Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN DIAGNOSA
MEDIS ASMA BRONCHIALE DI RUANG IGD DI RSUD LAHAT

OLEH
DINDA RESTU CAHAYA
NIM:2017.1208

DOSEN PEMBIMBING
Kamesyworo,S.ST.MM

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PRODI D III KEPERAWATAN LAHAT
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas“Asuhan Keperawatan pada Ny.S

dengan Diagnosa Medis Asma Bronchiale di Ruang IGD di RSUD Lahar”

Asuhan keperawatan ini di susun untuk memenuhi tugas akhir praktik stase Gadar

program pendidikan dan menambah pengetahuan

Serta ketrampilan dan memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien yang

menderita Asma Bronchiale

Penyusunan Asuhan keperawatan ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan,

arahan dan bimbingan dari semua pihak, kami ucapan terima kasih kepada semua pihak yang

tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Asuhan keperawatan ini

Banyak kekurangan, untuk menyempurnakan ini kami mengaharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun dari semua pihak. Semoga Asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan pembaca pada umumnya.

Palembang, April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL.............................................................................................
PRAKATA ............................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................

B. Tujuan ................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................


BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................
A. Pengkajian ..........................................................................................

B. Analisa Data........................................................................................

C. Diagnosis Keperawatan ......................................................................

D. Intervensi ............................................................................................

E. Implementasi ......................................................................................

F. Evaluasi ..............................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………….………..
BAB V KESIMPULAN…………………………………………………….…….
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang

Penyakit Asma Bronkial dapat menyerang semua golongan usia, baik lakilaki

maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak. Dari waktu ke waktu baik di

negara maju maupun negara berkembang prevalensi asma meningkat. Asma

merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini

tergambar dari data studi survey kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai

provinsi di Indonesia. Asma dapat timbul pada berbagai usia, gejalanya bervariasi

dari ringan sampai berat dan dapat dikontrol dengan berbagai cara. Gejala asma

dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan antara lain infeksi, alergi, obatobatan,

polusi udara, bahan kimia, beban kerja atau latihan fisik, bau-bauan yang

merangsang dan emosi. Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebsar 80% pada

anak dan 3-5% pada dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar

50%. Selain di Indonesia prevalensi asama di Jepang dilaporkan meningkat 3 kali

disbanding di tahun 1960 yaitu dari 1,2 % menjadi 3,14 %. Penyebab pada asma

sampai saat ini belum diketahui namun dari hasil penelitian terdahulu menjelaskan

bahwa saluran nafas penderita asma mempunyai sifat yang sangat khas yaitu sangat

peka terhadap rangsangan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan pada Ny. S dengan
Asma Bronchiale.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui tinjauan teori pada kasus Asma Bronchiale yang
meliputi :
1) Pengertian Asma Bronchiale
2) Penyebab Asma Bronchiale
3) Patofisiologi Asma Bronchiale
4) Tanda dan Gejala Asma Bronchiale
5) Pemeriksaan Diagnostik Asma Bronchiale
6) Komplikasi Asma Bronchiale
7) Penatalaksanaan Asma Bronchiale
8) Pengkajian fokus dan Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus
Asma Bronchiale
b. Mahasiswa mampu melakukan Asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa Asma Bronchiale
BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme otot polos

bronkiolus. (Corwin E.J., 2001 : 430)

Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh penyempitan yang

intermiten pada saluran napas di banyak tingkat mengakibatkan terhalangnya aliran udara.

(Stein J.H., 2001 : 126)

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang mengakibatkan berbagai

sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat,

obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan (mengi atau sesak). (Mansjoer A.,

1999 : 476-477)
Asma adalah gangguan pernapasan pada bronkus yang menyebabkan penyempitan

intermiten pada saluran pernafasan.

