Anda di halaman 1dari 48

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan

Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan

(PKL) dengan judul : “Pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Madya

Semarang”

Laporan PKL ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam memperoleh gelar

sarjana ekonomi. Tiada gading yang tak retak, sebagai manusia biasa penulis menyadari

penulisan laporan PKL ini jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun.

Dalam penulisan laporan ini tentunya melibatkan berbagai pihak yang telah membantu,

ucapan terimakasih penulis haturkan kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan, mendukung serta selalu mencurahkan segala

kasih sayangnya, sehingga laporan PKL ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Nama Dosen

3. Nama Dosen

4. Buat teman-teman terima kasih atas bantuan, dukungan dan sarannya selama penyusunan

laporan PKL ini.

Selanjutnya penulis juga menyadari bahwa penulisan laporan PKL ini belum bisa

dikatakan sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Semoga laporan PKL ini barmanfaat bagi pembaca. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi

Wabarakatuh.

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI....................................................................................................... i

DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii

DAFTAR BAGAN ............................................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v

BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................................1

B. Tujuan dan Manfaat PKL .........................................................................................3

C. Metode Pelaksanaan PKL ........................................................................................5

D. Sistematika Penulisan ...............................................................................................7

BAB II : LANDASAN TEORI .............................................................................9

A. Pengertian Pajak .......................................................................................................9

B. Pengertian Surat Pemberitahuan ..............................................................................10

C. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) ...........................................................12

D. Objek Pajak Pertambahan Nilai................................................................................17

E. Dasar Pengenaan Pajak ............................................................................................21

F. Tarif Pajak Pertambahan Nilai .................................................................................24

G. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai .............................................................24

H. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai .....................................................................24

2
I. Faktur Pajak 25

J. Pajak Masukan dan Pajak Keluaran .........................................................................28

BAB III : PELAKSANAAN PKL ........................................................................30

A. Lokasi PKL (Praktek Kerja Lapangan) ..................................................................30

B. Gambaran Umum Objek PKL (Praktek Kerja Lapangan) .....................................30

1. Gambaran Umum KPP Madya Semarang ..........................................................30

2. Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas .........................................................36

C. Kegiatan Yang dilakukan .......................................................................................38

1.Permasalahan Kegiatan PKL ..................................................................................40

2.Identifikasi Masalah ................................................................................................40

3.Sebab Masalah 40

4.Akibat Masalah41

5.Alternatif Pemecahan Masalah ...............................................................................41

D. Pembahasan dan Evaluasi Kegiatan .......................................................................41

BAB IV: PENUTUP ..............................................................................................46

A. Kesimpulan 46

B. Saran 46

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................47

LAMPIRAN-LAMPIRAN

3
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Daftar Angka Pertumbuhan Berdasarkan Jenis Pajak ........................... 35

4
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 : Bagan Arus Pemantauan SPT yang telah diterima ...........................45

5
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Struktur Organisasi KPP Madya Semarang


Lampiran 2 : Faktur Pajak Standart
Lampiran 3 : Surat Setoran Pajak (SSP) lembar 1 untuk Arsip Wajib Pajak
Lampiran 4 : Surat Setoran Pajak (SSP) lembar 2 untuk KPPN
Lampiran 5: Surat Setoran Pajak (SSP) lembar 3 untuk dilaporkan oleh WP ke KPP
Lampiran 6: Surat Setoran Pajak (SSP) lembar 4 untuk Bank Persepsi/kantor Pos
Lampiran 7: SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN Formulir 1107 PUT
Lampiran 8: Daftar PPN dan PPnBM yang dipungut oleh bendaharawan Pemerintah Formulir 1107 PUT 1
Lampiran 9: Daftar PPN dan PPnBM yang dipungut oleh bendaharawan Pemerintah
Formulir 1107 PUT 2
Lampiran 10 : SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26
Lampiran 11: Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 untuk pegawai Tetap dan
Penerimaan Pensiun Berkala.
Lampiran 12: Daftar Perubahan Pegawai Tetap
Lampiran 13: Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 (Tidak Final)
Lampiran 14: Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 (Final)
Lampiran 15 : SPT Masa PPN 1107
Lampiran 16 : Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM 1107A
Lampiran 17: Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM 1107B
Lampiran 18: Daftar Pajak Masukan dan PPnBM 1107B
Lampiran 19: Daftar Pajak Masukan dan PPnBM 1107B

6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang mampu membiayai pengeluaran pemerintah dan
membiayai pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan bersama. Dimasa sekarang
bangsa-bangsa membiayai sumber dana pemerintah dengan penerimaan dalam negeri dan
melakukan pinjaman luar negeri, termasuk Indonesia. Pinjaman luar negeri hanya bersifat
sementara, sebelum penerimaan dalam negeri mampu mencukupi pembiayaan-pembiayaan
pemerintah dan pembangunan. Penerimaan dalam negeri Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu
penerimaan negara dari sektor pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
Penerimaan negara dari sektor pajak adalah sumber utama pemerintah dalam Anggaran

Pendapatan Belanja Negara. Ketika pemerintah bergantung pada penerimaan sektor migas,

terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan turunnya penerimaan dari sektor migas. Hal ini

disebabkan oleh turunnya harga minyak per barel yang ditetapkan oleh Organization of

Petroleum Exporting Countries (OPEC).

Pada saat itu pemerintah menekankan penerimaan dari sektor pajak, karena dalam

penerimaan dari sektor pajak pemerintah memiliki otoritas penuh tanpa ada campur tangan dari

pihak lain. Berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang (UU) No 6/83 yang telah diubah

dengan UU No.16/00 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan disebutkan bahwa

kegiatan perpajakan merupakan kewajiban kenegaraan dan peran serta rakyat dalam pembiayaan

negara dan pembangunan nasional.

Secara umum pajak yang berlaku di Indonesia dibedakan menjadi Pajak Pusat yang di

kelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal

Pajak-Departemen Keuangan dan Pajak Daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah baik

ditingkat provinsi maupun kabupaten. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal

Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh) yaitu pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau

7
badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) dalam arti pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan

atau bangunan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),

Bea Materai, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Sedangkan Pajak yang

dikelola oleh pemerintah daerah adalah Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten atau kota sebagai

contoh yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restauran, Pajak Hiburan dan lain-

lain.

PPN sebagai salah satu jenis pajak yang mempunyai peranan cukup besar bagi penerimaan

negara. PPN merupakan Pajak yang dikenakan terhadap nilai tambah suatu barang atau jasa.

