ANALISIS PROKSIMAT
“SILASE SINGKONG”
Oleh :
Kelompok 9
Kelas B
PENDAHULUAN
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak
baik yang berupa bahan organik maupun anorganik yang sebagian atau semuanya
dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan merupakan salah
satu faktor yang paling penting untuk menunjang kehidupan ternak dalam
melakukan semua proses metabolisme dalam tubuh, mulai dari sistem digesti,
limfoid dan saraf, sistem gerak, sistem kekebalan tubuh (imun), ekskresi maupun
reproduksi.
ternak. Pakan yang dibutuhkan harus memiliki kualitas baik, yaitu pakan yang
mengandung seluruh nutrien yang dibutuhkan oleh ternak. Kandungan nutrisi dari
suatu bahan pakan dapat diketahui melalui beberapa analisis bahan pakan salah
bahan pakan. Metode yang sering digunakan adalah metode analisis proksimat.
Disebut analisis proksimat karena nilai yang diperoleh mendekati nilai komposisi
yang sebenarnya.
pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Komponen fraksi yang
sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang dimaksud, itulah
sebagai pakan ternak karena menghasilkan biomassa sumber energi (umbi) dan
protein (daun) dalam jumlah besar. Silase adalah pakan produk fermentasi yang
diproses dari bahan baku yang berupa tanaman hijauan, limbah industri pertanian,
serta bahan pakan alami lainnya, dengan kadar air pada tingkat tertentu kemudian
dimasukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara. Silase singkong
dapat dijadikan pakan alternatif untuk ternak, maka dari itu pada praktikum ini
(5) Bagaimana proses analisis kadar lemak kasar dalam silase singkong.
(7) Bagaimana proses analisis kadar serat kasar dalam silase singkong.
(8) Bagaimana proses analisis kadar protein kasar dalam silase singkong.
3
II
DESKRIPSI BAHAN
Pemberian kulit umbi singkong sebagai pakan ternak tidak dapat diberikan
dalam bentuk segar karena mengandung racun HCN, sehingga perlu dilakukan
pembuatan silase. Adanya komponen substansi toksik bagi ternak yang berupa
menjadi terbatas. Salah satu cara untuk menurunkan kandungan HCN pada kulit
Silase adalah pakan ternak yang masih memiliki kadar air yang tinggi
sebagai hasil pengawetan hijauan makanan ternak atau bahan-bahan lain melalui
suatu proses fermentasi yang dibantu oleh jasad renik dalam kondisi anaerob
tahun di daerah tropis dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai
atas batang, daun, dan kulit umbi singkong (Chuzaemi, 2002). Semakin tinggi
Kecenderungan produksi singkong semakin meningkat, hal ini terlihat dari jumlah
produksi singkong di Indonesia tahun 2008 sebesar 21.756.991 ton dan tahun
2013 sebesar 70.866.571 ton (BPS Indonesia 2013). Potensi ketersediaan kulit
sebagai bahan pakan ternak. Bagian umbi, kulit dan onggok memiliki kandungan
karbohidrat yang cukup tinggi, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber energi
bagi babi dan unggas. Umbi, kulit dan onggok bukan merupakan sumber lemak
dan protein karena kandungan protein dan lemak yang sangat rendah. Daun
singkong merupakan sumber protein, vitamin, mineral dan asam amino esensial
III
TINJAUAN PUSTAKA
Air dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang menguap pada
pemanasan dalam beberapa waktu pada suhu 105⁰ – 110⁰C dengan tekanan udara
bebas sampai sisa yang tidak menguap mempunyai bobot tetap. Penentuan
kandungan kadar air dari suatu bahan sebetulnya bertujuan untuk menentukan
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan
pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai
selisih antara 100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang
metode pemanasan langsung dalam penetapan kadar air suatu bahan pakan. Bahan
pakan dipanaskan pada suhu tertentu sehingga semua air menguap yang
Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang terkandung.
