PENDAHULUAN
1
Konstruksi Telford diciptakanolehThomasTelford(1757-1834)dari
Skotlandia,sedangkanMacAdamolehJhonLonderMacAdam(1756-1836dariSkotlandia.
Perkerasanjalanyangmenggunakanaspal sebagaibahan
pengikatditemukanpertamakalidi Babylonpadatahun625 SM, tetapi perkerasanjenisini
tidakberkembangsampaiditemukan
kendaraanbermotorolehGoffliebDaimlerdanKarlBenzpadatahun1880.Mulaitahun192
0 sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan menggunakan
aspalsebagaibahan pangikatmaju
pesat.DiIndonesiaperkembanganperkerasanaspaldimulai
padatahapawalberupakonstruksiTelforddanMacadamyangkemudiandiberilapisanaus
yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan ditaburi pasir kadar
yang kemudianberkembangmenjadilapisanpenetrasi(Lapisan,Burtu, Burda,
Buras).Tahun 1980 diperkenalkanperkerasanjalandengan aspalemulsidan
butas,tetapidalampelaksanaanatau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam
hal variasi kadar aspalnya yang
kemudiandisempurnakanpadatahun1990denganteknologibeton mastic, perkembangan
konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot mix) mulai berkembang di
Indonesiapadatahun1975,kemudiandisusuldenganjenisyanglainsepertiaspalbeton
(AC)danlain-lain.
Konstruksiperkerasanmenggunakansemensebagaibahanpengikattelah
ditemukanpada tahun1828 di Londontetapi konstruksiperkerasanini
mulaiberkembangawaltahun1900. KonstruksiPerkerasandenganmenggunakansemen
atau 'concretepavement'mulai dipergunakandi Indonesiasecarabesarbesaranpada awal
tahun 1970yaitu pada pembangunanjalantolProf.Sediyatmo.
Secara umum perkembangan kontruksi perkerasan di Indonesia mula
berkembang pesat sejak tahun 1970 dimanamulai diperkenalkannyapembangunan
perkerasan jalansesuaidenganfungsinya.
Sedangkan perencanaan geometrik jalan seperti sekarang ini baru
dikenal sekitar
pertengahantahun1960kemudianmengalamiperkembanganyangcukuppesatsejaktahun1
980.
2
1.2. Definisi-Definisi Jalan
Dalam Undang-Undang Jalan Raya no.13/1980 bahwa jalan adalah:
- Suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian
jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang di peruntukkan
bagi lalu lintas
- Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
- Jalan khusus adalah jalan selain daripada yang termasuk di atas
- Jalan tol adalah jalan umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban
membayar tol
3
c. Kelas jalan menurut tekanan gandar
Menurut tekanan gandar kelas jalan dibagi menjadi beberapa kelas sebagai
berikut:
Tabel 1.1. Kelas Jalan Menurut Tekanan Gandar
d. Kelas jalan menurut besarnya volume dan sifat –sifat lalu lintas
Menurut tekanan gandar kelas jalan dibagi menjadi beberapa kelas sebagai
berikut:
Jalan kelas I adalah jalan yang mencakup semua jalan utama, yang melayani
lalu lintas cepat dan berat
Jalan kelas II adalah jalan yang mencakup semua jalan sekunder, walau
komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat
Jalan kelas III adalah jalan yang mencakup jalan-jalan penghubung dan
merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua
4
BAB II
PERMASALAHAN
5,60 2,00 2,70 3,90 4,10 7,20 8,70 4,60 3,80 3,00 4,50 6,70
% % % % % % % % % % % %
4,80 4,00 7,90 8,30 3,90 4,50 5,10 3,90 4,20 3,20 4,50
7,0%
% % % % % % % % % % %
5
2.2. Perencanaan Perkerasan Jalan
Jika akan dibuat perkerasan jalan pada daerah tersebut, maka rencanakanlah:
1. Rencanakan tebal konstruksi perkerasan dengan metode CBR untuk umur rencana
10 tahun!
2. Rencanakan tebal konstruksi perkerasan dengan metode analisa komponen Bina
marga konstruksi langsung untuk umur rencana 10 tahun!
3. Rencanakan tebal konstruksi perkerasan dengan metode analisa komponen Bina
Marga konstruksi bertahap, umur rencana 10 tahun dan konstruksi tahap kedua
pada tahun ke-4!