B. ETIOLOGI

Secara etiologis asma dibagi dalam 3 tipe :

1. Asma tipe non atopik (intrinsik)


Pada golongan ini, keluhan tidak adanya hubungan dengan paparan (exposure)

terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah :

a. Serangan timbul setelah dewasa.

b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma.

c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan.

d. Ada hubungan dengan pekerjaan dan beban fisik.

e. Rangsangan / stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi

asma.

f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan

yang peka bagi penderita.

2. Asma tipe atopik (ekstrinsik)

Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure)

terhadap alergen yang spesifik. Kepekaan ini biasaanya ditimbulkan dengan uji kulit

atau provokasi bronkial. Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat :

a. Timbul sejak kanak-kanak

b. Pada famili ada yang mengidap asma

c. Ada eksim waktu bayi

d. Sering menderita rinitis


e. Di Inggris penyebabnya house dust mite, di USA tepung sari bunga rumput

3. Asma Campuran (mixed)

Pada golongan ini, keluhan diperberat oleh faktor-faktor intrinsik maupun

ekstrinsik. (Alsagaff, H. dkk.1993 : 2)


C. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas

bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan, maupun dengan

pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain :

1. Bising mengi (Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.

2. Batuk produktif, sering pada malam hari.

3. Napas atau dada seperti tertekan. (Mansjoer A., 1999 : 477)

D. PATOFISIOLOGI

Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu

atau lebih dari yang berikut ini :

1. Kontraksi otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas.

2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki.

3. Pengisian bronki dengan mukus yang kental.

Selain itu otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental,

banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam

jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang

paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap

lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast

dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan

antibodi, menyebabkan pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin,

bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS –

A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan

napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan

mukus yang sangat banyak.


Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls

saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung

saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok,

emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini

secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator

kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah

terhadap respon parasimpatis.

Selain itu reseptor α dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam

bronki. Ketika reseptor α-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi

terjadi ketika reseptor β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α dan

β-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi

reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator

kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptorbeta

mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi

dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan ialah bahwa penyekatan β-

adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap

peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos. (Smeltzer, S.C., 2001 :

611-612)
Zat allergen masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, mulut dan
kontak kulit

Reaksi tubuh terhadap allergen

Tubuh tidak tahan terhadap allergen

Kontraksi otot polos pernapasan0


Bronkospasme

Penyempitan saluran pernapasan Produksi sputum berlebih

Hambatan aliran Resiko tinggi


pernapasan infeksi

Distraksi ventilasi Jalan napas tidak


yang tidak rata dan efektif
sirkulasi paru

Penurunan sirkulasi Batuk


Gangguan difusi gas darah, dispnea,
F.diPATHWAY
tingkat alveoli wheezing, anoreksia Gangguan pemenuhan
dan kelemahan
sianosis

hipoksia
Perubahan nutrisi kurang Intoleransi
dari kebutuhan tubuh aktivitas
ansietas
Imunitas
menurun
Ketidaktahuan
tentang penyakit Resiko tinggi
infeksi
Gangguan ventilasi (hipoventilasi)

E.istirahat tidurSumber : Stein J.H., (1998); Carpenito, L.J. (1999);


Doenges, M.E. (2000); Smeltzer, Suzanne, C. (2001)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:


a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang

bronkus.

c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah

a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan

kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan

terdapatnya suatu infeksi.

c. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu

serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan

menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah


dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila

terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.


b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan

semakin bertambah.

c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,

maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

2. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen

yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat

dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada

empisema paru yaitu :

a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock

wise rotation.

b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right

bundle branch block).

c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES

atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa

redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.


5. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang

paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan

bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian

bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1

atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon

aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk

menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek

pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya

menunjukkan obstruksi.

H. PENATALAKSANAAN

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit

asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga

penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan

dokter atau perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1. Pengobatan non farmakologik:

a. Memberikan penyuluhan

b. Menghindari faktor pencetus

c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy

e. Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik :

a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:

1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama

obat :

• Orsiprenalin (Alupent)

• Fenoterol (berotec)

• Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,

suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler).

Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan

Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma

serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel

yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup. 2) Santin (teofilin) Nama obat :

• Aminofilin (Amicam supp)

• Aminofilin (Euphilin Retard)


• Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara

kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling

memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai

pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh


darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya

sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang

mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin

ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke

dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak

dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

b. Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.

Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak- anak. Kromalin

biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru

terlihat setelah pemakaian satu bulan.

c. Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya

diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat

diberika secara oral.

Universal Precaution Terhadap Covid-19

1. Rantai Infeksi (Chain of Infection)


Rantai infeksi merupakan rangkaian terjadinya sebuah infeksi pada manusia.
Dengan memahami alur atau rangkaian ini, kita akan tahu bagaimana terjadinya infeksi
melalui tahapan – tahapan tersebut dan untuk mencegah terjadinya kejadian infeksi, kita
perlu memutus mata rantai tersebut, baik dari sisi pencegahan maupun pengendalian
penyakit.
Ada 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau
dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan sehingga infeksi-pun
tidak akan terjadi.
Adapun enam komponen rantai penularan infeksi tersebut adalah :
1. Agen infeksi adalah mikroorganisme penyebab infeksi . Pada manusia, dapat berupa
bakteri, virus, jamur dan parasit.
2. Reservoir : infeksi dapat hidup dan berkembang-biak kemudian ditularkan kepada
manusia. Berdasarkan hasil penelitian, reservoir tersebut pada manusia biasanya
terdapat pada permukaan kulit, saluran napas atas, dan saluran cerna, saluran kemih
serta organ yang lain.
3. Pintu keluar adalah tempat dimana agen infeksi, misalnya virus meninggalkan
reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih ataupun yang lain.
4. Cara penularan merupakan penularan reservoir ke pejamu yang rentan/sensitif. Ada
beberapa metode penularan seperti kontak langsung/tidak langsung, droplet, airborne,
makanan, air/minuman, darah binatang seperti serangga dan binatang pengerat
5. Pintu masuk adalah tempat agen infeksi masuk ke pejamu yang rentan/sensitif, bisa
melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan lain – lain.
6. Pejamu rentan adalah orang dengan kekebalan tubuh menurun yang mudah sekali
terinfeksi atau kesulitan melawan agen infeksi.

Sementara itu, untuk memutus rantai penularan kita perlu paham apa
itu Universal Precaution (kewaspadaan Umum).

2. Universal Precaution (kewaspadaan Umum)


Kewaspadaan umum adalah tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh
seluruh tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat atau tenaga kesehatan lain dan inipun
sebagian bisa ditiru atau dilaksanakan masyarakat awam dengan tujuan mengurangi risiko
penyebaran infeksi atau memutus rantai infeksi diatas.
Kewaspadaan yang dimaksud itu mulai dari pengelolaan alat kesehatan, cuci
tangan, pemakaian alat pelindung diantaranya sarung tangan pengelolaan jarum dan alat
tajam lainnya. Dan, sebagai tambahan, setiap orang tidak mudah terserang penyakit
termasuk COVID-19 perlu menjaga sistem kekebalan tubuhnya dengan menggalakkan
kebiasaan hidup sehat atau menerapkan Pola Hidup Sehat.
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dengan Tips Hidup Sehat, sebagai berikut : 1. Lakukan aktivitas
fisik setiap hari2. Periksa kesehatan secara rutin3. Diet seimbang. Biasakan hidup
bersih dan sehat. Konsumsi makanan sesuai kebutuhan/gizi seimbang, seperti
memperbanyak makan sayur dan buah, kurangi
konsumsi gula garam, dan lemak,cukupi istirahat dan berkualitas,mengelola stress
dengan baik, utin berolahraga, menghindari/berhenti merokok atau minum alkohol.
Faktor lain yang dapat memengaruhi kekebalan tubuh adalah umur seseorang, status
gizi apakah kurus atau obesitas, status imunisasi (untuk anak dan imunisasi tertentu untuk
dewasa), penyakit kronis yang sedang diderita, luka bakar yang luas, trauma pada tubuh,
habis operasi dan pengobatan dengan obat yang menekan sistem kekebalan tubuh serta
faktor yang juga berpengaruh adalah jenis kelamin, ras, status ekonomi, gaya hidup,
pekerjaan dan keturunan.
Dengan memperhatikan cara – cara diatas semua, secara teori, maka seseorang akan
sulit untuk terkena penyakit termasuk COVID-19.
BAB III

