Oleh:
Erni Rukmana I151140221
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
i
Manajemen Program Pangan dan Gizi
PENDAHULUAN
Kondisi ketahanan pangan dengan status gizi masyarakat sangat terkait satu sama lain.
Keterkaitan tersebut dilihat dari indikator MDGs yaitu menurunnya prevalensi gizi kurang
pada anak balita dan menurunnya jumlah penduduk defisit energi atau kelaparan.
Masalah pangan dan gizi merupakan masalah yang sangat kompleks dan penyebab
dari masalah tersebut multifaktor dan multidimensi, seperti keterkaitan gizi terhadap hasil
produksi pangan, ketersediaan, harga, dan ekspor-impor pangan, rawan pangan, kemiskinan,
(UNICEFF, 1998). Oleh karena itu, langkah penanggulangannya juga harus dirumuskan dan
di identifikasi dari tiap masalah seperti produksi pangan, ketersediaan, harga, dan ekspor-
impor pangan, rawan pangan, kemiskinan, serta status gizi. Kriteria atau standar identifikasi
masalah dari produksi pangan, ketersediaan, harga, dan ekspor-impor pangan, rawan pangan,
kemiskinan, serta status gizi adalah dengan cara menganalisis data yang disajikan dan
menurut standar permasalahan pangan dan gizi (WHO, RISKESDAS, WNPG, MDG’s) serta
tinjauan pustaka dari berbagai penelitian.
Masalah utama yang diidentifikasi adalah masalah status gizi bayi bawah lima tahun
(Balita). Status gizi balita merupakan indikator yang sensitif sebagai penentu status gizi
masyarakat dan juga dapat mengidentifikasi kerawanan pangan rumah tangga. Stunting
merupakan status gizi yang disebabkan malgizi kronik, sehingga stunting balita bisa menjadi
indikator kunci dari kesehatan ibu dan anak (WHO, 2012) dan ketersediaan pangan
masyarakat. Penyebab masalah dari stunting balita, dan program gizi serta kegiatan untuk
menurunkan angka kejadian stunting dibuat dalam bentuk causal model dan HIPPOPOC
table.
2
Manajemen Program Pangan dan Gizi
Jadi, kesimpulannya adalah produksi dan produktifitas padi di Indonesia masih sebuah
masalah pangan yang harus di selesaikan.
Luas panen, produksi, dan produktivitas kedelai pada tahun 1969-1998 terjadi
peningkatan, namun setelah terjadi penurunan pada tahun 1998. Rata-rata pertumbuhan luas
panen, produksi, dan produktivitas kedelai pada periode 2005-2013 lebih tinggi dibandingkan
periode 1998-2004 tapi lebih rendah dari periode 1969-1997. Kesimpulannya adalah produksi
dan produktifitas kedelai masih masalah pangan di Indonesia.
3
Manajemen Program Pangan dan Gizi
Hanya pada tahun 2011, konsumsi energi telah memenuhi rekomendasi WNPG.
Kondisi idealnya adalah jika ketersediaan energi mengalami peningkatan maka konsumsi
energinya juga mengalami peningkatan. Permasalahannya adalah konsumsi energi belum
mencapai 100% dan mengalami penurunan. Hal tersebut mungkin dapat disebabkan
kurangnya akses terhadap pangan.
4. Skor PPH belum memenuhi skor target (konsumsi pangan belum beragam)
Berdasarkan gambar 4, skor PPH masih belum memenuhi target PPH.
4
Manajemen Program Pangan dan Gizi
5
Manajemen Program Pangan dan Gizi
6
Manajemen Program Pangan dan Gizi
7
Manajemen Program Pangan dan Gizi
Anemia gizi pada balita bisa disebabkan beberapa faktor seperti gizi ibu pada sebelum dan
saat hamil, berat bayi lahir rendah dan pemberiaan ASI tidak mencapai 6 bulan.
8
Manajemen Program Pangan dan Gizi
ASI kurang dari 6 bulan, praktek MP-ASI kurang, kunjungan klinik tidak teratur, dan tidak
mendapatkan saran dari tenaga kesehatan.
Stunting disebabkan karena kurangnya gizi dan infeksi sebelum dan sesudah lahir
(Grantham et al. 2007). Ibu yang mengalami kekurangan energi kronis, anemia atau sering
mengalami penyakit infeksi seperti malaria pada saat hamil akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga berdampak pada bayi dengan berat badan
rendah (BBLR) pada saat ibu melahirkan (Keefe et al. 2008). Menurut penelitian di Nepal
oleh Win et al. (2013), ibu yang hamil usia muda akan berpotensi melahirkan anak stunting.
