Anda di halaman 1dari 14

ASKEP PENATALAKSANAAN PASIEN ARV DAN PERAN PERAWAT

DALAM MENINGKATAN ADHERENCE.

Disusun oleh kelompok V :

Supri Taba Leki (2018610045)

Damaris Lani ( 2018610029)

Muhamad Adhar (2018610046)

Novita Bani(2018610092)

Clara Ata Jeju(2018610069)

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUANA TUNGGADEWI MALANG

2020.
A. Askep penatalaksaan Pasien ARV

HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien rentan terhadap
serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa diberikan pada pasien untuk
menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan mengurangi terjadinya infeksi
oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan kecacatan. ARV tidak
menyembuhkan pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia
harapan hidup penderita HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas golongan seperti nukleoside reverse
transcripetase inhibitor, non-nucleotide reverse transciptase inhibitor dan protease.

1. Tujuan pemberian ARV ARV diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan tujuan untuk :
a. Menghentikan replikasi HIV.
b. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadi infeksi oportunistik.
c. Memperbaiki kualitas hidup.
d. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV.
2. Jenis obat-obatan ARV Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside
reverse transcriptase inhibitor, non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor, protease
inhibitor dan fussion inhibitor.
a. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI) Obat ini dikenal sebagai analog
nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA (proses
ini dikenal oleh virus HIV agar bisa bereplikasi. Contoh dari obat ARV yang
termasuk dalam golongan ini terdapat pada tabel di bawah ini

Nama Generik Nama Dagang Nama Lain


Zidovudin Retrovir AZT,ZCV
Didanosine Videx ddi
Zalzitabine Hivid ddC, dideokxycytidine
Stavudine Zerit d4t
Lamivudine Epivir 3TC
Zidovudine/lamivudine Combivir Kombinasi AZT dan 3TC
Abacavir Ziagen Trizivir ABC
Zidovu Trizivir Kombinasi AZT, 3TC dan
dine/lamivudine/abacavir abacavir
Tenofavir Viread Bis-poc PMPA
b. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI), yang termasuk golongan ini
adalah tenofovir (TDF).
c. non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Golongan ini juga
bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA menajdi DNA dengan cara
mengikat reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi.
d. Protease inhibitor (PI, menghalangi kerja enzim protesa yang berfungsi
memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk
memproduksi virus baru, contoh obat golongan ini adalah indinavir (APV), dan
nelvinavir (NFV), squinavir (SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV) dan
loponavir/ritonavir (LPV/r).
e. Fusion inhibitor. Yang termasuk golongan ini adalah enfuvirtide (T-20).

3. Efek Samping ARV

Pasien yang sedang mendapatkan HAART umumnya menderita efek samping. Sebagai
akibatnya, pengobatan infeksi HIV dan risiko toksisitas yang kompleks antara menyeimbangkan
keuntungan supresi HIV dan risiko toksisitas obat. Sekitar 25% penderita tidak meminum dosis
yang dianjurkan karena takut akan efek samping yang ditimbulkan oleh ARV (Arminio
Monforte, Chesney, Eron, 2000, dan Ammassari, 2001 dalam kapser et al, 2006). Obat-obat
ARV mempunyai efek samping tertentu seperti :

4. Asuhan Keperawatan Pada Pasien ARV

a. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn.Y
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa
Alamat : malang
no regestrasi : 120320
dan diagnosa medis :12345
2) Status Kesehatan :
a. Alasan MRS
b. Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan badan terasa lemas, sakit kepala, susah tidur,
diare dll.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Penyakit Keluarga

3) Pemeriksaan fisik

 Inspeksi
 Palpasi
 Perkusi
 Aukultasi

4) Aktivitas / istirahat Mengatakan susah tidur (pola tidur terganggu).

5) Gejala:

Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi kelelahan /


malaise, Perubahan pola tidur

6) Psikososial Takut menghadapi kematian karena penyakitnya.

