Sensitivitas Moral
Sensitivitas masyarakat meningkat karena kurangnya kejujuran dan perbedaan dalam
perlakuan adil kepada individu dan kelompok yang terjadi di lingkungan bisnis. Sehingga
banyak masyarakat atau publik yang memberikan tekanan untuk kejujuran lebih dan
kesetaraan. Keinginan untuk mencapai kesetaraan dalam pekerjaan telah menghasilkan
undang-undang, peraturan, kepatuhan kondisi dalam kontrak, dan program tindakan
afirmatif dalam perusahaan. Program-program kesetaraan upah muncul untuk
menyesuaikan kesenjangan yang ada antara skala gaji untuk pria dan wanita. Undang-
undang perlindungan konsumen diperketat dari filosofi lama “pembeli waspada” berubah
menjadi “vendor waspada”. Dan untuk karyawan dilakukan tes narkoba untuk
meminimalkan kemungkinan temuan palsu pada hasil tes. Semua contoh diatas adalah
tekanan publik yang telah membawa perubahan kelembagaan melalui legislatif atau
pengadilan untuk kejujuran yang lebih dan kesetaraan, serta berkurangnya diskriminasi.
Sensitivitas moral juga terlihat pada isu-isu internasional dan domestik. Kampanye
untuk memboikot pembelian dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penggunaan
tenaga kerja anak atau mempekerjakan tenaga kerja dengan upah yang rendah di negara-
negara asing merupakan kesaksian yang cukup atas sensitivitas moral. Hal tersebut telah
menghasilkan terciptanya kode etik praktik untuk para pemasok dan mekanisme-mekanisme
untuk memastikan bahwa kode etik tersebut dipatuhi.
Akuntabilitas
Munculnya interes pemangku kepentingan, akuntabilitas, serta krisis keuangan telah
meningkatkan keinginan untuk membuat laporan (kinerja perusahaan) yang lebih relevan
dengan berbagai interes dari pemangku kepentingan. Laporan juga dibuat lebih transparan
dan lebih akurat dibandingkan dengan laporan di masa lalu.