PPN mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 1 April 1985 untuk menggantikan Pajak

Penjualan (PPn) yang sudah berlaku sejak 1951. Dalam perspektif hukun, PPN merupakan suatu

jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak sebagai penanggung jawab

pembayaran pajak ke kas negara. PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun

distribusi sebelum sampai pada tingkat konsumen. Akan tetapi dengan metode perolehan

kembali pajak yang telah dibayar (kredit pajak) atau credit Method yang dianut oleh UU PPN

1984 efek pengenaan pajak berganda dapat dihindari. Dalam credit Method dikenal adanya

istilah Pajak Masukan yaitu pajak yang dibayar pada saat perolehan Barang Kena Pajak (BKP)

atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan Pajak Keluaran yaitu pajak yang dipungut oleh Pengusaha Kena

Pajak (PKP) dari pihak lain selaku pembeli atau penerima jasa. KPP Madya Semarang adalah

salah satu Kantor Pelayanan Pajak di wilayah semarang yang melayani Pelaporan Pajak oleh

Wajib Pajak. Salah satu persyaratan untuk melaporkan pajak di KPP Madya adalah

menggunakan Media Elektronik (e-filling).

8
Berdasarkan keterangan diatas maka dalam menulis Laporan Praktek Kerja Lapangan

(PKL), penulis mengambil judul ”PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DI

KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA SEMARANG”.

B. Tujuan dan Manfaat PKL

1. Tujuan PKL (Praktek Kerja Lapangan)

a. PKL (Praktek Kerja Lapangan) dilakukan agar ilmu yang didapatkan di bangku kuliah dapat

diterapkan di perusahaan dimana tempat melakukan PKL (Praktek Kerja Lapangan).

b. Dengan melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) diharapkan bisa melihat secara langsung

permasalahan yang timbul di lapangan dan mencari solusi dari permasalahan yang ada.

c. Dengan melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) mahasiswa bisa mengetahui situasi dan

kondisi di dunia kerja yang sesungguhnya sehingga kita memiliki pengalaman dan kita sebagai

calon tenaga kerja, kita dapat mempersiapkan diri secara mental untuk bersaing dalam memasuki

dunia kerja.

d. Menambah wawasan, memperluas pengetahuan, mengasah keterampilan dan bakat, serta melatih

untuk menjadi tenaga kerja yang profesional dan ahli dalam bidangnya masing-masing.

2. Manfaat PKL (Praktek Kerja Lapangan)

a. Bagi Mahasiswa

1) Mahasiswa dapat mengetahui dan mendapatkan wawasan dalam dunia kerja yang sebenarnya.

2) Sebagai sarana pengembangan potensi dan kreatifitas yang dimiliki mahasiswa.

3) Mahasiswa bisa memperoleh keterampilan dan pengalaman dalam dunia kerja.

4) Menumbuhkan rasa optimis dan percaya diri pada diri mahasiswa.

5) Melatih diri untuk bekerja secara professional.

9
6) Sebagai sarana untuk mempromosikan diri di tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL)

dilaksanakan.

b. Bagi Lembaga Pendidikan

1) Bisa menjalin hubungan kerjasama antara Lembaga Pendidikan STIE ASIA Malang dengan

perusahaan atau instansi tempat mahasiswa melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan).

2) Sebagai acuan bagi mahasiswa STIE ASIA Malang untuk lebih mendalami lagi materi yang

berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan kegiatan PKL

(Praktek Kerja Lapangan).

3) Sebagai sarana publikasi mengenai keberadaan lembaga pendidikan penulis.

4) Untuk menambah relasi kerja.

c. Bagi Perusahaan

1) Perusahaan bisa membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

2) Perusahaan bisa memberikan informasi dan pengetahuan kepada mahasiswa tentang keadaan

dunia kerja.

3) Perusahaan bisa menciptakan tenaga yang professional.

C. Metode Pelaksanaan PKL

Pelaksanaan PKL di kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang yang reprensantatif dan

menyatu dengan Gedung Keuangan Negara 1 yang terletak di Jalan Pemuda No. 2 Semarang.

Dengan metode pengumpulan data dan jenis data sebagai berikut:

1.Metode Pengumpulan Data

Dalam penyusunan laporan praktek kerja ini digunakan metode pengumpulan data sebagai

berikut :

10
a. Pengamatan (Observasi)

Observasi adalah metode (cara) pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung

dan ikut terjun langsung pada objek yang menjadi bahan laporan ditempat Praktek Kerja

lapangan (PKL).

b. Wawancara (Interview)

Interview adalah metode pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan

beberapa pihak terkait dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yaitu dengan mengajukan

pertanyaaan yang berhubungan dengan Pelaporan surat pemberitahuan pajak di kantor pelayanan

pajak madya semarang”.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data melalui dokumen-dokumen yang ada pada

perusahaan atau instansi misalnya arsip-arsip, berkas-berkas mengenai perusahaan atau instansi

tersebut.

d. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku yang ada hubungannya

dengan judul dan masalah yang dibahas di dalam laporan tugas akhir untuk memperoleh data

yang dapat dipergunakan sebagai landasan teori dan melengkapi isi laporan.

2.Jenis Data

Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

a. Data primer

11
Yaitu data yang dikumpulkan peneliti secara langsung melalui obyek penelitian dengan

melakukan wawancara dengan staff dan pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang dan

pengamatan secara langsung aktivitas di tempat PKL ( Praktek Kerja Lapangan )

b. Data sekunder

Yaitu data yang diperoleh dengan jalan mempelajari dan membaca buku-buku yang ada

kaitannya dengan bidang yang ditulis dan artikel dari internet.

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang akan penulis bahas meliputi:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi pembahasan mengenai Latar Belakang, Tujuan dan Manfaat PKL, Metode pelaksanaan

PKL, dan Sistematika Penulisan Laporan PKL.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan dipaparkan beberapa teori dasar yang digunakan meliputi Pengertian Pajak,

SPT (Surat Pemberitahuaan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), Objek Pajak Pertambahaan Nilai,

Dasar Pengenaan Pajak, Tarif Pajak Pertambahan Nilai, Cara Menghitung Pajak Pertambahan

Nilai, Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, Faktur Pajak, Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.

BAB III PELAKSANAAN PKL

Bab Pelaksanaan PKL ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan PKL yang

dilaksanakan di Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang yang meliputi: Lokasi pelaksanaan

PKL, Gambaran Umum Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang, kegiatan yang dilakukan

selama masa PKL, dan permasalahan selama PKL, serta Pembahasan dan evaluasi hasil kegiatan

PKL.

