Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan organ retroperitoneal yang terletak di bagian
posterior dari dinding lambung. Letaknya diantara duodenum dan limfa, di depan
aorta abdominalis dan arteri serta vena mesenterica superior. Organ ini
konsistensinya padat, panjangnya ±11,5 cm, beratnya ±150 gram. Pankreas terdiri
bagian kepala/caput yang terletak di sebelah kanan, diikuti corpus ditengah, dan
cauda di sebelah kiri. Ada sebagian kecil dari pankreas yang berada di bagian
belakang Arteri Mesenterica Superior yang disebut dengan Processus Uncinatus
(Kuntoadi, 2015).

Gambar Anatomi Pankreas

Jaringan penyusun pancreas terdiri dari :


a. Jaringan eksokrin, berupa sel sekretorik yang berbentuk seperti anggur
yang disebut sebagai asinus/Pancreatic acini, yang merupakan jaringan
yang menghasilkan enzim pencernaan ke dalam duodenum.
b. Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet of
Langerhans yang tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang
menghasilkan insulin dan glukagon ke dalam darah.

Gambar Asinus dan pulau langerhans

Pulau-pulau Langerhans tersebut terdiri dari beberapa sel yaitu:


a. Sel α (sekitar 20%), menghasilkan hormon glukagon.
b. Sel ß (dengan jumlah paling banyak 70%), menghasilkan hormon insulin.
c. Sel δ (sekitar 5-10%), menghasilkan hormon Somatostatin.
d. Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas.
Masuknya glukosa ke dalam sel otot dipengaruhi oleh 2 keadaan. Pertama,
ketika sel otot melakukan kerja yang lebih berat, sel otot akan lebih permeabel
terhadap glukosa. Kedua, ketika beberapa jam setelah makan, glukosa darah akan
meningkat dan pankreas akan mengeluarkan insulin yang banyak. Insulin yang
meningkat tersebut menyebabkan peningkatan transport glukosa ke dalam sel
(Guyton dan Hall, 2006). Insulin dihasilkan didarah dalam dengan bentuk bebas
dengan waktu paruh plasma ±6 menit, bila tidak berikatan dengan reseptor pada
sel target, maka akan didegradasi oleh enzim insulinase yang dihasilkan terutama
di hati dalam waktu 10-15 menit. Reseptor insulin merupakan kombinasi dari
empat subunit yang berikatan dengan ikatan disulfida yaitu dua subunit-α yang
berada di luar sel membran dan dua unit sel-ß yang menembus membran. Insulin
akan mengikat serta mengaktivasi reseptor α pada sel target, sehingga akan
menyebabkan sel ß terfosforilasi. Sel ß akan mengaktifkan tyrosine kinase yang
juga akan menyebabkan terfosforilasinya enzim intrasel lain termasuk insulin-
receptors substrates (IRS) (Kuntoadi, 2015).

Gambar Reseptor insulin

Dalam tubuh kita terdapat mekanisme reabsorbsi glukosa oleh ginjal,


dalam batas ambang tertentu. Kadar glukosa normal dalam tubuh kira-kira 100mg
glukosa/100ml plasma dengan GFR/Glomerular Filtration Rate 125ml/menit.
Glukosa akan ditemukan diurin jika telah melewati ambang ginjal untuk
reabsorbsi glukosa yaitu 375 mg/menit dengan glukosa di plasma darah
300mg/100ml.

B. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan
karakteristik tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena
gangguan sekresi insulin, kelainan kerja insulin, atau kombinasi keduanya.
Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan dalam waktu
yang lama, disfungsi beberapa organ tubuh terutama ginjal, mata, jantung, saraf
dan pembuluh darah (American Diabetes Association (ADA), 2018). Tiga
kompliksi akut utama DM yang berhubungan dengan ketidakseimbangan kadar
glukosa yang berlangsung dalam waktu pendek yaitu hipoglikemia, ketoasidosis
diabetik (DKA), dan sindrom nonetotik hiperosmolar hiperglikemik. DM juga
dikaitkan dengan peningkatan insidensi penyakit makrovaskular seperti penyakit
arteri koroner (infark miokard), penyakit serebro vaskuler (stroke), dan penyakit
vaskular perifer (Smeltzer, 2013).

C. Epidemiologi
Saat ini, diabetes diderita oleh 425 juta orang dewasa dan pada tahun
2045 mendatang, total penduduk dewasa yang menderita diabetes diperkirakan
mencapai 629 juta penduduk (International Diabetes Federation (IDF), 2018).
World Health Organization (WHO) tahun 2018 menyatakan bahwa dari 56,9 juta
kematian di dunia pada tahun 2016, lebih dari separuh (54%) diakibatkan oleh 10
penyakit, diantaranya adalah DM. Sebanyak 1,6 juta kematian penduduk dunia
pada tahun 2016 diakibatkan oleh diabetes, hal ini meningkat daripada kematian
akibat diabetes pada tahun 2000, yaitu kurang dari 1 juta penduduk dunia.
Menurut Kementerian Kesehatan dari Hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) pada tahun 2018, DM berada pada peringkat ke 3 pada penyakit
tidak menular setelah hipertensi dan stroke. Prevalensi DM pada hasil riskesdas
2018 naik menjadi 8,5% lebih tinggi daripada hasil riskesdas sebelumnya di tahun
2013 yaitu sebesar 6,9% jika dinilai menurut konsensus Perhimpunan
Endokrinologi Indonesi (PERKENI) tahun 2011. Sedangkan menurut konsensus
Perkeni tahun 2015, prevalensi DM pada tahun 2018 adalah sebesar 10,9%. Pada
tahun 2013, sebanyak 2,1% orang di Jawa Timur mengalami DM dan sebanyak
2,5% diketahui mengalami tanda dan gejala DM. Menurut Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember dalam Profil Kesehatan Kabupaten Jember pada tahun 2014,
Penyakit DM berada pada urutan ke 3 setelah ISPA dan Hipertensi Primer pada
10 besar penyakit rawat jalan di rumah sakit Kabupaten Jember tahun 2013.

