Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PENDEKATAN SAINTIFIK

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pembelajaran Matematika II

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

HAIDIR AGUS (191050701009)

ERWINDA GRACYA LAMAN (191050701059)

JUMIATI (191050701068)

AYUK SUNDARI (191050701076)

PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perubahan merupakan sesuatu yang harus terjadi pada bidang


pendidikan. Perubahan yang terjadi adalah pergantian Kurikulum 2013 dari
Kurikulum sebelumnya. Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu,
pemerintah telah menetapkan Kurikulum Tahun 2013 untuk diterapkan pada
sekolah/madrasah. Penerapan kurikulum ini tentu dilakukan secara bertahap.
Ada banyak komponen yang melekat pada Kurikulum Tahun 2013 ini. Hal yang
paling menonjol adalah pendekatan dan strategi pembelajarannya. Guru masih
memahami dan menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran kurikulum
sebelumnya. Hal ini perlu ada perubahan mindset dari metodologi pembelajaran
pola lama menuju pada metodologi pembelajaran pola baru sesuai dengan yang
diterapkan pada kurikulum tahun 2013.

Sejalan dengan pergantian kurikulum 2013, istilah pendekatan ilmiah


atau saintifik aproach pada pelaksanaan pembelajaran menjadi bahan
pembahasan yang menarik perhatian para pendidik akhir-akhir ini. Latar
belakang pentingnya materi ini karena produk pendidikan dasar dan menengah
belum menghasilkan lulusan yang mampu berpikir kritis setara dengan
kemampuan anak-anak bangsa lain. Dalam perancangan kurikulum baru,
Kemendikbud masih menggunakan latar belakang pemikiran yang menyatakan
bahwa secara faktual guru-guru belum melaksanakan cara belajar siswa aktif.
Kondisi ideal yang diharapkan masih lebih sering menjadi slogan daripada  fakta
dalam kelas. Produktivitas pembelajaran untuk menghasilkan siswa yang
terampil berpikir pada level tinggi dalam kondisi madek alias kolep. Deskripsi
ini merujuk pada hasil tes anak bangsa kita  yang dikompetisikan pada tingkat
internasional dinyatakan tidak berkembang sejak tujuh tahun lalu. Memang ini
kondisi yang sangat memprihatinkan, permasalahan yang kompleks dan sangat

1
luas. Mulai dari masalah peserta didik, pendidik/guru, manajemen pendidikan,
kurikulum, fasilitas, proses belajar mengajar, dan lain sebagainya.

Salah satu masalah yang banyak dihadapi dalam dunia pendidikan kita
adalah lemahnya kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakan guru di
sekolah. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas hanya diarahkan kepada
kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk
mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan
sehari-hari. Akibatnya, banyak peserta didik yang ketika lulus dari sekolah,
mereka pintar secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi.

Disadari bahwa guru-guru perlu memperkuat kemampuannya dalam


mengajar agar siswa terlatih berpikir logis, sistematis, dan ilmiah. Tantangan ini
memerlukan peningkatan keterampilan guru melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan ilmiah. Skenario untuk memacu keterampilan guru
menerapkan strategi ini di Indonesia telah melalui sejarah yang panjang, namun
hingga saat ini harapan baik ini belum terwujudkan juga. Balitbang Depdiknas
sejak tahun 1979 telah merintis pengembangan program prestisius ini
dalam Proyek Supervisi dan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) di Cianjur, Jawa
Barat. Hasil-hasil proyek ini kemudian direplikasi di sejumlah daerah dan
dikembangkan melalui penataran guru ke seluruh Indonesia. Upaya yang
dimulai pada tingkat sekolah dasar ini kemudian mendorong penerapan
pendekatan belajar aktif di tingkat sekolah menengah. Hasil-hasil upaya ini
secara bertahap kemudian diintegrasikan ke dalam Kurikulum 1984, Kurikulum
1994, dan Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004, yang dilanjutkan dengan
Standar Isi yang lebih dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) tahun 2006.