KONSEP PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN PRIMER

1. Airway

a. Kaji dan pertahankan jalan napas

b. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu

c. Gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan napas jika perlu

d. Pertimbangkan untuk di rujuk ke anesthetist untuk dilakukan intubasi jika tidak

mampu untuk menjaga jalan napas atau pasien dalam kondisi terancam

kehidupannya atau pada asthma akut berat

e. Jika pasien menunjukan gejala yang mengancam kehidupan, yakinkan mendapat

pertolongan medis secepatnya.

2. Breathing

a. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, dengan tujuan

mempertahankan saturasi oksigen >92%

b. Berikan aliran oksigen tinggi melalui non re-breath mask

c. Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask-ventilation

d. Ambil darah untuk pemeriksaan arterial blood gases untuk menkaji PaO2 dan
PaCO2
e. Kaji respiratory rate

f. Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow dan dokumentasikan

g. Periksa system pernapasan – cari tanda:

• Cyanosis

• Deviasi trachea

• Kesimetrisan pergerakan dada

• Retraksi dinding dada

h. Dengarkan adanya:

• Wheezing

• pengurangan aliran udara masuk

3. Circulation/Sirkulasi

a. Kaji denyut jantung dan rhytme

b. Catat tekanan darah

c. Lakukan EKG

d. Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian magnesium sulphat 2 gram dalam

20 menit
e. Kaji intake output

f. Jika potassium rendah makan berikan potassium

4. Disability

a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU

b. Penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda ekstrim pertama dan pasien

membutuhkan pertolongan di ruang Intesnsive

B. PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Lama menderita asma, hal yang menimbulkan serangan, obat yang dipakai setiap hari

dan saat serangan.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah riwayat sakit asma pada keluarga.

4. Riwayat Sosial Ekonomi

Lingkungan tempat tinggal dan bekerja, jenis pekerjaan, jenis makanan yang

berhubungan dengan allergen, hewan piaraan yang dipelihara dan tingkat stressor.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Inefektif kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi mukus,

kekentalan sekresi, dan bronkospasme.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungkan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi

jalan napas oleh sekresi, spasme broncus), kerusakan alveoli.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,

kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia / mual-muntah

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Inefektif kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi mukus,

kekentalan sekresi, dan bronkospasme.

a. Kriteria hasil :

1) Mendemonstrasikan batuk efektif.

2) Mencari posisi yang nyaman untuk memudahkan peningkatan pertukaran

udara.

3) Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

b. Intervensi :

1) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.

2) Pertahankan hidrasi adekuat : meningkatkan masukan cairan 2 sampai 4

liter per hari bila tidak dikontra indikasi penurunan curah jantung/gagal ginjal.

3) Auskultasi paru-paru sebelum dan sesudah tindakan.

4) Dorong / berikan perawatan mulut.

c. Rasional :
1) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif, menimbulkan frustasi.
2) Sekresi kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus

yang dapat menimbulkan atelektasis.

3) Pengkajian ini membantu mengevaluasi keberhasilan tindakan

4) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.

(Carpenito, L.J., 1999 : 131, Doenges, 1999 :166)

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungkan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi

jalan napas oleh sekresi, spasme broncus), kerusakan alveoli.

a. Kriteria Hasil:

1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan AGD

(Analisa Gas Darah) dalam rentang normal dan bebas gejala distres

pernafasan.

2) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau

Situasi

b. Intervensi keperawatan :

1) Kaji frekwensi kedalaman pernafasan

2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang

mudah untuk bernafas.

3) Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk istirahat tidur

4) Awasi tanda-tanda vital.


c. Rasional

1) Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan

paru dan status kesehatan umum.


2) Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran

sekret untuk memperbaiki ventilasi (rujuk pada DK : bersihan jalan nafas tak

efektif).

3) Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen untuk

memudahkan perbaikan infeksi.

4) Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan

oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler. (Doenges E., 2000 : 168)

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,

kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia / mual-muntah.

a. Kriteria hasil :

a) Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.

b) Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau

mempertahankan berat badan yang tepat.

b. Intervensi :

a) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini

b) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan tempat khusus untuk

sekali pakai dan tisu

c) Berikan makanan porsi kecil tapi sering

d) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat

c. Rasional :

a) Sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.


b) Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegahan utama terhadap

nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan

kesulitan napas.

c) Membantu untuk meningkatkan kalori total

d) Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan

gerak diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea. (Doenges M.E., 2000 :

159)

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama

(penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan

jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan, proses penyakit kronis, malnutrisi).

a. Kriteria hasil :

Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi. b.

Intervensi :

1) Awasi suhu

2) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.

3) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.


4) Kolaborasi : Berikan antimikrobial sesuai indikasi

c. Rasional :

1) Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi

2) Mencegah penyebaran patogen melalui cairan

3) Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan

terhadap infeksi.
4) Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur

dan sensitivitas atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.

(Doenges M.E., 2000 : 162)


BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.
S KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAFASAN : ASMA
BRONKHIALE PADA NY.S DI RUANG IGD RSUD LAHAT

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
a. Identitas klien
Namaklien : Ny. S
No register : 101191
Usia : 64 tahun
Tanggal masuk : 15April 2020 (jam 10.00)
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Suku / bangsa : Sumatra / Indonesia
Jenis kelamin : Perempuan
Diagnosa medis : Asma Bronkhiale
Tanggal Pengkajian :15April 2020(jam 10.10)

b. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn.M
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : laki – laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Bukit lama RT 06/05 palembang
Hub dengan klien : Anak

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Ds :Klien mengeluh sesak nafas
2. Riwayat kesehatan sekarang
Ds :klien mengatakan habis bersih-bersih rumah, tiba tiba jatuh dan klien sulit untuk
bernafas ( sesak nafas klien kambuh).
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Ds :Klien mengatakan punya penyakit asma pada tahun 2008 dan klien tidak rutin
memeriksakannya ke poliklinik, bila asmanya kambuh klien hanya membeli obat
yang ada di warung.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Ds :klien mengatakan, ayah klien dulu pernah menderita TBC dan ayah klien
meninggal pada tahun 1998 karena penyakit TBC yang dideritanya.
5. Riwayata alergi
Ds :klien mengatakan tidak ada alergi obat,makanan,minuman namun asma klien
kambuh bila klien terkana debu dan kena angin malam.

C. PENGKAJIAN PRIMER
a. Pengkajian primer
1) Airway (A)
Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas dan klien cuping hidung.,
sedikit ada secret.
2) Breating (B)
Terdengar suara ronchi dan whezzing dikedua lapang paru klien. Klien
terlihat sesak nafas, retraksi dada dangkal, terlihat otot bantu pernafasan,
nafas cepat, Rr : 26 x/m.
3) Circulasi (C )
Akral dingin, klien terlihat pucat, capillary refil > 3 detik, TD : 150 / 90
mmHg, N : 92 x/m. S : 37,60C