D. Etiologi
Belum diketahui secara pasti penyebab dari penyakit diabetes melitus ini.
Namun ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan diabetes melitus ini.
Beberapa faktor tersebut adalah (LeMone et al., 2012):
1. Faktor genetik
DM dapat diturunkan melalui riawayat keluarga yang memiliki penyakit DM.
Hal ini tejadi karena DNA seseorang yang mengalami DM diinformasikan
pada gen berikutnya yang berkaitan dengan penurunan fungsi insulin (Riyadi
dan Sukarmin, 2008). Anak dari penyandang DM mempunyai resiko yang
lebih tinggi dua hingga empat kali terkena DM dan 30% resiko mengalami
intoleransi glukosa.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fungsi fisiologis setelah usia 40
tahun. Penurunan fungsi ini dapat mengakibatkan fungsi endokrin pankreas
untuk memproduksi insulin menurun.
3. Obesitas
Obesitas dapat menyebabkan sel beta dalam pankreas mengalami hipertropi
yang dapat berpengaruh pada produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena adanya peningkatan metabolisme glukosa untuk
mencukupi energi sel akibat obesitas.
4. Pola makan
Pola makan yang salah mempengaruhi efektivitas kerja sel beta pankreas.
Malnutrisi dapat menyebabkan kerusakan pankreas, sedangkan obesitas dapat
menyebabkan peningkatan resistensi insulin.
5. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas menyebabkan kerusakan sel
pankreas. Kerusakan sel pankreas dapat berakibat pada fungsi pankreas yang
turun salah satunya adalah memproduksi hormon insulin.
6. Stres
Stres membuat kerja metabolisme dan kerja pankreas meningkat. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan pankreas sehingga menurunkan hasil kerja
insulin.
7. Kehamilan
Pada wanita, kehamilan dapat menjadi faktor resiko terkena DM terutama
wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan bayi lebih dari 4500
gram atau memiliki riwayat diabetes gestasional.

E. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi DM menurut Smeltzer (2013) yaitu :
1. DM tipe 1
DM tipe 1 disebut dengan IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
merupakan DM yang tergantung dengan insulin. DM tipe satu ditandai
dengan destruksi sel-sel beta pankreas akibat faktor genetik, imunologis, dan
mungkin juga lingkungan. Pada diabetes tipe ini diperlukan injeksi insulin.
Gejala diabetes tipe 1 terjadi secara mendadak, biasanya sebelum usia 30
tahun.
2. DM tipe 2
DM tipe 2 disebut dengan NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus) merupakan DM yang tidak tergantung dengan insulin. DM ini
disebabkan oleh sensitivitas insulin yang menurun (resistensi insulin) atau
disebabkan akibat penurunan jumlah insulin yang diproduksi. Diabetes tipe 2
ini paling sering dialami oleh pasien yang berusia lebih dari 30 tahun dan
pasien yang mengalami obesitas.
3. DM Gestasional
DM gestasional merupakan DM yang terjadi selama masa kehamilan.
Diabetes gestasional ditandai dengan setiap derajat intoleransi glukosa yang
terjadi selama masa kehamilan (trimester kedua atau ketiga). Resiko diabetes
gestasional mencakup obesitas, riwayat personal mengalami diabetes
gestasional, glikosuria, atau riwayat kuat keluarga mengalami diabetes

F. Patofisiologi
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam darah dengan jumlah tertentu.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, adalah hormon
yang diproduksi oleh pankreas berfungsi untuk mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Insulin berperan
untuk memasukkan glukosa kedalam sel dalam proses metabolisme. Apabila
insulin tidak bekerja, maka glukosa tidak dapat masuk kedalam sel. Hal ini
menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (Misnadiarly, 2014). Perubahan
metabolisme dapat menyebabkan glukosuria karena glukosa mencapai ambang
batas pada ginjal. Poliuria disebabkan karena glukosuria memiliki sifat glukosa
yang menarik air. Poliuria menyebabkan kehilangan banyak air, natrium dan
klorida sehingga menyebabkan meningkatnya rasa haus polifagia.
Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terangkut oleh hati.
Konsentrasi glukosa dalam darah yang tinggi menyebabkan ginjal dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut dapat
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke
dalam urin, akan terjadi diuresis osmotik, yaitu ekskresi yang berlebih dari cairan
dan elektrolit. Akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatann dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan serta terjadi peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori (Smeltzer, 2013).
Pada DM tipe 2 terjadi gangguan sekresi dan resistensi insulin. Pada
kondisi normal insulin akan berikatan dengan reseptor khusus di permukaan sel
kemudian akan membentuk rangkaian reaksi metabolisme glukosa di dalam sel.
Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin disertai penurunan reaksi intrasel
sehingga insulin menjadi tidak efektif pada pengambilan glukosa oleh jaringan.
Resistensi insulin dan pencegahan terbentuknya glukosa darah dapat dilakukan
dengan meningkatkan jumlah insulin yang disekresikan. Resistensi insulin dan
pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah diatasi dengan meningkatkan
jumlah sekresi insulin. Seseorang yang mengalami keadaan gangguan glukosa
membutuhkan insulin yang lebih banyak untuk menyeimbanginya, namun jika sel
β pankreas tidak mampu memproduksi insulin untuk menyeimbangi peningkatan
glukosa darah dan terjadi hiperglikemia maka dapat terjadi DM tipe 2. Terjadinya
hiperglikemia akibat kendali glukosa darah yang normal berperan sentral untuk
terjadi dasar kerusakan vaskuler baik mikro maupun makrovaskuler, mempunyai
korelasi positif pada berat dan lamanya hiperglikemia.