Sesuai fungsi pendidikan nasional tersebut, terletak juga tanggung jawab


guru untuk mampu mewujudkannya melalui pelaksanaan proses pembelajaran
yang mampu bermutu dan berkualitas. Salah satu strategi yang dapat

2
dipergunakan guru untuk memperbaiki mutu dan kualitas proses pembelajaran
adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajaran saintifik.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian  pendekatan saintifik?


2. Apa sajakah  tujuan pendekatan saintifik ?
3. Apa saja prinsip pendekatan saintifik? 
4. Apa saja kriteria pendekatan saintifik? 
5. Bagaimana langkah-langkah penerapan pendekatan saintifik?
6. Bagaimana penerapan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran?
7. Apa saja jenis penilaian yang digunakan dalam pendekatan saintifik?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian pendekatan saintifik
2. Untuk mengetahui tujuan pendekatan saintifik
3. Untuk mengetahui prinsip pendekatan saintifik
4. Untuk mengetahui kriteria pendekatan saintifik
5. Untuk mengetahui langkah-langkah penerapan pendekatan saintifik
6. Untuk mengetahui penerapan pendekatan saintifik
7. Untuk mengetahui jenis penilaian yang digunakan dalam pendekatan saintifik

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENDEKATAN SAINTIFIK

Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi


langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.
Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan tercapainya
kecapakan berpikir sains, berkembangnya “sense of inquiry” dan kemampuan
berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989).

Berikut definisi dan pengertian pendekatan saintifik:

1) Menurut Rusman (2015), pendekatan saintifik merupakan pendekatan


pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa secara luas
untuk melakukan eksplorasi dan elaborasi materi yang dipelajari, di
samping itu memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengaktualisasikan kemampuan melalui kegiatan pembelajaran yang
dirancang oleh guru.
2) Menurut Hosnan (2014), pendekatan saintifik adalah suatu proses
pembelajaran yang dirancang supaya peserta didik secara aktif
mengkonstruk konsep, hukum, atau prinsip melalui kegiatan mengamati,
merumuskan masalah, mengajukan/merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan, dan mengkomunikasikan.
3) Menurut Karar dan Yenice (2012), pendekatan saintifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara
aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan
mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data
dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan
mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.

4
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa
pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik aktif dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip
melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum
atau prinsip yang ditemukan. Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang
hasil belajar sebagai tahapan akhir, namun proses pembelajaran dipandang
sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran saintifik menekankan pada
keterampilan proses.

Pendekatan saintifik atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme


pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar mendapatkan pengetahuan atau
keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah
(Kemdikbud, 2013). Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua
jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses
pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah
sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu
tentang ‘mengapa’. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah pengetahuan
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu
tentang ‘apa’. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang
memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari
peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.

B. TUJUAN PENDEKATAN SAINTIFIK


Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan
pendekatan tersebut. Bebrapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik
sebagai berikut:

5
1. Untuk meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan
berfikir tingkat tinggi siswa.
2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematis.
3. Terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar
itu merupakan suatu kebutuhan.
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya
dalam menulis artikel ilmiah.
6. Untuk mengembangkan karakter siswa.
C. PRINSIP PENDEKATAN SAINTIFIK
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran sebagai
berikut:
1. Pembelajaran berpusat pada siswa.
2. Pembelajaran membentuk students self concept.
3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
4. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi
dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.
5. Pembelajarn mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berfikir
siswa.
6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi
mengajar guru.
7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi.
8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
D. Kriteria Pendekatan Saintifik
Berikut ini tujuh (7) kriteria sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan
sebagai pembelajaran saintifik (Hosman, 2014):
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata.

6
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas
dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang  
menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi
pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun
menarik sistem penyajiannya.

Proses pembelajaran yang mengimplementasikan pendekatan saintifik akan


menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan
keterampilan (psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang demikian maka
diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang terintegrasi (Hosman, 2014).

Selain itu, pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik


sebagai berikut (Hosman, 2014):

1. Berpusat pada siswa.


2. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengontruksi konsep, hukum
atau prinsip.
3. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berfikir tingkat tinggi siswa.
4. Dapat mengembangkan karakter siswa.

