Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Perkembangan Jalan


Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan
untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah, batu belah,
batu kali dan hasil samping peleburan baja. Bahan ikat yang dipakai adalah aspak,
semen dan tanah liat.
Perkembanganjalandimulaidengansejarahmanusiaitusendiriyang selalu
berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan sesama. Dengan
demikian perkembanganjalan salingberkaitandenganteknikjalan,seiringdengan
perkembanganteknologiyangditemukanmanusia.
Padaawalnya jalanhanyaberupajejakmanusia yangmencarikebutuhanhidup.
Setelah manusiamulaihidupberkelompok jejak-
jejakberubahmanjadijalansetapakyangmasih belum berbentuk jalan yang rata.
Dengan dipergunakan alat transportasi seperti
hewan,kereta,atauyanglainnya,mulaidibuatjalanyangrata.
Sejarah perkembangan jalan diindonesia yang tercatat dalam sejarah bangsa
Indonesia adalahpembangunanjalanDaendlespadaZamanBelanda,yangdibangundari
Anyerdi Banten Sampai Panarukandi
BanyuwangiJawaTimur.Yangdiperkirakan1000km.
Pembangunantersebutdilakukandengankerjapaksapadaakhirabad18. Tujuan
pembangunanpadasaatituterutamauntukkepentinganstrategidan dimasatanampaksa
Untukmemudahkanpengangkutanhasilbumi.
JalanDaendelstersebutbelumdirencanakansecarateknisbaik geometrikmaupun
perkerasannya.Konstruksiperkerasanjalanberkembangpesatpadajaman keemasan
Romawi. Padasaatitutelahmulai dibangun jalan-jalan yangterdiridaribeberapalapis
perkerasan.Perkembangankonstruksiperkerasanjalan seakanterhentidenganruntuhnya
kekuasaanRomawisampaiabad18.
Padaabad18paraahlidariPerancis,Skotlandiamenemukanbentukperkerasany
ang sebagiansampaisaatiniumumdigunakandiIndonesiadanmerupakanawaldari
perkembangankonstruksiperkerasandiIndonesiayangantaralain: konstrukasiperkerasan
batubelah(Telford),konstruksiperkerasanMacadam.

1
Konstruksi Telford diciptakanolehThomasTelford(1757-1834)dari
Skotlandia,sedangkanMacAdamolehJhonLonderMacAdam(1756-1836dariSkotlandia.
Perkerasanjalanyangmenggunakanaspal sebagaibahan
pengikatditemukanpertamakalidi Babylonpadatahun625 SM, tetapi perkerasanjenisini
tidakberkembangsampaiditemukan
kendaraanbermotorolehGoffliebDaimlerdanKarlBenzpadatahun1880.Mulaitahun192
0 sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan menggunakan
aspalsebagaibahan pangikatmaju
pesat.DiIndonesiaperkembanganperkerasanaspaldimulai
padatahapawalberupakonstruksiTelforddanMacadamyangkemudiandiberilapisanaus
yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan ditaburi pasir kadar
yang kemudianberkembangmenjadilapisanpenetrasi(Lapisan,Burtu, Burda,
Buras).Tahun 1980 diperkenalkanperkerasanjalandengan aspalemulsidan
butas,tetapidalampelaksanaanatau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam
hal variasi kadar aspalnya yang
kemudiandisempurnakanpadatahun1990denganteknologibeton mastic, perkembangan
konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot mix) mulai berkembang di
Indonesiapadatahun1975,kemudiandisusuldenganjenisyanglainsepertiaspalbeton
(AC)danlain-lain.
Konstruksiperkerasanmenggunakansemensebagaibahanpengikattelah
ditemukanpada tahun1828 di Londontetapi konstruksiperkerasanini
mulaiberkembangawaltahun1900. KonstruksiPerkerasandenganmenggunakansemen
atau 'concretepavement'mulai dipergunakandi Indonesiasecarabesarbesaranpada awal
tahun 1970yaitu pada pembangunanjalantolProf.Sediyatmo.
Secara umum perkembangan kontruksi perkerasan di Indonesia mula
berkembang pesat sejak tahun 1970 dimanamulai diperkenalkannyapembangunan
perkerasan jalansesuaidenganfungsinya.
Sedangkan perencanaan geometrik jalan seperti sekarang ini baru
dikenal sekitar
pertengahantahun1960kemudianmengalamiperkembanganyangcukuppesatsejaktahun1
980.

2
1.2. Definisi-Definisi Jalan
Dalam Undang-Undang Jalan Raya no.13/1980 bahwa jalan adalah:
- Suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian
jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang di peruntukkan
bagi lalu lintas
- Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
- Jalan khusus adalah jalan selain daripada yang termasuk di atas
- Jalan tol adalah jalan umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban
membayar tol

1.3. Klasifikasi dan Fungsi Jalan


Klasifikasi jalan berdasarkan Peraturan Dirjen BIMA No. 13/1970 adalah
sebagai berikut.
a. Kelas jalan menurut fungsi
Menurut fungsi kelas jalan dibagi menjadi beberapa kelas sebagai berikut:
 Jalan utama adalah jalan-jalan yang melayani lalu lintas tinggi antara kota-kota
penting
 Jalan sekunder adalah jalan-jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi
antara kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil, serta melayani daerah-
daerah sekitarnya
 Jalan penghubungadalah jalan-jalan untuk keperluan aktifitas daerah yang juga
dipakai sebagai jalan penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama
atau berlainan
b. Kelas jalan menurut pengelola
Menurut pengelola kelas jalan dibagi menjadi beberapa kelas sebagai
berikut:
 Jalan arteri adalah jalan-jalan yang terletak di luar pusat perdagangan
 Jalan kolektor adalah jalan-jalan yang terletak di pusat perdagangan
 Jalan lokal adalah jalan-jalan yang terletak di daerah perumahan
 Jalan negara adalah jalan-jalan yang menghubungkan antara ibukota propinsi
 Jalan kabupaten adalah jalan-jalan yang menghubungkan ibukota propinsi
dengan ibukota kabupaten atau jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten
dengan ibukota kecamatan