12
BAB IV PENUTUP

Berisi kesimpulan dari pelaksanaan kegiatan PKL dan saran-saran yang dibuat dari hasil laporan

yang telah penulis susun agar bermanfaat bagi pengembangan lebih lanjut.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pajak

Menurut Tjahjono dan Husein (2003:3) adalah“Pajak adalah

“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan ke kas negara

disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan

sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak

ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk pemeliharaan kesejahteraan

umum”.(www.digilib.petra.ac.id).

Pajak adalah ”iuran rakyat kepada kas negara atau peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector

pemerintah berdasarkan undang-undang, dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen

prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”.

(www.kedanta.tripod.com)

Pengertian Pajak menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah

beberapa kali terakhir menjadi Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Pasal 1 angka (1) adalah “ kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

13
B. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)

Berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang No.16 tahun 2000 (UU KUP 1984) Pasal 1 ayat (10) SPT didefinisikan sebagai “Surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak
dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.”

Menurut Undang – undang No. 16 tahun 2000 (UU KUP 1984) jenisnya SPT dibagi menjadi
dua yaitu :

1. SPT Masa

Adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak yang jangka waktunya sama dengan satu
bulan atau jangka waktu lain yang ditetapkan Menteri Keuangan, paling lama 3 (tiga) bulan.

2. SPT Tahunan

Adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

a. Fungsi SPT bagi

1) Wajib Pajak PPh

Sebagai sarana Wajib Pajak untuk melaporkan pajak terutang dan untuk melaporkan tentang :

a) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau

pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

b) penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.

c) harta dan kewajiban.

d) pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.

2) Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan penghitungan jumlah PPN dan

PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

14
a) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

b) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain

dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

yang berlaku.

3) Pemotong atau Pemungut Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak

yang dipotong atau dipungut dan disetorkan. ( Undang-undang No.16 tahun 2000 Pasal 2 Ayat 1)

b. Tempat pengambilan SPT

Setiap Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor

Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi

Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah DJP, Kantor Pusat DJP, atau melalui website DJP :

(www.pajak.go.id) atau mencetak atau menggandakan atau fotokopi dengan bentuk dan isi yang sama

dengan aslinya. ( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 5 )

c. Ketentuan Tentang Pengisian SPT

SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas dan harus ditandatangani. Dalam hal SPT diisi dan

ditandatangani oleh orang lain bukan oleh Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus. Untuk Wajib

Pajak Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi.

( Undang-undang No.28 Tahun 2007 Pasal 2 )

d. Ketentuan Tentang Penyampaian SPT

1) SPT dapat disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP, KP4 atau KP2KP

setempat, atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.

15
2) Batas waktu penyampaian:

a) Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak.

b) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa.

c) SPT Masa, paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak.

d) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.

3) SPT yang disampaikan langsung ke KPP atau KP4 diberikan bukti penerimaan. Dalam hal SPT

disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai bukti

penerimaan.

( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 pasal 8)

e. Penyampaian SPT melalui Elektronik (e-SPT)

Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara elektronik (e-Filling) melalui perusahaan Penyedia

jasa aplikasi (Application Service Provider) yang ditunjuk oleh DJP. Wajib Pajak yang telah menyampaikan

SPT secara e-Filling, wajib menyampaikan induk SPT yang memuat tanda tangan basah dan Surat

Setoran Pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara elektronik ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar

melalui Kantor Pos secara tercatat atau disampaikan langsung, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak

tanggal penyampaian SPT secara elektronik. Penyampaian SPT secara elektronik dapat dilakukan selama

24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu. SPT yang disampaikan secara elektronik

pada akhir batas waktu penyampaian SPT yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.

(http:www.pajak.go.id)

f. Sanksi Tidak Atau Terlambat Menyampaikan SPT

16
SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan,

dikenakan sanksi administrasi berupa denda:

1) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp 100 ribu.

2) SPT Tahunan PPh Badan Rp 1 juta.

3) SPT Masa PPN Rp 500 ribu

4) SPT Masa Lainnya Rp 100 ribu.

(Undang-undang N0.6 Tahun 1983 Pasal 7 Ayat 1)

g. Pembetulan SPT

untuk pembetulan SPT atas kemauan Wajib Pajak sendiri dapat dilakukan sampai dengan

daluwarsa, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum kadaluwarsa,

sepanjang belum dilakukan pemeriksaan. Sanksi administrasi atas pembetulan SPT dengan kemauan

Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan 150% dari pajak yang kurang

dibayar.

h. Batas Waktu Pembayaran Pajak

1) Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak

ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat

terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.

17
2) Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat

sebelum SPT disampaikan.

3) Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah

tertentu paling lama 2 bulan.

( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 7 )

i. Sanksi Keterlambatan Membayar Pajak

Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua

persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak yang alpa tidak

menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat

merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi

administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.

( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 9 Ayat 2a )

C. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Menurut Direktorat Jenderal Pajak pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang
dikenakan atas :

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

2. Impor Barang Kena Pajak.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean.

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, atau

18
6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibagi menjadi beberapa pengertian yaitu :

1. PPN adalah Pajak yang tidak langsung

Skema ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis

pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab

pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi

pembeli atau penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang negara (pemerintah).

2. PPN adalah Pajak Obyektif

Sebagai pajak obyektif mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN

sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi Subjek pajak tidak relevan, karena PPN tidak

mempertimbangkan kondisi subjektif subyek pajak.

3. PPN bersifat Multy Stage Levy

“Multy Stage Levy “ mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pasa setiap mata rantai jalur

produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Legal karakter ini dapat

digambarkan dalam contoh berikut :

a. Ketika perusahaan industri benang menyerahkan benang kepada perusahaan tekstil, dikenakan PPN.

b. Oleh perusahaan tekstil benang diproses menjadi tekstil. Atas penyerahan tekstil kepada perusahaan
garmen, dikenakan PPN.

c. Ketika perusahaan garmen ini menyerahkan produknya kepada pedagang besar, dikenakan PPN.

d. Oleh pedagang besar, garmen yang diterima diserahkan lebih lanjut kepada pedagang eceran misalnya
toko pakaian, department store. Atas penyerahan ini dikenakan PPN.

e. Konsumen yang membeli pakaian di toko pakaian atau department store dikenakan PPN.

Hal ini berarti PPN dikenakan berulang-ulang pada setiap mutasi Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak.

19
4. PPN bersifat Non Kumulatif

PPN yang “multy stage levy” namun bersifat non kumulatif yaitu tidak menimbulkan pengenaan

pajak berganda, merupakan suatu kontradiksio in terminis.