7
E. Langkah-Langkah Dalam Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-
langkah pendekatan ilmiah (saintifik appoach) dalam proses pembelajaran
meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan,
kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi,
dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan
mencipta (PPPPTK-SB Yogyakarta, 2013).
Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin
pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural.
Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap
menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau
sifat-sifat non-ilmiah. Adapun tahapan dari pendekatan saintifik dalam
pembelajaran yakni mengamati (observing), menanya (questioning),
mengasosiasi (associating), mencoba (experimenting), dan mengkomunikasikan
(networking) (Hosman, 2014).
a. Mengamati (observing)

Metode mengamati mengutamakan makna proses pembelajaran


(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan
tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat
bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses
pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati
dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud
Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui
kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru
memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang
penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang
diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

8
b. Menanya (questioning)

Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan


pertanyaan, pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang
konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep,
prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat
faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di
mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih
memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke
tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara
mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui
kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik (Hosman,
2014).

Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana


disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah
mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa
yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan
tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang diharapkan dalam
menanya adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu,
kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis
yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut


dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara.
Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah
informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas
mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca
sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian, aktivitas

9
wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Kompetensi yang
diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai
pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan
kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang
dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

c. Mengasosiasi (associating)

Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar” dalam


kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud
Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah
dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen
maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan
informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat
menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi
yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini
dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan
informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut.
Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur,
teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan
kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu


proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang
dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013
dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi
atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk
pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan
beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan
memori (PPPPTK-SB Yogyakarta, 2013).

d. Mencoba (experimenting)

10
Mencoba (experimenting) dimaksudkan untuk mengembangkan
berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema
atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2)
mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus
disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasilhasil
eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5)
mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6)
menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan
mengkomunikasikan hasil percobaan. Agar pelaksanaan percobaan dapat
berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan
eksperimen yang akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid
mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu
memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja
untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga
akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada
murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8)
Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila
dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. Kegiatan pembelajaran dengan
pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu,
persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen
atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini (PPPPTK-SB Yogyakarta,
2013).

1) Persiapan
 Menentapkan tujuan eksperimen
 Mempersiapkan alat atau bahan
 Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta
didikserta alat atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu
menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksperimen
atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi beberapa
kelompok secara paralel atau bergiliran.

11
 Memertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat
memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul
 Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan
dan tahapatahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk
hal-hal yang dilarang atau membahayakan
2) Pelaksanaan
 Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing
dan mengamati proses percobaan. Di sini guru harus
memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan
yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil dengan
baik.
 Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya
memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu
mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan
menghambat kegiatan pembelajaran.
3) Tindak lanjut
 Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru
 Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik
 Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil
eksperimen.
 Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang
ditemukan selama eksperimen.
 Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali
segala bahan dan alat yang digunakan.
e. Mengkomunikasikan (networking)

Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi kesempatan kepada


peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa
yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan
menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru
sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.

12
Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan
hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun kompetensi
yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur,
teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan
pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar.

F. Penerapan Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran


Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup: Kegiatan pendahuluan,
bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang
memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
Sebagai contoh ketika memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada
bersemangat dan gembira (mengucapkan salam), mengecek kehadiran para
siswa dan menanyakan ketidakhadiran siswa apabila ada yang tidak hadir.
Dalam metode saintifik tujuan utama kegiatan pendahuluan adalah
memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah dikuasai
yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh siswa.
Dalam kegiatan ini guru harus mengupayakan agar siswa yang belum paham
suatu konsep dapat memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang
mengalami kesalahan konsep, kesalahan tersebut dapat dihilangkan.
Kegiatan inti, merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran
atau dalam proses penguasaan pengalaman belajar (learning experience) siswa.
Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman
dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu
tertentu. Kegiatan inti dalam metode saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya
konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalaui
langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka.
Kegiatan penutup, ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi
terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua,
pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa.