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Berikut adalah diagnosa keperawatan yang didapatkan
berdasarkan efek samping dari pemberian ARV sebagai berikut :

1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (diare)

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Kekurangan volume cairan Keseimbangan elektrolit dan  Pantau warna, jumlah
dan frekuensi
Definisi : Kekurangan jumlah asam basa : keseimbangan
kehilangan cairan
cairan yang ada di dalam elektrolit dan non elektrolit Observasi khususnya terhadap
kehilangan cairan yang tinggi
tubuh dalam kompartemen intrasel
elektrolit
dan ekstrasel tubuh  Pantau perdarahan
 Identifikasi factor
Batasan Karakteristik :  Hidrasi; keadekuatan
pengaruh terhadap
Subjektif: Haus cairan yang adekuat bertambah buruknya
dehidrasi
dalam kompartemen
 Kaji adanya vertigo
Objektif : intrasel dan ekstrasel atau hipotensi postural
 Kaji orientasi terhadap
 Perubahan status tubuh
orang, tempat dan
mental  Status nutrisi: asupan waktu
 Pantau status hidrasi
 Penurunan turgor kulit makanan dan cairan;
 Timbang berat badan
dan lidah jumlah makanan dan setiap hari dan pantau
kecenderungannya
 Penurunan haluaran cairan yang masuk
 Pertaruhkan
urin kedalam tubuh selama keakuratan catatan
asupan dan haluaran
 Penurunan pengisian periode 24 jam
vena
 Kulit dan membrane
mukosa kering
 Kematokrit meningkat
 Suhu tubuh
meningkat
 Peningkatan
frekuensi nadi, penurunan TD,
penurunan volume dan
tekanan nadi
 Konsentrasi urin
meningkat
 Penurunan berat
badan yang tibatiba
 Kelemahan

2) Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh B.D Mual Muntah

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensif


Ketidakseimbangan nutrisi  Selera makan;  Tentukan motivasi
kurang dari kebutuhan tubuh keinginan untuk pasien untuk
makan ketika dalam mengubah kebiasaan
Batasan karakteristik : keadaan sakit atau makan  Pantau nilai
 Berat badan kurang sedang menjalani laboratotium,
dari 20% atau lebih pengubatan khususnya transferin,
dibawah berat badan  Perawatan diri: albumin, dan elektrolit
ideal untuk tinggi makan; kemampuan  Manajemen nutrisi:
badan dan rangka untuk mempersiapkan  Ketahui makanan
tubuh dan mengingesti kesukaan pasien
 Kehilangan berat makanan dan cairan  Tentukan kemampuan
baan dengan asupan secara mandiri dengan pasien untuk
makanan yang adekuat atau tanpa alat bantu memenuhi kebutuhan
 Melaporkan  Berat badan: masa nutrisi
kurangnya makanan tubuh; tingkat  Pantau kandungan
 Diare atau steatore kesesuaian berat nutrisi dan kalori pada
badan, otot, dan lemak catatan asupan 
dengan tinggi badan, Timbang pasien pada
rangka tubuh, jenis  Timbang pasien pada
kelamin dan usia interval yang tepat

B. PERAN PERAWAT DALAM MENINGKATKAN ADHERENCE

Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang
sesuai dengan kedudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari
profesi perawatn maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan

Adherence atau patuh adalah kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai
dengan ketentuan yang diberikan oleh profesiaonal kesehatan (Niven, N, 2002). Kepatuhan atau
adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan dimana pasien mematuhi pengobatannya atas
dasar kesadaran sendiri, bukan hanya karena mematuhi perintah dokter. Hal ini penting karena
diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat. Adherence atau kepatuhan
harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap kunjungan. Kegagalan terapi ARV
sering diakibatkan oleh ketidak-patuhan pasien mengkonsumsi ARV. Untuk mencapai supresi
virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi. Penelitian
menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari
semua dosis tidak boleh terlupakan. Resiko kegagalan terapi timbul jika pasien sering lupa
minum obat. Kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dengan pasien serta komunikasi dan
suasana pengobatan yang konstruktif akan membantu pasien untuk patuh minum obat.
Kepatuhan adalah istilah yang digunakan utnuk menggambarkan perilaku pasien dalam minum
obat secara benar tentang dosis, frekuensi dan waktunya. Supaya patuh, pasien dilibatkan dalam
memutuskan apakah minum obat atau tidak. Kepatuhan ini amat penting dalam penatalaksaan
ART, karena:

a. Bila obat tidak mencapai konsentrasi optimal dalam darah maka akan memungkinkan
berkembangnya resistensi.
b. Minum dosis obat tepat waktu dan meminumnya secara benar.
c. Derajat kepatuhan sangat berkolerasi dengan keberhasilan dalam mempertahankan
supresi virus.