5. PPN adalah Pajak Konsumsi dalam Negeri

Dalam Pengertian ini PPN hanya dikenakan ataas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam
Daerah Pabean Republik Indonesia. Apabila barang atau jasa itu akan dikonsumsi di luar negeri, tidak
dikenakan PPN di Indonesia. Ini sesuai dengan destination principle (prinsip tempat tujuan) yang
digunakan dalam pengenaan PPN yaitu PPN dikenakan di tempat tujuan barang atau jasa akan
dikonsumsi. ( Sukarji, 2003:2:13 )

D. Objek Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :

1. Penyerahan Barang Kena Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP.

b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud.

c. Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean.

d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.

2. Impor Barang Kena Pajak

Pajak yang dipungut pada saat impor barang. Pungutan dilakukan melalui Direktorat Jendaral

Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan BKP ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan

apakah dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.

Impor Barang Kena Pajak berdasarkan ketentuan Perundang-undangan Pabean dibebaskan dari

20
pungutan Bea Masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh Menteri

Keuangan.

3. Penyerahan JKP yang dilakukan didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Jasa yang diserahkan merupakan JKP.

b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.

c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.

4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor BKP, maka atas

BKP tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean

juga dikenakan pajak.

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atau terhadap jasa yang

berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dikenakan pajak menurut

Undang-Undang PPN.

6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Atas penyerahan BKP dan dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean dikenakan pajak

menurut Undang-Undang PPN.

7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang

pribadi atau badan.

21
PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha

atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh

pihak lain yang batasan dan tata caranya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

(Undang-Undang PPN dan PPnBM Pasal 16C )

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat

berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak

berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM.

Barang Kena Pajak dipersyaratkan:

1. Barang berwujud atau barang tidak berwujud (Merek Dagang Hak Paten, Hak Cipta, dan lain-lain).

2. Dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

( Undang-undang PPN Tahun 1984 Pasal 1 )

Jenis-jenis barang yang tidak dikenakan PPN meliputi :

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang yang diambil langsung dari sumber jenisnya

seperti minyak mentah (crude oil), gas bumi, pasir dan kerikil, bijih besi, bijih timah, dan bijih emas.

2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak seperti beras dan gabah,

jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.

3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Tidak

dikenakannya inilah untuk menghindarkan pajak berganda karena telah ditetapkan sebagai objek pajak

daerah.

4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

22
( Undang-undang PPN Tahun 1984 Pasal 4A)

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau

perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia

untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau

permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-

Undang PPN dan PPn BM.

( Sukarji, 2003:31)

Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN meluputi :

1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik.

2. Jasa di bidang pelayanan sosial.

3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.

4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi.

5. Jasa di bidang keagamaan.

6. Jasa di bidang pendidikan.

7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak hiburan.

8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan.

9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.

10. Jasa di bidang tenaga kerja.

23
11. Jasa di bidang perhotelan.

12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

( Undang-Undang PPN Tahun 1984 Pasal 4A ayat 3)

E. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, diperlukan adanya DPP. Pajak yang terutang

dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan DPP.

DPP adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak
yang terutang. PPN yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak. Bagi Pengusaha Kena pajak pembeli merupakan Pajak Masukan

Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, dan Nilai Impor

adalah:

1. Harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh

penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan

PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2. Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh

pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini

dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3. Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta

oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam

Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

24
4. Nilai Impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan

lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Perundang-unclangan Pabean untuk

impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM.

( Sukarji, 2003:109:111)

Nilai Lain yang dapat digunakan sebagai DPP sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No.

251/KMK.03/2002 sebagai penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No. 567/KMK.04/2000

tentang Nilai Lain sebagai dasar Pengenaan Pajak yang diberlakukan mulai tanggal 1 Juni 2002, yaitu :

1. Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian, setelah dikurangi laba

kotor.

2. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian, setelah dikurangi

laba kotor.

3. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual Rata-Rata.

4. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.

5. Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar.

6. Untuk aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat

pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar.

7. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% sepuluh persen) dari jumlah

tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

8. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang

seharusnya ditagih.

25
9. Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge,

provisi, dan diskon.

F. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

1. Tarif PPN sebesar 10% (sepuluh persen).

Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP adalah tarif tunggal,

sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau

penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada PPnBM.

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0% (nol persen).

( Sukarji, 2003:115)

G. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai

PPN yang terutang =Tarif PPN x Dasar Pengenaan


Pajak

Cara menghitung PPN yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif PPN (10% atau 0% untuk ekspor
Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak.

Contoh :

PKP yang sudah menjual BKP secara tunai seharga Rp 40.000.000.

Besarnya PPN Terhutang 10% X Rp 40.000.000 = Rp 4.000.000

( www.pajak.go.id)

26
H. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

Pemungutan PPN adalah bendaharawan Pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran

yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah.

Kewajiban yang melekat pada Wajib Pajak untuk melaporkan usaha dan kewajiban memungut,

menyetor dan melaporkan pajak yang terutang dalam UU PPN sebagai berikut:

1. Terhadap Pengusaha yang melakukan Penyerahan BKP dan atau Penyerahan JKP di dalam Daerah

Pabean dan atau melakukan ekspor BKP diwajibkan:

a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

b. Memungut pajak yang terutang.

c. Menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang

dapat dikreditkan serta menyetorkan pajak.

d. Penjualan atas barang mewah yang terutang.

2. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan menjadi PKP wajib melaksanakan ketentuan butir di atas.

3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean ( perhatikan

Pasal 4 huruf d Undang-Undang PPN ) dan atau yang memanfaatkan JKP dari Luar Daerah Pabean (

perhatikan Pasal 4 huruf ) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terhutang ( tata cara

diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan ).

( Undang-Undang PPN Tahun 2000 Pasal 1 angka 27 )

27
I. Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan
BKP atau penyerahan JKP atau bukti pungutan pajak karena impor BKP digunakan oleh Direktorat
Jendral Bea dan Cukai.

Terdapat tiga jenis Faktur Pajak, yaitu:

1. Faktur Pajak Standar

Faktur Pajak Standar merupakan Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan

pajak sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Untuk setiap penyerahan BKP atas

penyerahan JKP oleh Pengusaha Kena harus dibuat satu Faktur Pajak Standar.

Faktur Pajak Standar harus mencantumkan keterangan-keterangan tentang penyerahan Barang

Kena Pajak atas Penyerahan Jasa Kena Pajak yang meliputi:

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena

Pajak.

b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena

Pajak.

c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual, atau penggantian, dan potongan harga.

