Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) dengan judul : “Pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Madya
Semarang”
Laporan PKL ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam memperoleh gelar
sarjana ekonomi. Tiada gading yang tak retak, sebagai manusia biasa penulis menyadari
penulisan laporan PKL ini jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
Dalam penulisan laporan ini tentunya melibatkan berbagai pihak yang telah membantu,
1. Kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan, mendukung serta selalu mencurahkan segala
kasih sayangnya, sehingga laporan PKL ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Nama Dosen
3. Nama Dosen
4. Buat teman-teman terima kasih atas bantuan, dukungan dan sarannya selama penyusunan
Selanjutnya penulis juga menyadari bahwa penulisan laporan PKL ini belum bisa
dikatakan sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Wabarakatuh.
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI....................................................................................................... i
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
2
I. Faktur Pajak 25
3.Sebab Masalah 40
4.Akibat Masalah41
A. Kesimpulan 46
B. Saran 46
LAMPIRAN-LAMPIRAN
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 : Bagan Arus Pemantauan SPT yang telah diterima ...........................45
5
DAFTAR LAMPIRAN
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang mampu membiayai pengeluaran pemerintah dan
membiayai pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan bersama. Dimasa sekarang
bangsa-bangsa membiayai sumber dana pemerintah dengan penerimaan dalam negeri dan
melakukan pinjaman luar negeri, termasuk Indonesia. Pinjaman luar negeri hanya bersifat
sementara, sebelum penerimaan dalam negeri mampu mencukupi pembiayaan-pembiayaan
pemerintah dan pembangunan. Penerimaan dalam negeri Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu
penerimaan negara dari sektor pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
Penerimaan negara dari sektor pajak adalah sumber utama pemerintah dalam Anggaran
Pendapatan Belanja Negara. Ketika pemerintah bergantung pada penerimaan sektor migas,
terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan turunnya penerimaan dari sektor migas. Hal ini
disebabkan oleh turunnya harga minyak per barel yang ditetapkan oleh Organization of
Pada saat itu pemerintah menekankan penerimaan dari sektor pajak, karena dalam
penerimaan dari sektor pajak pemerintah memiliki otoritas penuh tanpa ada campur tangan dari
pihak lain. Berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang (UU) No 6/83 yang telah diubah
dengan UU No.16/00 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan disebutkan bahwa
kegiatan perpajakan merupakan kewajiban kenegaraan dan peran serta rakyat dalam pembiayaan
Secara umum pajak yang berlaku di Indonesia dibedakan menjadi Pajak Pusat yang di
kelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pajak-Departemen Keuangan dan Pajak Daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah baik
ditingkat provinsi maupun kabupaten. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh) yaitu pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau
7
badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dalam arti pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan
atau bangunan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),
Bea Materai, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Sedangkan Pajak yang
dikelola oleh pemerintah daerah adalah Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten atau kota sebagai
contoh yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restauran, Pajak Hiburan dan lain-
lain.
PPN sebagai salah satu jenis pajak yang mempunyai peranan cukup besar bagi penerimaan
negara. PPN merupakan Pajak yang dikenakan terhadap nilai tambah suatu barang atau jasa.
PPN mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 1 April 1985 untuk menggantikan Pajak
Penjualan (PPn) yang sudah berlaku sejak 1951. Dalam perspektif hukun, PPN merupakan suatu
jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak sebagai penanggung jawab
pembayaran pajak ke kas negara. PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun
distribusi sebelum sampai pada tingkat konsumen. Akan tetapi dengan metode perolehan
kembali pajak yang telah dibayar (kredit pajak) atau credit Method yang dianut oleh UU PPN
1984 efek pengenaan pajak berganda dapat dihindari. Dalam credit Method dikenal adanya
istilah Pajak Masukan yaitu pajak yang dibayar pada saat perolehan Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan Pajak Keluaran yaitu pajak yang dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) dari pihak lain selaku pembeli atau penerima jasa. KPP Madya Semarang adalah
salah satu Kantor Pelayanan Pajak di wilayah semarang yang melayani Pelaporan Pajak oleh
Wajib Pajak. Salah satu persyaratan untuk melaporkan pajak di KPP Madya adalah
8
Berdasarkan keterangan diatas maka dalam menulis Laporan Praktek Kerja Lapangan
a. PKL (Praktek Kerja Lapangan) dilakukan agar ilmu yang didapatkan di bangku kuliah dapat
b. Dengan melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) diharapkan bisa melihat secara langsung
permasalahan yang timbul di lapangan dan mencari solusi dari permasalahan yang ada.
c. Dengan melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) mahasiswa bisa mengetahui situasi dan
kondisi di dunia kerja yang sesungguhnya sehingga kita memiliki pengalaman dan kita sebagai
calon tenaga kerja, kita dapat mempersiapkan diri secara mental untuk bersaing dalam memasuki
dunia kerja.
d. Menambah wawasan, memperluas pengetahuan, mengasah keterampilan dan bakat, serta melatih
untuk menjadi tenaga kerja yang profesional dan ahli dalam bidangnya masing-masing.
a. Bagi Mahasiswa
1) Mahasiswa dapat mengetahui dan mendapatkan wawasan dalam dunia kerja yang sebenarnya.
