan kortikal.
d. Bicara dan Bahasa : disfasia mungkin tampak sebagai gangguan komprehensi,
lupa akan nama-nama, adanya repetisi, dan gangguan membaca dan menulis.
Kelainan bicara dan bahasa dapat mengganggu kemampuan penderita untuk
kembali ke kehidupan mandiri seperti sebelum sakit.
e. Kognitif : kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi, orientasi, dan
hilangnya kemampuan menghitung.
f. Afek : gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai
stroke. Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah serangan dan jarang
pada saat akut.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada stroke, meliputi:
1. Angiografi serebral: membantu menemukan penyebab stroke secara spesifik, seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
2. CT Scan: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan infark.
3. Fungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid atau perdarahan intrakranial. Kadar
protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imagging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, malformasi arterivena (MAV).
5. Utrasono Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri
karotis [aliran darah atau muncul plak], arteriosklerotik).
6. EEG (Elektroensefalogram): mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subaraknoid.
8. Diffusion-weighted imaging (DWI): memperlihatkan daerah- daerah yang
mengalami infark sebagai daerah putih terang.
9. Perfussion-weight imaging (PWI): pemindaian sekuansial selama 30 detik setelah
penyuntikan gadolinium. Daerah-daerah otak yang kurang mendapatkan perfusi
akan lambat memperlihatkan pemunculan zat warna kontras yang disuntikan
tersebut, dan aliran darah yang lambat tampak putih. Pemindahan serial dapat
mengungkapkan tiga tipe pola yang berlainan: repefusi dini, reperfusi lambat dan
defisit perfusi persisten.
10. Pemeriksaan laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL, laju endap darah
(LED), panel metabolik dasar (natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa, dan
serologi untuk sifilis. Pada klien yang dicurigai mengalami stroke iskemik, panel
laboratorium mengevaluasi keadaan hiperkoagulasi termasuk perawatan dasar.
Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah protombin dengan rasio normalisasi
internasional (INR), waktu tromboplastin parsial; dan hitung trombosit. Pemeriksaan
lain yang mungkin dilakukan adalah antibody antikardiolipin, protein C dan S,
antitrombin III, plasminogen, faktor V Leiden, dan resistensi protei C aktif.

IV. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat meliputi:
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik
harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita
saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar,
kejang, gangguan visual, penuruanan kesadaran, serta factor resiko stroke.
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher, misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang,
bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif.
Pemeriksaan thorax (jantung dan paru), abdomen, kulit, dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke. Pemeriksaan neurologic terutama
pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningen, system motorik, sikap dan
cara jalan, reflex, koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan saat in adalah NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale)
d. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit
darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR,
aPTT, dan saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
1) Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
2) Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
1) Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
2) Optimalisasi tekanan darah
3) Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor.
4) Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
5) Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
1) Tekanan darah
2) Pemeriksaan jantung
3) Pemeriksaan neurologi umum awal
a) Derajat kesadaran
b) Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
c) Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
1) Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama
stroke
2) Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
3) Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
4) Elevasi kepala 20-30º.
5) Hindari penekanan vena jugulare
6) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
7) Hindari hipertermia
8) Jaga normovolemia
9) Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial
1 mg/kgBB IV.
10) Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
11) Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar
e. Pengendalian Kejang
1) Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin
loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
2) Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi
profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila
kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
1) Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya.
2) Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC

V. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1)  Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
2)  Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.

Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat.
Gejala : Kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis, mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Tanda : Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau spastis),
paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bakterial).
Tanda : Hipertensi arterial, Disritmia, perubahan EKG. Pulsasi : kemungkinan
bervariasi, denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
c. Integritas ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Tanda : Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediaan, kegembiraan,
kesulitan berekspresi diri.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, anuria. Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh),
tidak adanya suara usus (ileus paralitik)
e. Makan / minum
Gejala : Nafsu makan hilang. Nausea / vomitus menandakan adanya Peningkatan
Tekanan Intra Kranial. Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia.
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring).
Obesitas.
f. Neurosensori
Gejala : Pusing, Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati. Penglihatan berkurang. Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi
kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama). Gangguan
rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda : Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
Ekstremitas: kelemahan/paraliysis pada semua jenis stroke, genggaman tangan
tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam. Wajah: paralisis/paraparese.
Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan
ekspresif/kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif,
global/ kombinasi dari keduanya. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,
pendenga. Kehilangan kemampuan menggunakan motorik. Reaksi dan ukuran
pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
h. Respirasi
Gejala : Perokok (faktor resiko).
i. Keamanan
Tanda : Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan. Perubahan persepsi
terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah
yang pernah dikenali. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin / gangguan
regulasi suhu tubuh. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri.
j. Interaksi sosial
Gejala : Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori,
maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus
yaitu :
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan Peningkatan TIK
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
Peningkatan TIK
3. Gangguan mobilitas fisik  berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Peningkatan TIK
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler
6. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injury biologis (Peningkatan TIK)
3. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas
keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah
masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang
meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan,
menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Penurunan Setelah dilakukan tindakan Intrakranial Pressure
kapasitas adaptif keperawatan selama 3x 24 (ICP) Monitoring
intrakranial b.d. jam, diharapkanmasalah (monitor tekanan
Peningkatan teratasi, dengan kriteria hasil: intracranial) :
TIK Circulation status  Berikan informasi
Tissue Prefusion : Cerebral kepada keluarga
 Mendemonstrasikan  Monitor tekanan
status sirkulasi yang perfusi serebral
ditandai dengan :  Catat respon pasien
 Tekanan systole dan terhadap stimulasi
diastole dalam rentang  Monitor tekanan
yang diharapkan 120/80 intracranial dan respon
mmHg neurology terhadap
 Tidak ada ortostatik aktivitas
hipertensi  Monitor jumlah
 Tidak ada tanda-tanda drainage cairan
peningkatan tekanan cerebrospinal
intrakranial (tidak lebih  Monitor intake dan
dari 15 mmHg) output cairan
 Mendemonstrasikan  Monitor suhu dan
kemampuan kognitif angka WBC
yang ditandai dengan :  Kolaborasi pemberian
 Berkomunikasi dengan antibiotik
jelas dan sesuai dengan  Posisikan pasien pada
kemampuan posisi semi fowler
 Menunjukkan perhatian,  Minimalkan stimulus
konsentrasi dan orientasi dari lingkungan
 Memproses informasi Peripheral sensation
 Membuka keputusan management
dengan benar (manajemen sensasi
 Menunjukkan sensori perifer) :
motorik cranial yang  Monitor adanya daerah
utuh: tertentu yang hanya
 Tingkat kesadaran peka terhadap panas
membaikTidak ada atau dingin, tajam atau
gerakan involunter tumpul
 Monitor adanya
paretese
 Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi
kulit jika ada isi atau
laserasi
 Gunakan sarung tangan
untuk proteksi
 Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
 Monitor kemampuan
BAB
 Kolaborasi pemberian
analgesik
 Monitor adanya
tromboplebitis
2 Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation
jaringan serebral keperawatan selama 3x 24 Management (Manajemen
tidak efektif b.d. jam, diharapkanmasalah sensasi perifer)
Peningktan TIK teratasi, dengan kriteria hasil:  Monitor adanya
NOC : daerah tertentu yang
Circulation status hanya peka terhadap
Tissue perfusion : cerebral panas/dingin/tajam/tu
 Mendemonstrasikan mpul
status sirkulasi yang  Monitor adanya
ditandai dengan : paretese
 Tekanan systole dan  Instruksikan keluarga
diastole dalam rentang untuk mengobservasi
yang diharapkan kulit jika ada Isi atau
 Tidak ada ortostatik laserasi
hipertensi  Gunakan sarun
 Tidak ada tanda-tanda tangan untuk proteksi
peningkatan tekanan  Batasi gerakan pada
intrakranial (tidak lebih kepala, leher dan
dari 15 mmHg) punggung
 Mendemonstrasikan  Monitor kemampuan
kemampuan kognitif BAB
yang ditandai dengan:  Kolaborasi
 Berkomunikasi dengan pemberian analgetik