G. Manifestasi Klinis
Penderita DM mengalami manifestasi yang lambat dan sering kali tidak
menyadari penyakitnya (LeMone et al., 2012). Menurut Smeltzer (2013),
manifestasi klinis DM secara umum yaitu terjadi poliuria, polidipsi, dan
polifagia. Penderita DM biasanya merasa keletihan dan kelemahan, perubahan
pandangan secara mendadak, sensasi kesemutan atau kebas di tangan maupun
kaki, dan kulit kering. Manifestasi klinis DM juga menunjukkan tanda dan gejala
diabetes ketoasidosis yang berupa nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi
dan napas berbau buah. Orang yang terkena DM biasanya sering mengalami lesi
di kulit atau luka yang sembuhnya lama, dan sering mengalami infeksi yang
berulang (ADA, 2018). Diabetes tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang
progresif dan berlangsung perlahan (bertahun-tahun) yang mengakibatkan
komplikasi jangka panjang seperti penyakit pada mata, neuropati perifer, maupun
penyakit vaskuler perifer (Smeltzer, 2013).
Tabel 1. Manifestasi klinis diabetes melitus berdasarkan dasar patologis

Manifestasi
Dasar Patofisiologi DM Tipe 1 DM Tipe 2
Klinis
Poliuri Air tdk diabsorbsi di tubulus ginjal ++ +
sekunder aktifitas osmotic glukosa;
sehingga kehilangan air, glukosa dan
elektrolit.
Polidipsi Dehidrasi sekunder terhadap poliuri ++ +
yang menyebabkan haus.
Polifagia Banyak makan sekunder terhadap
kerusakan jaringan (katabolisme) ++ +
menyebabkan mudah lapar.
Berat badan Penurunan berat badan sekunder ++ -
menurun terhadap penurunan jumlah air,
glikogen, dan cadangan trigliserida;
kehilangan kronis sekunder terhadap
penurunan massa otot perubahan asam
amino pada bentuk glukosa dan badan
keton.
Penglihatan Sekunder terhadap paparan kronis pada + ++
kabur lensa mata dan retina.
Pruritus, Infeksi bakteri dan jamur pada kulit. + ++
infeksi kulit,
vaginitis
Ketonuria Ketika glukosa tidak dapat digunakan ++ -
sebagai energi pada sel-sel yang
tergantung insulin, asam lemak akan
digunakan sebagai energi, asam lemak
akan dipecah dalam bentuk keton di
dalam darah dan diekskresikan ke
ginjal; pada DM tipe 2, insulin cukup
untuk menekan kelebihan penggunaan
asam lemak tetapi tidak cukup bila
menggunakan glukosa.
Kelemahan, Penurunan volume plasma ++ +
lelah, pusing menyebabkan hipotensi postural;
kehilangan potassium dan metabolisme
protein menyebabkan kelemahan.
Ket : (+) sering nampak, (++) selalu nampak, (-) tidak selalu nampak
H. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis DM didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa dalam darah
secara enzimatik menggunakan plasma darah vena. Ada beberapa cara
pemeriksaan untuk mendiagnosa DM dan masing-masing cara harus dipastikan
kembali dan diulang pada hari berikutnya (LeMone et al., 2012). Kriteria
diagnostik DM menurut Perhimpunan Endokronologi Indonesi (PERKENI) tahun
2015 adalah :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa dengan hasil sama dengan atau lebih dari
126 mg/dl yang dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan.Puasa adalah
kondisi dimana tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa plasma dengan hasil sama dengan atau lebih dari 200
mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) menggunakan beban
glukosa sebesar 75 gram.
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu sama dengan atau lebih dari 200 mg/dl
disertai dengan manifestasi klinis diabetes, yaitu adanya poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya.
4. Pemeriksaan HbA1c dengan hasil sama dengan atau lebih dari 6,5%
menggunakan metode terstandarisasi. Jika hasil glukosa plasma puasa antara
100-125 mg/dL dan hasil TTGO gula darah dua jam sebesar <140 mg/dL
maka termasuk dalam kelompok glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Apabila tes glukosa dilakukan dua jam setelah TTGO dan memiliki hasil
antara 140-199 mg/dL dan hasil glukosa plasma puasa <100 mg/dL, maka
termasuk kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) (PERKENI, 2015).

