Anda di halaman 1dari 23

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR TIDAK TERCAPAINYA TARGET PENERIMAAN


PAJAK DAN DAMPAKNYA DI INDONESIA

Disusun oleh:
Amelia Febriliani
Anindita Nur Rachmi
Frederik Halomoan Tambunan
Liza Awalia
Muhammad Nizar Hamid Finardi
Partiwiningsih Supyaning Adi Prawadika
Rafif Naufal

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PAJAK


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji hanya kepada Allah Swt. yang telah memberi petunjuk dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Faktor dan
Dampak Tidak Tercapainya Penerimaan Pajak”.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah
kami pakai sebagai data dan fakta pada karya tulis ini.
Karya tulis ilmiah ini kami buat dengan keterbatasan observasi karena jangka
waktu yang cukup singkat. Oleh karena itu, kami bersedia menerima kritik dan saran
dari pembaca yang akan kami jadikan sebagai batu loncatan agar karya tulis ilmiah ini
menjadi lebih baik. Meskipun demikian, seluruh data yang disajikan dalam karya tulis
ilmiah ini adalah benar dan sesuai fakta berdasarkan studi kepustakaan di berbagai
laman resmi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kami berharap, dengan adanya karya tulis ilmiah ini, pemerintah dan
masyarakat sebagai wajib pajak dapat saling mengevaluasi faktor-faktor penghambat
tidak tercapainya target penerimaan pajak di tahun-tahun sebelumnya. Dengan
demikian, target penerimaan pajak yang akan datang dapat tercapai dengan baik.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
selaku wajib pajak dan bagi pemerintah selaku pemungut pajak.

Tangerang Selatan, 8 Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................3

1.4 Kerangka Teori........................................................................................3

1.5 Sumber Data..............................................................................................8

1.6 Teknik Pengumpulan Data........................................................................8

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................9

2.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak...................................................9

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Tidak Tercapainya Target Penerimaan Pajak 11

2.3 Dampak-Dampak Dari Tidak Tercapainya Target Penerimaan Pajak. .13

BAB III PENUTUP...............................................................................................15

3.1 Simpulan................................................................................................15

3.2 Saran......................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1......................................................................................................................................9
Table 2....................................................................................................................................10
Tabel 3....................................................................................................................................12

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1..................................................................................................................................7
Gambar 2................................................................................................................................10
Gambar 3................................................................................................................................11

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai sumber pendapatan negara, pajak memiliki fungsi anggaran
(budgeter), fungsi mengatur (reguleren), fungsi demokrasi, dan fungsi redistribusi.
Maksud dari fungsi budgeter pajak adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara. Dalam menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara menggunakan dana yang salah satunya diperoleh dari
penerimaan pajak. Pembiayaan rutin dapat berupa belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan
karena seiring dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin
meningkat.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pajak memiliki
proporsi yang paling besar dibandingkan dengan komponen-komponen lain yang
terdapat dalam APBN, yaitu penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan hibah.
Seperti pada tahun 2016, penerimaan perpajakan ditargetkan dapat menyumbang
sebesar 1.355,2 triliun rupiah atau 74% dari target pendapatan negara tahun 2016,
tahun 2017 sebesar 1.283,7 triliun rupiah atau sekitar 73% dari target pendapatan
negara tahun 2017, dan pada tahun 2018 sebesar 1.424 triliun rupiah atau sebesar 75%
dari target pendapatan negara pada APBN tahun 2018.