4. Rencanakan konstruksi perkerasan kaku dengan umur rencana 20 tahun!
5. Lengkapi hasil perencanaan dengan gambar sket tebal konstruksi perkerasan!
6
BAB III
LANDASAN TEORI
7
b. Lapis pondasi bawah
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:
Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban roda
Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan
selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi)
Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi
Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar
terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa
harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam tipe
tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI ≤ 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar
dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah
setempat dengan kapur atau semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan,
agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
c. Lapis pondasi atas
Fungsi lapis pondasi antara lain:
Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda
Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet
sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan
untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan
pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik. Bermacam-
macam bahan alam / bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤ 4%) dapat digunakan
sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi
tanah dengan semen atau kapur.
d. Lapis permukaan
Fungsi lapis permukaan antara lain:
Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat cuaca
Sebagai lapisan aus (wearing course)
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk
lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
8
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan
terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu
dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai
manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen
yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan
tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis
permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal sebagaimana
terlihat pada gambar di bawah ini.
Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari
pelat beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi
keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa
pelayanan. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan
bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai
berikut:
9
Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat
Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan
Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan
beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-
lapisan dibawahnya.
a. Tanah dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai
dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-
1989, masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan
baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2%, maka harus
dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal
15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5%.
b. Pondasi bawah
Bahan pondasi bawah dapat berupa:
Bahan berbutir
Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete)
Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan
beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan
penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan pengembangan
yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar
lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku tanah ekspansif.
Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai
dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila
direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus
menggunakan campuran beton kurus (CBK).
c. Pondasi bawah material berbutir
Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
SNI-03-6388-2000. Persyaratan dan gradasi pondasi bawah harus sesuai dengan
kelas B. Sebelum pekerjaan dimulai, bahan pondasi bawah harus diuji gradasinya
dan harus memenuhi spesifikasi bahan untuk pondasi bawah, dengan penyimpangan
ijin 3% - 5%. Ketebalan minimum lapis pondasi bawah untuk tanah dasar dengan
10
CBR minimum 5% adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis pondasi bawah minimum
100%, sesuai dengan SNI 03-1743-1989.
d. Pondasi bawah dengan bahan pengikat (Bound Sub-base)
Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan salah satu dari:
Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang sesuai dengan
hasil perencanaan, untuk menjamin kekuatan campuran dan ketahanan terhadap
erosi. Jenis bahan pengikat dapat meliputi semen, kapur, serta abu terbang
dan/atau slag yang dihaluskan
Campuran beraspal bergradasi rapat (dense-graded asphalt)
Campuran beton kurus giling padat yang harus mempunyai kuat tekan
karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 MPa (55 kg/cm2)
e. Pondasi bawah dengan campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)
Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan beton
karakteristik pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm2) tanpa menggunakan
abu terbang, atau 7 MPa (70 kg/cm2) bila menggunakan abu terbang, dengan tebal
minimum 10 cm.
11
BAB IV
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
CBR Jumlah yang sama atau Persen yang sama atau lebih
No
(%) lebih besar besar
1 5,6 24 24/24 x 100% = 100%
2 2,0 23 23/24 x 100% = 96%
3 2,7 22 22/24 x 100% = 92%
4 3,9 21 21/24 x 100% = 88%
5 4,1 20 20/24 x 100% = 83%
6 7,2 19 19/24 x 100% = 79%
7 8,7 18 18/24 x 100% = 75%
8 4,6 - - -
9 3,8 16 16/24 x 100% = 67%
10 3,0 - - -
11 4,5 14 14/24 x 100% = 58%
12 6,7 13 13/24 x 100% = 54%
13 4,8 12 12/24 x 100% = 50%
14 4,0 11 11/24 x 100% = 46%
15 7,9 10 10/24 x 100% = 42%
16 8,3 - - -
17 3,9 8 8/24 x 100% = 33%
18 4,5 7 7/24 x 100% = 29%
19 5,1 6 6/24 x 100% = 25%
20 3,9 5 5/24 x 100% = 21%
21 4,2 4 4/24 x 100% = 17%
22 3,2 3 3/24 x 100% = 13%
23 4,5 2 2/24 x 100% = 8%
24 7,2 1 1/24 x 100% = 4%
12
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, maka dibuat grafik yang menghubungkan nilai
CBR dengan persentase nilai CBR di lapangan. Grafik dapat dilihat pada Gambar 4-
1.di bawah ini.