jelas dan sesuai dengan  Monitor adanya
kemampuan tromboplebitis
 Menunjukkan perhatian,  Diskusikan menganai
konsentrasi dan orientasi penyebab perubahan
 Memproses informasi sensasi
 Membuat keputusan
dengan benar
 Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
3 Hambatan Setelah dilakukan tindakan NIC :
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 Exercise therapy :
b.d Kerusakan jam, diharapkan klien dapat ambulation
neurovaskuler melakukan pergerakan fisik  Monitoring vital sign
dengan kriteria hasil : sebelm/sesudah latihan
1. Joint Movement : Active dan lihat respon pasien
 Mampu menggerakan saat latihan
rahang  Konsultasikan dengan
 Mampu menggerakan terapi fisik tentang
leher rencana ambulasi
 Mampu menggerakan sesuai dengan
tulang belakang kebutuhan
 Mampu menggerakan  Bantu klien untuk
jari kanan dan kiri menggunakan tongkat
2. Mobility Level saat berjalan dan cegah
 Keseimbangan terhadap cedera
 Koordinasi  Ajarkan pasien atau
 Gaya berjalan tenaga kesehatan lain
3. Self care : ADLs tentang teknik ambulasi
 Mampu makan sendiri  Kaji kemampuan
 Mampu berpakaian pasien dalam mobilisasi
sendiri  Latih pasien dalam
 Mampu toileting pemenuhan kebutuhan
sendiri ADLs secara mandiri
4. Transfer performance sesuai kemampuan
 Berpindah dari satu  Dampingi dan Bantu
tempat ke tempat pasien saat mobilisasi
lainnya dan bantu penuhi
 Berpindah dari tempat kebutuhan ADLs ps.
tidur ke kursi  Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
 Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
4 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Airway Management
efektif perawatan selama 3 x 24 jam,  Buka jalan nafas,
berhubungan diharapkan pola nafas pasien guanakan teknik chin
dengan efektif dengan kriteria hasil : lift atau jaw thrust bila
penurunan 1. Respiratory status : perlu
kesadaran Ventilation  Posisikan pasien untuk
 Tinkat pernafasan memaksimalkan
membaik ventilasi
 Ritme pernafasan  Identifikasi pasien
membaik perlunya pemasangan
 Kapasitas vital alat jalan nafas buatan
membaik  Pasang mayo bila perlu
2. Respiratory status :  Lakukan fisioterapi
Airway patency dada jika perlu
 Kedalaman inspirasi  Keluarkan sekret
 Mampu untuk dengan batuk atau
membersihkan suction
sekresi  Auskultasi suara nafas,
3. Vital sign Status catat adanya suara
 Tanda tanda vital tambahan
dalam rentang  Lakukan suction pada
normal mayo
 Berikan bronkodilator
bila perlu
 Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
 Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2
Oxygen Therapy
 Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
 Pertahankan jalan nafas
yang paten
 Atur peralatan
oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi
pasien
 Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Comunication
komunikasi keperawatan selama  3 x 24 enchancement : Speech
verbal b.d jam, diharapkan klien mampu deficit
Penurunan untuk berkomunikasi lagi  Libatkan keluarga
sirkulasi keotak dengan kriteria hasil: untuk membantu
1. Anxiety self control memahami /
 Memantau inten memahamkan
sitas kecemasan informasi dari / ke
 Menghilangkan klien
precursor kecemasan  Dengarkan setiap
 Menggunakan ucapan klien dengan
strategi koping yang penuh perhatian
efektif  Gunakan kata-kata
2. Coping sederhana dan pendek
 Identifikasi pola dalam komunikasi
coping yang efektif dengan klien
 Identifikasi pola  Dorong klien untuk
coping yang mengulang kata-kata
inefektif  Berikan arahan /
 Melaporkan perintah yang
penurunan stres sederhana setiap
3. Sensory function: interaksi dengan klien
hearing dan vision  Programkan speech-
 Ketajaman language teraphy
pendengaran kanan  Lakukan speech-
kiri language teraphy setiap
 Konduksi suara interaksi dengan klien
udara kanan kiri
 Respon terhadap
stimulasi
pendengaran
4. Fear self control
 Monitor intensitas
ketakutan
 Menghilangkan
precursor ketakutan
 Control respon
ketakutan
6 Nyeri akut b.d. Setelah dilakukan tindakan NIC : Pain Management
Agen injury perawatan selama 3 x 24 jam,  Lakukan pengkajian
biologis diharapkan pasien mampu nyeri secara
(Peningkatan mengetahui dan  mengontrol komprehensif termasuk
TIK) resiko dengan kriteria hasil : lokasi, karakteristik,
Pain Level, durasi frekuensi,
Pain control kualitas dan faktor
Comfort level presipitasi
 Mampu mengontrol  Observasi reaksi
nyeri (tahu penyebab nonverbal dan
nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan tehnik  Gunakan teknik
nonfarmakologi untuk komunikasi terapeutik
mengurangi nyeri, untuk mengetahui
mencari bantuan) pengalaman nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri pasien
berkurang dengan  Kaji kultur yang
menggunakan mempengaruhi respon
manajemen nyeri nyeri
 Mampu mengenali nyeri  Evaluasi pengalaman
(skala, intensitas, nyeri masa lampau
frekuensi dan tanda  Evaluasi bersama
nyeri) pasien dan tim
 Menyatakan rasa kesehatan lain tentang
nyaman setelah nyeri ketidakefektifan
berkurang kontrol nyeri masa
Iampau
 Bantu pasierl dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Berikan anaIgetik
untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA). 2015. Heart disease and stroke


statistics 2015 Update. American. https://doi.org/0.1161./CIR.000000000152
Junaidi, Iskandar. (2016). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta :
ANDI.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3. Mediaction.
Yogyakarta.
Sulansi, 2015. Stroke Menurut Pasien di RSUD Ende. Vol. 07 No. 03 : 22-30.
Valente et al. (2015). Ischemic Stroke Due to Middle Cerebral Artery M1
Segment Occlusion : Latvian Stroke Register Data. Proceedings of the Latvian
Academy pf Sciences, Volume 69, Issue 5.
https://www.degruyter.com/view/j/prolas.2105.69.issue-5/prolas-2015-
0042/prolas-2015-0042.xml

Anda mungkin juga menyukai