Anda di halaman 1dari 14

PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK ATAS JASA KATERING

ATAU TATA BOGA YANG TERMASUK DALAM OBJEK PAJAK PPH


PASAL 21 DAN PPH PASAL 23

Disusun Oleh :
Partiwiningsih Supyaning Adi Prawadika
NPM 2301170127
Prodi D III Pajak Reguler
Kelas 4-06
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemahaman masyarakat mengenai penerapan pajak pemotongan/pemungutan
dalam kehidupan sehari-hari seringkali masih salah kaprah. Masyarakat pengguna
jasa yang seharusnya menjadi pemotong/pemungut pajak tersebut masih belum cukup
menguasai pajak apa yang harus dipotong/dipungut, berapa tarif pajaknya, dan
apakah pajak tersebut berlaku untuk setiap jasa yang digunakan atau tidak. Tidak
jarang masyarakat sebagai para penyedia jasa tidak memahami adanya ketentuan
pajak tersebut sehingga mereka malah meminta imbalan atas jasa secara utuh dan
bahkan tidak sedikit yang meminta tip atau tambahan bayaran karena telah
melakukan pemberian jasa dengan baik.
Tidak hanya masyarakat, bahkan pegawai pajak sendiri pun masih banyak
mengalami kebingungan karena benturan kepentingan pemajakan atas objek pajak
tertentu antara Pajak Daerah dan Pajak Pusat. Bahkan, antara Pajak Penghasilan pasal
21 dan pasal 23 pun masih terdapat kesamaan objek pajak salah satunya yaitu Jasa
Katering atau tata boga yang memenuhi pengertian objek pajak dikedua pasal
tersebut.
Benturan kepentingan seperti ini sempat menimbulkan perdebatan baik antara
wajib pajak dengan pegawai pajak maupun antara pemotong atau pengguna jasa
katering dengan penyedia jasa katering. Pada umumnya, masyarakat menganggap
imbalan atas jasa katering atau tata boga ini dimasukkan dalam objek pajak PPh pasal
23. Oleh karena itu, pemotong secara otomatis akan memotong PPh pasal 23 sebesar
2% dari jumlah bruto yang akan dibayarkan kepada penyedia jasa katering.
Sedangkan bagi pegawai pajak yang mengacu pada Undang-Undang Pajak
Penghasilan, imbalan atas jasa katering ini dapat termasuk dalam objek pajak PPh
pasal 21 maupun PPh pasal 23. Dengan begitu, makalah ini dibuat untuk memperjelas
apakah jasa katering selalu menjadi objek pajak PPh pasal 23 atau tidak, sehingga
dikemudian hari dapat meminimalisir timbulnya perdebatan mengenai pemajakan
atas Jasa Katering.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Apa pengertian PPh Pasal 21 dan apa yang dimaksud objek pajak dalam PPh
Pasal 21?
2) Apa pengertian PPh Pasal 23 dan apa yang dimaksud objek pajak dalam PPh
Pasal 23?
3) Apa pengertian Jasa Katering atau Tata Boga?
4) Bagaimana cara menentukan Jasa Katering sebagai objek pajak PPh pasal 21
atau objek pajak PPh pasal 23?

C. TUJUAN
1) Untuk mengetahui pengertian objek pajak dalam PPh pasal 21 serta perlakuan
pajaknya.
2) Untuk mengetahui pengertian objek pajak dalam PPh pasal 23 serta perlakuan
pajaknya.
3) Untuk mengetahui pengertian Jasa Katering atau Tata Boga.
4) Untuk mengetahui perlakuan pajak yang tepat atas objek pajak Jasa Katering
baik menggunakan PPh Pasal 21 atau menggunakan PPh Pasal 23.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PPH PASAL 21
PPh 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-
32/PJ/2015 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
subjek pajak dalam negeri. Umumnya PPh 21 ini berkaitan dengan pajak yang
digunakan pada sistem penggajian suatu perusahaan. Akan tetapi, pada kenyataannya
PPh 21 juga digunakan secara luas untuk berbagai kegiatan lainnya. Perlakuan pajak
atas PPh 21 sangat beragam tergantung pada jenis penghasilannya.

Wajib Pajak PPh Pasal 21


Wajib pajak PPh Pasal 21 adalah orang yang dikenai pajak atas
penghasilannya atau penerima penghasilan yang dipotong PPh 21
berdasarkan Perdirjen PER-32/PJ/2015 Pasal 3 tentang wajib pajak PPh 21. Secara
singkat peserta wajib pajak PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
a. Pegawai;
b. bukan pegawai;
c. penerima pensiun dan pesangon;
d. anggota dewan komisaris;
e. mantan pegawai; dan
f. peserta kegiatan.