3
c. Kelas jalan menurut tekanan gandar
Menurut tekanan gandar kelas jalan dibagi menjadi beberapa kelas sebagai
berikut:
Tabel 1.1. Kelas Jalan Menurut Tekanan Gandar

No Kelas Jalan Tekanan Gandar Tunggal


1. Kelas I 7 Ton
2. Kelas II 5 Ton
3. Kelas III 3,5 Ton
4. Kelas Ma 2,75 Ton
5. Kelas N 2 Ton
6. Kelas V 1,50 Ton

d. Kelas jalan menurut besarnya volume dan sifat –sifat lalu lintas
Menurut tekanan gandar kelas jalan dibagi menjadi beberapa kelas sebagai
berikut:
 Jalan kelas I adalah jalan yang mencakup semua jalan utama, yang melayani
lalu lintas cepat dan berat
 Jalan kelas II adalah jalan yang mencakup semua jalan sekunder, walau
komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat
 Jalan kelas III adalah jalan yang mencakup jalan-jalan penghubung dan
merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua

4
BAB II
PERMASALAHAN

2.1. Data Perencanaan


Pada suatu daerah akan dirancang suatu perkerasan jalan yang telah diperoleh
data-data hasil survei pada tahun 2010 sebagai berikut:
1. Data Volume Lalu Lintas (Tahun Survei 2010)
a. Mobil penumpang = 2099 kend/hari
b. Mobil pick up (6 ton) = 99 kend/hari
c. Bus sedang (6 ton) = 42 kend/hari
d. Bus besar (9 ton) = 56 kend/hari
e. Truck sedang ( 13 ton) = 76 kend/hari
f. Truck 2 as (18 ton) = 98 kend/hari
g. Truck 3 as (25 ton) = 120 kend/hari
h. Trailler (40 ton) = 58 kend/hari
2. Tekanan Angin Ban Kendaraan Rata-Rata (Ta) = 5,98
3. Pertumbuhan Lalu Lintas
a. Selama masa perencanaan dan pembangunan= 4%
b. Selama masa layan (mulai tahun 2012) = 6%
4. Data Tanah
a. Nilai CBR

5,60 2,00 2,70 3,90 4,10 7,20 8,70 4,60 3,80 3,00 4,50 6,70
% % % % % % % % % % % %
4,80 4,00 7,90 8,30 3,90 4,50 5,10 3,90 4,20 3,20 4,50
7,0%
% % % % % % % % % % %

b. Jenis tanah = butir halus


c. Nilai PI tanah = 19
5. Curah Hujan = 1228 mm/tahun
6. Kondisi Air Tanah = dalam

5
2.2. Perencanaan Perkerasan Jalan
Jika akan dibuat perkerasan jalan pada daerah tersebut, maka rencanakanlah:
1. Rencanakan tebal konstruksi perkerasan dengan metode CBR untuk umur rencana
10 tahun!
2. Rencanakan tebal konstruksi perkerasan dengan metode analisa komponen Bina
marga konstruksi langsung untuk umur rencana 10 tahun!
3. Rencanakan tebal konstruksi perkerasan dengan metode analisa komponen Bina
Marga konstruksi bertahap, umur rencana 10 tahun dan konstruksi tahap kedua
pada tahun ke-4!
4. Rencanakan konstruksi perkerasan kaku dengan umur rencana 20 tahun!
5. Lengkapi hasil perencanaan dengan gambar sket tebal konstruksi perkerasan!

6
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1. Perkerasan Lentur


Konstrukti perkerasan lentur (flexiblepavement) adalah perkerasan jalan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, lapisan-lapisanperkerasannya bersifat
memikul dan menyalurkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Konstruksi perkerasan
lentur umumnya meliputi: lapis tanah dasar, lapis pondasi bawah (subbase course),lapis
pondasi (base course) dan lapis permukaan (surface course).

Gambar 3-1. Susunan Lapis Perkerasan Jalan


a. Tanah dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut
tanah dasar adalah sebagai berikut:
 Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat
beban lalu lintas
 Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air
 Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan
 Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
macam tanah tertentu
 Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan

7
b. Lapis pondasi bawah
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:
 Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban roda
 Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan
selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi)
 Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi
 Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar
terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa
harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam tipe
tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI ≤ 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar
dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah
setempat dengan kapur atau semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan,
agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
c. Lapis pondasi atas
Fungsi lapis pondasi antara lain:
 Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda
 Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet
sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan
untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan
pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik. Bermacam-
macam bahan alam / bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤ 4%) dapat digunakan
sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi
tanah dengan semen atau kapur.
d. Lapis permukaan
Fungsi lapis permukaan antara lain:
 Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
 Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat cuaca
 Sebagai lapisan aus (wearing course)
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk
lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal

8
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan
terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu
dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai
manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

3.2. Perkerasan Kaku


Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4 jenis:
 Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
 Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
 Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
 Perkerasan beton semen pra-tegang

Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen
yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan
tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis
permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal sebagaimana
terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3-2. Tipikal Struktur Perkerasan Beton Semen

Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari
pelat beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi
keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa
pelayanan. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan
bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai
berikut:

 Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar


 Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi pelat

9
 Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat
 Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan

Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan
beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-
lapisan dibawahnya.

a. Tanah dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai
dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-
1989, masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan
baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2%, maka harus
dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal
15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5%.
b. Pondasi bawah
Bahan pondasi bawah dapat berupa:
 Bahan berbutir
 Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete)
 Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan
beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan
penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan pengembangan
yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar
lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku tanah ekspansif.
Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai
dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila
direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus
menggunakan campuran beton kurus (CBK).
c. Pondasi bawah material berbutir
Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
SNI-03-6388-2000. Persyaratan dan gradasi pondasi bawah harus sesuai dengan
kelas B. Sebelum pekerjaan dimulai, bahan pondasi bawah harus diuji gradasinya
dan harus memenuhi spesifikasi bahan untuk pondasi bawah, dengan penyimpangan
ijin 3% - 5%. Ketebalan minimum lapis pondasi bawah untuk tanah dasar dengan

10
CBR minimum 5% adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis pondasi bawah minimum
100%, sesuai dengan SNI 03-1743-1989.
d. Pondasi bawah dengan bahan pengikat (Bound Sub-base)
Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan salah satu dari:
 Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang sesuai dengan
hasil perencanaan, untuk menjamin kekuatan campuran dan ketahanan terhadap
erosi. Jenis bahan pengikat dapat meliputi semen, kapur, serta abu terbang
dan/atau slag yang dihaluskan
 Campuran beraspal bergradasi rapat (dense-graded asphalt)
 Campuran beton kurus giling padat yang harus mempunyai kuat tekan
karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 MPa (55 kg/cm2)
e. Pondasi bawah dengan campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)
Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan beton
karakteristik pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm2) tanpa menggunakan
abu terbang, atau 7 MPa (70 kg/cm2) bila menggunakan abu terbang, dengan tebal
minimum 10 cm.