13
G. Penilaian Dalam Pendekatan Saintifik
Penilaian autentik memiliki relevansi terhadap pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran sesuai tuntutan Kurikulum 2013 yang mampu menggambarkan
peningkatan hasil belajar peserta didik melalui 5 M. Mengamati, Menanya,
Mengumpulkan Informasi, Mengasosiasikan, dan Mengomunikasikan.
Penilaian autentik bertujuan untuk mengukur berbagai keterampilan dalam
berbagai konteks yang mencerminkan situasi di dunia nyata, Penilaian autentik
dalam implementasi kurikulum 2013 mengacu kepada penilaian kompetensi
sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” oleh peserta
didik dan jurnal, pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan,
keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta
didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes
praktek, projek,, dan penilaian portofolio.
Penilaian adalah rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis
dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga dapat menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan
Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah
dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Kunandar
(2013:36) mengemukakan bahwa “kurikulum 2013 mempertegas adanya
pergeseran dalam melakukan penilaian, yakni dari penilaian melalui tes
(berdasarkan hasil saja), menuju penilaian autentik (mengukur sikap,
keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil)”. Penilaian ini
mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam
rangka mengobservasi, menalar, mencoba, dan membangun jejaring. Penilaian
autentik dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian kelas melalui penilaian
kinerja, portofolio, produk, projek, tertulis, dan penilaian diri.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik
tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga
perubahan dalam melaksanakan penilaian. Paradigma lama, penilaian
pembelajaran lebih ditekankan pada hasil yang cenderung menilai kemampuan
aspek kognitif, dan kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes

14
seperti pilihan ganda, benar atau salah, menjodohkan yang telah gagal
mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes tersebut belum bisa
mengetahui gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar
sekolah atau masyarakat. Aspek afektif dan psikomotorik juga diabaikan. Dalam
pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya
ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup
seluruh aspek kepribadian siswa, seperti perkembangan moral, perkembangan
emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya.
Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi
juga mempertimbangkan segi proses (Suparno, 2005).
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik
mendatangkan problem bagi pendidik dalam proses pembelajaran dan penilaian.
Pendidik merasa kebingungan dalam proses penilaian yang dapat memberikan
gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta
didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat
dan juga serta bagaimana format penilaiannya. Makalah ini membahas tentang
penilaian otentik sebagai jawaban atas kebingungan pendidik dalam penilaian
sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006
tentang penilaian autentik (authentic asessment) dan Permendikbud Nomor 66
Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah
dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Kunandar
(2013:36) mengemukakan bahwa “kurikulum 2013 mempertegas adanya
pergeseran dalam melakukan penilaian, yakni dari penilaian melalui tes
(berdasarkan hasil saja), menuju penilaian autentik (mengukur sikap,
keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil)”. Penilaian ini
mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam
rangka mengobservasi, menalar, mencoba, dan membangun jejaring. Penilaian
autentik dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian kelas melalui penilaian
kinerja, portofolio, produk, projek, tertulis, dan penilaian diri.

15
Asesmen seharusnya didasarkan pada pengetahuan kita tentang belajar
dan tentang bagaimana kompetensi berkembang dalam materi pelajaran yang
kita ajarkan. Hal ini merupakan kebutuhan yang sangat jelas untuk membuat
suatu asesmen dimana pendidik dapat mempergunakannya untuk meningkatkan
kegiatan pendidikan dan mengawasi hasil belajar dan mengajar yang kompleks.

Beberapa penelitian ditemukan bahwa para guru mengajar untuk


memberikan keterampilan pada siswa untuk belajar dan mempraktekkan
bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya untuk tujuan
yang nyata dan jelas. Penilaian kinerja yang berkisar dari jawaban yang relative
pendek sampai pada proyek jangka panjang yang meminta para siswa untuk
memperagakan hasil kerjanya, dan hal ini membutuhkan peran serta pemikiran
tingkat tinggi siswa untuk menyatukan beberapa keterampilan yang berbeda-
beda.