1
2

Tingginya target penerimaan pajak sebagai penunjang APBN setiap tahunnya


merupakan wujud optimisme pemerintah terhadap penerimaan pajak. Penetapan target
tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu memperhitungkan seluruh potensi pajak
yang dapat digali. Dengan menetapkan target penerimaan pajak yang tinggi,
pemerintah berharap penerimaan pajak tersebut dapat digunakan untuk membiayai
negara dalam rangka pembangunan dan pemerintahan demi tercapainya tujuan negara
baik dalam hal pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi,
perlindungan dan lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan,
pariwisata, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
Walaupun target penerimaan pajak ditetapkan dalam jumlah yang sangat besar
dengan harapan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi negara, pada
kenyataannya realisasi penerimaan pajak dalam sepuluh tahun terakhir tidak dapat
mencapai target yang ditentukan. Pada tahun 2016 realisasi penerimaan pajak hanya
mencapai 81,5% dari target penerimaan pajak pada APBN 2016, tahun 2017 hanya
mencapai 89,6% dari target penerimaan pajak pada APBN 2017, dan pada tahun 2018
hanya mencapai 92,2% dari target penerimaan pajak sebagaimana ditetapkan dalam
APBN 2018. Pemerintah terus menetapkan target penerimaan yang tinggi setiap
tahunnya, bahkan cenderung naik setiap tahun, walaupun realisasi pada tahun
sebelumnya tidak bisa mencapai target yang ditentukan.
Menurut penjelasan di atas, selain menunjukkan optimisme, pemerintah dalam
memperhitungkan potensi pajak sebelum menetapkan target penerimaan pajak belum
memperhatikan unsur-unsur lain yang juga dapat mempengaruhi besarnya potensi
pajak yang dapat digali.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih jauh
mengenai alasan-alasan yang menjadi penyebab tidak tercapinya target penerimaan
pajak, serta akibat yang ditimbulkan dari tidak tercapainya realisasi target penerimaan
pajak dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Oleh karena itu, penulis akan
mengambil judul “Faktor dan Dampak Tidak Tercapainya Target Penerimaan Pajak
(Studi: Tahun 2016 ̶ 2018)”.
3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam karya
tulis ilmiah ini antara lain:
1. Bagaimana realisasi penerimaan pajak terhadap target yang telah ditentukan pada
tahun 2016 ̶ 2018?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target penerimaan
pajak?
3. Apa saja dampak-dampak yang timbul akibat tidak tercapainya target penerimaan
pajak?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui realisasi penerimaan pajak terhadap target yang telah
ditentukan pada tahun 2016 ̶ 2018.
2. Untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tidak tercapainya
target penerimaan pajak.
3. Untuk mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan akibat tidak tercapainya
target penerimaan pajak.

1.4 Kerangka Teori


1. Pengertian, Ciri, dan Fungsi Pajak
Berikut ini adalah beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh
beberapa ahli dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
a. Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Pajak, Pasal 1 ayat (1). Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
4

b. Rochmat Soemitro mengemukakan definisi pajak sebagai peralihan kekayaan


dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
c. Andriani mendefinisikan pajak sebagai iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, pajak memiliki lima ciri sebagai


berikut.

a. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang.


b. Sifatnya dapat dipaksakan.
c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh
pembayar pajak.
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
daerah.
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi
kepentingan masyarakat umum.

Dalam dunia perpajakan, sering disebutkan bahwa fungsi pajak ada dua yaitu
fungsi budgetair dan reguleren. Namun dalam perkembangannya fungsi pajak
tersebut dapat dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi yaitu fungsi demokrasi
dan fungsi redistribusi.
a. Fungsi budgetair adalah fungsi yang letaknya di sektor publik, yaitu fungsi
untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku, yang pada waktunya akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Dalam APBNP 2011, target
penerimaan perpajakan mencapai Rp878,7 triliun. Jumlah ini 75,4% dari total
penerimaan negara, yaitu sebesar Rp1.165,3 triliun.
5

b. Fungsi reguleren adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan


digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang
letaknya di luar bidang keuangan. Dalam hal ini, pajak berfungsi sebagai alat
pengatur keadaan sosial dan ekonomi. Salah satu contohnya yaitu adanya
pengenaan pajak dengan tarif yang tinggi untuk PPnBM (pajak penjualan atas
barang mewah).
c. Fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu
wujud sistem gotong royong dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan
demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi pada masa sekarang ini sering
dikaitkan dengan hak seseorang dalam memperoleh pelayanan dari
pemerintah. Apabila seseorang telah melakukan kewajiban membayar pajak
kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai hak untuk
mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah. Bila pemerintah tidak
memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak bisa melakukan protes
terhadap pemerintah.
d. Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat terlihat misalnya
dengan adanya tarif progresif pada undang-undang pajak yang mengenakan
pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan
pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih
sedikit (kecil).