11
BAB IV
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Dengan Metode CBR


Direncanakan perkerasan lentur dengan metoda CBR untuk umur rencana 10
tahun. Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan nilai CBR dari tanah yang akan
dibuat perkerasan jalan tersebut.
4.1.1. Menentukan Nilai CBR Perkerasan Jalan
Berdasarkan persentase nilai CBR di lapangan dari data perencanaan yang
telah diketahui, maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai CBR perkerasan
jalan pada Tabel 4.1. berikut.
Tabel 4.1. Nilai CBR Perkerasan Jalan

CBR Jumlah yang sama atau Persen yang sama atau lebih
No
(%) lebih besar besar
1 5,6 24 24/24 x 100% = 100%
2 2,0 23 23/24 x 100% = 96%
3 2,7 22 22/24 x 100% = 92%
4 3,9 21 21/24 x 100% = 88%
5 4,1 20 20/24 x 100% = 83%
6 7,2 19 19/24 x 100% = 79%
7 8,7 18 18/24 x 100% = 75%
8 4,6 - - -
9 3,8 16 16/24 x 100% = 67%
10 3,0 - - -
11 4,5 14 14/24 x 100% = 58%
12 6,7 13 13/24 x 100% = 54%
13 4,8 12 12/24 x 100% = 50%
14 4,0 11 11/24 x 100% = 46%
15 7,9 10 10/24 x 100% = 42%
16 8,3 - - -
17 3,9 8 8/24 x 100% = 33%
18 4,5 7 7/24 x 100% = 29%
19 5,1 6 6/24 x 100% = 25%
20 3,9 5 5/24 x 100% = 21%
21 4,2 4 4/24 x 100% = 17%
22 3,2 3 3/24 x 100% = 13%
23 4,5 2 2/24 x 100% = 8%
24 7,2 1 1/24 x 100% = 4%

12
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, maka dibuat grafik yang menghubungkan nilai
CBR dengan persentase nilai CBR di lapangan. Grafik dapat dilihat pada Gambar 4-
1.di bawah ini.

100% 100%
96%
90% 92%
88%
83%
80% 79%
75%
70%
67%
60% 58%
54%
50% 50%
46%
40% 42%
33%
30% 29%
25%
20% 21%
17%
10% 13%
8%
4%
0%
5.6% 2.0% 2.7% 3.9% 4.1% 7.2% 8.7% 3.8% 4.5% 6.7% 4.8% 4.0%7.9% 3.9% 4.5% 5.1% 3.9% 4.2% 3.2% 4.5% 7.2%

Gambar 4-1. Grafik Penentuan Nilai CBR

Dari grafik di atas didapat nilai CBR yang mewakili adalah 2,8%.

4.1.2. Menentukan Tekanan Gandar Tunggal


Direncanakan akan dibangun jalan arteri primer kelas jalan I, maka
berdasarkan Tabel 4.2. Kelas Jalan di Indonesia Yang Masih Berlaku, diperoleh
tekanan gandar tunggal sebesar 7 ton
Tabel 4.2. Kelas Jalan di Indonesia Yang Sekarang Masih Berlaku

No Kelas Jalan Tekanan Gandar Tunggal


1. Kelas I 7 Ton
2. Kelas II 5 Ton
3. Kelas III 3,5 Ton
4. Kelas Ma 2,75 Ton
5. Kelas N 2 Ton
6. Kelas V 1,50 Ton

13
4.1.3. Menentukan Faktor Curah Hujan
Penentuan faktor curah hujan diperoleh dari Tabel 4.3 di bawah. Sehingga
untuk daerah dengan curah hujan sebesar 1586 mm/tahun dan nilai PI adalah 16 maka
diambil nilai η = 4.
Tabel 4.3. Faktor Curah Hujan (η)

4.1.4. Menentukan Faktor Drainase


Penentuan faktor drainase diperoleh dari Tabel 4.4 di bawah. Maka untuk
daerah dengan jenis tanah berbutir halus, kondisi air tanah dalam dan klasifikasi tanah
baik, diambil faktor drainase diambil δ = 2,5.
Tabel 4.4. Faktor Drainase (δ)

4.1.5. Menentukan Jumlah Lalu Lintas Rencana


 Menghitung LHR (Lintas Harian Rata-rata)
- Data volume lalu lintas awal umur rencana (Tahun Survei 2010)
Mobil penumpang = 2099 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 99 kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 42 kend/hari
Bus besar (9 ton) = 56 kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 76 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 98 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 120 kend/hari

14
Trailler (40 ton) = 58 kend/hari
LHR = 2648 kend/hari
i selama masa pelaksanaan = 4%
- Menghitung LHR pada awal umur rencana jalan (LHR 2020)
LHR awal  LHR pada awal tahun pelaksanaan x (1  i) n
dimana : i  angka pertumbuhan lalu lintas selama masa pelaksanaan (%)
n  waktu pelaksanaan (tahun)
Mobil penumpang = 2034 x (1 + 0,05)1 = 2183,0 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 75 x (1 + 0,05)1 = 102,96 kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 47 x (1 + 0,05)1 = 43,68 kend/hari
Bus besar (9 ton) = 51 x (1 + 0,05)1 = 58,24 kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 75 x (1 + 0,05)1 = 79,04 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 92 x (1 + 0,05)1 = 101,92 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 111 x (1 + 0,05)1 = 124,8 kend/hari
Trailler (40 ton) = 53 x (1 + 0,05)1 = 60,32 kend/hari
i selama masa layan =6%
- Menghitung LHR pada awal umur rencana jalan (LHR 2021)
LHR awal  LHR pada awal tahun pelaksanaan x (1  i) n
dimana : i  angka pertumbuhan lalu lintas selama masa pelaksanaan (%)
n  waktu pelaksanaan (tahun)
Mobil penumpang = 2135,7 x (1 + 0,05)10 = 3909,35 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 78,74 x (1 + 0,05)10 =184,39 kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 49,35 x (1 + 0,05)10 =78,22 kend/hari
Bus besar (9 ton) = 53,55 x (1 + 0,05)10 =104,30 kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 78,75x (1 + 0,05)10 =141,55 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 96,6x (1 + 0,05)10 =182,52 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 116,65x (1 + 0,05)10 = 223,50 kend/hari
Trailler (40 ton) = 55,65 x (1 + 0,05)10 =108,02kend/hari