Suatu sistem penilaian yang lengkap, semestinya terdapat keseimbangan


antara penilaian kinerja yang lebih pendek dan juga lebih panjang. Asesmen
dapat digunakan untuk melihat keberhasilan KBM yang dilakukan sebagai acuan
dalam membuat kegiatan/program baru dalam rangka mengembangkan
keterampilan dan pengetahuan para siswa dan juga para guru, juga sebagai
bahan petimbangan dalam membuat suatu kebijakan-kebijakan. Penilaian hasil
belajar yang dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan merupakan
penilaian internal (internal assessment), sedangkan penilaian yang
diselenggarakan oleh pemerintah merupakan penilaian eksternal (external
assessment).

Penilaian kelas merupakan penilaian internal yang dilaksanakan oleh


pendidik dalam hal ini guru di kelas atas nama satuan pendidikan untuk menilai
kompetensi peserta didik pada saat dan akhir pembelajaran. Sistem penilaian
hasil belajar yang diterapkan dalam kurikulum sekolah adalah sistem penilaian
otentik atau lebih dikenal dengan nama asesmen otentik. Penilaian otentik ini
harus dipahami secara mendalam oleh guru-guru mengingat bahwa setiap
pengukuran kompetensi peserta didik tidak cukup hanya dengan tes objektif
saja, karena tes tersebut tidak dapat menunjukkan seluruh kompetensi yang

16
dikuasai siswa. Penilaian otentik merupakan penilaian yang secara langsung
bermakna, dalam arti bahwa apa yang dinilai adalah merupakan sesuatu yang
benar-benar diperlukan siswa dalam kehidupan nyata sehari-hari.

1. Pengertian Asesmen Autentik

Asesmen autentik adalah suatu proses evaluasi yang melibatkan berbagai


bentuk pengukuran terhadap kinerja yang mencerminkan pembelajaran
siswa, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap pada aktifitas yang relevan dalam
pembelajaran (American Librabry Association, Dalam Syofiana, 2010).
Senada dengan pendapat tersebut, O’malley dan Pierce mengatakan bahwa
asesmen otentik adalah bentuk penilaian yang menunjukkan pembelajaran
siswa yang berupa pencapaian, motivasi, dan sikap yang relevan dalam
aktivitas kelas. Sedangkan menurut Newton Public Schools (Dalam
Syofiana, 2010) Asesmen otentik merupakan penilaian terhadap produk-
produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman
kehidupan nyata peserta didik. Berdasarkan beberapa pengertian tentang
asesmen autentik yang telah dikemukkan oleh para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa asesmen otentik merupakan suatu proses evaluasi yang
melibatkan berbagai bentuk pengukuran yang berupa produk-produk dan
kinerja yang mencerminkan pembelajaran siswa, pencapaian, prestasi,
motivasi, dan sikap-sikap. Penilaian autentik (Authentic Assessment) adalah
pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik
untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketika menerapkan
penilaian autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik,
guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan,
aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.

2. Ciri Penilaian Oleh Pendidik

Kegiatan pembelajaran selalu diakhiri dengan penilaian. Ciri penilaian


oleh pendidik yaitu; 1) Belajar Tuntas (mastery learning) . Peserta didik
tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu
menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik.
(John B. Carrol, A Model of School Learning).2) Otentik (telah diuraikan di

17
atas); 3) Berkesinambungan yaitu memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk Ulangan Harian, Ulangan
Tengah Semester, Ulangan Akhir Semester, dan Ulangan Kenaikan Kelas; 4)
Berdasar Acuan Kriteria/Patokan yaitu mengacu ukuran pencapaian
kompetensi/patokan yang ditetapkan. Prestasi kemampuan peserta didik
tidak dibandingkan dengan peserta kelompok, tetapi dengan kemampuan
yang dimiliki sebelumnya dan patokan yang ditetapkan; 5) Menggunakan
Berbagai Cara & Alat Penilaian yaitu : mengembangkan dan menyediakan
sistem pencatatan yang bervariasi.Menggunakan penilaian yang bervariasi:
Tertulis, Lisan, Produk, Portofolio, Unjuk Kerja, Proyek, Pengamatan, dan
Penilaian Diri.

3. Ciri Penilaian Autentik

Ciri penilaian autentik antara lain adalah: 1) Memandang penilaian dan


pembelajaran secara terpadu.;2) Mencerminkan masalah dunia nyata bukan
hanya dunia sekolah.; 3) Menggunakan berbagai cara dan kriteria; 4)
Holistik (kompetensi utuh merefleksikan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.