100% 100%
96%
90% 92%
88%
83%
80% 79%
75%
70%
67%
60% 58%
54%
50% 50%
46%
40% 42%
33%
30% 29%
25%
20% 21%
17%
10% 13%
8%
4%
0%
5.6% 2.0% 2.7% 3.9% 4.1% 7.2% 8.7% 3.8% 4.5% 6.7% 4.8% 4.0%7.9% 3.9% 4.5% 5.1% 3.9% 4.2% 3.2% 4.5% 7.2%
Dari grafik di atas didapat nilai CBR yang mewakili adalah 2,8%.
13
4.1.3. Menentukan Faktor Curah Hujan
Penentuan faktor curah hujan diperoleh dari Tabel 4.3 di bawah. Sehingga
untuk daerah dengan curah hujan sebesar 1586 mm/tahun dan nilai PI adalah 16 maka
diambil nilai η = 4.
Tabel 4.3. Faktor Curah Hujan (η)
14
Trailler (40 ton) = 58 kend/hari
LHR = 2648 kend/hari
i selama masa pelaksanaan = 4%
- Menghitung LHR pada awal umur rencana jalan (LHR 2020)
LHR awal LHR pada awal tahun pelaksanaan x (1 i) n
dimana : i angka pertumbuhan lalu lintas selama masa pelaksanaan (%)
n waktu pelaksanaan (tahun)
Mobil penumpang = 2034 x (1 + 0,05)1 = 2183,0 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 75 x (1 + 0,05)1 = 102,96 kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 47 x (1 + 0,05)1 = 43,68 kend/hari
Bus besar (9 ton) = 51 x (1 + 0,05)1 = 58,24 kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 75 x (1 + 0,05)1 = 79,04 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 92 x (1 + 0,05)1 = 101,92 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 111 x (1 + 0,05)1 = 124,8 kend/hari
Trailler (40 ton) = 53 x (1 + 0,05)1 = 60,32 kend/hari
i selama masa layan =6%
- Menghitung LHR pada awal umur rencana jalan (LHR 2021)
LHR awal LHR pada awal tahun pelaksanaan x (1 i) n
dimana : i angka pertumbuhan lalu lintas selama masa pelaksanaan (%)
n waktu pelaksanaan (tahun)
Mobil penumpang = 2135,7 x (1 + 0,05)10 = 3909,35 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 78,74 x (1 + 0,05)10 =184,39 kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 49,35 x (1 + 0,05)10 =78,22 kend/hari
Bus besar (9 ton) = 53,55 x (1 + 0,05)10 =104,30 kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 78,75x (1 + 0,05)10 =141,55 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 96,6x (1 + 0,05)10 =182,52 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 116,65x (1 + 0,05)10 = 223,50 kend/hari
Trailler (40 ton) = 55,65 x (1 + 0,05)10 =108,02kend/hari
15
4.1.6. Menentukan Koefisien Distribusi Kendaraan
Direncanakan akan dibangun jalan dengan lebar perkerasan 12 m,kemudian
direncanakan jumlah jalur berdasarkan Tabel 4.5. Untuk lebar perkerasan 12 m,
ditentukan jumlah jalur (n) adalah 4 jalur.
Tabel 4.5 Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Untuk menentukan koefisien distribusi kendaraan (C) maka dapa dilihat pada
tabel 4.6. Koefisien Distribusi Kendaraan (C).
Dari tabel 4.6. dapat dilihat bahwa koefisien distribusi kendaraan ialah:
Mobil penumpang ringan = 0,3
Truck berat = 0,45
16
4.1.7. Menentukan Angka Ekivalen Beban Sumbu (E)
Untuk menentukan angka ekivalen beban sumbu kendaraan, dilihat pada tabel
4.7. berdasarkan asumsi beban sumbu masing-masing kendaraan.
Tabel 4.7. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
17
4.1.8. Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
n
LEP=∑ LHRj x CjxEj
i=1
dimana : E = angka ekivalen masing-masing kendaraan
C= koefisien distribusi kendaraan
j = jenis kendaraan yang melintasi jalan
ctt: LHR yang dipergunakan adalah LHR awal pelaksanaan
Mobil penumpang = 2183,0 x 0,30 x 0,0004 = 0,26
Mobil pick up (6 ton) = 102,96 x 0,30 x 0,0366 = 1,13
Bus sedang (6 ton) = 43,68 x 0,30 x 0,0613 = 0,80
Bus besar (9 ton) = 58,24 x 0,45 x 0,3016 =8,14
Truck sedang (13 ton) = 79,04 x 0,45 x 1,0648 = 37,87
Truck 2 As (18 ton) = 101,92 x 0,45 x 4,9693 = 227,91
Truck 3 As (25 ton) = 124,8 x 0,45 x 4,6520 = 261,26
Trailler (40 ton) = 60,32 x 0,45 x 10,4481 = 283,60
LEP =820,98
18
4.1.12. Mennghitung Tebal Perkerasan
Untuk menentukan tebal perkerasan dengan metoda CBR dicari dengan
rumus:
hek =√ P x ¿ ¿¿
Po
Δ=17,8
√ σ
n = 365 x u x n
Maka:
n= 365 x 10 x 1145,62= 4181496,354 lintasan dalam 1 tahun
7
Δ=17,8
√ 5,98
= 19,2583
hek =√ 7000¿ ¿ ¿= 36 cm
Digunakan bantuan Tabel 4.8. untuk menentukan tebal D1 dan D2 perkerasan
jalan dengan menggunakan metode CBR.
Tabel 4.8. Penentuan Tebal Perkerasan Jalan D1 dan D2
19
36 = 35 + D3
D3= 1 cm
1. Lapis permukaan D1 = 10 cm
2. Lapis pondasi D2 =30 cm
3. Lapis pondasi bawah D3 = 3,25 cm
Laston
Lapen
Sirtu Kelas A
20
4.2. Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Metoda Bina Marga Dengan
Konstruksi Langsung
Untuk merencanakan konstruksi perkerasan lentur dengan metoda Bina Marga
dapat dilakukan dengan langkah berikut.
4.2.1 Menentukan Nilai DDT
21
Tabel 4.9. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)
Pada tabel 4.9 di atas, untuk jalan dengan LER >1000 dan jalan yang
direncanakan merupakan jalan arteri, maka didapat angka indeks akhir permukaan
sebesar 2,5.
4.2.3 Menentukan Faktor Regional (FR)
Untuk menentukan faktor regional, didasarkan pada tabel 4.10. berikut.
Tabel 4.10. Faktor Regional (FR)
Karena curah hujan adalah 1228 mm/tahun maka diambil iklim II. Diasumsikan
menggunakan kelandaian jalan I dan setelah dilakukan perhitungan diketahui bahwa
presentasi kendaraan berat < 30% maka berdasarkan Tabel 4.10. Faktor Regional (FR),
didapat nilai FR = 1,5.
4.2.4 Menentukan Indeks Permukaan Awal (IPo)
Untuk nilai IPo dapat ditentukan berdasarkan tabel 4.11. di bawah.
22
Tabel 4.11. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ipo)
23
Grafik 4-4. Nomogram 1 Untuk Menentukan Nilai ITP
Dari grafik 4-4 diatas didapat nilai ITP = 12
24
4.2.6. Menentukan Koefisien Kekuatan Relatif
Tabel 4-12. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
25
4.2.7. Menentukan Tebal Perkerasan
Untuk menentukan tebal perkerasan didasarkan pada tabel 4.13. di bawah ini.
Tabel 4.13. Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
26
Maka diperoleh tebal konstruksi perkerasan dengan metode analisa Bina Marga
konstruksi langsung adalah:
1. Lapis permukaan D1 = 10 cm
2. Lapis pondasi D2 = 20 cm
3. Lapis pondasi bawah D3 = 32,5 cm
Gambar hasil desain tebal perkerasan jalan dengan metode Bina Marga Konstruksi
Langsung:
Laston
Lapen
Sirtu (Kelas A)
Gambar 4-5. Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Metode Bina Marga Konstruksi
Langsung
27
4.3. Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Metode Bina Marga Dengan
Konstruksi Bertahap
Setelah dilakukan perhitungan pada bagian 4.1, maka didapat nilai CBR tanah
dasar sebesar 2,8% dan nilai FR yang didapat sebesar 1,5.
- Data Volume Lalu Lintas Awal Umur Rencana (Tahun Survei 2010)
Mobil penumpang = 2099 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 99 kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 42 kend/hari
Bus besar (9 ton) = 56 kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 76 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 98 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 120 kend/hari
Trailler (40 ton) = 58 kend/hari
LHR = 2648kend/hari
Perkembangan lalu lintas i = 4%
Bahan perkerasan yang digunakan:
Laston = a1 = 0,40
Lapen (Manual) = a2 = 0,19
Sirtu (Kelas B) = a3 = 0,13
4.3.1 Menghitung LHR pada awal umur rencana jalan (LHR 2010)
LHR awal LHR pada awal tahun pelaksanaan x (1 i) n
dimana : i angka pertumbuhan lalu lintas selama masa pelaksanaan (%)
n waktu pelaksanaan (tahun)
Mobil penumpang = 2034 x (1 + 0,05)1= 2182,96 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 75 x (1 + 0,05)1= 102,96kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 47 x (1 + 0,05)1= 43,68kend/hari
Bus besar (9 ton) = 51 x (1 + 0,05)1=58,24kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 75 x (1 + 0,05)1=79,04 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 92 x (1 + 0,05)1=101,92 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 111 x (1 + 0,05)1=124,80 kend/hari
Trailler (40 ton) = 53 x (1 + 0,05)1= 60,32 kend/hari
28
4.3.2 LHR Pada Tahun Ke-4dan Ke-10 Tahun (Akhir Umur Rencana)
Tabel 4.14. Data Pertumbuhan Kendaraan (LHR)
29
4.3.4 Menghitung LEP
n
LEP = ∑ LHR j x C j x Ej
j =1
30
4.3.6 Menghitung LET
(LEP + LEA 4 ) (949 , 9569498+111 1,315)
LET4 = = = 1030,64
2 2
(LEP + LEA 10) (949 , 9569498+1406 , 168)
LET10 = = = 1178,06
2 2
31
4.3.8. Mencari ITP
CBR = 2,8%
DDT = 3,75
IP = 2,5
FR = 1,5
32
4.3.9 Menetapkan Tebal Perkerasan (Tahap Pertama)
UR = (4 + 6 tahun)
Untuk 4 Tahun
ITP4 = (a1 x D1) + (a2 x D2) + (a3 x D3)
11,4 = (0,4 x 20) + (0,19 x 20) + (0,13 x 10)
Tanah 11,4
Dasar CBR ==2,9%
(0,4 x D1) + 5,1
6,3 = 0,4 x D1
D1 = 15,75 cm ≈16 cm
Gambar hasil desain tebal perkerasan tahap pertama:
Laston
Lapen
Sirtu (Kelas A)
Tanah Dasar CBR = 2,9%
Gambar 4-7. Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Metode Bina Marga Konstruksi Bertahap
Pada TahapPertama
Laston
Lapen
Sirtu (Kelas A)
Tanah Dasar CBR = 2,9%
Gambar 4-8. Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Metode Bina Marga Konstruksi Bertahap
Pada Tahap Kedua
33
4.4. Perencanaan Konstruksi Perkerasan Kaku
4.4.1. Data Parameter Perencanaan
1. CBR tanah dasar = 2,8%
2. fc’ = 52 Mpa
3. Kuat tarik lentur (fcf) = 5,048 Mpa
4. Bahan pondasi bawah = stabilisasi semen 15 cm
5. Mutu baja tulangan = BJTU 24
6. Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi (μ) = 1,3
7. Bahu jalan = tidak
8. Ruji (dowel) = tidak
9. Data lalu lintas harian rata-rata
Mobil penumpang = 2099 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 99 kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 42 kend/hari
Bus besar (9 ton) = 56 kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 76 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 98 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 120 kend/hari
Trailler (40 ton) = 58 kend/hari
LHR = 2648kend/hari
10. Direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 2 arah 4 lajur untuk jalan
Arteri
34
4.4.2. Analisis Lalu Lintas
Tabel 4.15. Perhitungan Jumlah Sumbu Berdasarkan Jenis dan Bebannya
i= 4%
(1+i)n −1 (1+0,04)20−1
R= = = 69,93
log (1+i) log(1+0,04)
Untuk lebar perkerasan 12 m, 4 lajur , 2 arah, maka berdasarkan tabel 4.16. koefisien
distribusi yang diambil ialah 0,45. Maka nilai JSKN rencana :
35
JSKN rencana = JSKN x c= 32225655 x 0,45 = 1,5 x 107
36
4.5. Perencanaan Penulangan Plat Perkerasan Kaku
4.5.1. Perencanaan Tebal Plat
Sumber data beban = Hasil survei
Jenis perkerasan = BBDT (Beton bersambung dengan tulangan)
Jenis Bahu = beton
Umur rencana = 20 tahun
JSK = 1,5 x 107
Faktor keamanan beban (Fkb) = 1,1 (Tabel 4.18)
Kuat tarik lentur = 5,048 MPa
Jenis tebal dan lapis pondasi = stabilisasi semen 15 cm
CBR tanah dasar = 2,9%
CBR efektif = 20% (Gambar4-9)
Tebal taksiran pelat beton = 15 mm
Tabel 4.18. Faktor Keamanan Beban (Fkb)
37
Tabel 4.19. Analisa Fatik dan Erosi
Karena % rusak fatik (telah) lebih kecil 100%, maka tebal pelat diambil 15 cm.Untuk
memperoleh analisa fatik, menggunakan Gambar 4-10. seperti yang terlihat di bawah
ini.