4) Dissability (D )
Kesadaran komposmentis, GCS E4-M6-V5, klien tidak mengeluh nyeri.
D. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keadaan umum
Ds :klien tampak lemah
2. Kesadaran
Do :Composmentis E:4 V:5 M:6
3. Tanda –tanda Vital Do :
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Pernafasan : 26 X/menit
- Nadi : 92 X/menit
- Suhu : 37,6°C
- Spo2 : 100 %
4. Berat Badan Do :
- BB : 50 Kg
- TB : 160 cm
5. Kepala
Inspeksi :Distribusi rambut tidak merata, rambut sedikit kotor, rambut berwarna
hitam dan beruban, tidak ada hematom maupun lesi dikepala.
Palpasi : Tidak ada hematom maupun lesi, tidak ada nyeri tekan pada kepala.
6. Mata
Inspeksi : Mata simetris, reflek pupil normal, pupil isokor, sklera non ikterik,
konjungtiva hiperemis.
Palpasi : Sklera non ikterik, konjungtiva hiperemis.
7. Hidung
Inspeksi : lubang hidung simetris, dan sedikit ada serumen.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung. 8. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kemerahan, telinga simetris, lubang telinga cukup bersih.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daun telinga maupun tulang mastoid. 9.
Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi : Bibir pucat, mukosa lembab, tidak ada stomatitis dan leukopakia, ada
karies gigi, tidak ada gusi bengkak, tidak terlihat pembengkakan tonsil.

10. Leher
Inspeksi : Terlihat otot bantu pernafasan, tidak ada pembengkakan kelenjar
tiroid dan tonsil.
Palpasi : Tidak teraba pembengkakan kelenjar tiroid dan tonsil,
11. Dada/ paru
(1).Paru
Inspeksi : Bentuk simetris, Gerakan dada Simetris
Palpasi : stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor eluruh lapang paru
Auskultasi : terdengar whezzing dan ronkhy.
(2).Jantung
Inspeksi : Terlihat ictus cordis di ICS ke 5 digaris midclavicula sinistra.
Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS ke 5 digaris midclavicula sinistra.
Perkusi : Suara perkusi dullnes

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, suara lup-dup


12. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen, tidak ada strie, umbilkal tidak
menonjol, tidak ada kolostomi.
Auskultasi : terdengar peristaltik dengan frekuensi 5 x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan epigastrik dan titik Mc Burney point, tidak ada
pembesaran hepar, lien dan limfe Perkusi: suara perkusi thympani
13. Genital
Do : Tidak Terpasang Kateter
14. Ekstremitas
Atas : Ekstermitas atas normal kekuatan otot 5 pada kedua tangan.
Bawah : Ekstermitas bawah normal dengan kekuatan otot 5 pada kedua kaki, akral
dingin.
15. Kulit
Palpasi : Akral dingin, tidak ada lesi dikulit.
16. Therapy Pulmicort 1 x 1mg
Ventoline 1 x 2.5 mg
Ambroxol 3 x 1 tablet
Salbutamol 2 x ½ tablet
E. Analisa data

Hari/ No Data focus Problem Etiologi


Tgl/Jam

Kamis , 1 DS : klien mengeluh sesak Ketidak Murcus dalam


29/1/15
nafas efektifan jumlah yang
Jam
DO :
bersihan jalan berlebihan,
10.00 terdengar ronchi
Wib nafas peningkatan
dan whezzing
produksi
dilapang paru
mucus,eksudat
kanan dan kiri.
Klien terlihat sesak dalam alveoli

nafas, retraksi dada dan

dangkal, terlihat bronkospasme

otot bantu
pernafasan

2 DS : Klien mengatakan Gangguan Retensi karbon


badannya lemas pertukaran dioksida
DO :
gas
Klien tampak lemas
Tekanan darah : 150/90
mmHg
Pernafasan :
26X/menit
Nadi : 92 X/menit
Suhu : 37,6°C
Spo2 : 100 %

