Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

PARALISIS NERVUS VII PERIFER

Pembimbing:
dr. Wariyah Lawole, Sp.S

Penyusun:
Ignatius Jasen Hutomo
(406162118)

KEPANITERAAN BAGIAN ILMU SARAF


RUMAH SAKIT PENYAKIT INFEKSI SULIANTI SAROSO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 13 Agustus 2018 – 16 September 2018
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah parese n.VII perifer atau lumpuh pada satu sisi wajah merupakan hal yang
cukup menakuktkan di kalangan masyarakat, terlebih dari banyaknya yang mengira bahwa
kejadian tersebut adalah gejala stroke, atau stroke ringan, sehingga mereka panic dan
mengatakan dirinya terserang stroke, ditambah cukup banyaknya kejadian ini di kalangan
masyarakat. Selain dari sisi medis kelemahan nervus VII inipun sangat mengganggu
khususnya di bidang kosmetik karena setengah dari wajah tidak dapat berekspresi seperti
senyum maupun tertawa. Insiden Bell’s Palsy adalah sebesar 20-30 kasus dari 100.000
orang, dan merupakan 60 – 70% dari seluruh kasus kelumpuhan perifer wajah unilateral.
Sebanyak 5-10% kasus Bell’s palsy adalah penderita diabetes mellitus

Epidemiologi
Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada usia 40
tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden terendah adalah pada anak
di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70 tahun. Frekuensi kelumpuhan saraf
fasialis kanan dan kiri sama. Kausa tumor merupakan hal yang jarang, hanya sekitar 5% dari
semua kasus kelumpuhan saraf fasialis.
Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907 kasus
(3%) dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit menemukan sekitar
7 dari 430 kasus trauma kepala.Adapun kelumpuhan saraf fasialis yang tidak diketahui
penyebabnya (Bell’s Palsy) sekitar 20-30 kasus per 100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-
75% dari semua kasus merupakan paralysis nervus fasialis unilatera
TINJAUAN PUSTAKA

Nervus facialis merupakan saraf cranial yang mempersarafi otot ekspressi wajah dan
menerima sensorik dari lidah, dalam perjalanannya bekerja sama dengan nervus karnialis
yang lain, karena itu dimasukkan ke dalam mix cranial nerve.

Definisi
Kelumpuhan saraf fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana
pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak
simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta untuk menggembungkan pipi dan
mengerutkan dahi. Kelumpuhan (parese) saraf fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi
otot-otot wajah, sehingga wajah pasien tampak tidak simetris pada waktu berbicara maupun
saat berekspresi. Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi sentral dan perifer. Hal ini
berhubungan dengan lokasi lesi jaras saraf fasialis dan dapat dibedakan dengan melihat gejala
kelumpuhan yang timbul.
Kelumpuhan saraf fasialis memberikan dampak yang besar bagi kehidupan seseorang
dimana pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah sehingga tampak
wajah pasien tidak simetris. Dalam menggerakkan otot ketika menggembungkan pipi dan
mengerutkan dahi akan tampak sekali wajah pasien tidak simetris. Hal ini menimbulkan suatu
deformitas kosmetik dan fungsional yang berat. Saraf fasialis memiliki anatomi yang sangat
komplek dan terdiri dari 7000 serat masing-masing berfungsi membawa impuls listrik ke
otot-otot wajah. Informasi yang disampaikan akan menimbulkan ekspresi fasial seperti
tertawa, menangis, tersenyum dan berbagai ekspresi fasial lainnya. Saraf fasial tidak hanya
membawa impuls ke otot-otot wajah tetapi juga ke glandula lakrimal, glandula saliva, dan ke
otot dekat tulang pendengaran (stapes) serta menstransmisikan rasa dari bagian depan lidah.
Oleh karena itu, bila terjadi kerusakan setengah atau lebih dari serat-serat saraf ini maka akan
timbul gejala lumpuh atau paralysis pada wajah, kekeringan pada mata atau mulut, gangguan
dalam pengecapan.
Kelumpuhan saraf fasialis perifer merupakan kelemahan jenis motor neuron yang
terjadi bila nucleus atau serabut distal saraf fasialis terganggu, yang menyebabkan kelemahan
otot wajah. Kelumpuhan saraf fasialis biasanya mengarah pada suatu lesi saraf fasialis
ipsilateral atau dapat pula disebabkan lesi nucleus fasialis ipsilateral pada pons.
Kelumpuhan saraf fasialis memberikan dampak yang besar bagi kehidupan seseorang
dimana pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah sehingga tampak
wajah pasien tidak simetris. Dalam menggerakkan otot ketika menggembungkan pipi dan
mengerutkan dahi akan tampak sekali wajah pasien tidak simetris. Hal ini menimbulkan suatu
deformitas kosmetik dan fungsional yang berat.
Kelumpuhan saraf fasialis merupakan suatu gejala penyakit, sehingga harus dicari
penyebab dan ditentukan derajat kelumpuhannya dengan pemeriksaan tertentu guna
menetukan terapi dan prognosisnya. Penyebabnya dapat berupa kelaian congenital, infeksi,
trauma, tumor, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu seperti DM, hipertensi berat, dan
infeksi telinga tengah. Penanganan pasien dengan kelumpuhan saraf fasialis secara dini, baik
operatif maupun secara konservatif akan menentukan keberhasilann dalam pengobatan.