Tabel 2. Kadar Glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan diagnosa DM
(mg/dl)
Bukan Belum DM
DM pasti DM
Kadar Glukosa Plasma vena < 100 100-199 ≥ 200
darah sewaktu Plasma kapiler < 90 90-199 ≥ 200
Kadar Glukosa Plasma vena < 100 100-125 ≥ 126
darah puasa Plasma kapiler < 90 90-99 ≥ 100
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penderia DM, yang mempunyai tujuan jangka pendek untuk mengurangi keluhan
DM, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi resiko komplikasi akut.
Sedangkan tujuan jangka panjang penatalaksanaan DM adalah untuk menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati sehingga tujuan akhir
dari penatalaksanaan DM adalah turunnya angka morbiditas dan mortalitas DM.
Penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut
adalah dengan mengendalikan glukosa darah, berat badan, tekanan darah, dan
lipid melalui pengelolaan secara komprehensif (PERKENI, 2015).
Penatalaksanaan pasien DM menurut PERKENI tahun 2015, terdiri dari 4 pilar,
yaitu :
1. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Pengaturan makan pada penderita DM adalah makanan seimbang yang sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi penderita DM. Bagi penderita DM perlu
penekanan pada pentingnya jadwal makan, jenis dan jumlah kalori terutama
pada penderita yang melakukan terapi insulin. Komposisi makanan yang
dianjurka terdiri dari 45-65% karbohidrat dan 10-20% proterin dari total
asupan energi, serta 20-25% asupan lemak dari kebutuhan kalori.
2. Latihan Jasmani
Berolahraga selain bertujuan menjaga kebugaran dan menjaga beart badan,
dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan peningkatan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki sensitivitas insulin. Berolahraga juga
dapat meningkatkan sirkulasi darah dan tonus otot. Kegiatan olahraga yang
disarankan dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama 20-
45 menit. Latihan jasmani yang dianjurkan untuk penderita DM sepertijalan
cepat, jogging bersepeda santai, dan berenang. Latihan jasmani disesuaikan
dengan umur dan status kesehatan penderita DM masing-masing individu.
3. Edukasi
Edukasi dilakukan untuk meningkatkan promosi hidup sehat dalam upaya
pencegahan dan pengelolaan DM secara holistik. Pengelolaan diabetes secara
optimal membutuhkan partisipasi pasien dalam upaya penerapan perilaku
hidup sehat. Materi edukasi yang diberikan dapat berisi tentang pengelolaan
DM secara mandiri seperti mengkonsumsi makanan sehat, mengkonsumsi
obat diabetes teratur serta pada waktu yang tertentu, melakukan aktivitas
secara teratur, melakukan kontrol glukosa darah mandiri dan memanfaatkan
informasi, serta melakukan perawatan kaki secara berkala.
4. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis digunakan jika kadar glukosa optimal belum tercapai
dan diberikan bersama pengaturan pola makan serta latihan jasmani. Terapi
Farmakologis terdiri dari :
a. Obat Antihipoglikemik Oral
Obat antihiperglikemik oral teridiri dari pemacu sekresi insulin (insulin
secretagogue) seperti sulfonilurea dan glinid, peningkat sensitivitas
terhadap insulin seperti metformin dan tiazolidindion (TZD), dan
penghambat absorbsi glukosa disaluran pencernaan,
b. Obat Antihiperglikemik Suntik
Obat antihiperglikemik suntik terdiri dari insulin, agonis GLP-1 serta
kombinasi insulin dan kombinasi GLP-1. Penggunaan obat
antihiperglikemik suntik digunakan dengan pertimbangan yang
disesuaikan dengan kondisi individu penderita DM.