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut.

f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.

g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar.

28
Faktur Pajak Standar harus benar baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak

Standar harus diisi secara lengkap, jelas, benar, dan ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang

ditunjuk oleh PKP untuk menandatangi Faktur Pajak Standar yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan ini

dapat mengakibatkan PPN tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan.

Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya:

1) Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan

keseluruhan Jasa Kena Pajak jika pembayaran diterima setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan

berikutnya, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerima

pembayaran; atau

2) Pada saat penerimaan pembayaran dalarn hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan

Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau

3) Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pembayaran; atau

4) Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyapaikan tagihan kepada Pemungut Pajak Pertambahan

Nilai.

2. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar yang meliputi semua penyerahan BKP atau

penyerahan JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima JKP

yang sama. Faktur Pajak Gabungan merupakan Faktur Pajak Standar, sehingga harus dibuat sesuai

29
dengan ketentuan pembuatan Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

Pembuatan Faktur Pajak Gabungan tidak memerlukan izin DJP.

3. Fakur Pajak Sederhana

Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak yang digunakan sebagai tanda bukti pungutan pajak

yang dibuat oleh PKP untuk menampung kegiatan penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang dilakukan

secara langsung kepada konsumen akhir. Oleh karena itulah, PKP dapat membuat Faktur Sederhana,

dalam hal PKP melakukan:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan langsung kepada konsumen

akhir; atau

b. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dan/atau penerima Jasa Kena

Pajak yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap.

( Sukardji,2003:76 )

J. Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

Pengertian Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan atau

penerimaan JKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP

dari luar Daerah Pabean dan atau Impor BKP.

Pajak Keluaran adalah PPN Terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan

BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP.

Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor BKP atau penerimaan JKP
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut PKP pada waktu menyerahkan BKP atau JKP.
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan dalam Masa Pajak yang
sama.

30
Perhitungan PPN yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke kas negara, terlebih dahulu Wajib Pajak

harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Apabila dalam suatu

masa pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang

harus dibayar dan disetor oleh PKP ke Kas.

( Sukardji, 2003:117 )

31
BAB III

PELAKSANAAN PKL

A. Lokasi Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Lokasi PKL adalah di kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang yang reprensantatif dan

menyatu dengan Gedung Keuangan Negara 1 yang terletak di Jalan Pemuda No. 2 Semarang.

B. Gambaran Umum Obyek PKL

1. Gambaran Umum kantor Pelayanaan pajak Madya Semarang

a. Dasar pembentukan kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang

Direktorat Jenderal Pajak telah memulai langkah reformasi administrasi perpajakan sejak tahun

2000, yang telah menjadi landasan terciptanya administrasi perpajakan yang modern, efisien, dan

dipercaya masyarakat. Pembentukan Kantor Perpajakan modern merupakan upaya menindaklanjuti

Modernisasi Administrasi perpajakan ini, mulai dari Kantor Pelayanaan Pajak Wajib pasar besar, Kantor

Pelayanaan pajak khusus, Kantor pelayanan pajak Madya dan kantor Pelayanan pajak Pratama.

Kantor Pelayanan Pajak madya Semarang dibentuk berdasarkan peraturan menteri Keuangan

Nomor: 132/PMK.01/2006 dimana saat mulai beroperasi ditetapkan tanggal 9 April 2007.

Berdasarkan keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor: KEP-26/PJ/2007 tanggal 26 Januari 2007

yang kemudian diubah dengan keputusan Direktorak jendral Pajak Nomor: KEP-56/PJ./2007 tanggal 29

maret 2007 tentang pendaftaran dan Pelaporan usaha bagi Wajib pajak Tertentu pada Kantor

Pelayanaan Pajak madya Semarang, ditetapkan bahwa Wajib Pajak Badan yang terdaftar dan

melaporkan usahanya pada KPP madya Semarang sebanyak 389 Wajib Pajak.

Perubahan terakhir adalah Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor: KEP-28/PJ./2008 tanggal

25 Maret 2008 yang menetapkan jumlah WP terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak madya Semarang

adalah 1001 WP.

32
b. Lokasi kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang

Lokasi yang stragegis sangat menunjang keberhasilan suatu instansi atau lembaga mencapai

tujuan. Aktifitas kantor tersebut tentunya dengan didukung kelengkapan sarana dan prasarana yang

memadai. Gedung kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang yang reprensantatif dan menyatu dengan

Gedung Keuangan Negara 1 di Jalan Pemuda No. 2 Semarang, dimana gedung ini berdekatan dengan

bisnis merupakan lokasi yang strategis, ditambah dengan sarana dan prasarana didalam gedung yang

memadai seperti: Ruang Tempat pelayanan Terpadu (TPT) yang bersih dan Ber-Air Conditioner, Ruang

Konsultan WP, Ruang Seksi Pelayanan, Teknologi Informasi yang mengaruh pada paperless dan berbasis

Work Flow ( Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak), sarana telepon, mesin photo copy, Scanner,

Printer, Faksimil serta ruang rapat yang dilengkapi dengan fasilitas proyektor, Liquid Crystal Display

(LCD) dan Sound System.

c. Sekilas Tentang Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang

Dalam melayani Wajib Pajak seluruh staff Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang selaualu

mengembangkan pelayanan yang tulus sepenuh hati & profesional dalam bekerja. Dengan motto “

Melayani Sepenuh Hati Mengabdi Kepada Negeri” diharapkan tujuan untuk mencapai pelayanan prima.

Untuk itu kepuasan Wajib pajak adalah tujuan Modernisasi Administrasi Perpajakan selain untuk

mencapai tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi.

Indikator pengukuran tingkat kepuasan Wajib Pajak nantinya akan dilakukan oleh pihak

independen dengan standar IKM ( Indeks Kepuasan Masyarakat). Untuk mengetahui sejauh mana

keberhasilan KPP Madya Semarang dalam memberikan Pelayanaan prima kepada Wajib Pajak.

Implementasi sistem administrasi perpajakan modern pada Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang

mempunyai beberapa keunggulan yaitu:

33
1. Pemisahan fungsi yang jelas antara pelayanaan, pengawasan dan konsultasi perpajakan, pemeriksaan

dan penagihan pajak.

2. Adanya Account Representation sebagai liaison officer antara Kantor Pelayanaan Pajak dengan WP yang

melakukan fungsi pengawasan dan konsultasi terhadap wajib pajak secara lebih intensif dan efektif.

3. Penyerderhanaan prosedur atau debirokratitasi yang lebih efisien sehingga cost of compliance dan cost

administration relatif rendah.