Anatomi dan Fisiologi Saraf Fasialis


Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:
1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot
ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di
telinga tengah.
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis
yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah.
Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual
ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke
nukleus traktus solitarius.
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior.
Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari
saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan
bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal.
Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal dan menyertai korda timpani
serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke
glandula sublingualis dan submandibularis, dimana impuls merangsang
salivasi.
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus. Daerah
overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat
di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar membran
timpani.

Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan keluar di bagian
lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara saraf VII dan saraf
VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus. Di dalam meatus
ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis
fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis, saraf
fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat motorik
menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi glandula
parotis
Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan saraf VIII
masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam perjalanan di dalam
tulang temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segman timpani dan
segmen mastoid.
Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatum .
panjang segmen ini 2-4 milimeter.
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion
genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap
lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal
semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.
Segmen mastoid (segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior kavum
timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid, disebut segman
piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari saraf VII,
sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah
kaudal menuju segmen stilomaoid . panjang segmen ini 15-20 milimeter.
Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang
mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan
gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit
penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau
amimi).6
Etiologi
Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan congenital, infeksi, tumor,
trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu.

1. Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir (congenital) bersifat irreversible dan terdapat
bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran. Pada kelumpuhan saraf
fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan perkembangan saraf fasialis dan
seringkali bersamaan dengan kelemahan  okular (sindrom Mobius)

2. Infeksi
Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan
kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan kelumpuhan ini seperti
pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat
menimbulkan kelumpuhan saraf fasialis adalah otitis media supuratif kronik (OMSK)

3. Tumor

Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang paling


sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat. Juga
dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann, kista dan
tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari saraf
fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus yang
sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi
motorik saraf fasialis secara ipsilateral.

4. Trauma

Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi
fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk,
luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Saraf
fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia 
trigeminal dan operasi kelenjar parotis.
5. Gangguan Pembuluh Darah

Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis


diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media.

6. Idiopatik ( Bell’s Palsy )

Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau
tidak menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadi edema fasialis. Karena terjepit
di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang
disebut sebagai Bell’s Palsy.

7.  Penyakit-penyakit tertentu

Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya


DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah, sindrom
Guillian Barre

Manifestasi Klinis

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan
sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ;
yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer
(gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh
dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang
berjalan bersama N. Fasialis.

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari
korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat
persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper
motor neuron dari saraf VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan
mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya
tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata
(persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,
memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih
dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.

Pada lesi motor neuron, semua


gerakan otot wajah, baik yang volunter
maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) saraf VII sering
merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang
(space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus,
mesensefalon dan pons di atas inti saraf VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi
tidak terganggu. Kelumpuhan saraf VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada
paralisis pseudobulber.

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi .

1.   Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi.
Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak
dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

2.   Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang.
Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya saraf intermedius,
sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung
dengan saraf fasialis di kanalis fasialis.

3.   Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)

      Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.

4.   Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang dan
didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi
pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah
kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion
genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster otikus, dengan nyeri dan
pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis
posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran
air mata dan salivasi.

5.   Lesi di meatus akustikus internus

Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus
akustikus.

6.   Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya saraf
trigeminus, saraf akustikus dan kadang – kadang juga saraf abdusen, saraf aksesorius
dan saraf hipoglossus.
Klasifikasi Kelumpuhan Fasialis
Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari
kelumpuhan ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak pertengahan
1980 sistem House-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan. pada klasifikasi ini grade
1 merupakan fungsi yang normal dan grade 6 merupakan kelumpuhan yang komplit.
Pertengahan grade ini sistem berbeda penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan
kegiatan. Ini diringkas dalam tabel:
Klasifikasi House-Brackmann
Grade Penjelasan Karakteristik