J. Komplikasi
Penyakit diabetes melitus akan menimbulkan dampak fisik dan psikologis
bagi orang yang menderitanya. Dampak tersebut adalah (Smeltzer, 2013) :
1. Dampak fisik
Dampak fisik pada DM melitus berhubungan dengan komplikasi DM yang
dikelompokkan menjadi komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut terjadi
akibat intoleransi glukosa dalam jangka waktu pendek, mencakup
hiperglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglikemik
hyperosmolar non ketotic syndrome (HHNS). Komplikasi kronik biasanya
terjadi setelah 10-15 tahun menderita DM. Komplikasinya mencakup
penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar) yang mempengaruhi
sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak, selain
itu juga terjadi komplikasi penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil)
yang mempengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati) serta penyakit
neuropati yang mempengaruhi syaraf sensorik, motorik dan otonom serta
berperan memunculkan berbagai masalah seperti impotensi dan ulkus kaki.
2. Dampak Psikologis
Dampak psikologis yang diakibatkan oleh DM seperti terjadi terdapat
gangguan emosional seperti adanya penolakan, cemas, stres, depresi, marah.
Penolakan pada kondisi diabetes, biasanya terjadi pada awal didiagnosa DM
(ADA, 2018). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan
DM memiliki resiko lebih besar untuk depresi daripada seseorang tanpa DM.
Kejadian depresi yang tinggi pada penderita DM dapat menurunkan kualitas
hidup pasien DM penurunan dalam kemampuan untuk melakukan perawatan
DM.
Selain itu, sebagian besar komplikasi diabetes terbagi atas dua kategori
yaitu komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler (Diabetes Forecast, 2013).
Komplikasi tersebut terjadi akibat lama dan beratnya hiperglikemia:
1. Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskuler disebabkan oleh aterosklerosis. Aterosklerosis
terjadi karena kadar glukosa darah meningkat, metabolit glukosa, dan
tingginya asam lemak di dalam darah yang menyebabkan permeabilitas sel
endotel meningkat dan menyebabkan molekul lemak masuk ke arteri
sehingga menyebabkan kerusakan pada lapisan endotel arteri. Penderita DM
dengan komplikasi makrovaskular dapat berupa penyakit arteri koroner,
penyakit serebrovaskuler, dan penyalit vaskuler perifer (Ernawati, 2013).
a. Penyakit arteri koroner menyebabkan penyakit jantung koroner akibat
kontrol glikemik yang buruk dalam waktu yang lama.
b. Penyakit serebrovaskuler terjadi karena pasien mengalami perubahan
aterosklerotik dan pembuluh darah serebral atau terbentuknya emboli
pada pembuluh darah dan terjepit sehingga menyebabkan serangan
iskemik sesaat.
c. Penyakit vaskuler perifer terjadi adanya perubahan aterosklerotik
pembuluh darah besar di tungkai bawah yang menyebabkan berkurangnya
denyut nadi perifer dan merasakan nyeri. Pasien juga dapat mengalami
gangren akibat penyakit oklusif arteri parah pada ekstremitas bawah.

2. Komplikasi mikrovaskular
Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan penebalan pada pembuluh
darah kecil yang menyebabkan iskemik atau penurunan oksigen dan zat gizi
ke jaringan. Beberapa komplikasi mikrovaskuler antara lain:
a. Retinopati diabetik
Retinopati diabetik adalah gangguan pada mata akibat hiperglikemia
sehingga terjadi perubahan pembuluh darah kecil retina mata. Retinopati
diabetik yang dialami diabetik dapat menyebabkan kebutaan (Ernawati,
2013). Terdapat tiga penyakit utama pada mata akibat DM yakni
retinopati, glaukoma, dan katarak (Ndraha, 2014).
b. Nefropati diabetik
Nefropati diabetik merupakan penyakit yang disebabkan oleh kerusakan
pembuluh darah kecil yang menyebabkan ginjal kurang bekerja secara
maksimal. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh kerusakan kapiler
glumerulus akibat hipertensi dan glukosa plasma darah yang tinggi
(Corwin, 2009). Penderita akan mengalami penumpukan cairan, kurang
tidur, penurunan nafsu makan, saki perut, lemah, dan sulit berkonsentrasi
(ADA, 2018).
c. Neuropati diabetik
Neuropati diabetik merupakan penyakit saraf yang disebabkan oleh DM.
Neuropati diabetik disebabkan oleh kadar glukosa darah yang berlebihan
termasuk hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi saraf. Saraf tidak
bisa menghantarkan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat
kirim tergantung dari berat dan ringannya kerusakan saraf dan saraf mana
yang terkena sebagai akibat adanya neuropati diabetik (Ndraha, 2014).
Gejala umum neuropati berupa kesemutan, mati rasa, nyeri, namun
beberapa orang tidak mengalami nyeri, kurangnya sensasi ketika
mendapatkan luka, dan memicu munculnya infeksi yang berujung pada
amputasi (Diabetes Forecast, 2013).

Ada berbagai macam klasifikasi ulkus kaki diabetik yang diklasfikasikan


oleh Wagner, sebagai berikut :
1. Derajat 0 : Derajat 0 ini ditandai dengan kulit tanpa ulserasi dengan satu atau
lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen
primer penyebab terjadinya ulkus, kondisi kulit kering dan terdapat callous,
terjadi deformitas berupa claw toes.
2. Derajat I : Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan
menunjukkan terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor
risiko seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi yang terbatas dengan
ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit.
3. Derajat II : Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda
pada grade I dan ditambah dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus.
Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi. Dasar ulkus dapat bersih
atau purulem, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon dan tulang
tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.
4. Derajat III : Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II dan ditambah dengan
adanya abses yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan
terdapat atau tidaknya osteomilities. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh
bakteri yang agresif, sehingga dapat menyebabkan jaringan tersebut nekrosis.
5. Derajat IV : Derajat ini ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau
lebih, gangren dapat pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan
gangren pada ekskremitas bawah biasanya terjadi dengan salah satu dari dua
cara, yaitu gangren menyebabkan infusiensi arteri. Hal ini menyebabkan
perfusi dan oksigenasi jaringan tidak adekuat.
6. Derajat V : Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-
gangren diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.
Clinical Pathway Diabetes Melitus

Faktor genetik Imunologi Usia diatas 30 tahun Obesitas

Antigen HLA (DR3/ DR4) Infeksi virus Peningkatan pemasukan karbohidrat


Toleransi insulin

Gangguan fungsi limfosit Merusak sistem imun


Insulin tidak adekuat

Kerusakan sel beta Penurunan jumlah insulin Ketidakefektifan


perfusi jaringan
Glukosa tidak dapat dihantar ke sel perifer

Hiperglikemia Risiko Ketidakstabilan kadar glukosa darah Iskemik jaringan

Aliran darah
Ginjal tak mampu memfiltrasi glukosa Intake glukosa sel Angiopati diabetik Viskositas darah meningkat melambat