Objek Pajak PPh Pasal 21


Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan
pembayaran lain sejenis.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan
secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

B. PPH PASAL 23
Pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas
penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan,
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. PPh Pasal 23 ini dikalangan wajib pajak
merupakan salah satu jenis withholding tax (pemotongan atau pemungutan) pajak
penghasilan. Artinya, Wajib Pajak (WP) yang sudah ditunjuk oleh UU PPh dan juga
peraturan pelaksanaannya harus menjalankan pemotongan tersebut. Wajib Pajak yang
ditunjuk oleh UU pajak itu sering disebut dengan Subjek Pemotong PPh, sedangkan
Wajib Pajak yang dipotong PPh seringkali disebut sebagai Subjek dipotong PPh.
Biasanya PPh Pasal 23 dikenakan saat adanya transaksi di antara dua pihak.
Pihak yang berlaku sebagai penjual atau penerima penghasilan atau pihak yang
memberi jasa akan dikenakan PPh Pasal 23. Sementara pihak pemberi penghasilan
atau pembeli atau pihak penerima jasa akan memotong dan melaporkannya ke kantor
pajak.
Wajib Pajak PPh Pasal 23
Tidak semua pihak dapat memotong ataupun dapat dikenakan PPh pasal 23.
Pihak-pihak tersebut adalah mereka yang tercakup pada kelompok berikut ini:
 Pemotong PPh 23 :
1. Badan Pemerintah, Wajib Pajak Badan Dalam Negeri, Penyelenggara
Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau Perwakilan Perusahaan Luar
Negeri lainnya.
2. Wajib Pajak Orang pribadi Dalam Negeri tertentu yang ditunjuk sebagai
pemotong PPh 23 oleh Direktur Jenderal Pajak melalui SE-08/PJ.4/1995,
yaitu:
o Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, Pengacara, dan
Konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
o Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.
 Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri
2. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Objek Pajak PPh Pasal 23


Secara umum, hampir semua penghasilan bisa dikenakan ketentuan PPh Pasal 23.
Rincian detailnya bisa dilihat di bawah ini.
1. Dividen
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang
3. Royalti
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan (PPh), yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan
sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah
dikenai PPh sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-
undang (UU) PPh.
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh.

C. JASA KATERING ATAU TATA BOGA


Jasa boga atau katering merupakan jasa penyediaan makanan dan minuman
yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan,
penyimpanan, dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan.
Penyajian makanan dan/atau minuman di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dapat
dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.
Tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering yaitu penjualan
makanan dan/atau minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko,
kios, dan sejenisnya untuk menjual makanan dan/atau minuman, baik penjualan
secara langsung maupun penjualan secara tidak langsung/pesanan.
Jasa katering atau tata boga termasuk objek pajak “jasa lainnya” yang
dikenakan PPh Pasal 23. Sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan
NOMOR 244 /PMK.0312008 sebagai berikut :
Jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. jasa penilai (appraisal);
b. jasa aktuaris;
c. jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. jasa perancang (design);
e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas
bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang
penambangan selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i. Jasa penebangan hutan;
j. Jasa pengolahan limbah;
k. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
l. Jasa perantara dan/atau keagenan;
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali
yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
n. Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang
dilakukan oleh KSEI;
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p. Jasa mixing film;
q. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh
Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
s. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan,
listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat
transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi;
t. Jasa maklon;
u. Jasa penyelidikan dan keamanan;
v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w. Jasa pengepakan;
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa,
media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi;
y. Jasa pembasmian hama;
z. Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa. Jasa catering atau tata boga.
BAB III
PEMBAHASAN

Seperti yang telah kita ketahui, baik masyarakat maupun pegawai pajak saat
ini masih banyak mengalami kebingungan untuk menentukan perlakuan pemajakan
atas jasa katering atau tata boga yang dapat dikenakan PPh pasal 21 maupun PPh
pasal 23. Permasalahan perlakuan pemajakan atas jasa katering dan tata boga ini
sempat menjadi perdebatan antara wajib pajak dengan pegawai pajak maupun antar
masyarakat. Berikut akan dijelaskan pembahasan mengenai penyelesaian
permasalahan tersebut.
Pada prakteknya, pengusaha katering dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu
pengusaha Orang Pribadi dan Badan Hukum. Atas usaha tersebut pengusaha 
memiliki penghasilan yang harus dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perpajakan yang berlaku. Beberapa aspek perpajakan yang terkandung di dalam usaha
jasa katering adalah sebagai berikut :

Pajak Penghasilan
Bagi pengusaha yang bergerak dalam bidang usaha jasa katering atau jasa
boga akan memperhitungkan kewajiban perpajakannya di akhir tahun secara self
assesment, bagi Wajib Pajak Orang pribadi dengan menyampaikan formulir 1770
paling lama tanggal 31 Maret dan bagi Wajib Pajak Badan dengan meyampaikan
formulir 1771 paling lama tanggal 30 April. Atas bukti potong baik itu PPh Pasal 21
atau PPh Pasal 23 dapat dikreditkan dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang
setiap tahunnya.