4. Jenis-Jenis Penilaian Autentik


a. Penilaian Kinerja
Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik,
khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat
melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur-
unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan
kriteria penyelesaiannya. Cara merekam hasil penilaian berbasis kinerja:
Daftar cek (checklist), Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative
records), Skala penilaian(rating scale), Memori atau ingatan (memory
approach).
b. Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian
terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut
periode/waktutertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa

18
investigasiyang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian
data.
Tiga hal yang perlu diperhatikan guru dalam penilaian proyek:1)
Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan
mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas
informasi yang diperoleh, dan menulis laporan; 2) Kesesuaian atau
relevansimateri pembelajaran dengan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik; 3)
Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan
oleh peserta didik.
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan
penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik
menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa
investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis,dan penyajian
data.
c. Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak
yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia
nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik
secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan
refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-
langkah seperti berikut ini.1) Guru menjelaskan secara ringkas esensi
penilaian portofolio; 2) Guru atau guru bersama peserta didik
menentukan jenisportofolioyang akandibuat; 3) Peserta didik, baik
sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
menyusun portofolio pembelajaran;4) Guru menghimpun dan
menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai, disertai
catatan tanggal pengumpulannya; 5) Guru menilai portofolio peserta
didik dengan kriteria tertentu; 6) Jika memungkinkan, guru bersama

19
peserta didik membahas bersama dokumen portofolio yang dihasilkan; 7)
Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian
portofolio.
d. Penilaian Tertulis
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik
mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi
yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin
bersifat komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.
Penilaian tertulis adalah penilaian yang menuntut peserta didik
memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan dan/atau isian. Penilaian
tertulis yang dikembangkan dalam penilaian otentik lebih ditekankan
pada penilaian tertulis yang jawabannya berupa isian dapat berbentuk
isian singkatdan/atau uraian. Soal dengan mensuplay jawaban terdiri dari
Isian atau melengkapi, Jawaban singkat atau pendek, dan Soal uraian.
Teknik penilaian tes tertulis uraian adalah alat penilaian yang menuntut
peserta didik untuk mengingat, memahami, mengorganisasikan gagasan
yang sudah dipelajari dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan
gagasan tersbut dalam bentuk uraian tulisan. Teknik ini dapat digunakan
untuk menilai berbagai jenis kemampuan, yaitu mengemukakan
pendapat, berpikir logis, kritis, sistematis dan menyimpulkan.

Penyusunan instrumen penilaian tertulis perlu


mempertimbangkan Substansi, misalnya kesesuaian butir soal dengan
indikator soal dan indikator pembelajaran; Konstruk, misalnya rumusan
soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas;Bahasa, misalnya rumusan
soal tidaak menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran
ganda. Soal bentuk uraian non-objektif tidak dapat diskor secara
objektif, karena jawaban yang dinilai dapat berupa opini atau pendapat
peserta didik sendiri, bukan berupa konsep kunci yang sudah pasti.
Pedoman penilaiannya berupa kriteria-kriteria jawaban. Setiap kriteria
jawaban diberi rentang skor tertentu, misalnya 0 – 5. Tidak ada jawaban

20
untuk suatu kriteria diberi skor 0. Besar- kecilnya skor yang diperoleh
peserta didik untuk suatu kriteria ditentukan berdasarkan tingkat
kesempurnaan jawaban.

e. Penilaian Lisan

Tes lisan yakni tes yang pelaksanaannya dilakukan


denganmengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan
pesertadidik Penilaian lisan sering digunakan oleh pendidik di kelas
untuk menilai peserta didik dengan cara memberikan beberapa
pertanyaan secara lisan dan dijawab oleh peserta didik secara lisan juga.