Glukosuria Peningkatan pemecahan


protein dan lemak Makro angiopati Mikro angiopati

Diuretik osmotik
Polifagi Terganggunya aliran Pembuluh darah Retinopatidiabetik
darah ke kaki tersumbat
Poliuri dan Polidipisi
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Penurunan asupan O2 Nyeri Kronis
Dehidrasi Iskemik Polineuropati
dan nutrisi

Defisien Vol. Cairan Luka sulit sembuh

Kerusakan integritas kulit Grade 0-1 Gangren Ulkus


Kerusakan integritas jaringan Grade 2-5
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata: diabetes mellitus terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun),
usia muda dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70% pada pria.
b. Keluhan utama: kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera
makan (anoreksi),mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas
berbau (ureum), gatal padakulit.
c. Riwayat penyakit sekarang: diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis,renjatan kardiogenik.
d. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat
nefrotoksik, Benign ProstaticHyperplasia, prostatektomi, penyakit gout.
e. Riwayat penyakit keluarga: adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus
(DM)
f. Tanda-tanda vital: peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah,
hipertensi, nafascepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea
g. Body system
1) Pernafasan (B1: Breathing)
Gejala: nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpasputum, kental dan banyak
Tanda: takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, batuk produktif
dengan/tanpa sputum.
2) Cardiovascular (B2: Bleeding)
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau
anginadan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda: Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, pitting pada
kaki,telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat
kehijauan,kuning.kecendrungan perdarahan.
3) Persyarafan (B3: Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala: Peningkatan frekuensi urine
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremikum, hiccup, gastritis
erosiva dan Diare)
6) Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
(memburuk saatmalam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda: Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis
padakulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium pada kulit, jaringan
lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
h. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien diabetes mellitus terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
diabetes mellitus sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake
minum yang kurang, dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolism yang
dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala: peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut
(amonia)
i. Penggunaan diuretic
Tanda: Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang,
rambut tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Eliminasi uri: Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine
kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala: Peningkatan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
Eliminasi alvi: Diare
4) Pola tidur dan Istirahat: Gelisah, cemas, gangguan tidur
5) Pola Aktivitas dan latihan: Klien mudah mengalami kelelahan dan
lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal.
Gejala: kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
6) Pola hubungan dan peran
Gejala: kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran
7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati/mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien
mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami
disorientasi/tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
i. Gejala: Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif/adaptif.
Gejala: faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta diabetes mellitus dapat menghambat klien dalam melaksanakan
ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik jaringan
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangren grade 2-5
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangren grade 1-2
d. Nyeri kronik berhubungan dengan polineuropati
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan polifagi
f. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
g. Risiko Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
hiperglikemi
3. Intervensi/Perencanaan Keperawatan
NO Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Manejemen sensasi perifer (2660)
perfusi jaringan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
perifer behubungan Perfusi jaringan: perifer (0407) terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
dengan diabetes Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Monitor tanda-tanda vital
mellitus: iskemik Pengisian kapiler 1:deviasi berat 3. Monitor adanya paretese
jaringan (00228) jari dari kisaran 4. lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
Tekanan darah normal jika ada isi atau laserasi
sistolik 2: deviasi 5. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
Tekanan darah cukup berat dari 6. Monitor adanya penekanan dari gelang, alat-alat
diastolik kisaran normal medis, sepatu dan baju
3: deviasi 7. Kolaborasi pemberian analgetik
Edema perifer
sedang dari 8. Monitor adanya tromboplebitis dan
Kram otot
kisaran normal tromboemboli pada vena
4: deviasi 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan
ringan dari sensasi
kisaran normal
5: tidak ada
deviasi dari
kisaran normal

2. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Pengecekan Kulit (3590)
jaringan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Periksa kulit
berhubungan dengan Integritas Jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) dan selaput lendir terkait dengan adanya
gangren grade 2-5 Indikator Awal Akhir Keterangan kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau
(00044) Suhu Kulit 1: Keluhan drainase.
Tekstur Berat 2. Amati
Integritas kulit 2: Keluhan warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur,
Lesi pada kulit cukup berat edema, dan ulserasi pada ekstremitas
Pengelupasan 3: Keluhan 3. Gunakan alat
kulit sedang pengkajian untuk mengindentifikasi pasien
Penebalan kulit 4: Keluhan yang berisiko mengalami kerusakan integritas
Eritema ringan kulit (misalnya, skala braden)
Nekrosis 5: Tidak ada 4. Monitor
keluhan warna dan suhu kulit
Pengerasan Kulit 5. Monitor kulit
untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
kelembapan
6. Monitor
infeksi terutama di daerah edema
7. Dokumentasi
kan perubahan membran mukosa
8. Gunakan
langkah-langkah untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut (Misal, melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi)
9. Ajarkan
keluarga/pemberi asuhan mengenai kerusakan
kulit dengan tepat.