Pemotongan PPh Pasal 23


Dalam pasal 23 ayat (1) disebutkan bahwa Atas penghasilan tersebut di bawah
ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek
pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2%
(dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Jenis jasa lain
tersebut termasuk Jasa Catering atau Jasa Boga (Pasal 1 ayat (2) huruf aa PMK
nomor 244/PMK.03/2008.
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, (SE-53/PJ/2009)
tidak termasuk :
1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak
penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan,
berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
2. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
3. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya
dibayarkan kepada pihak ketiga;
4. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian
pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak
kedua kepada pihak ketiga.
Sebagai catatan adalah Jumlah bruto tersebut di atas tidak berlaku atas
penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering (jika dapat dipisahkan
maka menggunakan nilai jasanya saja tidak berlaku pada jasa katering karna jasa
katering menggunakan nilai jasa dan material); atau dalam hal penghasilan yang
dibayarkan sehubungan dengan jasa yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
Pemotongan PPh Pasal 21
Dalam pasal 21 ayat (1) disebutkan bahwa Pemotongan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa
pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib
dilakukan oleh:
1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
2. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
3. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
4. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas; dan
5. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan.

Begitu pula dengan Jasa Katering atau tata boga, apabila pengusaha jasa katering
tersebut adalah orang pribadi maka atas jasa tersebut wajib dipotong PPh Pasal 21
sebesar jumlah bruto x 50% x 5% atau menggunakan tariff efektif 2,5% dari jumlah
bruto imbalan atas jasa tersebut.
BAB IV
PENUTUP

Jasa boga atau katering merupakan jasa penyediaan makanan dan minuman
yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan,
penyimpanan, dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan
(pengguna jasa). Penyajian makanan dan/atau minuman di lokasi yang diinginkan
oleh pemesan dapat dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.
Tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering yaitu penjualan
makanan dan/atau minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko,
kios, dan sejenisnya untuk menjual makanan dan/atau minuman, baik penjualan
secara langsung maupun penjualan secara tidak langsung/pesanan.
Ketentuan ini tidak mengubah ketentuan yang ada tentang pemotongan Pajak
Penghasilan atas usaha Jasa Katering atau tata boga. Sehingga dapat disimpulkan
untuk membedakan perlakuan pajak atas Jasa Katering ini yaitu jika penyedia jasa
katering adalah Orang Pribadi, maka pengguna jasa katering atau tata boga wajib
memotong Pajak Penghasilan PPh Pasal 21. Berdasarkan pengertian PPh Pasal 23
yaitu hanya memotong pajak selain yang telah dipotong PPh Pasal 21, maka apabila
penyedia jasa katering atau tata boga adalah Badan atau BUT (bukan Orang Pribadi),
maka pengguna jasa wajib memotong Pajak Penghasilan PPh Pasal 23 atas imbalan
jasa katering atau tata boga tersebut. Selain itu perlu diketahui transaksi dengan
pengusaha jasa katering atau jasa boga adalah termasuk aktifitas jasa dan bukan
penyediaan barang yang harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh
bendaharawan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Dina. (2018). Penjelasan Lengkap Tentang PPh Pasal 23 yang Perlu Anda
Ketahui. Diakses pada Juni 16, 2019, dari https://www.jurnal.id/id/blog/2018-
penjelasan-lengkap-tentang-pph-pasal-23/
Doly, Taripar. (2015). Perpajakan Atas Jasa Boga Atau Katering. Diakses pada Juni
15, 2019, dari http://www.nusahati.com/2015/03/perpajakan-atas-jasa-boga-atau-
katering/

Jasa Catering, Objek Pasal 23 atau Pasal 21. Diakses pada Juni 16, 2019, dari
https://tanyapajak1.wordpress.com/2013/07/31/jasa-catering-objek-pasal-23-
atau-pasal-21/

Kasih, Hansley. (2018). Pajak Penghasilan Pasal 23. Diakses pada Juni 16, 2019,
dari https://klikpajak.id/pajak-penghasilan-pasal-23/

PPh Pasal 21: Apa itu & Cara Menghitungnya. Diakses pada Juni 16, 2019, dari
https://www.cermati.com/artikel/pph-pasal-21-apa-itu-and-cara-menghitungnya

PPh Pasal 23: Penjelasan, Tarif, dan Perhitungannya. Diakses pada Juni 16, 2019,
dari https://www.cermati.com/artikel/pph-pasal-23-penjelasan-tarif-dan-
perhitungannya

Utami, Novia Widya. (2018). PPh 21: Objek, Tarif, Rumus, Hingga Cara Pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 21. Diakses pada Juni 16, 2019, dari
https://klikpajak.id/pajak-penghasilan-pasal-21-2/

Anda mungkin juga menyukai