9
6) Sebagai sarana untuk mempromosikan diri di tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL)
dilaksanakan.
1) Bisa menjalin hubungan kerjasama antara Lembaga Pendidikan STIE ASIA Malang dengan
perusahaan atau instansi tempat mahasiswa melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan).
2) Sebagai acuan bagi mahasiswa STIE ASIA Malang untuk lebih mendalami lagi materi yang
berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan kegiatan PKL
c. Bagi Perusahaan
2) Perusahaan bisa memberikan informasi dan pengetahuan kepada mahasiswa tentang keadaan
dunia kerja.
Pelaksanaan PKL di kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang yang reprensantatif dan
menyatu dengan Gedung Keuangan Negara 1 yang terletak di Jalan Pemuda No. 2 Semarang.
Dalam penyusunan laporan praktek kerja ini digunakan metode pengumpulan data sebagai
berikut :
10
a. Pengamatan (Observasi)
Observasi adalah metode (cara) pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung
dan ikut terjun langsung pada objek yang menjadi bahan laporan ditempat Praktek Kerja
lapangan (PKL).
b. Wawancara (Interview)
Interview adalah metode pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan
beberapa pihak terkait dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yaitu dengan mengajukan
pertanyaaan yang berhubungan dengan Pelaporan surat pemberitahuan pajak di kantor pelayanan
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data melalui dokumen-dokumen yang ada pada
perusahaan atau instansi misalnya arsip-arsip, berkas-berkas mengenai perusahaan atau instansi
tersebut.
d. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku yang ada hubungannya
dengan judul dan masalah yang dibahas di dalam laporan tugas akhir untuk memperoleh data
yang dapat dipergunakan sebagai landasan teori dan melengkapi isi laporan.
2.Jenis Data
a. Data primer
11
Yaitu data yang dikumpulkan peneliti secara langsung melalui obyek penelitian dengan
melakukan wawancara dengan staff dan pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang dan
b. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh dengan jalan mempelajari dan membaca buku-buku yang ada
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi pembahasan mengenai Latar Belakang, Tujuan dan Manfaat PKL, Metode pelaksanaan
Dalam bab ini akan dipaparkan beberapa teori dasar yang digunakan meliputi Pengertian Pajak,
SPT (Surat Pemberitahuaan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), Objek Pajak Pertambahaan Nilai,
Dasar Pengenaan Pajak, Tarif Pajak Pertambahan Nilai, Cara Menghitung Pajak Pertambahan
Nilai, Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, Faktur Pajak, Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.
Bab Pelaksanaan PKL ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan PKL yang
dilaksanakan di Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang yang meliputi: Lokasi pelaksanaan
PKL, Gambaran Umum Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang, kegiatan yang dilakukan
selama masa PKL, dan permasalahan selama PKL, serta Pembahasan dan evaluasi hasil kegiatan
PKL.
12
BAB IV PENUTUP
Berisi kesimpulan dari pelaksanaan kegiatan PKL dan saran-saran yang dibuat dari hasil laporan
yang telah penulis susun agar bermanfaat bagi pengembangan lebih lanjut.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pajak
“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan ke kas negara
disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan
sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk pemeliharaan kesejahteraan
umum”.(www.digilib.petra.ac.id).
Pajak adalah ”iuran rakyat kepada kas negara atau peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector
pemerintah berdasarkan undang-undang, dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”.
(www.kedanta.tripod.com)
Pengertian Pajak menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir menjadi Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Pasal 1 angka (1) adalah “ kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
13
B. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)
Berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang No.16 tahun 2000 (UU KUP 1984) Pasal 1 ayat (10) SPT didefinisikan sebagai “Surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak
dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.”
Menurut Undang – undang No. 16 tahun 2000 (UU KUP 1984) jenisnya SPT dibagi menjadi
dua yaitu :
1. SPT Masa
Adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak yang jangka waktunya sama dengan satu
bulan atau jangka waktu lain yang ditetapkan Menteri Keuangan, paling lama 3 (tiga) bulan.
2. SPT Tahunan
Adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
Sebagai sarana Wajib Pajak untuk melaporkan pajak terutang dan untuk melaporkan tentang :
a) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau
pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
b) penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
d) pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan penghitungan jumlah PPN dan
14
a) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
b) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain
dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
3) Pemotong atau Pemungut Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak
yang dipotong atau dipungut dan disetorkan. ( Undang-undang No.16 tahun 2000 Pasal 2 Ayat 1)
Setiap Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah DJP, Kantor Pusat DJP, atau melalui website DJP :
(www.pajak.go.id) atau mencetak atau menggandakan atau fotokopi dengan bentuk dan isi yang sama
SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas dan harus ditandatangani. Dalam hal SPT diisi dan
ditandatangani oleh orang lain bukan oleh Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus. Untuk Wajib
1) SPT dapat disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP, KP4 atau KP2KP
setempat, atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.