2. Pengertian, fungsi, dan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


(APBN)
Berdasarkan Pasal 1, angka 1, UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang
Anggaran Pendapatan Belanja Anggaran, APBN adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). APBN adalah instrumen anggaran negara yang sangat penting bagi
pengelolaan keuangan negara. Berdasarkan Pasal 3 ayat 4 UU No.17 Tahun 2003
6

tentang Keuangan Negara, ditegaskan bahwa APBN memiliki lima fungsi sebagai
berikut.
a. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
c. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan
untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
e. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.

Apabila kita berbicara mengenai politik anggaran, kebijakan fiskal, atau


kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kita tidak dapat
melepaskan diri dari pembicaraan mengenai postur APBN. Secara harfiah, postur
APBN dapat didefinisikan sebagai bentuk rencana keuangan pemerintah yang disusun
berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku untuk mencapai tujuan bernegara. Melalui
postur APBN, publik dapat menilai perkembangan kinerja kebijakan fiskal, kondisi
keuangan, kesinambungan fiskal, serta akuntabilitas pemerintah. Sejak APBN 2000,
format postur APBN diubah berdasarkan format I-Account seperti gambar di bawah
ini (angka sebagai contoh).
7

Gambar 1

Secara garis besar, APBN terdiri atas tiga pos, yaitu pendapatan negara dan
hibah, belanja negara, dan pembiayaan. Pendapatan negara dan hibah terdiri atas
penerimaan dalam negeri dan penerimaan hibah. Penerimaan dalam negeri terdiri atas
penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sementara itu, belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat dan transfer
ke daerah. Pembiayaan merupakan selisih antara pendapatan dan belanja negara. Jika
jumlah pendapatan negara lebih besar dari belanja yang dikeluarkan, kondisi tersebut
disebut surplus. Dalam kondisi surplus, negara harus mencari pembiayaan
pengeluaran untuk mengalokasikan surplus tersebut. Sebaliknya, jika jumlah belanja
lebih besar dari jumlah pendapatan negara, maka kondisi tersebut disebut defisit. Jika
negara mengalami defisit, maka pemerintah harus mencari sumber pembiayaan untuk
menutupi defisit tersebut melalui pembiayaan utang atau non-utang baik dari dalam
negeri maupun luar negeri.
Pada praktiknya, Indonesia selalu mengalami defisit. Defisit akan
menimbulkan berbagai dampak khususnya di bidang ekonomi. Defisit tersebut dapat
dihindari dengan meningkatkan pendapatan negara atau mengurangi belanja negara.
Salah satu komponen dari pendapatan negara adalah penerimaan perpajakan.
8

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2017 tentang APBN, dalam


dijelaskan bahwa penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang
terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdangangan
internasional. Pendapatan pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang
berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai
barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan
bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Sementara itu,
pendapatan pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang
berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.
1.5 Sumber Data
Data yang digunakan dalam karya tulis ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data yang dikumpulkan secara tidak langsung atau bersumber dari
pihak ketiga. Data bersumber dari hasil publikasi-publikasi badan atau institusi
pemerintahan seperti Kementerian Keuangan, berupa data hasil penerimaan
perpajakan dalam RAPBN dan data hasil realisasi penerimaan pajak dari tahun 2016-
2018.
1.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang kami gunakan adalah dengan pengumpulan
data kepustakaan. Pengumpulan data kepustakaan dilakukan dengan mencari berbagai
sumber literatur, seperti peraturan perundang-undangan, laporan realisasi APBN, dan
penelitian-penelitian terdahulu yang relevan sebagai landasan teori dan sumber data
dalam pembahasan.
9

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak


Persentase Realisasi Penerimaan Pajak

Tabel 1

Realisasi penerimaan pajak adalah jumlah realisasi penerimaan pajak neto


terhadap target penerimaan pajak. Penerimaan pajak neto DJP adalah jumlah realisasi
penerimaan pajak bruto dikurangi pembayaran surat perintah membayar kelebihan
pembayaran pajak (SPMKP), surat perintah membayar imbalan bunga (SPMIB), dan
surat perintah membayar pengembalian pendapatan (SPMPP). Target penerimaan
pajak adalah target yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Dalam APBN 2018, penerimaan pajak ditetapkan sebesar
Rp1.424,00 triliun.
Dari target penerimaan pajak dalam APBN 2018 sebesar Rp1.424,00 triliun,
penerimaan pajak sampai dengan Desember 2018 mencapai Rp1.313,51 triliun, yaitu
sebesar 92,24% dari target. Persentase capaian penerimaan pajak tahun 2018 ini lebih
baik dibandingkan dengan capaian periode yang sama di tahun 2017, yaitu sebesar
89,67%. Capaian yang diraih tanpa mekanisme perubahan APBN ini merupakan yang
tertinggi dalam lima tahun terakhir.
10