Pertanyaan lisan merupakan variasi dari tes uraian. Penilaian ini


sering digunakan pada ujian akhir mata pelajaran agama dan sosial.
Kelebihan penilaian ini antara lain: memberikan kesempatan kepada
pendidik dan peserta didik untuk menentukan sampai seberapa baik
pendidik atau peserta didik dapat menyimpulkan atau mengekspresikan
dirinya, peserta didik tidak terlalu tergantung untuk memilih jawaban
tetapi memberikan jawaban yang benar, peserta didik dapat memberikan
respon dengan bebas. Penilaian lisan bertujuan untuk mengungkapkan
sebanyak mungkin pegetahuan dan pemahaman peserta didik tentang
materi yang diuji. Sedangkan kelemahan tes lisan antara lain
subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes dan waktu pelaksanaan
yang diperlukan relatif cukup lama.

Penilaian lisan dapat dilakukan dengan dengan teknik sebagai


berikut: 1) Sebelum dilaksanakan tes lisan, pendidik sudah melakukan
inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada peserta didik,
sehingga dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi dan baik dari
segi isi maupun konstruksinya; 2) Siapkan pedoman dan ancar-ancar
jawaban bentuknya, agar mempunyai kriteria pasti dalam penskoran dan
tidak terkecok dengan jawaban yang panjang lebar dan berbelit-belit; 3)
Skor ditentukan saat masing-masing peserta didik selesai dites, agar
pemberian skor atau nilai yang diberikan tidak dipengaruhi oleh jawaban
yang diberikan oleh peserta didik yang lain; 4) Tes yang diberikan

21
hendaknya tidak menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi
diskusi; 5) Untuk menegakan obyektivitas dan prinsip keadilan, Pendidik
tidak diperkenankan memberikan angin segar atau memancing dengan
kata-kata atau kode tertentu yang bersifat menolong peserta didik dengan
aalasan kasihan atau rasa simpati; 6) Tes lisan harus berlangsung secara
wajar. Artinya jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup atau panik
di kalangan peserta didik;7) Pendidik mempunyai pedoman waktu bagi
peserta didik dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan pada tes lisan;8)
Pertanyaan yang diajukan hendaknya bervariasi, dalam arti bahwa
sekalipun inti persoalan yang ditanyakan sama, namun cara pengajuan
pertanyaannya dibuat berlainana atau beragam; 9) Pelaksanaan tes
dilakukan secara individual (satu demi satu), agar tidak mempengaruhi
mental peserta didik yang lainnya.

f. Penilaian Praktek

Penilaian Praktek dilakukan dengan cara mengamati kegiatan


peserta didik dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Penilaian ini
cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi atau indikator
keberhasilan yang menurut peserta didik menunjukkan unjuk kerja,
misalnya bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca
puisi, menggunkan peralatan laboratorium, mengoperasikan komputer.

Penilaian praktek perlu mempertimbangkan: langkah-langkah


kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk menunjukkan
kinerja dari suatu kompetensi, kelengkapan dan ketepatan aspek yang
akan dinilai dalam kinerja tersebut, kemampuan khusus yang diperlukan
untuk menyelesaikan tugas, upayakan kemampuan yang akan dinilai
tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati, dan kemampuan
yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati.

Teknik Penilaian Praktek dibagi dua macam, yaitu daftar cek dan
skala rentang. Daftar Cek Pada penilaian praktek yang menggunakan
daftar cek (ya – tidak), peserta didik mendapat nilai apabila kriteria
penguasaaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai. Kelemahan

22
teknik penilaian ini ialah penilai hanya mempunyai dua pilihandan tidak
menpunyai nilai tengah. Misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat
diamati. Sedangkan Skala Rentang pada penilaian unjuk kerja
memungkinkan penilai memberikan skor tengah terhadap penguasaan
kompetensi tertentu. Karena pemberian nilai secara kontinuum di mana
pilihan kategori nilai lebih dari dua, misalnya sangat kompeten –
kompeten – tidak kompeten.- sangat tidak kompeten. Penilaian skala
rentang sebaiknya dilakukan oleh lebih dari satu orang agar faktor
sujektivitas dapat diperkecil dan hasil penilaian lebih akurat.