Metode ini utamanya digunakan untuk bahan – bahan yang stabil terhadap
pemanasan yang agak tinggi, serta produk yang tidak atau rendah kandungan
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis).
makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase banyak sekali bahan-bahan
atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut
(Winarno, 1997). Menurut Defano (2000), bahwa ditiap bahan pakan yang paling
kering sekalipun, masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang
kecil.
9
IV
4.1 Alat
alumunium.
(5) Tang penjepit, berfungsi untuk memindahkan cawan yang berisi sampel.
4.2 Bahan
(1) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama satu jam pada suhu
100 - 1050C.
gram yang telah ditimbang dengan teliti, sehingga berat sampel diketahui
(4) Dimasukan cawan dan sampel ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 100
(5) Dimasukan cawan dan sampel ke dalam eksikator selama 15 menit dan
Hasil analisis kadar air pada silase singkong sebesar 54,89 %, untuk lebih
5.2 Pembahasan
diperoleh hasil bahwa kandungan air silase singkong yang diberi penambahan N
0,75 dan S 0,044 adalah 54,89 %. Kadar air tersebut lebih kurang sesuai dengan
pernyataan Firga (2014) bahwa kandungan air singkong varietas Bogor dengan
umur panen panjang (12 bulan) adalah 53,99%. Perbedaan tersebut karena sampel
yang digunakan untuk analisis kadar air adalah silase, sedangkan literatur
pembanding adalah kadar air singkong. Kadar air silase yang lebih tinggi daripada
singkong biasa (bukan silase) merupakan suatu kewajaran, karena menurut Risna
(2013) bahwa semakin tinggi kadar air bahan-bahan yang digunakan untuk
membuat silase, maka semakin tinggi juga kadar air silase yang dihasilkan.
12
III
TINJAUAN PUSTAKA
Abu adalah zat anorganik sisa hasil dari pembakaran suatu bahan organik.
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain sebagai
parameter nilai gizi dalam suatu bahan makanan juga untuk mengetahui baik
tidaknya suatu proses pengolahan serta untuk mengetahui jenis bahan yang
digunakan (Sudarmadji dkk., 1996). Analisis kadar abu adalah usaha untuk
mengetahui kadar abu bahan baku pakan. Analisis kadar abu secara umum
ditentukan dengan membakar bahan baku pakan, biasanya hanya zat-zat organik,
selanjutnya ditimbang dan sisanya disebut abu (Murtidjo, 1987). Abu hasil
dalam bahan pakan, seperti mineral makro maupun mineral mikro (Anggorodi,
1994).
digunakan dalam analisis kadar abu. Metode pengabuan cara kering banyak
komponen organik, contoh dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur (furnace)
pengabuan, tanpa terjadi nyala api sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan
dan berat tetap (konstan) tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak
sebagai oksidator. Oksidasi komponen organik dilakukan pada suhu tinggi 500 -
13
6000C. Residu yang tertinggal ditimbang dan merupakan total abu dari suatu
abu dalam silase singkong setelah fermentasi selama 6 minggu adalah 6,03%.
Tidak seluruhnya unsur utama pembentuk senyawa organik dapat terbakar dan
berubah menjadi gas. Oksigen ada yang masih tinggal dalam abu sebagai oksida
dan karbon sebagai karbonat. Sebagai mineral tertentu menguap menjadi gas
(Atun, 2016).
14
IV
4.1 Alat
(1) Cawan porselen 30 ml, berfungsi sebagai wadah sampel saat analisis.
(2) Kompor listrik atau hot plate, berfungsi untuk menghilangkan senyawa
bahan.
4.2 Bahan
(1) Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 100 -
1050C.
(2) Didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang, dicatat sebagai
A gram.
(4) Dipanaskan dengan hot plate atau pembakar bunsen l sampai tidak berasap
lagi.