Terdapat Kolerasi Positif Antara Kepatuhan Dengan Keberhasilan, Dan HAART Sangat Efektif
Bila Diminum Sesuai Aturan. Hal Ini Berkaitan Dengan.

a. Resistensi obat. Semua obat antiretroviral diberikan dalam bentuk kombinasi, di samping
meningkatkan efektivitas juga penting dalam mencegah resistensi. Kepatuhan terhadap
aturan pemakaian obat juga sangat membantu mencegah terjadinya resitensi. Virus yang
resisten terhadap obat akan berkembang cepat dan berakibat bertambah buruknya
perjalanan penyakit.
b. b. Menekan virus secara terus menerus. Obat-obatan ARV harus diminum seumur hidup
secara teratur, berkelanjutan, dan tepat waktu. Cara terbaik untuk menekan virus secara
terus menerus adalah dengan meminum obat secara tepat waktu dan mengikuti petunjuk
minum obat dengan benar serta di anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi
c. Kiat penting untuk mengingat minum obat.
 Minumlah obat pada waktu yang sama setiap hari.
 Harus selalu tersedia obat di mana pun biasanya penderita berada, misalnya
dikantor, di rumah, dan lain-lain.
 Bawa obat kemanapun pergi.
 Gunakan alarm untuk mengingatkan waktu minum obat.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor prediksi kepatuhan:
Fasilitas layanan kesehatan. Sistem layanan yang berbelit, sistem pembiayaan kesehatan
yang mahal, tidak jelas dan birokratik adalah penghambat yang berperan sangat
signifikan terhadap kepatuhan, karena hal tersebut menyebabkan pasien tidak dapat
mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Termasuk diantaranya ruangan yang
nyaman, jaminan kerahasiaan dan penjadwalan yang baik, petugas yang ramah dan
membantu pasien.
a. Karakteristik Pasien. Meliputi faktor sosiodemografi (umur, jenis kelamin, ras /
etnis, penghasilan, pendidikan, buta/melek huruf, asuransi kesehatan, dan asal
kelompok dalam masyarakat misal waria atau pekerja seks komersial) dan faktor
psikososial (kesehatan jiwa, penggunaan napza, lingkungan dan dukungan sosial,
pengetahuan dan perilaku terhadap HIV dan terapinya).
b. Paduan terapi ARV. Meliputi jenis obat yang digunakan dalam paduan, bentuk
paduan (FDC atau bukan FDC), jumlah pil yang harus diminum, kompleksnya
paduan (frekuensi minum dan pengaruh dengan makanan), karakteristik obat dan
efek samping dan mudah tidaknya akses untuk mendapatkan ARV.
c. Karakteristik penyakit penyerta. Meliputi stadium klinis dan lamanya sejak
terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik penyerta, dan gejala yang
berhubungan dengan HIV. Adanya infeksi oportunistik atau penyakit lain
menyebabkan penambahan jumlah obat yang harus diminum. d. Hubungan
pasien-tenaga kesehatan. Karakteristik hubungan pasien- tenaga kesehatan yang
dapat mempengaruhi kepatuhan meliputi: kepuasan dan kepercayaan pasien
terhadap tenaga kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien terhadap kompetensi
tenaga kesehatan, komunikasi yang melibatkan pasien dalam proses penentuan
keputusan, nada afeksi dari hubungan tersebut (hangat, terbuka, kooperatif, dll)
dan kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan dengan kebutuhan
pasien Sebelum memulai terapi, pasien harus memahami program terapi ARV
beserta konsekuensinya. Proses pemberian informasi, konseling dan dukungan
kepatuhan harus dilakukan oleh petugas (konselor dan/atau pendukung
sebaya/ODHA).

Tiga langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan antara lain :

Langkah 1: Memberikan informasi Klien diberi informasi dasar tentang pengobatan ARV,
rencana terapi, kemungkinan timbulnya efek samping dan konsekuensi ketidakpatuhan. Perlu
diberikan informasi yang mengutamakan aspek positif dari pengobatan sehingga dapat
membangkitkan komitmen kepatuhan berobat

Langkah 2: Konseling perorangan Petugas kesehatan perlu membantu klien untuk


mengeksplorasi kesiapan pengobatannya. Sebagian klien sudah jenuh dengan beban keluarga
atau rumah tangga, pekerjaan dan tidak dapat menjamin kepatuhan berobat. Sebagian klien tidak
siap untuk membuka status nya kepada orang lain. Hal ini sering mengganggu kepatuhan
minum ARV, sehingga sering menjadi hambatan dalam menjaga kepatuhan. Ketidak siapan
pasien bukan merupakan dasar untuk tidak memberikan ARV, untuk itu klien perlu didukung
agar mampu menghadapi kenyataan dan menentukan siapa yang perlu mengetahui statusnya.
Langkah 3: Mencari penyelesaian masalah praktis dan membuat rencana terapi. Setelah
memahami keadaan dan masalah klien, perlu dilanjutkan dengan diskusi untuk mencari
penyelesaian masalah tersebut secara bersama dan membuat perencanaan praktis.