5. Penilaian Autentik Dan Tuntutan Kurikulum 2013


Tuntutan kurikulum 2013 untuk penilaiannya antara lain yaitu : 1)
Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran; 2) Penilaian tersebut mampu menggambarkan peningkatan
hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar,
mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain; 3) Penilaian autentik cenderung
fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta
didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih
autentik; 4) Penilaiana autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik
terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk
mata pelajaran yang sesuai; 5) Penilaian autentik sering dikontradiksikan
dengan penilaian yang menggunakan standar tes berbasis norma, pilihan
ganda, benar-salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat; 6)
Penilaian autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru
bekerja sama dengan peserta didik; 7) Pelibatan siswa sangat penting.
Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika
mereka tahu akan dinilai; 8) Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan
mengevaluasi kinerja mereka sendiri untuk meningkatkan pemahaman yang
lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan
belajar yang lebih tinggi; 9) Penilaian autentik guru menerapkan kriteria
yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan
pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah; 10) Penilaian autentik
mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar,

23
motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar, karena
penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta
didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja; 11) Penilaian autentik
sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik,
karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar
bagaimana belajar tentang subjek; 12) Penilaian autentik harus mampu
menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau
belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan
pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu
menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya.Atas dasar itu, guru dapat
mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi
apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.

24
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pendekatan saintifik atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme
pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar mendapatkan pengetahuan atau
keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah.
2. Tujuan pendekatan saintifik yaitu:
(1) Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan
berfikir tingkat tinggi siswa.
(2) Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematik.
(3) Terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa
belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
(4) Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
(5) Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya
dalam menulis artikel ilmiah.
(6) Untuk mengembangkan karakter siswa.
3. Prinsip pendekatan saintifik adalah:
(1) Pembelajaran berpusat pada siswa.

25
(2) Pembelajaran membentuk students self concept.
(3) Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
(4) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.
(5) Pembelajarn mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berfikir
siswa.
(6) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi
mengajar guru.
(7) Memberiakan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan
dalam komunikasi.
(8) Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
4. Kriteria pendekatan saintifik adalah:
(1) Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau
fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran
tertentu.
(2) Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-
peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran
subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
(3) Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,
analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan
masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
(4) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir
hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu
dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.
(5) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan
objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
(6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggung-jawabkan.
(7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan
menarik sistem penyajiannya.

26
5. Langkah-langkah pendekatan saintifik adalah sebagai berikut :
(1) Observing (mengamati)
(2) Questioning (menanya)
(3) Associating (menalar)
(4) Experimenting (mencoba)
(5) Networking (membentuk jejaring)
6. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran adalah:
(1) Kegiatan pendahuluan, bertujuan untuk memantapkan pemahaman
siswa terhadap konsep-konsep yang telah dikuasai yang berkaitan
dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh siswa.
(2) Kegiatan inti,ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau
prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalaui langkah-
langkah kegiatan yang diberikan di muka.
(3) Kegiatan penutup, ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi
terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh
siswa. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa.

7. Penilaian pendekatan saintifik adalah dengan penilaian autentik


(kinerja,proyek,portofolio,praktikum,tes lisan,tes tulis)

27
DAFTAR PUSTAKA

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21.

Bogor: Ghalia Indonesia

28
Karar, E. E. dan Yenice, N. 2012. The Investigation Of Scientific Process Skill Level Of

Elementary Education 8th Grade Students In View Of Demographic Features.

Procedia Social and Behavioral Sciences

Kemdikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam

Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta :Kemdikbud

Kemdikbud. 2013. Kompetensi Dasar Matematika SMP/MTs. Jakarta :Kemdikbud

Kemdikbud. 2013. Pembelajaran Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika

(Peminatan) Melalui Pendekatan Saintifik. Jakarta: Kemdikbud

Kemdikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:

Kemdikbud

Kemdikbud. 2013. Pendekatan Saintifik (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta:

Pusbangprodik.

Mimin, Haryati. 2010. Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan.

Jakarta: Gaung Persada Press

Rusman. 2015. Pembelajaran Tematik Terpadu. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Wadsworth, Barry J., 1984. Piaget’s Theory of Cognitive and Affective Development

(3rd edition). NY: Longman Inc.

29

Anda mungkin juga menyukai