Asupan makan anak saat balita masih bergantung pada pemilihan ibu. Pemilihan
makan dan praktek pemberian makanan mempengaruhi kejadian stunting. Frekuensi
pemberian makan dan kualitas gizi makanan rendah yang diberikan, tidak memberikan
makanan secara lengkap serta cara pemberian makanan yang kurang tepat akan
mempengaruhi pertumbuhan balita. Hasil penelitian Ogunba (2006) menyebutkan bahwa
perilaku ibu yang benar selama memberi makan akan meningkatkan konsumsi pangan anak
dan pada akhirnya akan meningkatkan status gizi anak.
Ketersediaan pangan, sosial ekonomi dan harga pangan saling terkait satu sama lain
dan merupakan faktor resiko stunting. Ketersedian pangan merupakan kemampuan keluarga
untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cukup baik segi kuantitas dan kualitas dan
keamanannya. Tidak tersedianya pangan dalam keluarga secara terus-menerus akan
menyebabkan terjadinya penyakit kurang gizi pada anggota keluarga.
Sosial ekonomi akan mempengaruhi daya beli terhadap pangan. Menurut penelitian di
Indonesia oleh Ardiani (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara peningkatan sosial
ekonomi dan penurunan prevalensi stunting. Penelitian Semba et al. (2008) di Indonesia,
pendidikan formal ibu dan ayah tinggi akan menurunkan resiko stunting.
Harga pangan akan mempengaruhi kualitas pangan yang di konsumsi. Penelitian oleh
Sari et al. (2010) di Indonesia, rumah tangga yang menghabiskan sebagian besar pada
makanan non-grain, khususnya makanan sumber hewani memiliki prevalensi anak stunting
yang lebih rendah penelitian tersebut berdasarkan implikasi harga pangan yang meningkat.
Hal ini menunjukkan peningkatan risiko potensi malnutrisi terkait dengan pengurangan
pengeluaran rumah tangga.
Kejadian infeksi merupakan faktor lain yang berhubungan dengan stunting. Penyakit
infeksi yang mempengaruhi pertumbuhan linier adalah penyakit pernafasan, diare dan
cacingan. Penelitian di Cina (Yu et al. 2010) membuktikan bahwa anak yang mengalami
9
Manajemen Program Pangan dan Gizi
cacingan lebih berisiko terkena stunting daripada anak normal yang tidak mengalami
cacingan. Kontaminasi lingkungan, kondisi sanitasi dan ketersediaan air yang buruk dan
terbatas menyebabkan anak terinfeksi bakteri patogen sehingga mempengaruhi kebutuhan,
utilisasi zat gizi, dan mempunyai dampak langsung pada metabolisme skeletal (Branca et al.
2002).
Salah satu faktor lain yang secara langsung berpengaruh terhadap kejadian stunting
adalah genetik. Faktor Genetik bukan merupakan pengaruh yang kuat, lingkungan sangat
mendukung terjadinya stunting pada anak. Penelitian oleh Rahayu (2011) menunjukkan
bahwa status stunting pada anak usia 6 – 12 bulan dan usia 3 – 4 tahun berhubungan dengan
tinggi badan orang tua,terutama tinggi badan ibu. Berdasarkan deskripsi penyebab stunting
baik langsung maupun tidak langsung dapat digambarkan sebagai causal model sebagai
berikut
10
Manajemen Program Pangan dan Gizi
Stunting Balita
Asupan makan
Genetik BBLR Infeksi
Kualitas dan
kuantitas rendah
11
Manajemen Program Pangan dan Gizi
12
Manajemen Program Pangan dan Gizi
2. Asupan makanan pada balita baik dari segi kualitas maupan kuantitas belum baik
Tujuannya adalah peningkatan kualitas dan kuantitas asupan makan yang baik pada balita
menjadi 90 persen. Sasarannya adalah ibu balita.
3. Kejadian angka infeksi pada balita tinggi
Tujuannya adalah menurunkan angka kejadian infeksi pada balita menjadi 15 persen.
Sasarannya adalah ibu balita dan balita.
Tujuan jangka pendek berkaitan dengan intervensi spesifik yang akan dilakukan
dalam menurunkan angka kejadian stunting. Penyebab masalah stunting secara langsung atau
pun tidak langsung akan dilakukan dengan cara intervensi spesik, yaitu penanganan balita
gizi buruk, suplementasi dan fortifikasi mikronutrient, serta imunisasi.
13
Manajemen Program Pangan dan Gizi
14
Manajemen Program Pangan dan Gizi
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa program penanganan asupan makan
balita asupan makan balita dari segi kualitas dan kuantitas rendah mendapatkan nilai tertinggi.
Penanganan asupan makanan dianggap mampu dan layak dalam hal biaya, waktu yang
15
Manajemen Program Pangan dan Gizi
TABEL HIPPOPOC
Desain kegiatan dijelaskan oleh input, proses, output dan outcome yang disajikan
dalam tabel HIPPOPOC. HIPPOPOC harus memperhatikan variabel pengganggu
(confounder) keberhasilan program, cara mengatasinya, dan asumsi-asumsi yang digunakan
yang dapat menjamin bahwa output dan outcome akan tercapai.