Gambar 2

Dari segi pertumbuhan, persentase capaian penerimaan pajak tahun 2018


tumbuh sebesar 14,12% year-on-year (y-o-y), lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun 2017 yang sebesar 4,04% y-o-y. Bahkan capaian ini merupakan
angka pertumbuhan tertinggi dalam 7 tahun terakhir. Apabila penerimaan amnesti
pajak pada triwulan i tahun 2017 dikeluarkan dari perhitungan (merupakan
penerimaan yang bersifat one-off/tidak berulang sebesar Rp12,03 triliun),
pertumbuhan penerimaan pajak mencapai 15,32% y-o-y.
Adapun rincian capaian persentase realisasi penerimaan pajak per jenis pajak
tahun 2016 beserta pertumbuhannya dapat dilihat dalam table berikut:

Table 2
Tabel
11

Gambar 3

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Tidak Tercapainya Target Penerimaan


Pajak

1. Pertumbuhan ekonomi nasional masih terlambat. “Realisasi di bawah APBNP


karena ada beberapa faktor yang menyumbang penerimaan lebih rendah.
Pertama, pertumbuhan ekonomi nasional. Pada hari ini, BPS keluarkan data
dari sisi demand, agregat permintaan, dan dari sisi sektoral,” menurut Bu Sri
Mulyani. Dari pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan
ekonomi juga berhubungan dengan tingkat penerimaan pajak. Semakin
cepatnya pertumbuhan ekonomi maka semakin besarnya tingkat penerimaan
pajak di Indonesia.
2. Harga komoditas ekspor belum mengalami perbaikan. Akibatnya, penerimaan
negara dari sektor tersebut pun ikut turun. Publikasi Bank Indonesia berjudul
Tinjauan Kebijakan Moneter edisi Maret 2019, kondisi pasar komoditas global
mendapat tempat tersendiri untuk dibahas.
12

Tabel 3

Dalam analisisnya, BI menuliskan bahwa volume perdagangan dunia


mengalami penurunan seiring dengan perlambatan ekonomi global.
3. Faktor ekonomi global yang belum pulih sehingga berpengaruh pada
penurunan perdagangan internasional. Menurut Sri Mulyani, hal ini terlihat
dari perdagangan internasional hanya mampu tumbuh 2-3 persen saja.
Ekonomi dunia melemah dan berdampak ke Indonesia. Contoh bagi korporasi
adalah menurunnya omset. Dampak lainnya adalah penurunan pembayaran
pajak. Perlambatan ekonomi dunia, akibat perang dagang Amerika Serikat dan
China, membuat aktivitas ekspor dan impor dalam negeri ikut turun. Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) neraca perdagangan Januari-Oktober 2019 masih
defisit sebesar US$1,79 miliar. Hal tersebut tentunya berpengaruh pada
penerimaan pajak di Indonesia.
4. Pemerintah tidak melakukan pengawasan dengan baik terhadap kewajiban
perpajakan dari belanja APBN maupun APBD. Selain itu, pengawasan setor
dan lapor PPN juga belum memadai. Termasuk belum efektifnya tindakan
persuasi data atau informasi yang sedang proses pemeriksaan, bukti
permulaan, atau penyidikan.
13

5. Pemerintah juga belum memanfaatkan data automatic exchange of


information (AEoI) dengan maksimal. Kerja sama internasional pertukaran
data keuangan secara otomatis melalui AEoI untuk keperluan pajak. Padahal
Indonesia telah melaksanakan kerja sama ini dengan puluhan negara pada
bulan September 2018. Direktorat Jenderal Pajak juga telah menerima data
ribuan triliun rupiah aset keuangan di luar negeri milik wajib pajak Indonesia.
Dari jumlah itu, ada yang terindikasi sebagai harta tersembunyi karena tidak
pernah dilaporkan yang kemudian WP tersebut akan dikenakan sanksi. Harta
tersebut bisa diberlakukan sebagai penghasilan tambahan wajib pajak dan
dikenakan PPh.

2.3 Dampak-Dampak dari Tidak Tercapainya Target Penerimaan


Pajak
1. Menambah beban utang pemerintah secara signifikan
Tidak tercapainya target penerimaan pajak dijawab oleh pemerintah
dengan menerbitkan SBN (Surat Berharga Negara). Sebagai contoh, pada
tahun 2016, terdapat kekurangan penerimaan pajak dari target seharusnya
yang diperkirakan jumlah kotornya sebesar Rp500 trilliun sehingga diterbitkan
SBN net sebesar Rp 327 trilliun dalam APBN tahun berikutnya.
Namun, dikarenakan target pajak yang selalu mengalami shortfall
(tidak memenuhi target) dalam dekade terakhir, solusi seperti ini menjadi
membahayakan. Target penerimaan pajak yang kian tahun kian meningkat
tidak disertai perbaikan dari sisi jumlah persentase tercapainya target tersebut.
Alhasil, jumlah utang negara menjadi semakin tinggi.
2. Pembengkakan jumlah defisit produk domestik bruto
Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, batasan jumlah defisit PDB maksimal di APBN adalah 3% setiap
tahunnya. Namun, dikarenakan tidak tercapainya target penerimaan pajak dan
mempertimbangkan besarnya kontribusi pajak bagi APBN sendiri, realisasi
dari defisit APBN yang direncakan menjadi lebih besar dari yang seharusnya.
Seperti di tahun 2017 yang merencanakan defisit PDB hanya sebesar 1,9%,
14

namun pada realisasinya sebesar 2,7%. Hampir mencapai batasan yang


ditetapkan di Undang-Undang.
3. Pemangkasan anggaran belanja negara
Selain menerbitkan utang melalui SBN, defisit anggaran juga dapat
direduksi dengan memangkas belanja negara. Pemangkasan ini biasanya
dilakukan di seluruh perangkat negara seperti pemerintah daerah, kementerian,
dan lembaga negara. Anggaran yang dipangkas haruslah berupa sejumlah pos
belanja yang dinilai tidak mendesak. Para aparatur sipil negara dan pemangku
kepentingan di masing-masing instansi harus dengan bijak menyikapi
keputusan ini. Hal ini dikarenakan pemangkasan tersebut tidak berpengaruh
besar pada kinerja instansi yang berkaitan. Perlu diketahui bahwa, bila
pemangkasan anggaran belanja ini tidak disikapi dengan optimal, maka dapat
berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi lebih dalam.
4. Menurunkan kepercayaan publik terhadap Ditjen Pajak
Kenyataan bahwa target penerimaan pajak tidak pernah tercapai dalam
satu dekade terakhir ini selalu disuguhkan kepada publik secara terbuka baik
melalui media maupun pengalaman yang dirasakan oleh masyarakat, terutama
wajib pajak itu sendiri. Kepercayaan mereka terhadap institusi yang menjaga
APBN mereka akan turun, bahkan memungkinkan untuk sedikit demi sedikit
menjadi hilang.
5. Efek domino yang dapat berujung pada krisis ekonomi
Disebabkan seringnya menggunakan surat utang sebagai sarana
menalangi defisit yang disebabkan oleh shortfall ini, dapat menjadi sangat
berbahaya bila tidak dikontrol dengan cukup. Beban hutang dapat
memberatkan ketahanan fiskal, menurunkan nilai rupiah, dan mempengaruhi
sendi-sendi ekonomi di masyarakat.
15

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang terdapat pada Bab II, dapat kami simpulkan
bahwa realisasi dari penerimaan pajak tidak pernah mencapai target sebagaimana
ditetapkan dalam APBN setiap tahunnya sejak sepuluh tahun terakhir. Pada tahun
2016 realisasi pencapaian penerimaan hanya sebesar 81,59%, tahun 2017 sebesar
89.67%, dan tahun 2018 sebesar 92.24%. Namun demikian, pemerintah kian
meningkatkan target penerimaan tiap tahunnya meskipun target penerimaan tahun
sebelumnya tidak tercapai. Tingginya target penerimaan pajak sebagai penunjang
APBN rupanya merupakan wujud optimisme pemerintah terhadap penerimaan pajak.
Namun, dalam penetapan target penerimaan, pemerintah belum memperhatikan
unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi besarnya penerimaan, baik peningkatan
maupun penurunan potensi.
Pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang lambat, harga komoditas
ekspor belum mengalami perbaikan, faktor ekonomi global yang belum pulih
sehingga berpengaruh pada penurunan perdagangan internasional, pengawasan
pemerintah yang belum optimal terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan dari
belanja APBN maupun APBD, serta belum maksimalnya pemerintah dalam
memanfaatkan data automatic exchange of informartion (AEoI) merupakan beberapa
faktor dari tidak berhasilnya pemerintah dalam mencapai penerimaan pajak. Dampak
bagi negara dari fenomena ini tentunya membuat utang negara yang kian bertambah,
adanya pembengkakan jumlah defisit produk domestik bruto, terjadinya pemangkasan
anggaran belanja negara, menurunnya kepercayaan publik, serta lahirnya efek domino
yang dapat berujung pada krisis ekonomi. Faktor-faktor dan dampak-dampak tersebut
tentu harus kita sikapi secara positif dan dijadikan sebagai bahan evaluasi bersama.
Tentunya, pemerintah sangat berharap agar peran

15
16

serta semua pihak dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajak dapat dilaksanakan
secara optimal.

2.4 Saran
Saran yang dapat diberikan mengenai masalah yang diangkat dalam karya tulis
ilmiah ini antara lain adalah pemerintah dapat meningkatan pelayanan, penegakan
hukum, monitoring wajib pajak, meningkatkan pengawasan terhadap potensi PPN
yang masih cukup besar, melakukan perbaikan sistem dengan memaksimalkan fungsi
dari AEoI, meningkatkan efektivitas pemeriksaan dan penagihan, dilakukannya
penguatan sumber daya manusia, teknologi informasi, dan anggaran di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak, serta diharapkan pemerintah dapat disiplin anggaran dan
penghematan belanja yang bersifat konsumtif, seperti belanja barang operasional,
rapat, dan perjalanan dinas yang tidak memengaruhi pelayanan kepada masyarakat
dan tidak mengganggu program-program prioritas.
17

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku dan/atau Sumber Lainnya

Hadi, Yonathan Setianto dkk. 2014. Postur APBN Indonesia. Jakarta: Kementerian
Keuangan.
Zulvina, Susi. 2011. Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak . Jakarta: STAN.

2. Dokumen Publik atau Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun


2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang–Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Sekretariat
Negara.
Republik Indonesia. 2017. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara. Jakarta: Sekretariat Negara.
Direktorat Jenderal Pajak. 2018. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pajak 2018.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak.

3. Web site

Adharsyah, Taufan. CNBC Indonesia. Maret 26, 2019.


https://www.cnbcindonesia.com/market/20190326153228-17-63006/fakta-
menyakitkan-komoditas-ekspor-ri-harganya-terjun-bebas (accessed Januari
2020).
Anonim. Bagaimana negara menggunakan uang pajak Anda dalam APBN 2019? n.d.
https://www.kemenkeu.go.id/alokasipajakmu (accessed Januari 2020).
—. DDTC News. November 20, 2019. http://news.ddtc.co.id/target-pajak-sering-
tidak-tercapai-kepercayaan-wp-berisiko-tergerus-17867 (accessed Januari
2020).
APBN 2016. 2016. https://www.kemenkeu.go.id/apbn2016 (accessed Januari 2020).
APBN 2017. 2017. https://www.kemenkeu.go.id/apbn2017 (accessed Januari 2020).
APBN 2018. 2018. https://www.kemenkeu.go.id/apbn2018 (accessed Januari 2020).
Deny, Septian. Liputan 6. Agustus 05, 2016.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2570077/sri-mulyani-ungkap-sebab-
penerimaan-pajak-2016-sulit-tercapai (accessed Januari 2020).
Kusfiardi. Alinea.id. Desember 5, 2019. https://www.alinea.id/kolom/penerimaan-
pajak-jeblok-b1Xrw9pC5 (accessed Januari 8, 2020).
18

Anda mungkin juga menyukai