15
4.1.6. Menentukan Koefisien Distribusi Kendaraan
Direncanakan akan dibangun jalan dengan lebar perkerasan 12 m,kemudian
direncanakan jumlah jalur berdasarkan Tabel 4.5. Untuk lebar perkerasan 12 m,
ditentukan jumlah jalur (n) adalah 4 jalur.
Tabel 4.5 Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Untuk menentukan koefisien distribusi kendaraan (C) maka dapa dilihat pada
tabel 4.6. Koefisien Distribusi Kendaraan (C).

Tabel 4.6. Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Dari tabel 4.6. dapat dilihat bahwa koefisien distribusi kendaraan ialah:
Mobil penumpang ringan = 0,3
Truck berat = 0,45

16
4.1.7. Menentukan Angka Ekivalen Beban Sumbu (E)
Untuk menentukan angka ekivalen beban sumbu kendaraan, dilihat pada tabel
4.7. berdasarkan asumsi beban sumbu masing-masing kendaraan.
Tabel 4.7. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Mobil penumpang 2 ton (1+1) = 0,0002+0,0002 = 0,0004


Mobil pick up 6 ton (3+3) = 0,0183+0,0183 = 0,0366
Bus sedang 6 ton (2+4) = 0,0036+0,0577 = 0,0613
Bus besar 9 ton (3+6) = 0,0183+0,2923 = 0,3106
Truck sedang 13 ton (5+8) = 0,141+0,9238 = 1,0648
Truck 2 as 18 ton (6+12) = 0,2923+4,677 = 4,9693
Truck 3 As 25 ton (5+10+10) = 0,141+2,2555+2,2555 = 4,6520
Trailler 40 ton (7+11+11+11) =0,5415+3,3022+3,3022+3,3022 = 10,4481

17
4.1.8. Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
n
LEP=∑ LHRj x CjxEj
i=1
dimana : E = angka ekivalen masing-masing kendaraan
C= koefisien distribusi kendaraan
j = jenis kendaraan yang melintasi jalan
ctt: LHR yang dipergunakan adalah LHR awal pelaksanaan
Mobil penumpang = 2183,0 x 0,30 x 0,0004 = 0,26
Mobil pick up (6 ton) = 102,96 x 0,30 x 0,0366 = 1,13
Bus sedang (6 ton) = 43,68 x 0,30 x 0,0613 = 0,80
Bus besar (9 ton) = 58,24 x 0,45 x 0,3016 =8,14
Truck sedang (13 ton) = 79,04 x 0,45 x 1,0648 = 37,87
Truck 2 As (18 ton) = 101,92 x 0,45 x 4,9693 = 227,91
Truck 3 As (25 ton) = 124,8 x 0,45 x 4,6520 = 261,26
Trailler (40 ton) = 60,32 x 0,45 x 10,4481 = 283,60
LEP =820,98

4.1.9. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA)


Mobil penumpang = 3909,35 x 0,30 x 0,0004 = 0,47
Mobil pick up (6 ton) = 184,39 x 0,30 x 0,0366 = 2,02
Bus sedang (6 ton) = 78,22 x 0,30 x 0,0613 = 1,44
Bus besar (9 ton) = 104,30 x 0,45 x 0,3016 = 14,58
Truck sedang (13 ton) = 141,55x 0,45 x 1,0648 = 67,82
Truck 2 As (18 ton) = 182,52 x 0,45 x 4,9693 = 408,16
Truck 3 As (25 ton) = 223,50 x 0,45 x 4,6520 = 467,87
Trailler (40 ton) = 108,02x 0,45 x 10,4481 = 507,89
LEA = 1470,25

4.1.10. Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET)


(LEP + LEA) 2291,23
LET = = = 1145,62
2 2

4.1.11. Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER)


LER = LET x FP= 1145,62 x 10/10 = 1145,62

18
4.1.12. Mennghitung Tebal Perkerasan
Untuk menentukan tebal perkerasan dengan metoda CBR dicari dengan
rumus:
hek =√ P x ¿ ¿¿
Po
Δ=17,8
√ σ
n = 365 x u x n
Maka:
n= 365 x 10 x 1145,62= 4181496,354 lintasan dalam 1 tahun
7
Δ=17,8
√ 5,98
= 19,2583

hek =√ 7000¿ ¿ ¿= 36 cm
Digunakan bantuan Tabel 4.8. untuk menentukan tebal D1 dan D2 perkerasan
jalan dengan menggunakan metode CBR.
Tabel 4.8. Penentuan Tebal Perkerasan Jalan D1 dan D2

Diasumsikan lapisan perkerasan sebagai berikut:


 Beton Aspal Kelas A
 Batu Pecah
 Sirtu
a1 (beton aspal) = 2 ; D1 diambil= 10 cm (berdasarkan tabel 4.8.)
a2 (batu pecah) = a3= 1 ; D2 diambil = 15 cm
Maka, D3 adalah :
hek= D1 . a1 + D2 . a2 + D3 . a3
36 = (10 x 2) + (15 x 1) + (D3 x 1)

19
36 = 35 + D3
D3= 1 cm

Maka diperoleh tebal konstruksi perkerasan dengan metode CBRadalah:

1. Lapis permukaan D1 = 10 cm
2. Lapis pondasi D2 =30 cm
3. Lapis pondasi bawah D3 = 3,25 cm

Gambar hasil desain tebal perkerasan jalan dengan metode CBR:

Laston

Lapen
Sirtu Kelas A

Gambar 4-2. Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Metode CBR

20
4.2. Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Metoda Bina Marga Dengan
Konstruksi Langsung
Untuk merencanakan konstruksi perkerasan lentur dengan metoda Bina Marga
dapat dilakukan dengan langkah berikut.
4.2.1 Menentukan Nilai DDT

Gambar 4-3. Korelasi DDT dan CBR


Untuk nilai CBR 2,80% , maka dari grafik 2 didapat nilai DDT sebesar 3,75.
4.2.2 Menentukan Angka Indeks Akhir Permukaan
Pada perhitungan bagian 4.1.11 telah didapat nilai LER sebesar 1145,62. Untuk
menentukan angka indeks akhir permukaan, didasarkan pada tabel di bawah.

