Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ANTROPOLOGI

DINAMIKA MASYARAKAT

DI SUSUN OLEH :

Kelompok 6

1. Muhamad Bayu Aditra

2. Princes Aurora

3. Putri Utami Septi Paruri

4. Rara Audia

5. Ria Sandra

6. Umi Tiara

7. Yayuk Pratiwi

DOSEN PEMBIMBING : Nadi Aprilyadi S.Sos.M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU
TAHUN 2019/2020
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas karunia, hidayah dan nikmatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah Antropologi dengan judul “Dinamika Masyarakat”.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu mata kuliah Antropologi. Makalah ini ditulis dari hasil ungkapan pemikiran kami
sendiri yang bersumber dari internet dan buku sebagai referensi, tak lupa penyusun ucapkan
terima kasih kepada pengajar mata kuliah Keperawatan Maternitas atas bimbingan dan
arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, semoga hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai dinamika masyarakat.
            Dan semoga dapat di implementasikan dalam kehidupan kita sehari hari.,khususnya
bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Demikan makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya,
sehingga, menambah wawasan dan pengetahuan  tentang bab ini. Aamiin.

                                                                 
  Lubuk linggau, Februari 2020
                                                       

 
                                                                                   Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B.    Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C.    Tujuan Penulisan........................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. PENGERTIAN..........................................................................................................................6
B. MAKNA SEBUAH MASYARAKAT.......................................................................................7
C. BENTUK-BENTUK MASYARAKAT.....................................................................................8
1.        Masyarakat Paguyuban (gemein schaft)..............................................................................8
2.        Masyarkat Patembayan (Gessel schaft)...............................................................................9
D. TINGKATAN-TINGKATAN MASYARAKAT.....................................................................10
1.      Masyarakat Tradisional.......................................................................................................10
2.        Masyarakat Modern..........................................................................................................11
E. MASYARAKAT PEDESAAN (RURAL COMMUNITY) DAN MASYARAKAT
PERKOTAAN (URBAN COMMUNITY)......................................................................................12
1. Masyarakat Setempat (Community).....................................................................................12
2. Tipe-tipe masyarakat setempat.............................................................................................13
F. MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN.............................................................14
G. MASYARAKAT  SEBAGAI  SEBUAH  SISTEM.................................................................18
H. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN......................................................22
BAB III................................................................................................................................................24
PENUTUP...........................................................................................................................................24
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA:.........................................................................................................................25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk masyarakat. Manusia selalu hidup


bersama dan berada diantara manusia lainnya. Aristoteles seorang ahli pikir Yunani kuno,
yang hidup sekitar tahun 384-322 SM, menyatakan dalam ajarannya; manusia adalah
zoon politicon. Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dan
berkumpul dengan manusia lainnya. Dalam bentuk kongkretnya, manusia bergaul,
berkomunikasi, dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Keadaan ini terjadi karena
dalam diri manusia terdapat dorongan untuk hidup bermasyarakat di samping dorongan
keakuan. Dorongan bermasyarakat dan dorongan keakuan yang mendorong manusia
bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri.

Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya
dalam berbagai bentuk, seperti koperasi, hubungan antarpribadi, mengikatkan diri pada
kelompoknya dan sebagainya. Dorongan semacam ini akan jelas wujudnya bilamana
mendapatkan bimbingan dan latihan dari orang sekitarnya. Walaupun telah dibawa oleh
setiap individu sejak lahir, sifat keakuan sepenuhnya atau secara mutlak mendomisili
kehidupannya. Domisili secara mutlak dari sifat keakuan tersebut menyebabkan seorang
akan terlepas dari sistem kemasyarakatan yang sebenarnya tidak mungkin dapat dijalani
olehnya karena setiap orang saling bergantung satu sama lain (interdepen dwnsy). Untuk
itu, ia harus mengerem sifat keakuannya pada batas-batas tertentu dan menumbuhkan
sifat kemasyarakatan.

Hal-hal tersebut merupakan gejala terbentuknya sebuah wadah berkumpulnya


manusia serta berlangsungnya ruak gerak kehidupan yang kita sebut masyarakat.
Masyarakat yang sudah terbentuk, lazim memiliki tatanan-tatanan, norma-norma serta
hal-hal yang berlaku bagi anggota masyarakatnya yang akan kita bahas lebih luas lagi
insya allah.

 B.        Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang Masalah maka dapat dirumuskan suatu pokok
masalah yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apa konsep-konsep mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan?
2.      Bagaimana proses belajar kebudayaan sendiri

C.        Tujuan Penulisan


Tujuan yang hendak dicapai dalam kajian ini adalah untuk mengetahui
konsepsi-konsepsi mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan, proses belajar
kebudayaan sendiri, proses evolusi sosial, proses difusi, akulturasi dan pembaharuan
atau asimilasi dan perubahan atau inovasi.

 
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang


membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana dimana dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok
tersebut. Kata “masyarakat” sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak.
Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar
entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling
tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan


sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan
yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama
mereka berdasarkan kemaslahatan.

Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata


pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu,
masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural
intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap
masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari
masyarakat agrikultural tradisional. Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan
struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat
band, suku, chiefdom, dan masyarakat negara. Kata society berasal dari bahasa latin,
societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari
kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial.
Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai
perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.