15
(5) Dimasukan kedalam tanur listrik dengan temperatur 600 – 7000 C, biarkan
beberapa lama sampai bahan berubah menjadi abu putih betul. Lama
(6) Didinginkan dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan timbang dengan
Hasil analisis kadar abu pada silase singkong sebesar 2,047 %, untuk lebih
5.2 Pembahasan
0,75 dan S 0,044 adalah 2,047 %. Kandungan abu yang diperoleh tersebut tidak
sesuai dengan hasil percobaan Kiston (2012) bahwa kadar abu dalam silase
adalah silase biomassa singkong (kulit, umbi, batang, dan daun) sedangkan pada
singkong. Pada analisis abu penambahan N dan S tidak berpengaruh karena pada
17
III
TINJAUAN PUSTAKA
Lemak kasar yang dihasilkan dari penentuan lemak kasar adalah ekstraksi
dari klorofil, santofil, dan karoten. Bahan yang mengandung banyak lemak kasar
adalah tepung kedelai. Tepung kedelai merupakan sumber lemak nabati (Khairul,
2009). Lemak kasar terdiri dari lemak dan pigmen. Zat – zat nutrien yang bersifat
larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K diduga terhitung sebagai lemak
kasar. Pigmen yang sering terekstrak pada analisis lemak kasar, seperti klorofil
atau santofil. Analisis lemak kasar pada umumnya menggunakan senyawa eter
sebagai bahan pelarutnya, maka dari itu analisis lemak kasar juga sering disebut
soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Siregar, 1994).
Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain
mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung wax (lilin),
asam organik, alkohol, dan pigmen oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan
larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n-heksan adalah untuk mengekstraksi
lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning
menggunakan alat ekstraksi yang terdiri atas kondensor dan pemanas listrik untuk
dilakukan sampel karena mengandung kadar air yang besar. Hidrolisis ini
ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas yang
berisi sampel tersebut disumbat dengan kapas pada kedua ujungnya. Selongsong
tersebut dikeringkan dalam oven sebelum disuling pada suhu tidak lebih dari 80 0C
penyulingan soxhlet setelah dioven, yang telah dirangkai dengan labu lemak berisi
labu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut
diekstrak dengan pelarut heksan selama kurang lebih 6 jam. Selesai di suling
selama 6 jam, heksan disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven
pengering pada suhu 1050C. Ekstrak tersebut didinginkan di dalam desikator dan
ditimbang bobotnya. Pengeringan ini diulangi terus hingga tercapai bobot yang
relatif tetap. Pengukuran kadar lemak dilakukan dengan tiga ulangan (Dewi,
1996).
ke tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari
contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek
yang terdapat dalam suatu bahan pakan dalam bentuk bahan kering. Siti Unayah
memiliki kandungan lemak kasar sebesar 15,25 ± 4,25 % (Siti Unayah, 2015).
21
IV
4.1 Alat
(2) Kertas saring bebas lemak, berfungsi untuk membuat selongsong dan
tempat sampel.
(3) Kapas dan biji hekter, berfungsi untuk menutup sampel yang berada pada
selongsong.
4.2 Bahan
(1) Disiapkan kertas saring yang telah kering oven (gunakan kertas saring
bebas lemak).
(2) Dibuat selongsong penyaring yang dibuat dari kertas saring, menimbang
(4) Dilakukan ekstraksi selama lebih kurang 6 jam. Diambil selongsong yang
berisi sampel yang telah diekstraksi dan dikeringkan didalam oven selama
(5) Didestilasi kloroform yang terdapat dalam labu didih sehinga tertampung
digunakan kembali.
23
Hasil analisis kadar lemak kasar pada silase singkong sebesar 2,685 %,
untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3 yaitu sebagai berikut :
5.2 Pembahasan
adalah sebesar 2,685 %. Kadar lemak kasar yang diperoleh tidak sesuai dengan
percobaan Siti Unayah (2015) yang disebutkan bahwa kadar lemak pada silase
singkong adalah sebesar 15,25 ± 4,26 %. Perbedaan nilai kadar lemak tersebut
bisa disebabkan oleh banyak faktor, contohnya : (1) ada fosfolipid dan lipoprotein
yang tidak larut dalam lemak, (2) ekstraksi lemak tidak benar, dan (3) kesalahan
III
TINJAUAN PUSTAKA
Serat merupakan zat non gizi, dimana dibagi kedalam dua jenis, yaitu serat
makanan (dietry fiber) dan serat kasar (crude fiber). Serat makanan adalah bagian
dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan,
sedangkan serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis
oleh bahan kimia. Serat kasar dapat diartikan sebagai sisa-sisa skeletal sel
tanaman yang tahan terhadap hidrolisa oleh enzim pencernaan manusia. Sering
pula serat disebut sebagai “unavailable carbohydrate”, yang terdiri dari dinding
sel tanaman yang sebagaian besar mengandung tiga macam polisakarida. Tiga
macam polisakarida tersebut adalah selulosa, zat pektin, dan hemiselulosa, serta
terkandung pula zat bukan karbohidrat yakni lignin (Piliang dan Djojosoebagio,
2002).
yang menggunakan Asam Sulfat (H2SO4 1,25%) dan Natrium Hidroksida (NaOH
1,25%) untuk menentukan kandungan serat kasar pada pakan. Serat kasar
merupakan sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan
asam dan basa kuat selama 30 menit. Proses ini dapat merusak beberapa macam
serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui komposisi
kimia tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel. Kerusakan beberapa macam
sebesar 80% untuk hemiselulosa, 50 - 90% untuk lignin, dan 20 - 50% untuk
Sulfat dan Natrium Hidroksida merupakan serat kasar (Sudarmadji, 1996). Bagian
yang tidak larut dibakar sesuai dengan analisis abu. Selisih antara bagian yang
tidak larut dibakar dengan abu tersebut adalah nilai dari serat kasarnya (Rasyaf,
bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan Asam Sulfat bahan
yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan. Residu
Analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar serat kasar
bahan baku pakan. Zat-zat yang tidak larut selama pemasakan bisa diketahui
karena terdiri dari serat kasar dan zat-zat mineral, kemudian disaring, dikeringkan,
ditimbang dan kemudian dipijarkan lalu didinginkan dan ditimbang sekali lagi.
Perbedaan berat yang dihasilkan dari penimbangan menunjukkan berat serat kasar
yang ada dalam makanan atau bahan baku pakan (Murtidjo, 1987).
26
IV
4.1 Alat
(1) Gelas piala khusus 600 ml, berfungsi sebagai tempat untuk melarutkan zat
(2) Cawan porselen 30 ml, berfungsi untuk mereaksikan zat dalam suhu tinggi
(3) Corong Buchner berdiameter 4.5 cm, berfunsi untuk menyaring larutan
(4) Satu set alat pompa vakum, berfungsi untuk menyedot angin/udara pada
(8) Tang penjepit, berfungsi untuk menjepit atau mengantil tabung reaksi, dan
lain-lain.
4.2 Bahan
(1) Kertas saring bebas abu (Whatman No. 41), berfungsi untuk menyaring
sampel.
(1) Disiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, catat sebagai
A gram.
corong buchner yang telah dipasang kertas saring (kertas saring ini tidak
(9) Dikembalikan residu yang terdapat dalam corong buchner kepada beaker
glass semula.
(10) Ditambahkan NaOH 1,25% sebanyak 100 ml, kemudian pasang kembali
(11) Dilakukan seperti pada 6 – 7. Tetapi digunakan kertas saring yang telah
d. Aseton 50 ml
(13) Dimasukkan kertas saring dan isinya (residu) ke dalam cawan porselen
gunakan pinset.
(15) Didinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu timbang, dicatat sebagai
C gram.
(16) Dipanaskan dalam hot plate sampai tidak berasap lagi, kemudian
(17) Didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, lalu ditimbang dan dicatat
sebagai D gram.
29
Hasil analisis kadar serat kasar pada silase singkong sebesar 4,762 %,
untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4 yaitu sebagai berikut :
5.2 Pembahasan
terdapat dalam silase singkong adalah sebesar 4,762%. Kadar serat kasar yang
diperoleh tidak begitu sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sandi,
dkk (2010) yang menyatakan bahwa kadar serat kasar pada silase singkong
sebesar 5,05%. Perbedaan angka yang tidak jauh berbeda ini disebabkan oleh
adanya perbedaan perlakuan antara yang dilakukan dalam penelitian dengan yang
umur singkong pada saat pembuatan silase yang menyebabkan perbedaan kadar
III
TINJAUAN PUSTAKA
panas dari matahari. Ternak atau umumnya hewan membutuhkan energi untuk
kerja kimia dalam peredaran zat – zat didalam sel, dan untuk sintesa katalis reaksi
kimia tubuh penting seperti enzim dan hormon atau pembentukan molekul-
molekul barn dan pembentukan energi listrik dalam urat saraf (Mc. Donald dkk.,
1975).
bentuk kegiatan (kimia, elektrik, radiasi, dan termal) dan dapat diubah – ubah.
Energi radiasi dari matahari yang digunakan tanaman untuk membentuk zat – zat
adalah gram kalori (cal.) yang dapat didefinisikan sebagai jumlah panas yang
dapat perlukan untuk menaikkan temperatur dari satu gram air setinggi satu
derajat (10) Celcius (C) dari 14,50C ke 15,50C. Unit ini terlalu kecil untuk
percobaan kalorimeter pada ternak sehingga kilogram adalah unit dasar dari Kkal
sama dengan 1000 kal. Mkal adalah sama dengan 1.000.000 kal atau sama dengan
1.000 Kkal. Beberapa Sarjana lebih suka memakai joule, yang merupakan unit
internasional dari suatu pekerjaan (kerja) atau energi. Satu Kkal = 4.185 kilojoule
(Tillman, 1998).
31
Prinsip dari energi bruto adalah sampel dimasukkan bejana bomb dan
dibakar sempurna. Panas yang timbul akan memanaskan air dalam bejana air.
Selisih suhu awal dan akhir dikonversi ke nilai kalori (Sutardi, 2004).
(CO2 dan air), maka panas yang dihasilkan disebut energi bruto. Guna
menentukan besarnya energi bruto bahan pakan dapat digunakan suatu alat bomb
kalorimeter. Besarnya nilai energi bahan pakan tidak sama tergantung dari macam
Energi total makanan adalah jumlah energi kimia yang ada dalam
makanan, dengan mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diukur jumlah
panas yang dihasilkan. Panas ini diketahui sebagai sumber energi total atau panas
total dan sampel makanan dipijarkan dengan aliran listrik. Metode ini dipakai
tergantung pada komposisi dari karbohidrat, protein, dan lemak yang terdapat
dalam bahan makanan tersebut. Nilai energi bruto dari berbagai bahan makanan
bermacam – macam dan tidak menentu, akan tetapi secara umum telah ditetapkan
nilai energi bruto untuk karbohidrat = 4,15 kkal/kg, protein = 5,65 kkal/kg, dan
oksida (CO2, H2, gas dan oksida lainnya) maka panas yang dihasilkan disebut
energi bruto. Untuk menentukan besarnya energi bruto dari nutrien atau bahan
32
pakan dapat digunakan bomb kalorimeter. Besarnya nilai energi bahan pakan tidak
sama tergantung dari macam nutrien dari bahan pakan (Rahardjo (2002).
33
IV
4.1 Alat
terjadi
(2) Catu daya 23 volt, berfungsi sebagai sumber listrik selama proses
pembakaran.
4.2 Bahan
(2) Kawat sumbu pembakar, berfungsi sebagai bahan pada saat pembakaran
sampel.
(4) Diisi bejana bomb dengan oksigen sebesar 30 atmosfir melalui katup elang
(6) Dimasukkan bejana bomb ke bejana air yang telah diisi aquades.
35
(7) Dimasukkan bejana air berisi bejana bomb kedalam wadah jacket, lalu
(9) Dinyalakan motor listrik yang kemudian akan dijalankan pengaduk air
(10) Tombol catu daya ditekan sebagai pemicu pembakaran di dalam bomb.
(11) Diamati suhu sampai suhu tidak naik lagi (konstan) dan dicatat sebagai
data T2.
Hasil analisis kadar energi bruto pada silase singkong sebesar 3442,5
Cal/gram, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5 yaitu sebagai berikut :
Berat sampel Suhu awal (T1) Suhu akhir (T2) Hasil Perhitungan
Perlakuan :
5.2 Pembahasan
dalam sampel adalah 3442,5 cal/g, hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Devandra (1997) yang menyatakan bahwa hasil energi yang
praktikum ini dilakukan perlakuan penambahan nitrogen (N) sebesar 0,75% dan
sulfur (S) sebesar 0,044 hal ini menyebabkan kandungan energi bruto pada
III
TINJAUAN PUSTAKA
Protein adalah zat makanan yang sangat penting untuk tubuh. Protein
berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan
S, dan terkadang mengandung unsur logam, seperti besi dan tembaga (Tillman
dkk, 2005).
mengacu pada istilah protein kasar. Protein kasar memiliki pengertian banyaknya
kandungan nitrogen (N) yang terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25.
pakan adalah 16 gram per 100 gram protein (NRC, 2011). Protein kasar terdiri
ukuran ternak, kebuntingan, laktasi, dan kondisi tubuh. Ternak yang mengalami
diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat
meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis
rendah, maka N yang dihasilkan dalam rumen juga rendah. Nilai hayati protein
Secara umum, analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
kualitatif (reaksi santoprotein dan reaksi biuret) dan kuantitatif (metode kjeldahl).
yang dilakukan berdsar pada metode kjeldahl yang disebut sebagai kadar protein
kasar (crude protein) karena ikutnya senyawa nitrogen bukan protein seperti urea,
Prinsip kerja dari metode kjeldahl adalah protein dan komponen organik
asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan melalui proses destilasi
yang menggunakan larutan alkali. Destilat ditampung dalam larutan asam borak.
Lalu ion borak yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl
(Hafiludin, 2011).
tertentu yang diketahui kadar unsur nitrogennya, maka angka yang lebih tepat
yang dipakai. Metode kjeldahl dapat digunakan dalam skala makro (bahan yang
sulit dihomogenisasi dan ukuran sampel 1 - 3 gram) dan skala semi mikro (bahan
yang mudah dihomogenisasi dan ukuran sampel < 300mg) (Riyanto, 2006).
39
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25
analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang
protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa
kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak
IV
4.1 Alat
(1) Labu Kjeldahl 300 ml, berfungsi untuk destruksi bahan makanan,
(2) Satu set alat destilasi, berfungsi sebagai alat pada tahap destilasi.
(3) Erlenmeyer 250 cc, berfungsi untuk menampung larutan yang akan
dititrasi.
(4) Buret 50 cc skala 0,1 ml, berfungsi untuk titrasi, tapi pada keadaan tertentu
4.2 Bahan
(1) Asam Sulfat Pekat (97%), berfungsi untuk mendestruksi protein menjadi
unsur – unsurnya.
(2) Asam Chlorida (yang sudah diketahui normalitasnya), berfungsi untuk
proses titrasi.
(3) Natrium Hydroxida 40%, berfungsi sebagai titran agar tercapainya kondisi
(4) Katalis campuran (yang dibuat dari CuSO4.5H2O dan K2SO4 dengan
0,9 gram campuran dilarutkan dalam alkohol 100 ml), berfungsi sebagai
(1) Destruksi
sebagai A gram).
asam. Diteruskan destruksi dengan nyala api yang besar, bila sudah
jernih. Setelah itu matikan api pembakar bunsen dan biarkan larutan
(2) Destilasi
(3) Titrasi
warna hijau ke abu – abu. Catat jumlah larutan HCl yang terpakai
sebagai C ml.
43
Hasil analisis kadar protein kasar pada silase singkong sebesar 9,81 %,
untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6 yaitu sebagai berikut :
Perlakuan :
5.2 Pembahasan
III
TINJAUAN PUSTAKA
dengan komponen penyusun utama pati dan gula yang digunakan oleh bakteri
untuk menghasilkan asam laktat. Bahan organik yang terkandung dalam bahan
pakan, protein, lemak, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen, sedang bahan
bahan organik ini dapat diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan
analisis terhadap vitamin dan mineral untuk masing masing komponen vitamin
N dan perebusan dengan menggunakan larutan NaOH 1,25% atau 0,313 N yang
ditambah pati dan beberapa bahan zat yang termasuk hemiselulosa. Kadar BETN
adalah 100% dikurangi dari presentase dari kadar air, abu, protein, lemak, dan
serat kasar, maka nilainya tidak tepat dan dapat berubah. Kesalahan – kesalahan
tidak begitu mengkhawatirkan pada analisis – analisis yang telah rutin dikerjakan,
45
terutama karena selulosa dan pati adalah komponen utama bahan makanan dan
Ekstrak Tanpa Nitrogen dipengaruhi oleh kandungan nutien lainnya, yaitu protein
kasar, air, abu, lemak kasar dan serat kasar (Kamal, 1998).
lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jumlah abu,
protein kasar, esktrak eter, dan serat kasar dikurangi dari 100 merupakan
perbedaan yang disebut dengan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Soejono,
disakarida, dan polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta
IV
4.1 Alat
4.2 Bahan
(1) Disiapkan alat tulis, alat hitung, dan hasil analisis proksimat
(2) Dihitung kadar BETN bahan dengan dikurangkan 100% dengan kadar air,
kadar abu, kadar protein kasar, kadar lemak kasar, dan kadar serat kasar
sebesar 25,867 %, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 7 berikut:
......................................… …%...
gram............................................
Kadar Air 54,829 % 43,77 %
Kadar Abu 2,047 % 0,30 %
Kadar Protein Kasar 9,81 % 4,00 %
Kadar Lemak Kasar 2,685 % 20,86 %
Kadar Serat Kasar 4,762 % 0,21 %
Kadar BETN 25,867 % 30,86 %
ekstrak tanpa nitrogen adalah sebesar 25,867 % (hasil perhitungan ada pada
lampiran).
5.2 Pembahasan
kandungan zat dikurangi dengan fraksi zat yang telah diketahui sebelumnya, hasil
BETN tersebut adalah 25,867 %. Hasil ini berbeda jika dibandingkan dengan
pada singkong dan didapatkan kadar BETN sebesar 30,86 %. Kadar BETN
48
berbeda karena pada penelitian dari litelatur dia melalukan analisis proksimat
pada tepung singkong sedangkan pada analisis yang kami lakukan, digunakan
silase singkong, karena dalam pembuatan silase kandungan air akan berubah
VI
6.1 Kesimpulan
(1) Silase singkong adalah pakan ternak yang masih memiliki kadar air yang
fermentasi yang dibantu oleh jasad renik dalam kondisi anaerob (tanpa
adalah sebagai berikut Kadar protein adalah 9,81 %, kadar lemak 2,685m
%, kadar air 54,829 %, kadar abu 2,047 %, kadar serat kasar 4,762 %,
kandungan energy bruto 3442,5 kal/g Dan kandungan bahan ekstrak tanpa
6.2 Saran
baik dari kebersihannya maupun kemampuan alat itu untuk digunakan. Serta perlu
adanya perhatian khusus untuk suhu, waktu, maupun faktor lain yang dapat
DAFTAR PUSTAKA
Deskripsi Bahan
Chauynarong, N., Elangovan, A. V., Iji, P. A. 2009. The Potential of Cassava
Products in Diets For Poultry. World Poult. Sci. J., 65 (1) : 23-36.
Analisis Air
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia : Jakarta.
Defano. 2000. Ilmu Makanan Ternak. Gajah Mada University Press Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.