I Normal Fungsi fasial normal

II Disfungsi ringan Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat, bisa ada
sedikit sinkinesis.
Pada istirahat simetri dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik
Menutup mata dengan usaha yang minimal
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan pergerakan
III Disfungsi sedang Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua sisi
Adanya sinkinesis ringan
Dapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasial
Pada istirahat simetris dan selaras
Pergerakan dahi ringan sampai sedang
Menutup mata dengan usaha
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum

IV Disfungsi sedang Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetri
berat Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada
Tidak dapat menutup mata dengan sempurna
Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

V Disfungsi berat Wajah tampak asimetris


Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai
Dahi tidak dapat digerakkan
Tidak dapat menutup mata
Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan

VI Total parese Tidak ada pergerakkan


Uji Diagnostik

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi saraf fasialis. Tujuan


pemeriksaan fungsi saraf fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat
kelumpuhannya.

1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik


Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya
mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10 otot-otot tersebut dari
sisi superior adalah sebagai berikut :
a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.
b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan
mengerutkan hidung ke atas
d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata
kuat-kuat
e. M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi
f. M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut
kedepan sambil memperlihatkan gigi
g. M. Businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua
pipi
h. M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh penderita
bersiul
i. M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir
ke bawah
j. M. Mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut
yang tertutup rapat ke depan

Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :

a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga ( 3 )
b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )
c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )
d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai
tiga puluh ( 30 ).

Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelumpuhan saraf
fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang tersedia antara
lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi maksimal.

1. Elektromiografi (EMG)

EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini bermanfaat
untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola EMG dapat
diklasifikasikan sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu
pola yang kacau yang mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai
suatu EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21
hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial denervasi.
Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang menunjukkan kepulihan
sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum 21 hari.

2. Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG
melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang
lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila
terdapat reduksi 90% pada ENOG bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam
sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch
Eselin melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat
penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara 77 persen
pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka tersebut mengalami
penyembuhan normal saraf fasialis.
Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf VII dapat dikelompokkan dalam 3 bagian:
1. Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf fasialis
A. Fisioterapi
1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise
Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan
dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase
otot-otot wajah yang lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah
tengah wajah.Masase dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan
idealnya juga dengan menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien
diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa latihan wajah
seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat,
mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan
menyeringai. Kegiatan ini dilakukan selama 5 menit 2 kali sehari.
2. Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah. Tindakan ini
bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan
juga berfungsi untuk mempertahankan aliran darah serta tonus otot.

B. Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan kelumpuhan saraf
fasialis antara lain:
1. Asam Nikotinik
Pada kelumpuhan saraf fasialis yang dikarenakan iskemia Asam nikotinik dan
obat-obatan yang bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan
untuk memicu vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke saraf
fasialis.
2. Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis yang disebabkan oleh
kompresi saraf fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi
bendungan , pembengkakkan, dan inflamasi pada keadaan diatas.
3. Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan
Bell’s Palsy.
4. Sodium Kromoglikat
Diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis jika dipikirkan adanya reaksi alergi.
5. Antivirus
Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan prednisone
secara simultan.

Komplikasi
Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat otonom dapat
sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin memberikan akson baru
yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan baru yang abnormal ini, dapat
menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang berhubungan) dalam otot-otot mimik
wajah.
Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal) tampaknya didasarkan
oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris untuk kelenjar air liur
tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera yang berdegenerasi dan pada
asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk glandula lakrimalis.

BELL’S PALSY

Definisi

Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk kecacatan yang memberikan dampak yang
kuat pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat disebabkan oleh bawaan lahir
(kongenital), neoplasma, trauma, infeksi, paparan toksik ataupun penyebab iatrogenik. Yang
paling sering menyebabkan kelumpuhan unilateral pada wajah adalah Bell’s palsy. Bell’s
palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell. Bell’s palsy
didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat
disfungsi nervus facialis perifer.
Epidemiologi

Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut. Di
dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah
ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun
sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy
rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih
tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan
perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan
terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan
trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih
tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat

Etiologi

Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan
(kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih
diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir
mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bell’s palsy. Akan
tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bell’s palsy, karena telah
diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all
juga melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII
penderita Bell’s palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan
endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan
menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan
menyebabkan kerusakan local pada myelin

Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut
pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus.
Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi
salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang
menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari
saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari
tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang
menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang
unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan
gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa
mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi
supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras
kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah
somatotropik wajah di korteks motorik primer.

Gejala Klinis
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat
didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.
Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit
akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini
tergantung dari lokalisasi kerusakan.(3)
a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.
 Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
 Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
 Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur
masih baik.

b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis


fasialis).
Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan
gangguan salivasi.
c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis.
d. Lesi setinggi ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan
gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).
e. Lesi di porus akustikus internus.
Gangguan: seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen
stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang
sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media
perforata dan mastoiditis.