Perawatan Luka (3660)


1. Moni
tor karakteristik luka termasuk drainase, warna,
ukuran, dan bau.
2. Ukur
luas luka yang sesuai
3. Bersi
hkan dengan normal saline atau pembersih
yang tidak beracun dengan tepat.
4. Berik
an perawatan ulkus pada kulit yang diperlukan,
5. Olesk
an salep yang sesuai dengan jenis luka
6. Berik
an balutan yang sesuai dengan jenis luka
7. Perha
tikan teknik balutan steril ketika melakukan
perawatan luka yang tepat
8. Ganti
balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan
drainase
9. Band
ingkan dan catat setuipa perubahan luka
10. Anjur
kan pada pasien dan keluarga untuk mengenali
tanda dan gejala infeksi
11. Doku
mentasikan lokasi luka, ukuran dan tampilan
3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Pengecekan Kulit (3590)
kulit berhubungan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
dengan gangren Integritas Jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) adanya kemerahan, kehangatan ekstrim,
grade 1-2 Integritas Jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) edema, atau drainase.
Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi,
Suhu Kulit 1: Keluhan tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas
Tekstur Berat 3. Gunakan alat pengkajian untuk
Integritas kulit 2: Keluhan mengindentifikasi pasien yang berisiko
Lesi pada kulit cukup berat mengalami kerusakan integritas kulit
Pengelupasan 3: Keluhan (misalnya, skala braden)
kulit sedang 4. Monitor warna dan suhu kulit
Penebalan kulit 4: Keluhan 5. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang
Eritema ringan berlebihan dan kelembapan
Nekrosis 5: Tidak ada 6. Monitor infeksi terutama di daerah edema
Pengerasan Kulit keluhan 7. Dokumentasikan perubahan membran mukosa
8. Gunakan langkah-langkah untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut (Misal, melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi)
9. Ajarkan keluarga/pemberi asuhan mengenai
kerusakan kulit dengan tepat.

Perawatan Luka (3660)


1. Monitor karakteristik luka termasuk drainase,
warna, ukuran, dan bau.
2. Ukur luas luka yang sesuai
3. Bersihkan dengan normal saline atau
pembersih yang tidak beracun dengan tepat.
4. Berikan perawatan ulkus pada kulit yang
diperlukan,
5. Oleskan salep yang sesuai dengan jenis luka
6. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
7. Perhatikan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka yang tepat
8. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat
dan drainase
9. Bandingkan dan catat setuipa perubahan luka
10. Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk
mengenali tanda dan gejala infeksi
11. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran dan
tampilan

Perlindungan Infeksi (6550)


1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Pertahankan asespsis
4. Berikan perawatan kulit yang tepat
5. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
6. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi

4. Nyeri kronik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen nyeri (1400)
diharapkan kontrol nyeri dapat meningkat dengan kriteria 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
hasil: 2. Identifikasi faktor penyebab nyeri dan berikan
Kontrol nyeri (1605) informasi mengenai penyebab nyeri
Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Observasi adanya petunjuk nonverbal
mengenai ketidaknyamanan
Mengenali kapan 1. Tidak pernah
nyeri terjadi menunjukkan 4. Beri dukungan kepada pasien untuk bisa
Menggunakan 2. Jarang menahan nyeri
tindakan menunjukkan 5. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
pengurangan 3. Kadang-kadang 6. Lakukan kompres hangat pada daerah perut
dengan analgesik menujukkan dan punggung
Menggunakan 4. Sering 7. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi
pengurangan menunjukkan
8. Kendalikan faktor yang mempengaruhi pasien
nyeri tanpa 5. Secara konsisten
analgesik menunjukkan terhadap ketidaknyamanan (misalnya
Melaporkan lingkungan tempat tidur, pencahayaan dan
nyeri yang suhu ruangan)
terkontrol 9. Kolaborasi pemberian analgesik
5. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam pasien diharapkan Manjemen Nutrisi (1100)
nutrisi : kurang dari dapat memenuhi status nutrisi (1004) dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi
kebutuhan tubuh Status Nutrisi (1004) makanan yang dimiliki pasien
(00002) Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
berhubungan dengan Asupan gizi 1: Sangat 3. Berikan infomasi tentang kebutuhan nutrisi
kurang asupan Asupan menyimpang dari 4. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan
makanan makanan rentang normal nutrisi
2: Banyak 5. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan
menyimpang dari favorit pasien (yang tidak berbahaya bagi
rentang normal kesehatan pasien)
3: Cukup 6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
menyimpang dari jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
rentang normal pasien
4: Sedikit
menyimpang dari
rentang normal
5: Tidak
menyimpang dari
rentang normal
Kekurangan volume Setelah dilakukan perawatan 1x24 jam pasien diharapkan Manajemen cairan (4120)
cairan berhubungan mendapatkan kembali keseimbangan cairan (0601) dengan 1. Monitor status hidrasi
dengan kehilangan kriteria hasil : 2. Jaga intake yang akurat dan
cairan aktif mual Skala catat output pasien
Indikator Keterangan
dan muntah (00027) Awal Akhir 3. Berikan cairan dengan tepat
Keseimbangan 1. Sangat terganggu 4. Kolaborasi pemberian
intake dan 2. Banyak terganggu cairan
output dalam 3. Cukup terganggu
24 jam 4. Sedikit terganggu Manajemen hipovolemi (4180)
Kelembaban 5. Tidak terganggu 1. Monitor asupan dan pengeluaran
membran 2. Instruksikan pada pasien dan atau keluarga
mukosa tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi hipovolemia
3. Jaga kepatenan akses IV
4. Kolaborasi pemberian cairan
6. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Manajemen Hiperglikemi (2120)
Ketidakstabilan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Monitor kadar glukosa darah sesuai indikasi
kadar glukosa darah Kadar glukosa darah (2300) 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi:
berhubungan dengan Indikator Awal Akhir Keterangan poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan, letargi,
hiperglikemia Glukosa darah 1: Deviasi berat dari malaise, pandangan kabur, atau sakit kepala
(00179) Hemoglobin kisaran normal 3. Monitor ketonurin, sesuai indikasi
glikosiliat 2: Deviasi yang 4. Monitor AGD, elektrolit dan kadar
Fruktosamin cukup besar dari betahidroksibutirat sesuai yang tersedia
Urin glukosa kisaran normal 5. Monitor nadi dan tekana darah ortostatik sesuai
Urin keton 3: Deviasi sedang indikasi
dari kisaran normal 6. Berikan insulin sesuai resep
4: Deviasi ringan 7. Dorong asupan cairan oral
sedang dari kisaran 8. Monitor status cairan
normal 9. Monitor cairan IV sesuai kebutuhan
5: Tidak ada deviasi 10. Konsultasikan dengan dokter tanda gejala
dari kisaran normal hiperglikemia yang menetap atau memburuk
11. Identifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemi
12. Antisipasi situasi dimana akan ada kebutuhan
peningkatan insulin
13. Batasi aktivitas kadar glukosa dari lebih dari
250 mg/dl
14. Intruksikan pasien dan keluarga mengenai
pencegahan, pengenalan tanda-tanda
hiperglikemi dan manajemen hiperglikemi
15. Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa
darah
16. Bantu pasien dalam menginteperasikan kadar
glukosa darah
17. Instruksikan pada pasien dan keluarga
mengenai manajemen diabetes selama periode
sakit, termasuk penggunaan insulin dan/atau
obat oral, monitor asupan cairan, penggantian
karbohidrat dan kapan mencari bantuan
petugas kesehatan, sesuai kebutuhan.
18. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan regimen
latihan
19. Tes kadar glukosa darah anggota keluarga.
4. Discharge Planning
Pasien diabetes melitus memerlukan bantuan regimen diet, monitoring glukosa,
pemberian obat dan perawatan diri, Selain itu adapun discharge planning pada
pasien DM yakni:
1. Kaji kemampuan pasien untuk meninggalkan RS
2. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan lain
tentang kebelanjutan perawatan pasien di rumah
3. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
petugas kesehatan di rumah pasien) mengetahui keadaan pasien
4. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh pasien meliputi:
cara pemberian terapi insulin mulai dari persiapan alat sampai penyuntikan dan
lokasi; memonitor atau memeriksa glukosa darah dan glukosa dalam urine;
perencanaan diet, buat jadwal; perencanaan latihan, jelaskan dampak latihan
dengan diabetik; cara untuk mencegah hiperglikemi dan hipoglikemi dan
infomasikan gejala gejala yang muncul dari keduanya; cara mencegah infeksi :
kebersihan kaki, hindari perlukaan, gunakan sikat gigi yang halus.
5. Komunikasikan dengan pasien tentang perencanaan pulang
6. Dokumentasikan perencanaan pulang
7. Anjurkan pasien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Associations. (2018). Living With Diabetes Mellitus. [serial


online]. http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/ [diakses pada Juli
2019]
Bulechek, et al. 2018. Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi Keenam
Bahasa Indonesia. Oxford: Elsevier.
Bulechek, et al. 2018. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Keenam
Bahasa Indonesia. Oxford: Elsevier.
Ernawati et al. 2013. Comparing the Quality of Life and Emotional Intelligence
among Patients with Psychosomatic Disease (Type 2 Diabetes) and Healty
Individuals. NeuroQuantology. Vol. 15, No. 3. [serial online]
https://www.researchgate.net/publication/327610691 [diakses pada Juli
2019]
International Diabtes Federation. (2018). IDF Diabetes Complications Congress
2018. [serial online]. https://www.idf.org/our-activities/congress/hyderabad-
2018.html [diakses pada Juli 2019]
Kementerian Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013. [serial
online]. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas%202013.pdf [diakses pada Juli 2019].
Kuntoadi, G. B. 2015. Buku Ajar Anatomi Fisiologi. Jakarta: Panca Terra Firma.
LeMone, Priscilla., K.M. Burke., & G. Bauldoff. 2012. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta : EGC
Misnadiarly. 2014. Diabetes Mellitus : Gangren, Ulcerm Infeksi, Mengenal
Gejala, Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta : Pustaka
Populer Obor
NANDA. 2018. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2018-2020, Edisi
10. Jakarta: EGC.
Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2015. Pengelolaan dan
Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia. [serial online].
https://id.scribd.com/doc/310474800/Perkeni-Diabetes-Mellitus. [diakses
pada Juli 2019] .
Smeltzer, Susan C. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC
World Health Organization. (2018). Non-Communicable Disease. [serial online].
http://www.who.int/gho/en/ [diakses pada Juli 2019].

Anda mungkin juga menyukai