Firga F., Abd H. L. dan Fatmah Dhafir. 2014. Kandungan Gizi Dua Jenis
Varietas Singkong (Manihotesculenta) Berdasarkan Umur Panen Di Desa
Siney Kecamatan Tinombo Selatan Kabupaten Parigi Moutong. Volume 2
No 3
Risna E. M., Suwarno dan Nur Hidayat. 2013. Kadar Air Dan Ph Silase Rumput
Gajah Pada Hari Ke - 21 Dengan Penambahan Jenis Additive Dan
Bakteri Asam Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1) : 201-207. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman : Purwokerto
Winarno., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Analisis Abu
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia : Jakarta.
Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout. FTP UNEJ :
Jember.
51
Kiston S., Juniar Sirait dan Muhammad Syawal. 2012. Penggunaan Silase
Biomassa Tanaman Ubi Kayu (Kulit Umbi, Batang, Dan Daun) Sebagai
Pakan Kambing Peranakan Etawah (Pe). Lokal Penelitian Kambing
Potong Sei Putih. 2 (2) : 79 – 83.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. PAU Pangan dan Gizi. UGM : Yogyakarta.
Dewi, UN. 1996. Isolasi Asam Lemak Omega-3 Dari Minyak Hasil Limbah
Penepungan dan Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella Longiceps).
Skripsi. FTP IPB : Bogor.
Khairul. 2009 .Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa : Bandung.
Winarno F.G., 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama : Jakarta.
Sandi, E. B. dan Laconi Sudarman. 2010. Kualitas Silase Singkong yang Diberi
Enzim Cairan Rumen Sapi dan Leuconotos Menteroides. IPB : Bogor.
52
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty : Yogyakarta.
Mc Donald P, Edwards RA, Greenhalg JFD, Morga CA. 2002. Animal Nutrition.
Ed ke-6. Imprint Pearson Education Prontice Hill : England.
Sutardi, T., 2004, Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Departemen Ilmu Makanan
Ternak. Fakultas Pertanian IPB : Bogor.
Kiston S., Juniar Sirait dan Muhammad Syawal. 2012. Penggunaan Silase
Biomassa Tanaman Ubi Kayu (Kulit Umbi, Batang, Dan Daun) Sebagai
Pakan Kambing Peranakan Etawah (Pe). Lokal Penelitian Kambing
Potong Sei Putih. 2 (2) : 79 – 83.
Riyanto, I. 2006. Analisis Kadar, Daya Cerna, dan Karakteristik Protein Daging
Ayam kampung dan Hasil Olahannya. Skripsi. Program Studi Teknologi
Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB : Bogor
Rungkuh, J.H. 2011. Produksi dan Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah
pada Kondisi Tata Laksana yang Berbeda. Jurnal Ilmiah. 3 : 7-10.
Fakultas Peternakan IPB : Bogor
Analisis BETN
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak. PT Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.
LAMPIRAN
Kering
Bahan Pakan
LK 2,685 % KH 30,628 %
Bahan Pakan
Air 0 % BK 100 %
LK 1,21 % KH 93,43 %
Kadar Air
x 100 %
Air (%) = %
49,327−24,638x 100 %
=
45,029 %
= 54,829 %
56
Kadar Abu
x 100 %
Abu (%) =
24,35−24,32
= x 100 %
25,785−24,32
= 2,047 %
Lemak Kasar
x 100 %
Kadar Lemak Kasar (%) =
1,706−1,681
= x 100 %
1,684−0,753
= 2,685 %
Serat Kasar
Energi Bruto
T akhir−Tawal ℃
Energi Bruto (cal/gr) = x2417
berat sampel
39,36−28,41 ℃
= x 2417
0,667 gram
57
= 3442,5 Cal/g
= 3,4425 kkal/kgram
Protein Kasar
= 9,81 %
= 25,867 %
Gambar 19. Labu Kjeldahl 300 ml Gambar 20. Satu set Alat Destilasi
61
Gambar 21. Buret 50ml Skala 0.1 ml Gambar 22. Labu Erlenmeyer 250 ml