B. MAKNA SEBUAH MASYARAKAT

Manusia adalah makhluk yang berpikir, merasa, berkehendak, dan mengerti akan
makna hidup. Sebagai makhluk sosial, setiap manusia memiliki ketergantungan kepada
manusia yang lain. Demikian juga secara lebih luas, dari lokal, nasional, regional, hingga
internasional, setiap kelompok masyarakat memiliki ketergantungan terhadap kelompok
masyarakat yang lain. Produsen membutuhkan pasar, konsumen membutuhkan barang,
pedagang membutuhkan pembeli, yang miskin membutuhkan pekerjaan, yang kaya
membutuhkan tenaga kerja, yang awam membutuhkan orang pintar,  dan yang pintar
membutuhkan medan aktualisasi diri di depan orang awam, orang banyak membutuhkan
hiburan, dan seniman butuh panggung, begitulah seterusnya. Saling ketergantungan itu
melahirkan sistem sosial mu’amalah, transaksi, barter, pengabdian, perjanjian, kontrak,
partnership, dll. Di sisi lain, saling ketergantungan juga melahirkan penindasan,
eksploitasi, penjajahan. Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa, manusia sebagai
hayawan nathiq (hewan yang berbicara), ada yang bertabi’at anjing (dengki), serigala
(buas), ular (licik), ayam jago (free sex), babi (serakah), dan lalat (tidak pilih-pilih, kotor
atau bersih). Di samping itu ada pula manusia yang bertabiat lebah (konsisten, selektif,
dan selalu meninggalkan yang positif). Ada pula manusia bertabiat merpati (mersa,
damai, dan setia). Oleh karena itu, dalam bermu’amalah ada yang cenderung bersifat
kooperatif, ada pula yang cenderung kompetitif, ada juga yang cenderung ekslpoitatif,
dan malahan ada pula yang cenderung destruktif. Meski demikian manusia memiliki rasa
keadilan. Oleh karena itu, manusia pada umumnya mencita-citakan adanya masyarakat
yang menjamin rasa aman dan rasa keadilan.  Untuk itu, pada semua lapisan masyarakat 
terdapat lembaga yang diharapkan dapat memenuhi rasa aman dan rasa keadilan itu.
Misalnya, polisi, lembaga adat, atau konstitusi. Masyarakat yang terjamin rasa aman dan
rasa keadilannya, maka mereka merasa bagaikan di dalam “sorga”, indah dan percaya
kepada masa depan. Sedangkan masyarakat yang tidak memperoleh rasa aman dan
keadilan (masyarakat anarkis) maka mereka merasa berada di dalam “neraka”, tertekan,
cemas, frustasi, takut, dan menderita. Itu semua tergantung kepada pilar-pilarnya, apakah
berfungsi atau tidak, pilarnya tunggal atau kembar, tiga pilar, empat pilar,  atau banyak
pilar yang saling memperkuat bangunan (masyarakat).

Jika pilarnya tidak lengkap atau tidak efektif, maka harapan masyarakat tidak akan
terwujud. Karena apa yang dikerjakan selalu menjadi kontra-produktif, meskipun
semuanya bekerja, seperti yang satu menanam, yang satu mencabuti. Mereka yang capai
tetap hasilnya nol. Sekolah dibuka, tapi narkoba disebarluaskan. Maka, hasilnya nol lagi.
Itulah yang memprihatinkan. Karena pilar-pilar itu saling memperkuat, maka jika ada satu
pilar yang tidak berfungsi, dapat mengakibatkan seluruh bangunan roboh, seluruh anggota
masyarakat terjebak dalam krisis, seperti yang diibaratkan Hadits Nabi tentang
penumpang perahu yang melubangi lantai perahu, karena dia ingin jalan pintas
memperoleh air.

C. BENTUK-BENTUK MASYARAKAT

Atas dasar ketergantungan seorang kepada orang lain dan untuk mencari tujuan
bersama, setiap orang bekerja sama dengan orang lain. Hubungan yang terjalin
antarbeberapa orang ini kemudian melahirkan kelompol orang atau masyarakat yang
terjalin dalam satu ikatan. Perbedaan prinsip, nilai, kepentingan antar kelompok
masyarakat melahirkan bermacam-macam bentu masyarakat. Dari segi
pengelompokannya, masyarakat terbagi atas masyarakat paguyuban (gemein schaft) dan
masyarakat patembayan (gessel schaft).

1.        Masyarakat Paguyuban (gemein schaft)

Masyarakat paguyuban dapat diartikan sebagai persekutuan hidup. P.J. Bouman


(1976) lebih lanjut mengemukakan arti masyarakat paguyuban ini sebagai suatu
persekutuan manusia yang disertai perasaan setia kawan dan keadaan kolektif yang besar.

Ciri masyarakat paguyuban ini dapat dilihat dari adanya ketaatan, kesetiaan, dank
erelan berkorban sebagaimana yang terdapat pada keluarga. Untuk mencapai tujuan
mereka bersama, masing-masing anggotanya rela berkorban untuk kepentingan bersama
menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing sehingga keterkaitan antarkeluarga
menjadi sangat erat. Bouman mengumpamakan hal ini dengan ikatan organis antar sel-sel
dalam tubuh tanaman, atau seperti alat-alat tubuh yang secara fungsional bekerja sama.
Demikian juga individu dalam suatu persekutuan hidup masyarakat paguyuban yang
bertalian sangat erat satu dan lainnya. Mereka memang dapat dipisahkan hanya saja
leterpisahannya akan menimbulakan kesedihan dan kekalutan, dan sebagainya.