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d Murcus dalam jumlah yang berlebihan,
peningkatan produksi mucus,eksudat dalam alveoli dan bronkospasme 2. Gangguan
pertukaran gas b.d Retensi karbon dioksida
G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Hari /
No Tujuan dan Intervensi
Tgl / Rasional
Dx Kriteria Keperawatan
Jam
Kamis, 1 Setelah dilakukan 1. Monitoring Untuk mengetahui
29 tindakan pernafasan klien gangguan nafas
Januari keperawatan (frekuensi, yang terjadi dan
2015 selama 1 x 30 kedalaman, menentukan
Jam menit, bersihan bunyi nafas) intervensi
10.14 jalan nafas normal selanjutnya.
wib dengan kriteria Untuk
hasil menunjukan 2. Posisikan semi memudahkan
jalan nafas yang flower ekspansi dada
paten. dalam bernafas.
3. Berikan O2 nasal Untuk memberikan
/ masker bantuan nafas dan
mempertahankan
kadar O2 dalam
tubuh.
4. Ajarkan klien Tehnik untuk
untuk batuk mengeluarkan
efektif sekret secara
5. Kolaborasi
pemberian mandiri.
bronkhodilator
Untuk
mengencerkan
mukus dan
mendilatasikan
saluran nafas.

2 Setelah dilakukan 1. Monitoring Untuk mengetahui


tindakan pernafasan klien gangguan nafas
keperawatan (frekuensi, yang terjadi dan
selama 1 x 30 kedalaman, menentukan
pertukaran gas bunyi nafas) intervensi
membaik dengan selanjutnya.
kriteria hasil TTV Untuk
dalam rentang 2. Posisikan semi memudahkan
Normal. flower ekspansi dada
Mendemostrasikan dalam bernafas.
peningkatan 3. Monitor respirasi Untuk memberikan
ventilasi dan dan setatus O2 bantuan nafas dan
oksigen yang mempertahankan
adekuat 4. Ajarkan klien kadar O2 dalam
untuk batuk tubuh.
efektif Tehnik untuk
mengeluarkan
5. Kolaborasi sekret secara
pemberian mandiri.
bronkhodilator Untuk
mengencerkan
mukus dan
mendilatasikan
saluran nafas.
mesin nebulezer

10.25 Wib 1,2 Mengajarkan DS : klien mengatakan mau


klien batuk mencobanya.
DO : klien bisa melakuakn
efektif.
batuk efektif,
dahak/sekret keluar
setelah melakukan batuk
efektif.

10.26 wib 1,2 Mengkaji ulang DS : klien mengatakan


keadaan umum badannya masih lemas
DO : klien tampak lemas, dan
klien
gelisah
Rr : 25 x/m, TD :
150//90 mmHg,
I. EVALUASI

Hari/tanggal No Evaluasi Paraf


Dx
Kamis 1 S : klien mengatakan masih sesak nafas . 29Januari O :
Tidak terdengar gurgling, dahak keluar 2015 sedikit, batuk sudah
berkurang.
11.00 A : masalah Ketidak efektifan bersihan jalan nafas belum
teratasi. Karena di bronkus klien masih ada
penemupukan secret yang belum bisa di
keluarkan P :lanjutkan intervensi
1. Anjurkan klien untuk teratur minum obat
2. Anjurkan klien untuk menghindari faktor
kekambuhan
3. Anjurkan klien untuka minum air hangat
4. Anjurkan klien mempraktekan batuk
efektif
2 S : klien mengatakan lemas dan masih gelisah
O:
Klien tampak lemas
retraksi dada simetris, dalam dan
reguler, ekpansi dada optimal, nafas
klien dalam dan tidak dangkal. Tidak
terlihat otot bantu nafas. Rr : 24 x/m
A : Masalah Gangguan pertukaran gas belum
teratasi karena klien masih merasakan sesak
dan klien tampak sangat lemas akan
kondisinya.
P :lanjutkan intervensi
1. Anjurkan klien untuk teratur minum
obat
2. Anjurkan klien untuk makan sedikit dan
sering
3. Anjurkan klien menghindari faktor
kekambuhan
4. Anjurkan klien untuka istirahat yang
cukup
BAB IV
PEMBAHASAN