4. Keunggulan dibidang teknologi informasi seperti aplikasi on line payment, electronic SPT (e-SPT), e-

filling, SIDJP ( Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak) yang merupakan pengembangan dari SAPT

(Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu) yaitu sistem yang menggunakan data base terpusat untuk

menghasilkan data pembayaran dan kewajiban perpajakan setiap WP secara dinamis.

5. Sumber daya manusia yang profesional, well knowledge, high skill dan good attitude yang akan

memotivasi wajib pajak agar mempunyai kesadaran untuk mematuhi kewajiban perpajakan kerena

mereka percaya dengan integritas aparat pajak.

6. Manajeman pemeriksaan pajak menjadi lebih efisien dan efektif kerena ditangani oleh unit yang khusus

dan dispesialisasi pada sektor-sektor tertentu.

d. Pelayanan Wajib pajak di kantor Pelayanan Pajak madya Semarang.

1. Tempat Pelayanaan Terpadu ( TPT ) merupakan tempat pelayanaan yang disediakan untuk memberikan

semua jenis pelayaan kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan kewajiban perpajakan (One Stop

Service). Fasilitas yang tersedia di TPT:

a) Help Desk merupakan pusat pelayanaan bagi pembayar pajak untuk memperoleh informasi dan

pengetahuan - pengatahuan mengenai perpajakan secara umum.

b) Papan standar Pelayanan, memberi suatu informasi dan kepastian suatau jenis wajib pajak dapat

diselesaikan.

34
c) Ruang Konsultasi, ruang untuk pembayaran pajak yang ingin berkonsultasi masalah perpajakan yang

sedang dihadapi. Account Resentative akan mendatangi ruangan ini untuk memberikan konsultasi

kepada pembayaran pajak.

d) Buku Saran, pembayaran pajak dapat memberikan saran atau kritik yang bermanfaat guna untuk

meningkatkan atau memperbaiki kualitas kinerja pembayaran.

e) Leaflet. Materi perpajakan dalam bentuk tulisan ringkas yang disediakan untuk diambil pembayaran

pajak jika memerlukan.

f) Line Telepon, disediakan untuk pembayar pajak yang tidak berkesempatan untuk datang berkonsultasi

langsung kekantor.

g) Papan Petunjuk Ruang. Memberi informasi tentang ruangan yang ada dikantor.

h) Queuing Machine, untuk ketertiban dalam proses penyampaian SPT dimana pembayar pajak dapat

nomor antrian secara otomatis.

i) Touch Screen, Sejenis layar sentuh yang terisi informasi prosedur pelayanan yang diberiakn yang dapat

diakses oleh pembayar pajak yang datang langsung ke TPT.

j) Fasilitas Ruang Kerja dan Komputer, Desain dan Lay Out ruang TPT ditata dengan memberi meja kursi

yang sejajar .

2. Account Representative ( AR )

AR adalah pendukung antara Kantor Pelayanaan Pajak dan pembayaran pajak dalam rangka

memberi informasi perpajakan secara profesional dan efektif. AR bertanggung jawab atas pengawasan

kepatuhan, pelayaanan, bimbingan atau himpunaan dan konsultan semua kewajiban perpajakan

pembayar pajak.

e. Pencapaian penerimaan.

35
Realisasi penerimaan Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang tahun 2008 adalah sebesar Rp.

2.161.673.042.539,- Dari rencana sebesar Rp. 2.090.300.780.000,- atau pencapaian sebesar 103,41%

dengan komposisi sbb:

- Pajak Penghasilan = Rp. 1.104.508.215.830,-

- Pajak Pertambahan Nilai = Rp. 951.634.378.318,-

- Pajak lainnya = Rp. 105.530.448.391,-

Rp. 2.161.673.042.539,-

Penerimaan ini berasal dari 1001 WP yang terdaftar di kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang, yang

tersebar di 18 kota atau kabupaten di Jawa Tengah bagian Utara dari Brebes hingga blora.

Sektor usaha yang dominasi dalam menyumbang penerimaan adalah:

1. Sektor Perpajakan

2. Sektor industri Pengolahan.

Pertumbuhan penerimaan tahun 2008 dibanding tahun 2007 cukup besar secara prosentase,

yaitu mencapai 126,14% Berdasarkan jenis pajaknya, angka pertumbuhan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Daftar Angka Pertumbuhan Berdasarkan Jenis Pajak

Jenis Pajak 2008 2009 GROWH

A. Pajak Penghasilan 1.104.508.215.830 474.974.624.525 132,54%

B. PPN dan PPnBM 951.634.378.318 424.954.566.285 123,94%

C. PBB dan BPHTB - - -

D. Pendapatan atas PL dan PIB 105.530.448.391 55.987.998.241 88,49%

Jumlah 2.161.673.042.539 955.917.189.051 344,97%

36
Sumber : Buku profil kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang

Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas

Dalam suatu perusahaan atau instansi pemerintahan maupun swasta, struktur

organisasi sangatlah penting untuk mencapai tujuan dengan suatu sistem kerja yang

dinamis. Dengan terbentuknya struktur organisasi dapat tercipta hubungan kerjan

yang efektif, efesien, meningkatkan displin kerja serta etos kerja.

Secara sistematis struktur organisasi yang terdapat di Kantor Pelayanaan Pajak

madya Semarang dapat dilihat pada Lampiran 1:

Kepala Sub Bagian Umum : Nining Widaryanti

Kepala Seksi Pengolahan Data & Informasi : Isman Sutarno

: Paulus soejibto Adi Doso Putro.

Kepala Seksi Pemeriksaan : Aris Yunianto

Kepala Seksi penagihan : Bondan catur Kurniawan

Kepala Seksi Pengawasan & Konsultasi I : Rizguna Rasyid

Kepala Seksi Pengawasan & Konsultasi II : B. Antana Priyo Handoko

Kepala Seksi Pengawasan & Konsultasi III : Riyadi

Kepala Seksi Pengawasan & Konsultasi IV : Nanang Hidayat

Sedangkan tugas masing- masing bagian adalah:

a. Kepala Kantor

Memimpin seluruh kegiatan Intansi.

b. Kepala Sub Bagian Umum

Bertugas melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, dan tata usaha rumah

tangga.