Hal-hal praktis yang perlu didiskusikan antara lain:

a. Di mana obat ARV akan disimpan?


b. Pada jam berapa akan diminum?
c. Siapa yang akan mengingatkan setiap hari untuk minum obat?
d. Apa yang akan diperbuat bila terjadi penyimpangan kebiasaan sehari-hari?

Harus direncanakan mekanisme untuk mengingatkan klien berkunjung dan mengambil obat
secara teratur sesuai dengan kondisi pasien. Perlu dibangun hubungan yang saling percaya antara
klien dan petugas kesehatan. Perjanjian berkala dan kunjungan ulang menjadi kunci
kesinambungan perawatan dan pengobatan pasien. Sikap petugas yang mendukung dan peduli,
tidak mengadili dan menyalahkan pasien, akan mendorong klien untuk bersikap jujur tentang
kepatuhan makan obatnya.

2. Kesiapan Pasien Sebelum Memulai Terapi ARV


Menelaah kesiapan pasien untuk terapi ARV. Mempersiapan pasien untuk memulai
terapi ARV dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengutamakan manfaat minum obat daripada membuat pasien takut minum obat
dengan semua kemunginan efek samping dan kegagalan pengobatan..
b. Membantu pasien agar mampu memenuhi janji berkunjung ke klinik
c. Mampu minum obat profilaksis IO secara teratur dan tidak terlewatkan
d. Mampu menyelesaikan terapi TB dengan sempurna.
e. Mengingatkan pasien bahwa terapi harus dijalani seumur hidupnya.
f. Jelaskan bahwa waktu makan obat adalah sangat penting, yaitu kalau
dikatakan dua kali sehari berarti harus ditelan setiap 12 jam.
g. Membantu pasien mengenai cara minum obat dengan menyesuaikan kondisi
pasien baik kultur, ekonomi, kebiasaan hidup (contohnya jika perlu disertai
dengan banyak minum wajib menanyakan sumber air, dll).
h. Membantu pasien mengerti efek samping dari setiap obat tanpa membuat pasien
takut terhadap pasien, ingatkan bahwa semua obatmempunyai efek samping
untuk menetralkan ketakutan terhadap ARV.
i. Tekankan bahwa meskipun sudah menjalani terapi ARV harus tetap
menggunakan kondom ketika melakukan aktifitas seksual atau menggunakan alat
suntik steril bagi para penasun. k. Sampaikan bahwa obat tradisional (herbal)
dapat berinteraksi dengan obat ARV yang diminumnya. Pasien perlu diingatkan
untuk komunikasi dengan dokter untuk diskusi dengan dokter tentang obat- obat
yang boleh terus dikonsumsi dan tidak.
j. Menanyakan cara yang terbaik untuk menghubungi pasien agar dapat memenuhi
janji/jadwal berkunjung. m. Membantu pasien dalam menemukan solusi penyebab
ketidak patuhan tanpa menyalahkan pasien atau memarahi pasien jika lupa minum
obat. n. Mengevaluasi sistem internal rumah sakit dan etika petugas dan aspek
lain diluar pasien sebagai bagian dari prosedur tetap untuk evaluasi ketidak
patuhan pasien.
3. Unsur Konseling untuk Kepatuhan Berobat
a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien
b. Memberikan informasi yang benar dan mengutamakan manfaat postif dari ARV
c. Mendorong keterlibatan kelompok dukungan sebaya dan membantu menemukan
seseorang sebagai pendukung berobat .
d. Mengembangkan rencana terapi secara individual yang sesuai dengan gaya hidup
sehari-hari pasien dan temukan cara yang dapat digunakan sebagai pengingat minum
obat .
e. Paduan obat ARV harus disederhanakan untuk mengurangi jumlah pil yang harus
diminum dan frekuensinya (dosis sekali sehari atau dua kali sehari), dan meminimalkan
efek samping obat.
f. Penyelesaian masalah kepatuhan yang tidak optimum adalah tergantung dari faktor
penyebabnya. Kepatuhan dapat dinilai dari laporan pasien sendiri, dengan menghitung
sisa obat yang ada dan laporan dari keluarga atau pendamping yang membantu
pengobatan. Konseling kepatuhan dilakukan pada setiap kunjungan dan dilakukan
secara terus menerus dan berulang kali dan perlu dilakukan tanpa membuat pasien
merasa bosan.
4. Monitoring
Selain adanya kesadaran pasien untuk mematuhi peraturan ART, doperlukan juga adanya
monitoring yang dilakukan oleh pihak yang berwenag (perawat, konselor dan dokter)
atau pihak yang berhubungan dnegan ODHA lainnya. Upaya monitoring terdiri atas :
a. Monitoring berkala. Monitoring ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu :
 Monitoring kepatuhan (adherence) yang harus didiskusikan pada setiap
kunjungan.
 Monitoring efek samping ART, yang terdiri atas pertanyaan langsung,
pemeriksaan klinis dan tes laboratorium.
 Monitoring keberhasilan ART. Monitoring ini berupa indikastor klinis, misalnya
berat badan yang meningkat, jumlah CD4 dan viral load.
b. Monitoring Klinis.
Monitoring klinis dilakukan agar didapatkan riwayat penyakit yang jelas dan dilakukan
pemeriksaan klinis yang teratur. Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan setiap kali
dilakukannya pemeriksaan klinis.

 Follow up pertama setelah satu atau dua minggu. Lebih awal jika terjadi efek
samping.
 Kunjungan bulanan sesudahnya, atau lebih bila doperlukan.
 Tiap kunjungan tanyakan tentang gejal, kepatuhan, maslah yang berhubungan
dnegan HIV dan non HIV, dan kualitas hidup.
 Pemeriksaan, berat badan, dan suhu.
c. Pemeriksaan laboratorium dasar
 Hitung darah dan hitung jenis (Hb, leukosit, dan TLC-total limfosit count tiap 3
bulan dan pada awlah pemakaian ARV).
 SGOT dan SGPT.
 Hitung CD4, dilakukan pada awal terapi dan tiap 6 bulan.
d. Monitoring efektivitas ARV dinilai efektif bila :
 Menurunnya/menghilangnya gejala.
 Meningkatkan berat badan.
 Menurunnya lesi kaposi.
 Meningkatkan TLC.
 Meningkatnya hitungan CD4.
 Supresi VL yang bertahan lama.

PENUTUP
A. Kesimpulan

Antiretroviral (ARV) Adalah Obat Yang Diberikan Untuk Pasien HIV/AIDS Dengan Tujuan
Menghentikana Aktivitas Virus, Memulihkan Sitem Imun Dan Mengurangi Terjadinya Infeksi
Oportunistik, Memperbaiki Kualitas Hidup, Dan Menurunkan Kecacatan. ARV Tidak
Menyembuhkan Pasien HIV, Namun Bisa Memperbaiki Kualitas Hidup Dan Memperpanjang
Usia Harapan Hidup Penderita HIV/AIDS. Peran Perawat Dalam Menigkatkan Kepatuhan
Minum Obat Pasien Sangat Penting Yaitu Dengan Cara Memberikan Informasi Seputar
Pengobatan ARV, Konseling Perorangan Untuk Mengeksplorasi Kesiapan Pengobatan Pasien
Dan Membuat Rencana Terapi Pasien.

B. Saran

Perawat Dalam Melakukan Asuhan Keperawatan Dan Tindakan Keperawatan Kepada Pasien
Dengan HIV Harus Berhati-Hati Dan Sesuai Dengan SOP Agar Keamanan Pasien Dan
Keamanan Perawat Terjaga. Selain Masalah Fisiologis Pada Pasien, Perawat Juga Harus Mampu
Melakukan Asuhan Keperawatan Terhadap Masalah Psikologis Dan Social Dari Pasien. Oleh
Sebab Itu, Perlu Di Bangun Hubungan Saling Percaya Antara Klien Dan Petugas Kesehatan.
Kunjungan Ulang Menjadi Kunci Kesinambungan Perawatan Dan Pengobatan Pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapiuus.

DEPKES RI (2011). Pedoman nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan

teravi antirotroviral. Kemetrian kesehatan republik indonesia.

DEPKES RI. 2003. Pedoman nasional perawatan, dukungan, dan pengobatan

bagi ODHA. Buku pedoman untuk petugas kesehatan dan petugas lainnya. Buku
pedoman untuk petugas kesehatan dan petugas lainnya. Jakarta: Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan lingkungan Depkes RI.

Anda mungkin juga menyukai