21
Tabel 4.9. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)

Pada tabel 4.9 di atas, untuk jalan dengan LER >1000 dan jalan yang
direncanakan merupakan jalan arteri, maka didapat angka indeks akhir permukaan
sebesar 2,5.
4.2.3 Menentukan Faktor Regional (FR)
Untuk menentukan faktor regional, didasarkan pada tabel 4.10. berikut.
Tabel 4.10. Faktor Regional (FR)

Karena curah hujan adalah 1228 mm/tahun maka diambil iklim II. Diasumsikan
menggunakan kelandaian jalan I dan setelah dilakukan perhitungan diketahui bahwa
presentasi kendaraan berat < 30% maka berdasarkan Tabel 4.10. Faktor Regional (FR),
didapat nilai FR = 1,5.
4.2.4 Menentukan Indeks Permukaan Awal (IPo)
Untuk nilai IPo dapat ditentukan berdasarkan tabel 4.11. di bawah.

22
Tabel 4.11. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ipo)

Direncanakan material perkerasan yang akan digunakan ialah :


 Laston
 Lapen (Manual)
 Sirtu (Kelas A)
Maka berdasarkan tabel 4.11 nilai IPo = 4
4.2.5 Menghitung Nlai ITP
Karena telah didapat nilai IPt = 2,5 dan IPo = 4 , maka untuk menentukan nilai
ITP menggunakan nomogram 1 pada gambar 4-4 di bawah ini.

23
Grafik 4-4. Nomogram 1 Untuk Menentukan Nilai ITP
Dari grafik 4-4 diatas didapat nilai ITP = 12

24
4.2.6. Menentukan Koefisien Kekuatan Relatif
Tabel 4-12. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Karena material yang digunakan ialah :


 Laston
 Lapen (Manual)
 Sirtu (Kelas A)
Maka berdasarkan Tabel 4-12. di atas didapat koefisien kekuatan relatif :
 Laston = 0,40
 Lapen (Manual) = 0,19
 Sirtu (Kelas A) = 0,13

25
4.2.7. Menentukan Tebal Perkerasan
Untuk menentukan tebal perkerasan didasarkan pada tabel 4.13. di bawah ini.
Tabel 4.13. Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

Berdasarkan Tabel 4.13. diperoleh :


1. Lapis permukaan D1 didapat 10 cm
2. Lapis pondasi D2 didapat 20 cm
Sehingga D3 :
ITP = (a1 x D1) + (a2 x D2) + (a3 x D3)
12 = (0,4 x 10) + (0,19 x 20) + (0,13 x D3)
12 = 7,8 + (0,13 x D3)
4,2 = 0,13 x D3
D3 = 32,5cm

26
Maka diperoleh tebal konstruksi perkerasan dengan metode analisa Bina Marga
konstruksi langsung adalah:

1. Lapis permukaan D1 = 10 cm
2. Lapis pondasi D2 = 20 cm
3. Lapis pondasi bawah D3 = 32,5 cm

Gambar hasil desain tebal perkerasan jalan dengan metode Bina Marga Konstruksi
Langsung:

Laston

Lapen

Sirtu (Kelas A)

Tanah Dasar CBR = 2,9%

Gambar 4-5. Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Metode Bina Marga Konstruksi
Langsung

27
4.3. Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Metode Bina Marga Dengan
Konstruksi Bertahap
Setelah dilakukan perhitungan pada bagian 4.1, maka didapat nilai CBR tanah
dasar sebesar 2,8% dan nilai FR yang didapat sebesar 1,5.
- Data Volume Lalu Lintas Awal Umur Rencana (Tahun Survei 2010)
Mobil penumpang = 2099 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 99 kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 42 kend/hari
Bus besar (9 ton) = 56 kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 76 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 98 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 120 kend/hari
Trailler (40 ton) = 58 kend/hari
LHR = 2648kend/hari
Perkembangan lalu lintas i = 4%
Bahan perkerasan yang digunakan:
 Laston = a1 = 0,40
 Lapen (Manual) = a2 = 0,19
 Sirtu (Kelas B) = a3 = 0,13

4.3.1 Menghitung LHR pada awal umur rencana jalan (LHR 2010)
LHR awal  LHR pada awal tahun pelaksanaan x (1  i) n
dimana : i  angka pertumbuhan lalu lintas selama masa pelaksanaan (%)
n  waktu pelaksanaan (tahun)
Mobil penumpang = 2034 x (1 + 0,05)1= 2182,96 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 75 x (1 + 0,05)1= 102,96kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 47 x (1 + 0,05)1= 43,68kend/hari
Bus besar (9 ton) = 51 x (1 + 0,05)1=58,24kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 75 x (1 + 0,05)1=79,04 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 92 x (1 + 0,05)1=101,92 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 111 x (1 + 0,05)1=124,80 kend/hari
Trailler (40 ton) = 53 x (1 + 0,05)1= 60,32 kend/hari

28
4.3.2 LHR Pada Tahun Ke-4dan Ke-10 Tahun (Akhir Umur Rencana)
Tabel 4.14. Data Pertumbuhan Kendaraan (LHR)