Hal ini membuktikan bahwa keterpisahan dalam kelompoknya sangat tidak


disenanginya. Dengan demikian, individu sebagai bagian unsure dari kelompoknya,
merupakan unsure cirri yang vital. Cirri-ciri masyarakat paguyuban ini diantaranya:

1. Rela berkorban untuk kepentingan bersama.


2. Pemenuhan hak tidak selalu dikaitkan dengan kapasitas pemenuhan kewajibannya.
3. Solidaritas yang sangat kokoh dan bersifat permanen.

2.        Masyarkat Patembayan (Gessel schaft)

Bila dibandingkan dengan masyarakat paguyuban, masyarakat patembayan


mempunyai pertalian yang lebih renggang. P.J. Bouman (1976) mengibarakan pertalian 
masyarakat patembayan ini seperti tumpukan pasir, yang tiap butir-butirnya pasir dapat
terpisah dari butir lainnya. Contoh masyarakat patembayan ini adalah organisasi
masyarakat dalam berbagai bentuk dan ragamnya. Keterikatan mereka hanya diletakkan
pada dasar untuk mencapai tujuan bersama. Hak seseorang diberikan dengan
memperhitungkan kewajibannya yang diberikan kepada organisasi sehingga sifat keakuan
tiap individu pada masyarakat patembayan ini sangat menonjol, bahkan tidak jarang tiap
individu masih membawa misi dan kepentingan sendiri. Ciri masyarakat in diantaranya:

1. Pemenuhan hak seseorang didasarkan pada pemenuhan kewajiban.


2. Solidaritas antara anggota tidak terlalu kuat dan hanya bersifat sementara.

Demikian bentuk masyarakat asal ditinjau dari keterkaitannya antara satu dan
anggota lainnya.
D. TINGKATAN-TINGKATAN MASYARAKAT

Ditinjau dari akibat perubahan dan perkembangan yang terjadi, bantuk masyarakat
dapat diklasifikasikan pada masyarakat tadisional dan masyarakat modern.

1.      Masyarakat Tradisional

Masyarakat tradisional, sebagai bentuk dari kehidupan bersama, mempunyai


keterikatan yang sangat erat dengan lengkungan hidupnya, baik yang berupa manusia
maupun yang berupa benda. Hal ini dapat dimengerti bahwa kehidupan masyarakat
tradisional sangat bergantung pada manusia lain dan kondisi alamnya. Mata
pencahariannya berpusat pada sector pertanian dan nelayan.

Kebutuhan sandang, pangan, dan papan dipenuhi dari alam sekitarnya.


Lesederhanan teknologi yang dipergunakan oleh petani dan nelaya menyebabkan ia
sangat bergantung pada kondisi alam. Kegiatan pertanian dan nelayan hanya dilakukan
pada wajtu tertentu dan hanya dapat mengambil manfaat dari yang sudah tersedia di alam.
Oleh karena itu, perladangan berpindah-pindah dengan menebangi hutan merupakan salah
satu cirri dari masyarakat tradisioanal. Modal yang paling menonjol pada mereka adalah
pemilikan tanah sehingga pada masyarakat tradisional banyak tumbuh tuan tanah yang
mempunyai pertanian dan perkebunan. Akibat penguasaan lahan pertanian
danperkebunan oleh tuan tanah yang jumlahnya relative kecil dibandingakan dengan
masyarakat umum, lahirlah elite masyarakat yang bersistem feodal. Bagian besar dari
masyarakat yang tidak mempunyai tanah harus menggantungkan penghidupannya pada
tuan-tuan anah (feodalis) sebagai buruh sehingga timbul dominasi kaum feodal terhadap
kaum buruh. Dominasi demikian sangat berpengaruh erhadap sisem politik dan budaya
masyarakat tradisional. Kaum feudal yang menjadi tempat bergantung masyarakat
banyak, dengan sendirinya menempatkan dirinya sebagai pemimpin atau tokoh
masyarakat. Karena dominisinya pula, kepemimpinannya lebih bercoraj pimpinan
otokritas sedangkan kaum buruh hanya bersifat pasrah (bahasa jawa nrimo) atas
kebijakan para penguasa. Kebijakan yang diambil oleh para penguasa dengan mudah
dapat dijalankan. Karena peraturan-peraturan yang ditetapkan hanya mengikuti adat dan
kebiasaan yang tidak pernah tertulis, tidak heran bila pada masyarakat tradisional jawa
lahir semboyan sabda pandito ratu ( ujaran pada pemimpin) menjadi acuan hukum yang
berlaku. Dalam kehidupan yang serba sederhana ini, pekerjaan-pekerjaan seperti bertani,
mendirikan rumah, dan sebagainya dikerjakan bersama. Keadaan ini membentuk sikap
dan hubungan yang sangat erat antarindividu. oleh karena itu, gotong royong atau tolong-
menolong merupakan cirri lain dari masyarakat tradisional.