A. PERMASALAHAN KLIEN
Penyempitan saluran pernafasan ini disebabkan oleh alergen yang masuk kedalam
saluran pernafasan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan
lainlain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah
alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan
signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel
plasma dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang
ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi
atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih
dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam
permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan
perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Untuk kasus ini klien NY.S menderita asma sudah lama yaitu pada tahun 2008. Klien
sudah mencoba untuk berobat ke klinik namun klien tidak rutin untuk mengontrolkan
penyakitnya.
Klien kambuh sesaknya bila klien terkena debu dan klien keluar malam (terkena angin
malam). Klien lebih sering minum obat dari warung bila sesak nafasnya kambuh.
Karena klien sesaknya kambuh dank lien sudah tidak sanggup untuk menahannya,
dengan criteria klien wajah pucat, nafas dangkal, dan klien terlihat lemas klien memeriksakan
dirinya ke klinik. Kemudian dari klinik menyarankan untuk memeriksakan ke RSUD kota
Semarang.
Setelah klien sampai di IGD RSUD kota semarang klien di tangani beberapa perawat
dan klien di lakukan tindakan pemberian teraphy Oksigen dan klien di lakukan nebulizer.
Perawat melakukan tindakan selama 1x30 menit klien mengatakn masih sesak dank lien minta
di rawat di Rumah sakit. Kemudian klien dirawat di ruang yudistira untuk mendapatkan
tindakan-tindakan keperawatan seuai intervensi keperawatan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dari permasalahan – permasalahan itu, muncul 2 diagnosa keperawatan yaitu Ketidak
efektifan bersihan jalan nafas b.d Murcus dalam jumlah yang berlebihan, peningkatan produksi
mucus,eksudat dalam alveoli dan bronkospasme. Diagnosa yang pertama adalah Ketidak
efektifan bersihan jalan nafas, menurut Nanda nic-noc (2013), ketidak efektifan jalan nafas
dalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna
mempertahankan jalan nafas bersih.
Data untuk menegakkan diagnosa ini adalah adanya disneu, bunyi nafas tambahan,
perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan,adanya sputum, sianosis. Bila dikaitkan
dengan keadaan Ny. S, sangat sinkron dan sesuai dengan apa yang yang dialami oleh klien,
klien mengalami sesak nafas, terdengar suara tambahan, terdapat seputum/dahak
ditenggorokan klien. Hal ini mendukung bahwa Ny.S mengalami masalah bersihan jalan nafas
tak efektif.
Masalah keperawatan yang kedua adalah Gangguan pertukaran gas b.d Retensi karbon
dioksida menurut NandaNic-Noc (2013), Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau
deficit pada oksigen dan/ eliminasi karbon di oksida pada membrane alveolar kapiler.. Hal ini
diakibatkan adanya pernafasan yang abnormal terlihat dari kecepatan irama dan kedalamannya
pernafasan, dan warna kulit klien terlihat ubnormal yaitu pucat. Data yang mendukung adanya
gangguan pertukaran gas ini adalah adanya wheziing, retraksi dada dangkal dan cepat. Hal ini
selara dengan keadaan klien yang mengalami masalah pola nafas tak efektif.
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit, dilakukan pengkajian
ulang dan didapatkan data klien mengatakan sesak nafas berkurang, tidak terdengar
gurgling, batuk berkurang, masih terdengar suara whezzing, retraksi dada simetris, dalam
dan reguler, ekpansi dada optimal, nafas klien dalam dan tidak dangkal. Terlihat otot bantu
nafas. Rr : 26 x/m, TD : 150/90 mmHg. Dengan keadaan klien seperti ini, klien di lakukan
perawatan di RSUD lebih lanjut sesuai intervensi keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes.2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC


Lewish.2000.America Thoraric Society

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Marylinn E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperwatan Pedoman Untuk


Perencanaan/Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Smeltzer, S. G & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth. Edisi 8 Jakarta : EGC

Tjokonegoro,A & Utama,H.2004. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III


Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai