Anda di halaman 1dari 9

HARAPAN ETIKA

Etika Lingkungan untuk Bisnis : Pertarungan Kredibilitas, Reputasi, dan Keunggulan


Kompetitif
Dalam dunia bisnis, banyak orang yang mempunyai interes atau minat dalam bisnis.
Terdapat istilah pemangku kepentingan dalam dunia bisnis, diantaranya yaitu pemegang
saham, karyawan, pelanggan, kreditur, pemasok, pemerintah, masyarakat lokal, dan aktivis.
Usaha dalam bisnis dapat dicapai tujuannya melalui dukungan dari pemanku kepentingan
tersebut. Dukungan sebuah bisnis bergantung pada kredibilitas yang ditempatkan pemangku
kepentingan dalam komitmen perusahaan, reputasi perusahaan, dan kekuatan daya saingnya.
Dalam menentukan pendirian etika dan keberhasilan perusahaan dalam bisnis tergantung dari
penghormatan terhadap nilai-nilai dan interes pemangku kepentingan.
Bisnis perusahaan akan dikatakan berhasil jika dapat mempengaruhi harapan publik.
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi harapan publik untuk perilaku bisnis, yaitu :
1. Fisik : Kualitas udara dan air, keselamatan
2. Moral : Keinginan untuk keadilan dan kesetaraan di rumah dan
luar negeri
3. Penilaian yang buruk : Kesalahan operasi, kompensasi eksekutif
4. Aktivis pemangku kepentingan : Etika investor, konsumen, ahli lingkungan hidup
5. Ekonomi : Kelemahan, tekanan untuk bertahan hidup, untuk
Memalsukan
6. Persaingan : Tekanan global
7. Penyimpangan keuangan : Banyak skandal, korban, keserakahan
8. Kegagalan tata kelola : Pengakuan bahwa tata kelola dan penilaian risiko
etika merupakan suatu hal yang penting
9. Akuntabilitas : Keinginan untuk transparansi
10. Sinergi : Publisitas, perubahan sukses
11. Penguatan hukum kelembagaan: Peraturan baru

Faktor-faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut :


Masalah Lingkungan
Masalah yang muncul dalam hal bisnis adalah polusi udara, hujan asam, disipasi, dan
pencemaran air. Polusi udara membuat kekhawatiran masyarakat muncul karena dengan
adanya polusi udara yang dihasilkan oleh perusahaan yang memiliki cerobong asap dan
knalpot pembuangan, menyebabkan iritasi dan gangguan pernapasan. Oleh karena itu,
penduduk sekitar menjadi marah karena keadaan tersebut.
Selain polusi udara, ada dua hal terkait dengan polusi udara yang menjadi kekhawatiran.
Hal tersebut adalah hujan asam yang menetralkan danau dan menggugurkan dedaunan, dan
disipati atau menipisnya lapisan lapisan ozon. Dengan adanya masalah tersebut, banyak
pertanyaan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan yang
sedang terjadi. Akan tetapi banyak penduduk sekitar kejadian yang menuntut tanggung
jawab tersebut terhadap perusahaan yang terkait.
Pencemaran air juga salah satu yang diakui sebagai permasalahan lingkungan. Dengan
adanya banyak masalah lingkungan yang terjadi, di Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada
diberlakukan tindakan perlindungan lingkungan dengan memberikan denda sebesar $1-2
juta per hari untuk perusahaan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.

Sensitivitas Moral
Sensitivitas masyarakat meningkat karena kurangnya kejujuran dan perbedaan dalam
perlakuan adil kepada individu dan kelompok yang terjadi di lingkungan bisnis. Sehingga
banyak masyarakat atau publik yang memberikan tekanan untuk kejujuran lebih dan
kesetaraan. Keinginan untuk mencapai kesetaraan dalam pekerjaan telah menghasilkan
undang-undang, peraturan, kepatuhan kondisi dalam kontrak, dan program tindakan
afirmatif dalam perusahaan. Program-program kesetaraan upah muncul untuk
menyesuaikan kesenjangan yang ada antara skala gaji untuk pria dan wanita. Undang-
undang perlindungan konsumen diperketat dari filosofi lama “pembeli waspada” berubah
menjadi “vendor waspada”. Dan untuk karyawan dilakukan tes narkoba untuk
meminimalkan kemungkinan temuan palsu pada hasil tes. Semua contoh diatas adalah
tekanan publik yang telah membawa perubahan kelembagaan melalui legislatif atau
pengadilan untuk kejujuran yang lebih dan kesetaraan, serta berkurangnya diskriminasi.
Sensitivitas moral juga terlihat pada isu-isu internasional dan domestik. Kampanye
untuk memboikot pembelian dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penggunaan
tenaga kerja anak atau mempekerjakan tenaga kerja dengan upah yang rendah di negara-
negara asing merupakan kesaksian yang cukup atas sensitivitas moral. Hal tersebut telah
menghasilkan terciptanya kode etik praktik untuk para pemasok dan mekanisme-mekanisme
untuk memastikan bahwa kode etik tersebut dipatuhi.

Penilaian yang Buruk dan Aktivis Pemangku Kepentingan


Para direktur, eksekutif, dan manajer adalah manusia, mereka juga dapat membuat
kesalahan. Akan tetapi, terkadang masyarakat tersinggung pada kesalahan yang dibuat oleh
direktur, manajer, sehingga mengakibatkan penilaian yang buruk serta mengambil tindakan
untuk membuat direktur dan manajemen menyadari bahwa masyarakat tidak
menyetujuinya. Aktivis pemangku kepentingan jelas mampu memberikan perbedaan dengan
membuat hal yang dianggap orang adalah untuk yang terbaik.
Dua jenis aktivis lain juga memberikan pernyataan yaitu etika konsumen dan etika
investor. Etika konsumen tersebut memberikan perhatian pada pembelian barang dan jasa
dalam tata krama etika yang dapat diterima. Etika konsumen dapat memilih antara peringkat
perusahaan, afiliasi, atau pemasok pada dimensi kinerja yang berbeda. Sedangkan untuk
etika investor berpandangan bahwa investasi yang dilakukan tidak hanya membuat
hasil(pengembalian/laba) yang memadai, tetapi harus dilakukan dengan cara yang etis.
Seperti berinvestasi pada perusahaan yang sudah disaring oleh layanan konsultasi etika dari
perusahaan yang terlibat dalam kegiatan yang berbahaya.

Ekonomi dan Tekanan-tekanan Kompetitif


Selain faktor yang sudah diuraikan, terdapat hal yang mendasar atau faktor sekunder
yang memengaruhi harapan publik atau masyarakat yaitu laju aktivitas ekonomi, tekanan
pertumbuhan dari pesaing global dan dorongan untuk meningkatkan teknologi, serta
perkembangan pasar global yang telah mendorong produksi dan sumber produksi. Laju
aktivitas ekonomi yang melambat menempatkan perusahaan dan individu dalam posisi harus
bergulat dengan tidak adanya pertumbuhan atau skenario penyusutan volume, bukannya
ekspansi yang telah menjadi norma dalam keadaan bisnis.
Dengan adanya tekanan pertumbuhan dan dorongan peningkatan teknologi akan
menghabiskan biaya dan mengakibatkan margin keuntungan menyusut. Tidak adanya
pertumbuhan dan penyusutan margin keuntungan menyebabkan perampingan untuk
mempertahankan profitabilitas secara keseluruhan dan tingkat ketertarikan bagi pasar
modal. Dorongan produk dan sumber produk dilihat dari restrukturisasi yang menjadi
pendorong produktivitas dan memungkinkan biaya yang lebih rendah dengan tarif yang lebih
rendah dari pekerjaan domestik. Sehingga tekanan pada individu untuk mempertahankan
pekerjaannya terjadi karena dorongan tersebut.

Skandal Keuangan: Jurang Harapan dan Jurang Kredibilitas


Keadaaan perusahaan yang mengalami krisis keuangan dan kebangkrutan menjadikan
masyarakat ragu dan menjadi sinis terhadap integritas keuangan perusahaan, sehingga
terciptalah istilah jurang harapan yang menggambarkan perbedaan antara apa yang
dipikirkan oleh masyarakat tentang apa yang bisa didapatkan dari laporan keuangan yang
telah diaudit dan apa yang sebenarnya masyarakat dapatkan.
Secara lebih luas, penyimpangan keuangan yang berkelanjutan telah menimbulkan krisis
kepercayaan terhadap pelaporan tata kelola perusahaan. Kurangnya kredibilitas telah
menyebar dari pelayanan keuangan untuk mencakup bidang lain dari aktivitas perusahaan
dan telah dikenal sebagai jurang kredibilitas. Dengan adanya masalah tersebut dibuatlah
undang-undang yang mengusung reformasi tata kelola perusahaan dan profesi akuntansi.

Kegagalan Tata Kelola dan Penilaian Risiko


Direktur perusahaan diharapkan untuk memastikan bahwa perusahaan telah bertindak demi
interes investor dalam rentang aktivitas yang dianggap cocok oleh masyarakat di mana mereka
beroperasi. Masyarakat akan muak dengan direktur atau eksekutif atau bagian lainnya jika mereka
memperkaya diri sendiri dengan biaya masyarakat. Jika mereka melakukannya maka mereka
membuktikan bahwa direktur dan eksekuti tiak mengindentifikasi, menilai, dan mengelola risiko etika
dengan cara yang sama atau pemahaman mereka untuk risiko bisnis lainnya. Dengan begitu
reformasi tata kelola dianggap perlu untuk melindungi kepentingan umum. Di mana direktur
diharapkan untuk menilai dan memastikan bahwa risiko yang dihadapi oleh perusahaan mereka telah
dikelola dengan baik.

Peningkatan Akuntabilitas yang Diinginkan


Kurangnya kepercayaan dalam proses kegiatan perusahaan melahirkan keinginan untuk
meningkatkan akuntabilitas pada pihak investor dan terutama oleh para pemangku kepentingan
lainnya. Peningkatan tersebut dilakukan dengan menerbitkan informasi lebih lanjut dan laporan
bebas tentang kinerja perusahaan, termsuk subjek/topik, seperti lingkungan, kesehatan dan
keselamatan, filantropi serta dampak sosial lainnya. Tren tersebut jelas menuju kearah peningkatan
laporan nonfinansial, yang sesuai dengan harapan masyarakat.

Sinergi di Antara Faktor-faktor dan Penguatan Kelembagaan


Hubungan di antara faktor-faktor yang memengaruhi ekspektasi masyarakat atas etika kinerja
telah diidentikasi, tetapi tidak diketahui sejauh mana hubungan tersebut saling memperkuat satu
sama lain dan menambah keinginan masyarakat untuk bertindak. Dari faktor-faktor yang muncul,
mengakibatkan perusahaan dapat mengontrol perilaku perusahaan yang tidak etis. Selain itu,
perusahaan dapat mengubah praktik mereka atau meningkatkan struktur tata kelolanya untuk
memastikan proses pengambilan keputusan di masa depan dilakukan dengan lebih sehat. Faktor-
faktor tersebut membuat kelembagaan semakin kuat karena dengan adanya masalah yang muncul
maka kelembagaan akan lebih ketat dalam menangani masalah dan memberikan undang-undang
yang lebih mengikat agar perubahan dalam lingkungan bisnis terjadi dan menjadi semakin baik.

Harapan Baru untuk Bisnis


Mandat Baru untuk Bisnis
Sebuah evolusi dalam mandate bisnis yaitu bisnis ada untuk melayani masyarakat,
bukan sebaliknya. Terdapat tiga masalah penting dalam bisnis yaitu
(1) Deviasi dari laba hanya fokus tidak berarti bahwa keuntungan akan jatuh –pada
kenyataannya, laba akan naik,
(2) Keuntungan sekarang diakui sebagai sebuah ukuran kinerja perusahaan yang tidak
lengkap dan, oleh karena itu, tidak akaurat untuk mengukur alokasi sumber daya, dan
(3) Friedman mengharapkan secara eksplisit bahwa kinerja akan berada dalam hukum dan
etika kebiasaan.
Pertama, sebuah penilitian menunjukkan bahwa laba jangka pendek meningkat serta
menurun ketika tujuan sosial diperhitungkan oleh eksekutif. Dan untuk dua perspektif jangka
panjang dapat memperkuat kasus, di mana sasaran sosial dan laba dapat dikombinasikan
secara menguntungkan. Sehingga, kesehatan masyarakat dan bisnis di dalamnya saling
bergantungan satu sama lain, tetapi juga mempertaruhkan profitabilitas pelaksanaan
struktur multiobjektif.
Kedua, biaya yang dikenal sebagai biaya ekternalitas tidak sepenuhnya dimasukkan dalam
perhitungan laba tahun bagi perusahaan yang mencemari lingkungan berdasarkan prinsip
akuntansi yang berlaku secara umum.
Akhirnya, keuntungan harus diperoleh berdasarkan undang-undang dan etika kebiasaan
masyarakat.
Keberhasilan masa depan perusahaan akan bergantung pada sejauh mana bisnis dapat
menyeimbangkan keuntungan dan interes pemangku kepentingan lainnya. Mandate bisnis
berubah menjadi penilaian keberhasilan masa depan perusahaan akan dilakukan
berdasarkan kerangka kerja berorientasi pemangku kepentingan yang luas, termasuk apa
yang telah dicapai dan bagaimana mencapainya.

Tata Kelola dan Kerangka Kerja Akuntabilitas yang Baru


Perusahaan-perusahaan sukses akan dilayani dengan sangat baik oleh mekanisme tata
kelola dan akuntabilitas yang berfokus pada sebuah kumpulan hubungan fidusia yang
berbeda dan lebih luas dibandingkan dengan masa lalu. Kesetiaan direktur dan eksekutif
harus mencerminkan interes pemangku kepentingan, terkait dengan sasaran, proses, dan
hasil. Tujuan dan proses tata kelola harus mengarahkan perhatian kepada perspektif baru.
Begitupun dengan kerangka akuntabilitas modern harus mencakup laporan-laporan yang
berfokus pada perspektif baru.

Peranan Fidusia yang Diperkuat bagi Akuntan Profesional


Para akuntan profesional diharapkan untuk memberikan laporan kinerja perusahaan
yang dapat dipercaya dengan mempersiapkan atau mengaudit laporan tersebut dan
memfokuskan loyalitas utama mereka pada kepentingan umum dan mengadopsi prinsip-
prinsip, seperti kebebasan penilaian, objektivitas, dan integritas yang melindungi
kepentingan umum.

Tanggapan dan Perkembangan


Kemunculan Model-model Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemangku Kepentingan
Reaksi awal perusahaan terhadap etika lingkungan yang lebih menuntut adalah
keinginan untuk mengetahui bagaimana aktivitas etisnya mereka, kemudian mencoba untuk
mengelola tindakan karyawan mereka dengan mengembangkan kode etik. Setelah
menerapkan kode etik, keinginan selanjutnya adalah untuk memantau kegiatan sehubungan
dengan hal itu dan untuk melaporkan perilaku itu, awalnya secara internal kemudian
eksternal.
Keinginan untuk mengetahui tentang kesesuaian aktivitas mereka menyebabkan banyak
perusahaan melakukan inventarisasi dampak signifikan pada berbagai aspek masyarakat
untuk mengidentifikasi isu, kebijakan, produk, atau program spesifik yang paling bermasalah
dan, oleh karena itu, diperlukan perhatian perbaikan yang paling awal. Sedangkan
mengembangkan kode etik itu tidak mudah, biasanya harus diasah melalui beberapa revisi.
Kode etik itu nanti akan menjadi batu ujian untuk pedoman yang etis dari karyawan di masa
mendatang. Selain penggunaan kode etik, perusahaan melakukan cara untuk menanamkan
etika dalam perusahaan yaitu dengan memberikan pelatihan umum dan pelatihan untuk
menanamkan kerangka keputusan yang dirancang untuk menghasilkan keputusan etika yang
baik.
Struktur tata kelola dari perusahaan-perusahaan besar telah berfokus pada
menghasilkan laba menjadi fokus secara serius pada bagaimana laba dibuat. Direktur
berfungsi untuk memberikan kesadaran sosial perusahaan mereka, serta bertanggung jawab
untuk mengembangkan dan memelihara etika budaya di perusahaan mereka, yang cukup
untuk mendukung sistem pengendalian internal yang memadai. Etika yang memadai untuk
sistem pengendalian internal membuat laporan keuangan dari perusahaan bervariasi tingkat
akurasinya.
Akuntabilitas pemangku kepentingan mungkin tidak memiliki klaim hukum pada
perusahaan, tetapi mereka dapat memengaruhi keuntungan jangka pendek dan jangka
panjang. Akibatnya, jika perusahaan ingin mencapai tujuan strategis secara optimal, interes
para pemangku kepentingan harus diperhitungkan saat manajemen membuat keputusan.