2.        Masyarakat Modern

Masyarakat modern merupakan pola perubahan dari masyarakat tradisional yang


telah mengalami kemajuan dalam bebagai aspek kehidupan. Salah satu ukuran kemajuan
dapat terlihat pada pola hidup dan kehidupannya. Di bidang mata pencaharian, mereka
tidak bergantung pada sektor pertanian saja, tetapo merambat pada sector lain seperti jasa
dan perdagangan.

Sektor pertanian sebagai salah satu garapannya, dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu dengan memadukan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi.
Apabila masyarakat tradisional sangat tergatung pada kemurahan alam semata seperti
cuaca, kesuburan tanah dan lain-lain, pada masyarakat modern masalah cuaca atau
kesuburan tanah yang tidak menguntungkan dapat diantisipasi sedemikian rupa dengan
mempergunakan teknologi, seperti teknologi pemupukan untuk mendapatkan kesuburan
tanah atau green house (rumah kaca) untuk menghindari cuaca yang berubah-rubah, atau
dengan hujan buatan untuk menghindari kekeringan dan sebagainya.

Untuk mempergunakan teknologi yang tepat dalam berbagai keadaan, dipilih


tenaga ahli dan terampil dalam bidang tertentu karena penggunaan suatu teknologi
menuntut dan memerlukan tenaga manusia dangan kualifikasi terentu pula. Untuk itu
diperlukan pendidikan khusus guna menyiapkan tenaga ahli yang terampil untuk berbagai
keprluan.

Mereka yang tidak dapat aktif dalam sector pertanian misalnya, dapat memilih
bidang perdagangan atau jasa sebagai lading tempat mata pencahariannya. Seseorang
yang telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan tertentu dapat mempegunakan
pengetahuan dan keterampilan tersebut untuk kepentingan orang lain, seperti
menggunakan jasa kesehatan, konsultan, advokat, perbankan dan sebagainya. Jadi,
gerakan-gerakan ekonomi pada masyarakat modern telah bergeser pada bidang-bidang
yang belum dijamah masyarakat tradisional.
Dalam perdagangan, mereka telah memperhitungkan dan memanfaatkan berbagai
keadaan. Kegiatan ekonomi tidak hanya berorientasi pada kapasitas produksi, tetapi juga
berorientasi pada pasar. Kapasitas produksi dibatasi pada tingkat atau kapasitas
penyerapan pasar, agar tidak terjadi gejolak harga. Bahkan untuk kepentingan ini,
diadakan aturan sebagai alat proteksionisme. Untuk menembus pasar luar negeri yang
ketat dengan persaingan biasanya ditempuh dengan jalan konglomerat, untuk mencapai
efisiensi dan efektifitas.

E. MASYARAKAT PEDESAAN (RURAL COMMUNITY) DAN MASYARAKAT


PERKOTAAN (URBAN COMMUNITY)

1. Masyarakat Setempat (Community)

Istilah community dapat ditrjemahkan sebagai “masyarakat setempat”, istilah


yang menunjuk pada warga-warga sebuah desa, sebuah suku atau suatu bangsa.
Apabila anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil,
hidup bersama sedemekian rupa sehingga mereka merasakan bahwa kelompok
tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka
kelompok tadi disebut kelompok masyarakat setempat. Sebagai perumpamaan,
kebutuhan seseorang tidak mungkin secara keseluruhan terpenuhi tanpa hidup dengan
rekan-rekan lainnya yang sesuku. Dengan demikian, kriteria yang utama bagi adanya
suatu masyarakat setempat adalah adanya social relationship antara anggota-anggota
suatu kelompok. Dengan mengambil pokok-pokok uraian di atas, dapat dikatakan
bahwa masyarakat setempat menunjukan pada bagian masyarakat yang bertempat
tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dimana
faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar antara anggota-
anggotanya, dibandingkan dengan interaksi mereka dengan penduduk luar batas
wilayahnya. Maka dapat disimpulkan secara singkat bahwa masyarakat setempat
adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang tertentu. Dasar-dasar dari masyarakat
setempat adalah lokalitas dan perasaan sesama masyarakt setempat tersebut. Suatu
masyarakat setempat pasti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal (wilayah)
tertentu. Walaupun sekelompok manusia merupakan masyarakat pengembara akan
tetapi pada saat-saat tertentu anggota-anggotanya pasti berkumpul pada suatu tempat
tertentu, misalnya bila mengadakan upacara-upacara yang tradisionil. Masyarakat-
masyarakat setempat yang mempunyai tempat tinggal yang tetap dan permanen,
biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang kuat sebagai pengaruh kesatuan tempat
tinggalnya. Memang dalam masyarakat-masyarakat modern, karena perkembangan
teknologi alat-alat perhubungan, ikatan pada tempat tinggal agak berkurang, dan
sebaliknya hal itu dapat memperluas wilayah pengaruh masyarakat setempat yang
bersangkutan. Secara garis besar, masyarakat-masyarakat setempat berfungsi sebagai
ukuran untuk menggarisbawahi hubungan antara hubungan- hubungan sosial dengan
suatu wilayah geografis tertentu.

2. Tipe-tipe masyarakat setempat

Dalam mengadakan klasifikasi terhadap masyarakat setempat, dapat dapat


dipergunakan empat kriteria berikut ini :

a. Jumlah penduduk

b. Luas, kekayaan dan kepadata penduduk daerah pedalaman

c. Fungsi-fungsi khusus dari masyarakat-masyarakat setempat terhadap seluruh


masyarakat dan

d. Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.