38
Gmabar 4-10. Analisis Fatik dan Beban Repetisi Ijin Berdasarkan Rasio
TeganganDengan/Tanpa Bahu Beton.
Gambar 4-11 Analisis Erosi dan Jumlah Repetisi Beban Berdasarkan Faktor Erosi,
Dengan/Tanpa Bahu Beton
39
4.6. Perencanaan Sambungan Dan Penulangan Sambungan
a. Tulangan Memanjang
D = 9 mm
1
A= x π x 9 2 = 63,62 mm2
4
Jarak = 20 cm
Jumlah/m’ = 5 buah
b. Tulangan Melintang
D = 8 mm
1
A= x π x 82 = 50,27 mm2
4
Jarak = 25 cm
Jumlah/m’ = 4 buah
40
Tulangan Melintang
3D8-250
Tulangan Memanjang
4D9-200
41
c. Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :
1. Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan,
pengaruh lenting serta beban lalu-lintas
2. Memudahkan pelaksanaan
3. Mengakomodasi gerakan pelat
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain:
Sambungan memanjang
Sambungan melintang
Sambungan isolasi
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer),
kecuali padasambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint
filler).
Pada kasus ini, digunakan sambungan susut memanjang dan melintang.
Untuk sambungan susut memanjang, dapat dilakukan dengan salah satu dari dua
cara ini, yaitu menggergaji atau membentuk pada saat beton masih plastis dengan
kedalaman sepertiga dari tebal pelat.
Sedangkan untuk sambungan melintang, ujung sambungan ini harus tegak
lurus terhadap sumbu memanjang jalan dan tepiperkerasan. Untuk mengurangi
beban dinamis, sambungan melintang harus dipasangdengan kemiringan 1 : 10
searah perputaran jarum jam.
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai sepertiga dari tebal pelat
untuk lapis pondasi stabilisasi semen sebagai mana diperlihatkan pada gambar di
bawah ini.
42
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung
dengan tulangan 8 – 15 m sesuai dengan kemampuan pelaksanaan. Sambungan ini
harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30 cm, lurus dan
bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi gerakan bebas pada saat pelat
beton menyusut. Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan
anti lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton.
Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada
Tabel 4.20.
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa untuk tebal pelat beton 150 mm
diameter ruji yang digunakan ialah 24 mm.
43
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Untuk metode CBR, perkerasan yang direncanakan setebal 35,99 cm≈ 36 cm
2. Untuk metode Bina Marga dengan kontruksi langsung dan umur rencana 10 tahun,
tebal perkerasan yang direncanakan ialah D1 = 10 cm, D2 = 20 cm , D3 = 32 cm.
3. Untuk metode Bina Marga dengan konstruksi bertahap dengan umur rencana 10
tahun dan konstruksi tahap kedua pada tahun ke-4 ialah:
Pada tahap pertama, dengan nilai ITP 11,4 didapat tebal perkerasan D 1= 16 cm, D2
= 20 cm dan D3 = 10 cm. Dan pada tahap kedua dengan nilai ITP 13,5 didapat tebal
perkerasan D1= 21 cm, D2= 20 cm dan D3= 10 cm.
4. Untuk perkerasan kaku, tebal pelat yang direncanakan ialah 15 cm , dengan lebar
pelat 2 x 3,5 cm dan panjang 15 m. Tulangan yang direncanakan ialah untuk
tulangan memanjang digunakan tulangan diameter 9 mm dengan jarak 200 mm dan
untuk tulangan melintang digunakan tulangan diameter 8 mm dengan jarak 250
mm.
5. Sambungan yang direncanakan menggunakan sambungan susut memanjang dan
melintang dengan diameter ruji 24 mm.
5.2. Saran
Pada perencanaan perkerasan ini, baik dengan metode apapun juga masih
ditemukan adanya human error. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar lebih teliti
lagi dalam membaca grafik.
44
Daftar Pustaka
45