Tabel tersebut juga memfasilitasi pembentukan gambaran yang luas dan
mempromosikan tujuan proyek yang jelas. Informasi rinci dalam tabel HIPPOPOC termasuk
input yang diperlukan untuk pelaksanaan intervensi; process yang merupakan daftar tindakan
atau intervensi yang akan dilaksanakan; output yang merupakan hasil langsung dari tindakan
atau intervensi yang akan dilaksanakan; dan outcome, yaitu perubahan yang disebabkan oleh
kegiatan yang dilakukan.
Hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan yang akan dilakukan adalah
perubahan sosial dan perilaku dalam hal peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek
pemberian makan bayi dan balita sehingga tercapai asupan yang berkualitas dan berkuantitas
sesuai umur balita.
Variabel pengganggu dari keberhasilan program yang dilakukan adalah partisipasi
masyarakat yang kurang dan dana kegiatan yang akan dilakukan. Peningkatan partisipasi
masyarakat dengan cara pendekatan terhadap tokoh masyarakat/stakeholder dan memotivasi
agar memahami bahwa gizi semibang pada bayi dan balita itu penting. Dana kegiatan juga
bisa menjadi penghambat keberhasilan program, untuk menyelesaikannya adalah pembuatan
proposal kegiatan dan diajukan pada LSM atau perusahaan yang akan membantu kegiatan.
Asumsi-asumsi yang digunakan dapat menjamin bahwa output dan outcome akan
tercapai yaitu: 1) Dana kegiatan yang cukup untuk melaksanakan program , 2) Partisipasi
masyarakat terhadap kegiatan tinggi, 3) Ada dukungan dari stakeholder, 4) Adanya
kerjasama antar lintas sektoral (bidang pertanian, kesehatan, dan agama), 5) Kesaradaran
masyarakat tentang status gizi dan gizi seimbang penting untuk dipraktekkan.
16
Manajemen Program Pangan dan Gizi
17
Manajemen Program Pangan dan Gizi
DAFTAR PUSTAKA
Ardiyani . 2014. Effects of social economics changes on children health status in Indonesia
(IFLS 1993 – 2007). BMC Public Health, 14(Suppl 1):P3
Branca F, Ferrari F. 2002. Impact of micronutrient deficiencies on growth: the stunting
syndrome. Annals of Nutrition and Metabolism.46(suppl 1):8–17.
[BALITBANGKES] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
RI. 2013. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta; 2013.
Casale D, Desmond C, Richter L. 2014. The association between stunting and psychosocial
development among preschool children: a study using the South African Birth to
Twenty cohort data.
Grantham-McGregor S, Cheung YB, Cueto S, et al. Developmental potential in the fi rst 5
years for children in developing countries. Lancet 2007; 369: 60–70.
Keefe CJL, Couch SC, Philipson EH. 2008. Handbook of Nutrition And Pregnancy. USA:
Humana Press. p: 27 -28.
Lancet. 371:340–57.
Ogunba BO. 2006. Maternal behavioral feeding practices and under-five nutrition:
implication for child development and care. Journal of Applied Sciences Research.
2(12): 1132-1136.
Ong KK, Hardy R, Shah I, Kuh K. 2013. Childhood Stunting and Mortality Between 36 and
64 Years: The British 1946 Birth Cohort Study. 2013; 98(5):2070–2077
Rahayu LS. 2011. Associated of height of parents with changes of stunting status from 6-12
months to 3-4 years (thesis). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Rosha BC, Hardinsyah, Baliwati YF. 2012. Analisis Determinan Stunting Anak 0-23 Bulan
Pada Daerah Miskin Di Jawa Tengah Dan Jawa Timur. Penel Gizi Makan. 35(1): 34-
41
Victora CG, Adair L, Fall C, Hallal PC, Martorell R, Richter L, Sachdev HS.2008. Maternal
and Child Undernutrition Study Group. Maternal and child undernutrition:
consequences for adult health and human capital.
Victora CG, de Onis M, Hallal PC, Blossner M, Shrimpton R. 2010. Worldwide timing of
growth faltering: revisiting implications for interventions. Pediatrics 125, e473–e480.
Win KM, Van der MP, Vajanapoom N, Amnatsatsue K. 2013. Early Pregnancy and
Maternal Malnutrition as Precursors of Stunting in Children under Two Years of Age
among Bhutanese Refugees, in Nepal Maternal Precursors in Stunting of Children.
Thammasat International Journal of Science and Technology. Vol. 18, No. 1, January-
March 2013.
[WHO] World Health Organization. 2010. Nutrition Landscape Information System: Country
Profile Indicator, Interpretation Guide. Geneva: World Health Organization.
Yu S, Lin HT, Shui SZ, Ying DC, Yi CY, Shao XL. 2010. Stunting and soil-transmitted-
helminth infections among school-age pupils in rural areas of Southern China.
Parasites & Vectors.
18