Kriteria-kriteria tersebut di atas, dapat dipergunakan untuk membedakan antara


macam-macam jenis masyarakat-masyarakat setempat (community) pedesaan dan
perkotaan. Masyarakat yang sederhana apabila dibandingkan dengan masyarakat-
masyarakat yang sudah modern, terlihat kecil, organisasinya sederhana, sedangkan
penduduknya tersebar. Kecilnya masyarakat dan belum berkembangnya masyarakat-
masyarakat tadi, disebabkan oleh pekembangan teknologinya yang lambat.
Pengangkutan dan hubungan yang lambat, memperkecil ruang lingkup hubungan
dengan masyarakat-masyarakat lain.

F. MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN


Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dan
masyarat perkotaan “rural community” dan “urban community”. Perbedaan tersebut
sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena
dalam masyarakat modern, betapapun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh
dari kota. Sedanglan pada masyarakat-masyarakat sederhana pengaruh dari kota secara
relatif tidak ada. Pembedaan antara masyarakat-masyarakat pedesaan dengan masyarakat
perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan batasan-
batasan perkotaan, karena adanya hubungan antara konsentrasi penduduk dengan gejala-
gejalaa sosial yang dinamakan urbanisme. Seseorang dapat mempunyai pendapat bahwa
semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi, merupakan masyarakat
perkotaan. Hal tu kurang benar, karena banyak pula daerah yang berpenduduk padat,
tidak dapat digolongkan dalam masyarakat perkotaan. Warga-warga suatu masyarakat
pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam daripada hubungan
mereka dengan hubungan mereka dengan masyarakat pedesaan lainnya, di luar batas
wilayahnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok,atas dasar sistem kekeluargaan.
Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian; walaupun kita
melihat adanya tukan kayu, tukan genteng dan bata, tukang pembuat gula, akan tetapi inti
pekerjaan penduduknya adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan disamping pertanian,
hanya merupakan pekerjaan sambilan saja. Cara-cara bertani sangat tradisionil dan tidak
efisien, karena belum dikenalnya mekanisme dalam pertanian. Biasanya mereka bertani
untuk mencukupi kehidupannya sendiri dan tidak untuk dijual. Cara bertani demikian
umumnya dinamakan subsistence farming. Mereka merasa puas apabila kebutuhan
keluarga telah tercukupi.

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan, pada umumnya memegang


peranan yang penting. Orang-orang akan selalu meminta nasehat-nasehat kepada mereka
apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Penegendalian sosial masyarakat terasa
sangat kuat, sehingga perkembangan jiwa individu terasa sukar untuk dilaksanakan. Itulah
sebabnya mengapa sulit sekali untuk merubah jalan pikiran sosial ke arah jalan pikiran
yang ekonomis, yang juga disebabkan oleh kurangnya alat-alat komunikasi. Dan apabila
ditinjau dari sudut pemerintahannya, maka hubungan antara penguasa dan rakyat
berlangsung secara tidak resmi. Segala sesuatunya didasarkan atas dasar musyawarah. Di
samping itu karena tidak adanya pembagian kerja yang tegas; seorang penguasa sekaligus
mempunyai beberapa kedudukan dan peran yang sama sekali tidak dapat dipisah-
pisahkan atau paling tidak sukar untuk dibeda-bedakan. Apalagi di desa terpencil, sulit
sekali untuk memisahkan antara kedudukan dengan peranan seorang kepala desa sebagai
orang tua yang nasehat-nasehatnya patut dijadikan pegangan, sebagai seorang pemimpin
upacara-upacara adat dan lain sebagainya. Artinya segala sesuatunya disentralisasikan
pada diri kepala desa tersebut.

Adapun yang dimaksud dengan masyarakat perkotaan atau urban community


adalah masyarakat yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota”
terletak pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan. Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, juga
terdapat perbedaan dalam kebutuhan dan keperluan-keperluan hidup. Di desa-desa yang
diutamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan utama (kebutuhan primer) dari
kehidupan, seperti halnya masyarakat desa lebih mengutamakan kebutuhan yang
berhubungan dengan fungsi pakaian, makanan, rumah dan lain sebagainya. Lain halnya
dengan masyarakat kota yang mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda. Orang-
orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan dengan
pandangan msyarakat di sekitarnya. Seperti ketika menghidangkan makanan misalnya,
yang diutamakan adalah apa yang dihidangkan tersebut memberikan kesan bahwa yang
menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu misalnya,
diusahakan untuk menghidangkan makanan dalam kaleng. Pada orang-orang desa, hal itu
tidak diperdulikan. Mereka masak  makanan sendiri tanpa memperdulikan apakah tamu-
tamunya suka atau tidak. Pada orang kota, makanan yang dihidangkan harus kelihatan
mewah dan tempat menghidangkannya juga harus terlihat mewah dan terhormat. Di sini
terlihat perbedaan penilaian, orang desa melihat makanan sebagai sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan pada orang-orang kota adalah sebagai alat
untuk memenuhi kebutuhan sosial. Demikian pula soal pakaian, bagi orang desa bentuk
dan warna pakaian tidak menjadi masalah, karena yang terpenting adalah bahwa pakaian
tersebut dapat melindungi dirinya dari panas dan dingin. Bagi orang-orang kota, nilai
pakaian adalah kebutuhan sosial, misalnya bahan pakaian yang dipakai merupakan
perwujudan dari kedudukan sosial dari si pemakai. Ada beberapa ciri yang menonjol pada
masyarakat kota, yaitu:

1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan di desa. Hal


ini disebabkan adanya cara berfikir yang rasionil, yang didasarkan pada perhitungan
eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat. Memang di kota-kota, orang-
orang juga beragama, akan tetapi pada umumnya pusat kegiatan hanya tampak di
tempat-tempat beribadat seperti misalnya gereja, masjid, dan sebagainya. Di luar itu,
kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi, perdagangan dan 
sebagainya. Cara kehidupan mempunyai kecenderungan kea rah keduniawian
(secular trend), dibandingkan dengan kehidupan warga desa yang cenderung kea rah
agama (religious trend)
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung
pada orang lain. Yang menonjol di sini adalah manusia perseorangan atau individu. Di
desa orang-orang lebih mementingkan kelompok atau keluarganya. Di kota-kota
kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan kepentingan,
perbedaan faham politik, perbedaan agama dan sebagainya. Di kota-kota para
individu kurang berani untuk hanya seorang diri untuk menghadapi orang-orang lain
dengan latar belakang yang berbeda, pendidikan yang tak sama, kepentingan yang
berbeda dan lain-lain.
3. Pembagian kerja antara warga-warga kota jauh lebih tegas dan mempunyai batas-
batas yang nyata. Di kota-kota, tinggal dengan aneka warna latar belakang sosial dan
pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan
khusus yang menyebabkan suatu gejala bahwa warga kota tak mungkin hidup
sendirian secara individualistis. Pasti akan dihadapkan pada persoalan-persoalan
hidup yang diluar jangkauan kemampuannya. Gejala demikian dapat menimbulkan
kelompok-kelompok kecil (small group) yang didasarkan pada pekerjaan yang sama,
keahlian yang sama, kedudukan social yang sama dan lain-lain. Yang kesemuanya
dalam batasan-batasan tertentu membentuk pembatasan-pembatasan pergaulan hidup.
Misalnya seorang guru SMA lebih banyak bergaul dengan sesama rekan-rekannya
guru SMA, dari pada pedagang kelontong misalnya. Seorang sarjana ekonomi akan
lebih banyak bergaul dengan sesama rekannya dengan latar pendidikan yang sama.
Bahkan dalam lingkungan yang lebih sempit mahasiswa dari tingkat II, akan lebih
banyak mengadakan hubungan dengan rekan-rekannya yang setingkat daripada
dengan para mahasiswa tingkat lain, walaupun mereka semuanya berasal dari fakultas
yang sama.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak
diperoleh warga kota kota dari pada warga desa, karena sistem pembagian kerja yang
tegas tersebut di atas.
5. Pola pikir rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan
interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan dari pada
faktor pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu
bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota, karena kota-kota biasanya
terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Hal ini sering menimbulkan
pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda yang belum sepenuhnya
terwujud kepribadiannya, yakni lebih senang mengikuti pola-pola baru dalam
kehidupan.

Sehubungan dengan pembedaan antara masyarakat pedesaan dan masyarakat


perkotaan, kiranya perlu pula disinggung perihal urbanisasi. Urbanisasi adalah suatu
proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa
urbanisasi merupakan proses terjadinya masyaarakat perkotaan. Proses urbanisasi boleh
dikatakan terjadi di seluruh dunia, baik pada negara-negara yang sudah maju industrinya,
maupun yang secara relatif belum memiliki industri. Bahwa urbanisasi mempunyai
akibat-akibat yang negatif  terutama dirasakan oleh negara yang agraris seperti Indonesia
ini. Hal ini terutama disebabkan karena pada umumnya produksi pertanian sangat rendah
apabila dibandingkan dengan jumlah manusia yang dipergunakan dalam produksi tersebut
dan boleh dikatakan bahwa faktor  kebanyakan penduduk dalam suatu daerah “over
population” merupakan gejala yang umum di negara agraris yang secara ekonomis masih
terbelakang. Proses urbanisasi dapat terjadi dengan cepat maupun lambat, tergantung
pada keadaan masyarakat yang bersangkutan. Proses terjadi dengan menyangkut dua
aspek, yaitu :

1. Perubahan masyarakat desa menjadi masyarakat kota.


2. Bertambahnya penduduk kota yang disebabkan oleh mengalirnya penduduk yang
berasal dari desa-desa (pada umumnya disebabkan karena penduduk desa merasa
tertarik oleh keadaan kota.

Sehubungan dengan proses tersebut di atas, maka ada beberapa sebab yang
mengakibatkan suatu daerah tempat tinggal mempunyai penduduk yang banyak.
Dikarenakan suatu daerah itu mempunyai daya tarik sedemikian rupa, sehingga
orang-orang pendatang semakin banyak. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebab-
sebabnya adalah :

1. Daerah yang termasuk menjadi pusat pemerintahan atau menjadi ibu kota (seperti
contohnya Jakarta).
2. Tempat tersebut letaknya sangat strategis sekali untuk usaha-usaha
perdagangan/perniagaan, seperti misalnya sebuah kota pelabuhan atau sebuah kota
yang letaknya dekat pada sumber bahan-bahan mentah.
3. Timbulna industry di daerah itu, yang memproduksikan barang-barang maupun jasa-
jasa.

G. MASYARAKAT  SEBAGAI  SEBUAH  SISTEM

Sebagai suatu sistem, individu-individu yang terdapat di dalam masyarakat saling


berhubungan atau berinteraksi satu sama lain, misalnya dengan melakukan kerja sama
guna memenuhi kebutuhan hidup masing-masing.

a. Sistem Sosial

Sistem adalah bagian-bagian yang saling berhubungan antara satu dengan


yang lainnya, sehingga dapat berfungsi melakukan suatu kerja untuk tujuan tertentu.
Sistem sosial itu sendiri adalah suatu sistem yang terdiri dari elemenelemen sosial.
Elemen tersebut terdiri atas tindakan-tindakan sosial yang dilakukan individu-individu
yang berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dalam sistem sosial terdapat individu-
individu yang berinteraksi dan bersosialisasi sehingga tercipta hubungan-hubungan
sosial. Keseluruhan hubungan sosial tersebut membentuk struktur sosial dalam
kelompok maupun masyarakat yang akhirnya akan menentukan corak masyarakat
tersebut.

b. Struktur Sosial

Struktur sosial mencakup susunan status dan peran yang terdapat di dalam
satuan sosial, ditambah nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur interaksi
antarstatus dan antarperan sosial. Di dalam struktur sosial terdapat unsurunsur sosial
yang pokok, seperti kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-
kelompok sosial, dan lapisan-lapisan sosial. Bagaimana sebetulnya unsur-unsur sosial
itu terbentuk, berkembang, dan dipelajari oleh individu dalam masyarakat? Melalui
proses-proses sosial semua itu dapat dilakukan. Proses sosial itu sendiri merupakan
hubungan timbal balik antara bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat dengan
memahami dan mematuhi norma-norma yang berlaku.

c. Masyarakat sebagai Suatu Sistem

Apabila kita mengikuti pengertian masyarakat baik secara natural maupun


kultural, maka akan tampak bahwa keberadaan kedua masyarakat itu merupakan satu-
kesatuan. Dengan demikian, kita akan tahu bahwa unsur-unsur yang ada di dalam
masyarakat yang masing-masing saling bergantung merupakan satu-kesatuan fungsi.
Adanya mekanisme yang saling bergantung, saling fungsional, saling mendukung
antara berbagai unsur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain itulah yang kita sebut
sebagai sistem.

Masyarakat sebagai suatu sistem selalu mengalami dinamika yang mengikuti


hukum sebab akibat (kausal). Apabila ada perubahan pada salah satu unsur atau
aspek, maka unsur yang lain akan menerima konsekuensi atau akibatnya, baik yang
positif maupun yang negatif. Oleh karena itu, sosiologi melihat masyarakat atau
perubahan masyarakat selalu dalam kerangka sistemik, artinya perubahan yang terjadi
di salah satu aspek akan memengaruhi faktor-faktor lain secara menyeluruh dan
berjenjang.

Menurut Charles P. Loomis, masyarakat sebagai suatu sistem sosial harus


terdiri atas sembilan unsur berikut ini:

1) Kepercayaan dan Pengetahuan

Unsur ini merupakan unsur yang paling penting dalam sistem sosial, karena
perilaku anggota dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka yakini
dan apa yang mereka ketahui tentang kebenaran, sistem religi, dan cara-cara
penyembahan kepada sang pencipta alam semesta.

2) Perasaan
Unsur ini merupakan keadaan jiwa manusia yang berkenaan dengan situasi
alam sekitarnya, termasuk di dalamnya sesama manusia. Perasaan terbentuk melalui
hubungan yang menghasilkan situasi kejiwaan tertentu yang sampai pada tingkat
tertentu harus dikuasai agar tidak terjadi ketegangan jiwa yang berlebihan.

3) Tujuan

Manusia sebagai makhluk sosial dalam setiap tindakannya mempunyai tujuan-


tujuan yang hendak dicapai. Tujuan adalah hasil akhir atas suatu tindakan dan
perilaku seseorang yang harus dicapai, baik melalui perubahan maupun dengan cara
mempertahankan keadaan yang sudah ada.

4) Kedudukan (Status) dan Peran ( Role )

Kedudukan (status) adalah posisi seseorang secara umum dalam


masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan,
prestasi, hak, serta kewajibannya. Kedudukan menentukan peran atau apa yang harus
diperbuatnya bagi masyarakat sesuai dengan status yang dimilikinya. Jadi peran ( role
) merupakan pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sehubungan dengan status
yang melekat padanya. Contohnya seorang guru (status) mempunyai peranan untuk
membimbing, mengarahkan, dan memberikan atau menyampaikan materi pelajaran
kepada siswa-siswanya.

5) Kaidah atau Norma

Norma adalah pedoman tentang perilaku yang diharapkan atau pantas menurut
kelompok atau masyarakat atau biasa disebut dengan peraturan sosial. Norma sosial
merupakan patokan-patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan dalam
situasi-situasi tertentu dan merupakan unsur paling penting untuk meramalkan
tindakan manusia dalam sistem sosial. Norma sosial dipelajari dan dikembangkan
melalui sosialisasi, sehingga menjadi pranata-pranata sosial yang menyusun sistem itu
sendiri.
6) Tingkat atau Pangkat

Pangkat berkaitan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.


Seseorang dengan pangkat tertentu berarti mempunyai proporsi hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tertentu pula. Pangkat diperoleh setelah melalui penilaian
terhadap perilaku seseorang yang menyangkut pendidikan, pengalaman, keahlian,
pengabdian, kesungguhan, dan ketulusan perbuatan yang dilakukannya.

7) Kekuasaan

Kekuasaan adalah setiap kemampuan untuk memengaruhi pihak-pihak lain.


Apabila seseorang diakui oleh masyarakat sekitarnya, maka itulah yang disebut
dengan kekuasaan.

8)Sanksi

Sanksi adalah suatu bentuk imbalan atau balasan yang diberikan kepada
seseorang atas perilakunya. Sanksi dapat berupa hadiah ( reward ) dan dapat pula
berupa hukuman  (punishment). Sanksi diberikan atau ditetapkan oleh masyarakat
untuk menjaga tingkah laku anggotanya agar sesuai dengan norma-norma yang
berlaku.

9) Fasilitas (Sarana)

Fasilitas adalah semua bentuk cara, jalan, metode, dan benda-benda yang
digunakan manusia untuk menciptakan tujuan sistem sosial itu sendiri. Dengan
demikian fasilitas di sini sama dengan sumber daya material atau kebendaan maupun
sumber daya imaterial yang berupa ide atau gagasan.

Masyarakat merupakan kelompok sosial terbesar dalam suatu negara. Selain di


dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah pendidikan juga dapat
berlangsung didalam lingkungan masyarakat. Pendidikan di dalam lingkungan
masyarakat tentunya berbeda dengan pendidikan yang terjadi pada lingkungan
keluarga dan sekolah.
Masyarakat sangat berperan penting dalam pengembangan pendidikan seorang
anak. Oleh karena itu hendaknya masyarakat ikut berpartisipasi dalam pendidikan
anak baik secara langsung maupun tidak langsung. Antara lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat memiliki keterikatan yang sangat kuat. Karena masyarakat
merupakan pembantu pada proses pematanagn individu sebagai anggota kelompok
dalam suatu masyarakat.

H. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

A. Partisipasi Masyarakat

Tuntutan pengembangan sumber daya manusia darri waktu kewaktu semakin


meningkat. Oleh karena itu layanan pendidikan harus mampu mengikuti
perkembangan tersebut. Selain kleuarga dan sekolah, masyarakat memiliki perran
tersendiri terhadap pendidikan. Peran dominan orang tua pada saat anak-anak dalam
masa pertumbuhan hingga menjadi orang tua. Dan pada masa tersebut orang tua harus
mampu memenuhi kebutuhan pook seorang anak. Sedangkan peran pada
pendewasaan dan pematangan individu merupakan peran dari kelompok masayarakat.

Masyarakat adalah kumpulan individu dan kelompok yang diikat dalam


kesatuan negara, kebudayaan, dan agama yang memiliki cita-cita,peraturan-
peraturann dan sistem kekuasaan tertentu. Sedangkan partisipasi masyarakat
merupakan ikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan
hasil dan evaluasi program pembangunan.[3]

Selama ini penyelennggaraan partisipasi masyarakat di Indonesia terbatas pada


keikut sertaan Anggota masyarakat dalam implementasi atau penerapan program-
program pembangunan. Hal ini dipahami sebagai upaya mobilisasi untuk kepentingan
pemerintah dan negara. Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya
anggota masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi objek dari kebijakan
pemerintah namun harus dapat mewakili masyrakat itu sendiri dengan kepentingan
mereka. Perwujudan partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara individu atau
kelompok, spontan atau terorganisir, secara berkelanjutan atau sesaat.
Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta
akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi olehh tiga faktor
pendukungnya, yaitu :

1. Adanya kemauan
2. Adanya kemampuan
3. Adanya kesempatan

 
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dinamika masyarakat memiliki ruang lingkup yang cukup luas;


sebagai wadah muamalah, sistem sosial, partisipasinya dalam pendidikan serta
pengaruhnya yang signifikan terhadap pola tingkah laku anggota
masyarakatnya. Dengan itu, masyarakat dinilai menjadi sebuah lingkungan
yang tinggi pengaruhnya terhadap anggota masyarakat itu tersendiri, itu dapat
dilihat dengan memperhatikan tingkah laku masyarakat pedesaan dengan
masyarakat perkotaan yang memiliki ciri khas masing-masing.

Kemudian, masyarakat yang merupakan kelompok social terbesar


dalam sebuah Negara pastinya ikut andil dalam perkembangan Negara itu
sendiri, sehingga semua tatanan masyarakat beserta keteraturannya di ambil
alih oleh pemerintah dengan peraturan-peraturan yang berlaku sebagai contoh:
berlakunya anjuran keluarga berencana (KB) untuk mengantisipasi
melonjaknya populasi masyarakat.

 
DAFTAR PUSTAKA:

 Ø  Mawardi dan Nur Hidayati, Ilmu Sosial Dasar, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.

Anda mungkin juga menyukai