Data Kendaraan 4 tahun 10 tahun


Mobil Penumpang 2270,28 x (1+0,04)4 = 2655,90 2270,28 x (1+0,04)10 = 3360,57
Mobil pick up(6 ton) 107,08 x (1+0,04)4 = 125,27 107,08 x (1+0,04)10 = 158,50
Bus sedang (6 ton) 45,43x (1+0,04)4 = 53,14 45,43x (1+0,04)10 = 67,24
Bus besar (9 ton) 60,57 x (1+0,04)4 = 70,86 60,57 x (1+0,04)10 = 89,66
Truck sedang (13 ton) 82,20 x (1+0,04)4 = 96,16 82,20 x (1+0,04)10 = 121,68
Truck 2 as (18 ton) 106,00 x (1+0,04)4 = 124,00 106,00 x (1+0,04)10 = 156,90
Truck 3 as (25 ton) 129,79 x(1+0,04)4 = 151,84 129,79 x(1+0,04)10 = 192,12
Trailler (40 ton) 62,73 x(1+0,04)4 = 73,39 62,73 x(1+0,04)10 = 92,86

4.3.3 Angka Ekivalen Beban Sumbu (E)


Mobil penumpang 2 ton (1+1) = 0,0002+0,0002 = 0,0004
Mobil pick up 6 ton (3+3) = 0,0183+0,0183 = 0,0366
Bus sedang 6 ton (2+4) = 0,0036+0,0577 = 0,0613
Bus besar 9 ton (3+6) = 0,0183+0,2923 = 0,3106
Truck sedang 13 ton (5+8) = 0,141+0,9238 = 1,0648
Truck 2 as 18 ton (6+12) = 0,2923+4,677 = 4,9693
Truck 3 As 25 ton (5+10+10) = 0,141+2,2555+2,2555 = 4,6520
Trailler 40 ton (7+11+11+11) =0,5415+3,3022+3,3022+3,3022 = 10,4481

29
4.3.4 Menghitung LEP

n
LEP = ∑ LHR j x C j x Ej
j =1

Mobil penumpang = 0,5 x2270,2784 x 0,0004 = 0,45


Mobil pick up (6 ton) = 0,5 x 107,0784 x0,0366 = 1,96
Bus sedang (6 ton) = 0,5 x 45,4272 x0,0613 = 1,39
Bus besar (9 ton) = 0,5 x 60,5696 x 0,3016 = 9,41
Truck sedang (13 ton) = 0,5 x 82,2016x 1,0648 = 43,76
Truck 2 As (18 ton) = 0,5 x 105,9968x 4,9693 = 263,36
Truck 3 As (25 ton) = 0,5 x 129,792x 4,6520 = 301,90
Trailler (40 ton) = 0,5 x 62,7328 x10,4481 = 327,72
LEP =949,96

4.3.5 Menghitung LEA


Untuk 4 tahun
Mobil penumpang = 0,5 x 2655,90 x 0,0004 =0,52
Mobil pick up (6 ton) = 0,5 x 125,27 x0,0366 = 2,29
Bus sedang (6 ton) = 0,5 x 53,14x0,0613 = 1,63
Bus besar (9 ton) = 0,5 x 70,86 x 0,3016 = 11,00
Truck sedang (13 ton) = 0,5 x 96,16 x 1,0648 = 51,20
Truck 2 As (18 ton) = 0,5 x 124,00 x 4,9693 = 308,10
Truck 3 As (25 ton) = 0,5 x 151,84 x 4,6520 = 353,18
Trailler (40 ton) = 0,5 x 73,39 x10,4481 = 383.39
LEA4 =1111,32
Untuk 10 tahun
Mobil penumpang = 0,5 x 3360,57 x 0,0004 =0,67
Mobil pick up (6 ton) = 0,5 x 158,50 x 0,0366 =2,90
Bus sedang (6 ton) = 0,5 x 67,24 x0,0613 =2,06
Bus besar (9 ton) = 0,5 x 89,66 x 0,3016 =13,92
Truck sedang (13 ton) = 0,5 x 121,68 x 1,0648 =64,78
Truck 2 As (18 ton) = 0,5 x 156,90x 4,9693 =389,84
Truck 3 As (25 ton) = 0,5 x 192,12 x 4,6520 =446,88
Trailler (40 ton) = 0,5 x 92,86 x10,4481 =485,10
LEA10 =1406,17

30
4.3.6 Menghitung LET
(LEP + LEA 4 ) (949 , 9569498+111 1,315)
LET4 = = = 1030,64
2 2
(LEP + LEA 10) (949 , 9569498+1406 , 168)
LET10 = = = 1178,06
2 2

4.3.7 Menghitung LER


LER4 = LET4x UR/10 = 1030,63611 x 4/10 = 412,25
LER10= LET10 x UR/10 = 1178,062648 x 10/10= 1178,06

1,67 LER4 = 1,67 x 412,25 = 688,4575


2,5 LER10 = 2,50 x 1178,06 = 2945,15

31
4.3.8. Mencari ITP
CBR = 2,8%
DDT = 3,75
IP = 2,5
FR = 1,5

Gambar 4-6. Nomogram 1 untuk Menentukan Nilai ITP

Dari Gambar 4-6. di atas diperoleh:

1,67 LER4 = 688,4649...........ITP4 = 11,4 (IPo ≥ 4) [garis berwana biru]


2,5 LER10 = 2945,157...........ITP10 = 13,5 (IPo ≥ 4) [garis berwarna merah]

32
4.3.9 Menetapkan Tebal Perkerasan (Tahap Pertama)
UR = (4 + 6 tahun)

Untuk 4 Tahun
ITP4 = (a1 x D1) + (a2 x D2) + (a3 x D3)
11,4 = (0,4 x 20) + (0,19 x 20) + (0,13 x 10)
Tanah 11,4
Dasar CBR ==2,9%
(0,4 x D1) + 5,1
6,3 = 0,4 x D1
D1 = 15,75 cm ≈16 cm
Gambar hasil desain tebal perkerasan tahap pertama:

Laston

Lapen

Sirtu (Kelas A)
Tanah Dasar CBR = 2,9%

Gambar 4-7. Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Metode Bina Marga Konstruksi Bertahap
Pada TahapPertama

4.3.10 Menetapkan Tebal Perkerasan (Tahap Kedua)


Untuk 10 Tahun
ITP10 = (a1 x D1) + (a2 x D2) + (a3 x D3)
13,5 = (0,4 x D1) + (0,19 x 20) + (0,13 x 10)
13,5 = (0,4 X D1) + 5,1
8,4 = 0,4 x D1
D1 =21,00 cm ≈21 cm
Gambar hasil desain tebal perkerasan tahap kedua:

Laston

Lapen

Sirtu (Kelas A)
Tanah Dasar CBR = 2,9%

Gambar 4-8. Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Metode Bina Marga Konstruksi Bertahap
Pada Tahap Kedua

33
4.4. Perencanaan Konstruksi Perkerasan Kaku
4.4.1. Data Parameter Perencanaan
1. CBR tanah dasar = 2,8%
2. fc’ = 52 Mpa
3. Kuat tarik lentur (fcf) = 5,048 Mpa
4. Bahan pondasi bawah = stabilisasi semen 15 cm
5. Mutu baja tulangan = BJTU 24
6. Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi (μ) = 1,3
7. Bahu jalan = tidak
8. Ruji (dowel) = tidak
9. Data lalu lintas harian rata-rata
Mobil penumpang = 2099 kend/hari
Mobil pick up (6 ton) = 99 kend/hari
Bus sedang (6 ton) = 42 kend/hari
Bus besar (9 ton) = 56 kend/hari
Truck sedang (13 ton) = 76 kend/hari
Truck 2 As (18 ton) = 98 kend/hari
Truck 3 As (25 ton) = 120 kend/hari
Trailler (40 ton) = 58 kend/hari
LHR = 2648kend/hari
10. Direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 2 arah 4 lajur untuk jalan
Arteri

34
4.4.2. Analisis Lalu Lintas
Tabel 4.15. Perhitungan Jumlah Sumbu Berdasarkan Jenis dan Bebannya

LHR JMSP JMS


KBS (ton) 2012 K (bh) STRT STRG STdRG
Jenis
BS BS BS
Kendaraan
R R RG RG (ton JS (ton JS (ton JS
D B D B ) (bh) ) (bh) ) (bh)
a. Mobil
2182,9
penumpang 2 1 1 - - - - - - - - - -
6
ton
b. Mobil pick 102,9
3 3 - - 102,96 2 205,92 3 - - - -
up 6 ton 6
c. Bus sedang 6
2 4 - - 43,68 2 87,36 2 43,68 4 43,68 - -
ton
d. Bus besar 9
3 6 - - 58,24 2 116,48 3 58,24 6 58,24 - -
ton
e. Truck sedang
5 8 - - 79,04 2 158,08 5 79,04 8 79,04 - -
13 ton
f. Truck 2 As 101,9 101,9
6 12 - - 101,92 2 203,84 6 12 - -
18 ton 2 2
g. Truck 3 As 124,8 124,8
5 20 - - 124,80 2 249,60 5 20 - -
25 ton 0 0
h. Trailler 40 60,3
7 11 11 11 60,32 4 241,28 7 60,32 - - 11
ton 2
  11 60,32
  11 60,32
1262,5 691,6 407,6 60,3
∑ 6 0 8 2
Maka, jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana 20 tahun ialah:

i= 4%

(1+i)n −1 (1+0,04)20−1
R= = = 69,93
log (1+i) log(1+0,04)

JSKN = 365 x JSKNH x R= 365 x 1262,56 x 69,93= 32225655

Tabel 4.16. Penentuan Koefisien Distribusi

Untuk lebar perkerasan 12 m, 4 lajur , 2 arah, maka berdasarkan tabel 4.16. koefisien
distribusi yang diambil ialah 0,45. Maka nilai JSKN rencana :

35
JSKN rencana = JSKN x c= 32225655 x 0,45 = 1,5 x 107

4.4.3. Perhitungan repetisi sumbu yang terjadi


Tabel 4.17. Perhitungan Repetisi Sumbu Rencana

Jenis Beban Jumlah Proporsi Propors JSKN Repetisi yang


sumbu sumbu (ton) sumbu beban i sumbu rencana terjadi
STRT 3 102,96   0,30 14501545 4288348,10
  2 43,68 0,12 0,30 14501545 501700,89
  6 101,92 0,27 0,30 14501545 1170635,41
  5 124,80 0,33 0,30 14501545 1433431,12
∑   373,36 0,72      
4 43,68 0,11 0,32 14501545 501700,89
6 58,24 0,15 0,32 14501545 668934,52
STRG 8 79,04 0,18 0,32 14501545 907839,71
12 101,92 0,25 0,32 14501545 1170635,41
20 124,80 0,30 0,32 14501545 1433431,12
∑   407,68 1,00      
STdRG 11 60,32 1 0,048 14501545 692825,04
∑ 11 60,32        
Komulati
f           12769482,23

36
4.5. Perencanaan Penulangan Plat Perkerasan Kaku
4.5.1. Perencanaan Tebal Plat
Sumber data beban = Hasil survei
Jenis perkerasan = BBDT (Beton bersambung dengan tulangan)
Jenis Bahu = beton
Umur rencana = 20 tahun
JSK = 1,5 x 107
Faktor keamanan beban (Fkb) = 1,1 (Tabel 4.18)
Kuat tarik lentur = 5,048 MPa
Jenis tebal dan lapis pondasi = stabilisasi semen 15 cm
CBR tanah dasar = 2,9%
CBR efektif = 20% (Gambar4-9)
Tebal taksiran pelat beton = 15 mm
Tabel 4.18. Faktor Keamanan Beban (Fkb)

Gambar4-9. CBR Tanah Dasar Efektif dan Tebal Pondasi Bawah

37
Tabel 4.19. Analisa Fatik dan Erosi

Beban Analisa Fatik Analisa Erosi


Beban Repetisi
Jenis Rencana Faktor Tegangan Persen Persen
sumb yang Repetisi Repetisi
Sumbu Per Roda dan Erosi rusak rusak
u terjadi ijin ijin
(kN) (%) (%)
STRT 30 16,5 4,E+06 TE 1,560 TT      
  20 11 5,E+05 FE 2,590 TT      
FR 93,6508 1170,63
 
60 33 1,E+06 T 0,309 1,E+06 3 1,E+05 5
  50 27,5 1,E+06     TT      
STRG 40 22 5,E+05 TE 2,430 TT      
  60 33 7,E+05 FE 3,200 TT      
FR
 
80 44 9,E+05 T 0,481 TT      
  120 66 1,E+06     TT      
  200 110 1,E+06     TT      
STdRG 110 60,5 7,E+05 TE 1,970 TT      
        FE 3,260        
FR
 
      T 0,390        
93,6508 1170,63

  3   5

Karena % rusak fatik (telah) lebih kecil 100%, maka tebal pelat diambil 15 cm.Untuk
memperoleh analisa fatik, menggunakan Gambar 4-10. seperti yang terlihat di bawah
ini.