Manajemen Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Risiko


Para direktur, eksekutif, manajer, dan karyawan lainnya harus memahami sifat dari
interes pemangku kepentingan dan nilai-nilai yang mendukungnya untuk menggabungkan
inters pemangku kepentingan ke dalam kebijakan, strategi, dan operasional perusahaan.
Hypernorms adalah nilai yang hamper secara universal dihormati oleh kelompok-kelompok
pemangku kepentingan. Relevansi dari enam hypernorms –kejujuran, keadilan, kasih saying,
integritas, keterprediksian, tanggung jawab– sangat signifikan bagi keberhasilan masa depan
perusahaan. Akibatnya, mereka harus dibangun menjadi sebuah kode etik, kebijakan,
strategi, dan kegiatan sebuah perusahaan dalam upaya untuk memastikan bahwa interes
banyak kelompok pemangku kepentingan dihormati, dan bahwa reputasi perusahaan akan
menghasilkan dukungan maksimal.
Reputasi dari perusahaan ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah keandalan,
kredibilitas, tanggung jawab, dan sifat dapat dipercaya. Risiko juga menjadi bagian yang
terbukti sangat penting bagi reputasi dan keberlangsungan perusahaan. Mengabaikan
risiko-risiko etika ini akan membahayakan nasib perusahaan.

Akuntabilitas
Munculnya interes pemangku kepentingan, akuntabilitas, serta krisis keuangan telah
meningkatkan keinginan untuk membuat laporan (kinerja perusahaan) yang lebih relevan
dengan berbagai interes dari pemangku kepentingan. Laporan juga dibuat lebih transparan
dan lebih akurat dibandingkan dengan laporan di masa lalu.

Etika Perilaku dan Perkembangan dalam Etika Bisnis


Konsep dan istilah yang dikembangkan untuk memfasilitasi pemahaman akan evolusi yang
terjadi dalam akuntabilitas bisnis dan dalam pembuatan keputusan etika:
a. Pendekatan Filosofis untuk Etika Perilaku
Dalam pengertian bisnis dari filsuf Yunani, Aristoteles, direktur, eksekutif, dan akuntan
harus menunjukkan integritas dalam semua urusan bisnis mereka; mereka harus
menghormati syarat-syarat kontrak; setia kepada karyawan, pelanggan, dan pemasok;
memiliki keberanian untuk jujur dan transparan ketika berhubungan dengan para
pemangku kepentingan yang relevan; jujur ketika memberikan penjelasan tentang
perilaku bisnis yang baik dan buruk.
Filsuf Jerman, Immanuel Kant, berpendapat bahwa orang-orang beretika ketika mereka
tidak memanfaatkan orang lain demi kesejahteraannya, dan ketika mereka tidak
bertindak dengan cara yang munafik dala menuntut perilaku tingkat tinggi dari orang
lain, sementara membuat pengecualian bagi diri mereka sendiri.
Dalam pengertian bisnis dari filsuf Inggris, John Stuart Mill, tujuan bisnis adalah untuk
berkontribusi dalam meningkatkan keuntungan fisik dan/atau psikologis masyarakat.
Bisnis bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi kebaikan masyarakat. Bisnis
melakukannya dengan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Dalam pengertian bisnis dari filsuf Amerika, John Rawls, bisnis bertindak secara etis
ketika mereka tidak memiliki diskriminasi harga dan sistem perekrutan. Tidak seharusnya
pula bisnis menyediakan barang dan jasa untuk satu segmen masyarakat dengan
mengorbankan segmen masyarakat lainnya.
b. Konsep dan Persyaratan Etika Bisnis
Dua perkembangan yang berguna untuk dalam memahami etika bisnis adalah konsep
pemangku kepentingan dan suatu konsep dari kontrak sosial perusahaan.
Meskipun pemangku kepentingan tidak memiliki klaim hukum pada perusahaan, tetapi
mereka memiliki kapasitas yang sangat nyata untuk memengaruhi perusahaan dengan
baik atau tidak baik. Kepentingan dari pemangku kepentingan dengan pengaruh dalam
bisnis atau dampaknya harus dipertimbangkan dalam perencanaan perusahaan dan
pengambilan keputusan, itulah yang dimaksud konsep pemangku kepentingan.
Hubungan antara perusahaan dan para pemangku kepentingannya secara perlahan telah
berkembang /meluas. Untuk akuntabilitas perusahaan telah diperluas hanya untuk
melampaui pemegang saham untuk merangkul realitas pemangku kepentingan, dan
mandate perusahaan telah berevolusi untuk menghormati interes dari pemangku
kepentingan, sehingga memperoleh dukungan mereka. Keuntungan harus dihasilkan
tetapi tidak merugikan masyarakat dan sebaiknya dengan cara yang mendukung
komunitas masyarakat. Hubungan antara perusahaan dan masyarakat telah dikenal
dalam suatu konsep sebagai kontrak sosial perusahaan.
c. Pendekatan untuk Pengambilan Keputusan Etis.
Perkembangan pengambilan keputusan etis yang menggabungkan kedua pendekatan
filosofis dan teknik praktis, seperti analisis dampak pemangku kepentingan. Tiga
pendekatan filosofis dasar yang harus dipahami oleh pengambilan keputusan yaitu
konsekuensialisme, deontologi, dan etika kebajikan.
Pada pendekatan konsekuensialisme mensyaratkan bahwa sebuah keputusan yang etis
memiliki konsekuensi yang baik; deontologi mensyaratkan bahwa tindakan yang etis
bergantung pada tugas, hak, dan keadilan yang terlibat, serta etika kebajikan
menganggap sebuah tindakan tergolong tindakan yang etis jika menunjukkan kebajikan
yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan.
Pendekatan analisis praktis pertama, dikenal sebagai Modified Five Question Approach
(Pendekatan Lima Pertanyaan Termodifikasi) yang menantang setiap tantangan
kebijakan yang diusulkan atau tindakan dengan lima pertanyaan yang dirancang untuk
menilai proposal pada skala berikut: profitabilitas, legalitas, kejujuran, dampak pada hak
masing-masing pemangku kepentingan, dan pada lingkungan secara khusus, serta
demonstrasi kebajikan yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan.
Pendekatan lain Modified Moral Standards Approach (Pendekatan Standar Moral
Termodifikasi), berfokus pada empat dimensi dampak dari tindakan yang disusulkan: (1)
apakah memberikan manfaat bersih untuk masyarakat; (2) apakah adil bagi semua
pemangku kepentingan; (3) apakah tindakan yang benar; dan (4) apakah hal ini
menunjukkan kebajikan yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan.
Pendekatan terakhir mengenai analisis dampak pemangku kepentingan adalah Modified
Pastin Approach (Pendekatan pastin Termodifikasi), yang memperluas Moral Standards
Approach dengan mempertimbangkan secara khusus budaya di dalam perusahaan dan
apa yang dikenal sebagai permasalahan umum. Setiap keputusan yang diusulkan
dievaluasi dalam perbandingannya dengan aturan-aturan dasar perusahaan; manfaat
bersih yang dihasilkan; apakah menyinggung hak-hak pemangku kepentingan mana pun
dan memerlukan aturan untuk menyelesaikan konflik; dan akhirnya , apakah melanggar
yang tampaknya merupakan hak milik semua orang.

Anda mungkin juga menyukai