Penatalaksanaan
a. Agen antiviral.
Meskipun pada penelitian yang pernah dilakukan masih kurang menunjukkan
efektifitas obat-obat antivirus pada Bell’s palsy, hampir semua ahli percaya pada
etiologi virus. Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan
digunakannya agen-agen antivirus pada penatalaksanaan Bell’s palsy. Oleh karena
itu, zat antiviral merupakan pilihan yang logis sebagai penatalaksaan farmakologis
dan sering dianjurkan pemberiannya. Acyclovir 400 mg selama 10 hari dapat
digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy. Acyclovir akan berguna jika
diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.
(5)

Nama obat Acyclovir (Zovirax) – menunjukkan aktivitas hambatan


langsung melawan HSV-1 dan HSV-2, dan sel yang terinfeksi
secara selektif.
Dosis dewasa 4000 mg/24 jam peroral selama 7-10 hari.
Dosis pediatrik < 2 tahun : tidak dianjurkan.
> 2 tahun : 1000 mg peroral dibagi 4 dosis selama 10 hari.
Kontraindikasi Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas.
Interaksi obat Penggunaan bersama dengan probenecid atau zidovudine dapat
memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan toksisitas
acyclovir terhadap SSP.
Kehamilan C – keamanan penggunaan selama kehamilan belum pernah
dilaporkan.
Perhatian Hati-hati pada gagal ginjal atau bila menggunakan obat yang
bersifat nefrotoksik.

b. Kortikosteroid.
Pengobatan Bell’s palsy dengan menggunakan steroid masih merpakan suatu
kontroversi. Berbagai artikel penelitian telah diterbitkan mengenai keuntungan
dan kerugian pemberian steroid pada Bell’s palsy. Para peneliti lebih cenderung
memilih menggunakan steroid untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Bila telah
diputuskan untuk menggunakan steroid, maka harus segera dilakukan konsensus.
Prednison dengan dosis 40-60 mg/ hari per oral atau 1 mg/ kgBB/ hari selama 3
hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian, dimana pemberiannya
dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan
peluang kesembuhan pasien.

Nama obat Prednisone (Deltasone, Orasone, Sterapred) – efek


farmakologis yang berguna adalah efek antiinflamasinya,
yang menurunkan kompresi nervus facialis di canalis
facialis.
Dosis dewasa 1 mg/kg/hari peroral selama 7 hari.
Dosis pediatrik Pemberian sama dengan dosis dewasa.
Kontraindikas Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas; infeksi virus,
i jamur, jaringan konektif, dan infeksi kulit tuberkuler;
penyakit tukak lambung; disfungsi hepatik; penyakit
gastrointestinal.
Interaksi obat Pemberian bersamaan dengan estrogen dapat menurunkan
klirens prednisone; penggunaan dengan digoksin dapat
menyebabkan toksisitas digitalis akibat hipokalemia;
fenobarbital, fenitoin, dan rifampin dapat meningkatkan
metabolisme glukokortikoid (tingkatkan dosis
pemeliharaan); monitor hipokalemia bila pemberian
bersama dengan obat diuretik.
Kehamilan B – biasanya aman tetapi keuntungan obat ini dapat
memperberat resiko.
Perhatian Penghentian pemberian glukokortikoid secara tiba-tiba
dapat menyebabkan krisis adrenal; hiperglikemia, edema,
osteonekrosis, miopati, penyakit tukak lambung,
hipokalemia, osteoporosis, euforia, psikosis, myasthenia
gravis, penurunan pertumbuhan, dan infeksi dapat muncul
dengan penggunaan bersama glukokortikoid.
Prognosis

Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.
Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah:

a. Usia di atas 60 tahun.


b. Paralisis komplit.
c. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh.
d. Nyeri pada bagian belakang telinga.
e. Berkurangnya air mata.

Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh
dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang
berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko
tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya
memiliki perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan
gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung
meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme
hemifasial.(6)
Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita
nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya
23% kasus Bell’s palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bell’s palsy kambuh pada
10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor
N. VII atau tumor kelenjar parotis.
BAB III
PENUTUP

2.1. Kesimpulan
Kelumpuhan saraf fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot wajah, dapat
terjadi sentral dan perifer. Kelumpuhan dapat diakibatkan oleh kelainan congenital, infeksi,
tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu yang
dapat mengakibatkan deformitas kosmetik dan fungsional yang berat. Kelainan ini dapat
diobati dengan fisioterapi, farmakologi, dan psikofisikal serta operasi.

Anda mungkin juga menyukai