38
Gmabar 4-10. Analisis Fatik dan Beban Repetisi Ijin Berdasarkan Rasio
TeganganDengan/Tanpa Bahu Beton.

Sedangkan untuk menentukan analisis erosi, dapat menggunakan Gambar 4-11.


seperti yang terlihat di bawah ini.

Gambar 4-11 Analisis Erosi dan Jumlah Repetisi Beban Berdasarkan Faktor Erosi,
Dengan/Tanpa Bahu Beton

4.5.2. Perhitungan Tulangan


Tebal pelat = 15 cm = 0,15 m
Lebar pelat = 2 x 3,5 m
Panjang pelat = 15 m
Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi (μ) = 1,3
Kuat tarik ijin baja = 240 MPa
Berat isi beton = 2400 MPa
Gravitasi = 9,81 m/dt2

39
4.6. Perencanaan Sambungan Dan Penulangan Sambungan
a. Tulangan Memanjang

μ × L× M × g × h 1,3 x 15 x 2400 x 9,81 x 0,15


As = = = 143,47 mm2/m’
2× f s 2 x 240

Asmin= 0,1% x 150 x 1000 = 150 mm2/m’ > As perlu

Diameter yang digunakan:

D = 9 mm

1
A= x π x 9 2 = 63,62 mm2
4

Jarak = 20 cm

Jumlah/m’ = 5 buah

As/m’ = 63,62 x 5 = 318,09 mm2

Digunakan tulangan diameter 9 mm, jarak 200 mm.

b. Tulangan Melintang

μ × L× M × g × h 1,3 x 2 x 3,5 x 2400 x 9,81 x 0,15


As = = = 66,95 mm2/m’
2× f s 2 x 240

Asmin = 0,1% x 150 x 1000 = 150 mm2/m’ > As perlu

Diameter yang digunakan :

D = 8 mm

1
A= x π x 82 = 50,27 mm2
4

Jarak = 25 cm

Jumlah/m’ = 4 buah

As/m’ = 50,27 x 4 = 201,06 mm2

Digunakan tulangan diameter 8 mm, jarak 250 mm.

40
Tulangan Melintang
3D8-250

Tulangan Memanjang
4D9-200

Gambar 4-12. Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku (Tampak Atas)

Gambar 4-13. Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku (Tampak Samping)

41
c. Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :
1. Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan,
pengaruh lenting serta beban lalu-lintas
2. Memudahkan pelaksanaan
3. Mengakomodasi gerakan pelat
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain:
 Sambungan memanjang
 Sambungan melintang
 Sambungan isolasi
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer),
kecuali padasambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint
filler).
Pada kasus ini, digunakan sambungan susut memanjang dan melintang.
Untuk sambungan susut memanjang, dapat dilakukan dengan salah satu dari dua
cara ini, yaitu menggergaji atau membentuk pada saat beton masih plastis dengan
kedalaman sepertiga dari tebal pelat.
Sedangkan untuk sambungan melintang, ujung sambungan ini harus tegak
lurus terhadap sumbu memanjang jalan dan tepiperkerasan. Untuk mengurangi
beban dinamis, sambungan melintang harus dipasangdengan kemiringan 1 : 10
searah perputaran jarum jam.
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai sepertiga dari tebal pelat
untuk lapis pondasi stabilisasi semen sebagai mana diperlihatkan pada gambar di
bawah ini.

Gambar 4-14. Sambungan Susut Melintang Dengan Ruji

42
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung
dengan tulangan 8 – 15 m sesuai dengan kemampuan pelaksanaan. Sambungan ini
harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30 cm, lurus dan
bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi gerakan bebas pada saat pelat
beton menyusut. Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan
anti lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton.

Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada
Tabel 4.20.

Tabel 4-20. Diameter Ruji

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa untuk tebal pelat beton 150 mm
diameter ruji yang digunakan ialah 24 mm.

43
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Untuk metode CBR, perkerasan yang direncanakan setebal 35,99 cm≈ 36 cm
2. Untuk metode Bina Marga dengan kontruksi langsung dan umur rencana 10 tahun,
tebal perkerasan yang direncanakan ialah D1 = 10 cm, D2 = 20 cm , D3 = 32 cm.
3. Untuk metode Bina Marga dengan konstruksi bertahap dengan umur rencana 10
tahun dan konstruksi tahap kedua pada tahun ke-4 ialah:
Pada tahap pertama, dengan nilai ITP 11,4 didapat tebal perkerasan D 1= 16 cm, D2
= 20 cm dan D3 = 10 cm. Dan pada tahap kedua dengan nilai ITP 13,5 didapat tebal
perkerasan D1= 21 cm, D2= 20 cm dan D3= 10 cm.
4. Untuk perkerasan kaku, tebal pelat yang direncanakan ialah 15 cm , dengan lebar
pelat 2 x 3,5 cm dan panjang 15 m. Tulangan yang direncanakan ialah untuk
tulangan memanjang digunakan tulangan diameter 9 mm dengan jarak 200 mm dan
untuk tulangan melintang digunakan tulangan diameter 8 mm dengan jarak 250
mm.
5. Sambungan yang direncanakan menggunakan sambungan susut memanjang dan
melintang dengan diameter ruji 24 mm.

5.2. Saran
Pada perencanaan perkerasan ini, baik dengan metode apapun juga masih
ditemukan adanya human error. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar lebih teliti
lagi dalam membaca grafik.

44
Daftar Pustaka

Tenriajeng,Andi Tenrisuki.Rekayasa Jalan Raya 2

Rekayasa Jalan Raya. Penerbit:Gunadarma.

45

Anda mungkin juga menyukai