37
c. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Bertugas melakukan pengumpulan, pencarian, pengolahan data, penyajian informasi

perpajakan, pengolahan surat pemberitahuan (SPT) dan menerima pajak, pelayanan

dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT, serta penyiapan laporan

kinerja.

d. Kepala Seksi Pelayanan

Bertugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan,

pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, peneriamaan dan pengolahan

surat pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, pelaksanaan regristrasi wajib

pajak.

e. Kepala seksi Pemeriksaan

Bertugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan, pelaksanaan

aturan pemeriksaan, penerbitan, dan penyuluhan surat Perintah Pemeriksaan Pajak.

f. Kepala seksi Penagihan

Bertugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran

tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan hutang pajak serta

penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Masing-masing seksi pengawasan mempunyai tugas melakukan pengawasan

kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan atau himbauan kepada

Wajib pajak dengan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib pajak,

analisis kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib pajak dalam rangka

38
melakukan intensifitasi, serta melakukan evaluasi hasil banding.

C. Kegiatan Yang Dilaksanakan

Tabel 3.1
Tabel Kegiatan PKL
Hari/ Tanggal Uraian Kegiatan Yang Dilaksanakan

Rabu, 01 Juli 2009  Perkenalan dengan Pegawai KPP Madya Semarang,

Mengarsip Surat Setoran Pajak.

Kamis, 02 Juli 2009  Memberi nomor urut pada surat keluar, mengarsip &

Mengurutkan Nomor pokok wajib pajak SPT Pasal 25

Jum’at, 03 Juli 2009  Mengarsip Surat pemindah bukuan Bukti Pajak.

Sabtu, 04 Juli 2009  Libur

Minggu, 05 Juli 2009 Libur

Senin, 06 Juli 2009  Mengarsip SPT Per pengawas dan Konsultan

Selasa, 07 Juli 2009  Menginput data permohonan NPWP Karyawan (PWPN)

Rabu, 08 Juli 2009  Menulis Kover Map berkas Wajib Pajak

Kamis, 09 Juli 2009  Mengarsip SPT Per NPWP

Jum’at, 10 Juli 2009  Mengarsip SPT Per Jenis Pajak

Sabtu, 11 Juli 2009  Libur

Minggu, 12 Juli 2009 Libur

Senin, 13 Juli 2009  Menginput data permohonan NPWP Karyawan (PWPN)

Selasa, 14 Juli 2009  Menulis Kover Map berkas Wajib Pajak

Rabu, 15 Juli 2009  Menulis Kover Map berkas Wajib Pajak

39
Kamis, 16 Juli 2009  Mengarsip SPT per Waskon

Jum’at, 17 Juli 2009  Mengarsip SPT per Jenis Pajak

Sabtu, 18 Juli 2009  Libur

Minggu, 19 Juli 2009 Libur

Senin, 20 Juli 2009  Libur

Selasa, 21 Juli 2009  Mengarsip SPT per Waskon

Rabu, 22 Juli 2009  Menulis Kover Map berkas Wajib Pajak

Kamis, 23 Juli 2009  Mengarsip SPT Per NPWP

Jum’at, 24 Juli 2009  Menginput data permohonan NPWP Karyawan (PWPN)

Sabtu, 25 Juli 2009  Libur

Minggu, 26 Juli 2009 Libur

Senin, 27 Juli 2009  Mengarsip SPT per Waskon

Selasa, 28 Juli 2009  Menulis Kover Map berkas Wajib Pajak

Rabu, 29 Juli 2009  Menulis Kover Map berkas Wajib Pajak

Kamis, 30 Juli 2009  Mengarsip SPT Per NPWP

Jum’at, 31 Juli 2009  Mengumpulkan data-data untuk bahan pembuatan

Laporan

Sumber : Data diolah Penulis

D. Permasalahan Kegiatan PKL

Identifikasi masalah

Dalam setiap kegiatan suatu organisasi Intansi biasanya dalam mencapai

tujuan sering mengalami permasalahan meskipun pelaksanaan kegiatan intansi

40
sudah melakukan dengan maksimal. Adapun permasalahan yang sering muncul di

kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang yaitu sering terjadi kesalahan

perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dan salah pengisian SPT 1107.

Sebab Masalah

Penulis dapat memberikan gambaran tentang sebab timbulnya permasalahan

yaitu Kantor Pelayanan pajak Madya kurang intensif dalam memberikan penyuluhan

kepada wajib pajak.

Akibat Masalah

Dari permasalahan diatas penulis merumuskan akibat yang timbul yaitu

keterlambatan pelaporan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang dan jika

pada akhir batas waktu pelaporan antrian di TPT sangat panjang.

Alternatif Pemecahan masalah

Setelah penulis mengemukakan sebqab-sebab timbulnya permasalahan

tersebut maka penulis berusaha semaksimal mungkin mengemukakan pemecahan

masalah tersebut diatas yaitu : KPP Madya lebih insentif lagi dalam memberikan

penyuluhan dengan cara mengumpulkan masyarakat per RT atau per RW.

E. Pembahasan dan Evaluasi Kegiatan PKL

Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1983 yang selanjutnya disebut sebagai UU

PPN, PKP wajib melaporkan pajak terutangnya. SPT merupakan sarana untuk

melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang

sebenarnya terutang.

41
1. SPT paling sedikit harus memuat:

a. Nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan alamat Wajib Pajak.

b. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak

c. Tanda Tangan Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak

2. SPT Masa PPN juga harus memuat data mengenai:

a. Jumlah Penyertaan

b. Jumlah Dasar Pengenaan Pajak.

c. Jumlah pajak Keluaran

d. Jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan.

e. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak

f. Total penyetoran

g. Data lainnya yang terkait denga kegiatan usaha Wajib Pajak.

3. Tempat dan cara penyampaian SPT:

a. SPT berbentuk formulir (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang

ditetapkan oleh direktorat Jendral pajak.

b. SPT berbentuk e- SPT dapat diambil secara langsung oleh wajib pajak atau dengan

cara lain yaitu mengunduh format SPT atau Apliakasi e-SPT dari situs Direktorat

Jendral Pajak.

4. Cara Pelaporan SPT

Pelaporan SPT oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanaan Pajak atau tempat lain

yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak, dapat dilakukan secara langsung,

melalui pos dengan bukti pengiriman surat melalui perusahaan jasa ekspedisi atau

42
jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, e-filling melalui perusahaan penyedia jasa

aplikasi (ASP).

Bagi perusahaan yang dikukuhkan sebagai PKP wajib mengisi,

menandatangani, melaoprkan,SPT dengan benar, lengkap, jelas. Sementaraitu yang

dimaksud mbenar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah:

1. Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai denagn

keadaan yang sebenarnya.

2. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan

unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.

3. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain

yang harus dilaporkan dalam SPT.

SPT yang telah terisi dengan benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib di

sampaikan ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau

dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral pajak.

Kewajiban pelaporan SPT oleh pemotong atau pemungut pajak dilakukan untuk

setiap Masa Pajak. SPT Wajib Pajak Badan harus ditandatangani oleh pengurus atau

direksi, apabila SPT ditandatangani oleh orang lain bukan wajib pajak harus

dilampiri surat kuasa khusus.

Apabila Wajib Pajak melaporkan SPT yang tidak benar, tidak lengkap, dan

tidak jelas maka SPT tidak diterima oleh TPT. Sehingga Wajib Pajak harus

melakuakan pembetulan dan harus melaporkan lagi SPT dengan batas waktu

penyampaian tanggal 20 bulan berikutnua, jika sudah sampai pada batas waktu

43
penyampaian dan wajib pajak belum melaporkan lagi SPT maka dikenakan

administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000 ( Lima ratus ribu rupiah) untuk SPT

Masa PPN, Rp 100.000 (Seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya, dan sebesar

Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk SPT tahunan PPh orang pribadi.

5. Pelaporan SPT melalui Elektronik (e-SPT)

a. Wajib Pajak dapat melaporkan surat Pemberitahuan secara elektronik (e-SPT)

melalui perusahaan penyedia jasa aplikasi (Application Service Provider) yang

ditunjuk oleh Direktorat Jendral Pajak.

b. Wajib Pajak yang telah melapor surat pemberitahuan secara elektronik(e-Filling),

wajib menyampaikan induk surat pemberitahuan yang memuat tanda tangan basah

dan Surat Setoran pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara elektronik ke

Kantor Pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar melalui Kantor Pos secara

tercatat atau di sampaikan langsung, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak

tanggal pelaporan Surat pemberitahuan secara elektronik.

c. Pelaporan surat pemberitahuan secar elektronik dapat dilakukan selama 24 (dua

puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) dari seminggu. Surat pemberitahuan yang

disampaikan secara elektronik pada akhir batas waktu pelaporan Surat

Pemberitahuan yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.

6. Sanksi tidak atau Terlambat Melaporkan SPT

SPT yang tidak dilaporkan atau di laporkan tidak sesuai dengan batas waktu yang

ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda:

a. Rp. 50. 000,00 untuk SPT Masa.

44
b. Rp. 100.000,00 untuk SPT Tahunan.

BaganIII.1
BaganArus
Penatausaha
an SPT
yang telah
diterima

KEPALA PELAKSANA KETERANGAN


URAIAN KEGIATAN
No. SEKSI
1 2 3 4 5
1. Pelaksanaan penerimaan,
meneliti, dan merekam
Surat Pemberitahuan
Tahunan ( SPT ) PPh atau
SPT Masa PPh
pemotongan dan
Pemungutan dari Wajib
Pajak, selanjutnya
melakukan langkah-
langkah sebagai berikut :

a Mencetak dan
. memaraf tanda terima

45
dan menyerahkan
kepada Wajib Pajak
atau Kekuasaannya
atau kurir.
b Mencetak dan
. memaraf Lembar
Pengawasan Arus
Dokumen (LPAD) dan
melampirkannya pada
SPT PPh atau SPT
Masa atau PPN SPT
Masa PPh pemotongan
dan pemungutan.
c Membuat Rekapitulasi
. harian penerimaan
SPT PPh atau SPT
Masa PPN atau SPT
Masa PPh pemotongan
dan pemungutan.
d Menyusun SPT PPh
. atau SPT Masa PPN
atau SPT Masa PPh
pemotongan dan
pemungutan per batch
dan membuat konsep
Nota Dinas pengantar
dan selanjutnya
menyampaikan kepada
Kepala Seksi.
2. Meneliti, dan Nota Dinas pengantar
menandatangani nota dan SPT PPh atau SPT
Masa PPN atau SPT
Dinas Pengantar, Masa PPh pemotongan
selanjutnya menugaskan dan pemungutan
Pelaksana mengirim dikirim kepada PDI
kepada kepala Seksi PDI untuk direkap.
untuk direkam.

46
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan kegiatan yang telah dilaksanakan selama

PKL di Kantor Pelayanaan pajak Madya Semarang, penulis menyimpulkan bahwa Pelaporan

Surat pemberitahuaan di Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang dengan cara : Wajib Pajak

datang dan melaporakan e- SPT langsung ke Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang

khususnya di Tempat Pelayaan Terpadu (TPT) atau dengan mengirim via pos dengan syarat SPT

tersebut harus lengkap, jelas dan bener.

B. Saran

Dalam pembuatan laporan ini penulis wajib untuk memberi beberapa saran untuk lebih

memajukan dan meningkatkan produktifitas Instansi Pemerintah. Adapaun saran-saran antara

lain:

1. Kantor pelayanaan Pajak Madya Semarang senantiasa meningkatkan kedisiplinan dan

kenyamanaan kepada Wajib Pajak.

2. Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang sebaiknya lebih tegas lagi dalam menangani

Pelaporan Surat Pemberitahuaan.

47
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Darmin, 2008, Persandingan Susunan dalam Satu Naskah Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata cara Perpajakan beserta Peraturan- peraturan Pelaksanaannya,
Direktorat Jenderal Pajak Jakarta.

Sukarji, Untung, 2003, Pokok – Pokok Pajak Pertambahan nilai Indonesia, Edisi Revisi, PT. Grafindo
Persada, jakarta.

Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 6 tahun 1983

Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 tahun 2000.

Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 tahun 2007.

Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 2000

http:// www.kedanta.tripod.com/krya.html diakses pada tanggal 1 Agustus 2009 jam 18.30 WIB.

http://www.Pajak.go.id/index.php?view=article&catid=236%3APPN&PPnBM=&id=5176%3AP
AJAK+PERTAMBAHAN+NILAI+%28PPN%29&option=com_content&Itemid=171
diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 jam 18.45 WIB.

http://www.Pajak.go.id/index.php?view=article&catid=236%3APPN+id=5176%3APAJAK+PE
RTAMBAHAN+NILAI+%28PPN%29&option=com_content&Itemid=171&limitstart=2
diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 jam 18.45 WIB.

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiun
kpe/s1/eakt/2002/jiunkpe-ns-s1-2002-32498076-1321-penerimaan_ppn-chapter2.Pdf diakses
tanggal 1 September 2009 jam 21.00

(http://sumisih-materikuliah.blogspot.com/2012/01/laporan-pkl-praktek-kerja-lapangan.html)

48

Anda mungkin juga menyukai