15
2) Batas waktu penyampaian:
a) Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
b) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa.
c) SPT Masa, paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak.
d) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
3) SPT yang disampaikan langsung ke KPP atau KP4 diberikan bukti penerimaan. Dalam hal SPT
disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai bukti
penerimaan.
Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara elektronik (e-Filling) melalui perusahaan Penyedia
jasa aplikasi (Application Service Provider) yang ditunjuk oleh DJP. Wajib Pajak yang telah menyampaikan
SPT secara e-Filling, wajib menyampaikan induk SPT yang memuat tanda tangan basah dan Surat
Setoran Pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara elektronik ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
melalui Kantor Pos secara tercatat atau disampaikan langsung, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak
tanggal penyampaian SPT secara elektronik. Penyampaian SPT secara elektronik dapat dilakukan selama
24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu. SPT yang disampaikan secara elektronik
pada akhir batas waktu penyampaian SPT yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.
(http:www.pajak.go.id)
16
SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan,
g. Pembetulan SPT
untuk pembetulan SPT atas kemauan Wajib Pajak sendiri dapat dilakukan sampai dengan
daluwarsa, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum kadaluwarsa,
sepanjang belum dilakukan pemeriksaan. Sanksi administrasi atas pembetulan SPT dengan kemauan
Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan 150% dari pajak yang kurang
dibayar.
1) Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak
ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat
17
2) Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat
3) Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah
Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua
persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak yang alpa tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat
merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.
Menurut Direktorat Jenderal Pajak pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang
dikenakan atas :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, atau
18
6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibagi menjadi beberapa pengertian yaitu :
Skema ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis
pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab
pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi
Sebagai pajak obyektif mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN
sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi Subjek pajak tidak relevan, karena PPN tidak
“Multy Stage Levy “ mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pasa setiap mata rantai jalur
produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Legal karakter ini dapat
a. Ketika perusahaan industri benang menyerahkan benang kepada perusahaan tekstil, dikenakan PPN.
b. Oleh perusahaan tekstil benang diproses menjadi tekstil. Atas penyerahan tekstil kepada perusahaan
garmen, dikenakan PPN.
c. Ketika perusahaan garmen ini menyerahkan produknya kepada pedagang besar, dikenakan PPN.
d. Oleh pedagang besar, garmen yang diterima diserahkan lebih lanjut kepada pedagang eceran misalnya
toko pakaian, department store. Atas penyerahan ini dikenakan PPN.
e. Konsumen yang membeli pakaian di toko pakaian atau department store dikenakan PPN.
Hal ini berarti PPN dikenakan berulang-ulang pada setiap mutasi Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak.
19
4. PPN bersifat Non Kumulatif
PPN yang “multy stage levy” namun bersifat non kumulatif yaitu tidak menimbulkan pengenaan
Dalam Pengertian ini PPN hanya dikenakan ataas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam
Daerah Pabean Republik Indonesia. Apabila barang atau jasa itu akan dikonsumsi di luar negeri, tidak
dikenakan PPN di Indonesia. Ini sesuai dengan destination principle (prinsip tempat tujuan) yang
digunakan dalam pengenaan PPN yaitu PPN dikenakan di tempat tujuan barang atau jasa akan
dikonsumsi. ( Sukarji, 2003:2:13 )
1. Penyerahan Barang Kena Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.
Pajak yang dipungut pada saat impor barang. Pungutan dilakukan melalui Direktorat Jendaral
Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan BKP ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan
apakah dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.
Impor Barang Kena Pajak berdasarkan ketentuan Perundang-undangan Pabean dibebaskan dari
20
pungutan Bea Masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.
3. Penyerahan JKP yang dilakukan didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor BKP, maka atas
BKP tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atau terhadap jasa yang
berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dikenakan pajak menurut
Undang-Undang PPN.
Atas penyerahan BKP dan dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean dikenakan pajak
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang
21
PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha
atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh
pihak lain yang batasan dan tata caranya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak
1. Barang berwujud atau barang tidak berwujud (Merek Dagang Hak Paten, Hak Cipta, dan lain-lain).
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang yang diambil langsung dari sumber jenisnya
seperti minyak mentah (crude oil), gas bumi, pasir dan kerikil, bijih besi, bijih timah, dan bijih emas.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak seperti beras dan gabah,
jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Tidak
dikenakannya inilah untuk menghindarkan pajak berganda karena telah ditetapkan sebagai objek pajak
daerah.
22
( Undang-undang PPN Tahun 1984 Pasal 4A)
Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia
untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
( Sukarji, 2003:31)
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi.
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak hiburan.
23
11. Jasa di bidang perhotelan.
12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, diperlukan adanya DPP. Pajak yang terutang
DPP adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak
yang terutang. PPN yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak. Bagi Pengusaha Kena pajak pembeli merupakan Pajak Masukan
Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, dan Nilai Impor
adalah:
1. Harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh
penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan
2. Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh
pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini
3. Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta
oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam
24
4. Nilai Impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Perundang-unclangan Pabean untuk
impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM.
( Sukarji, 2003:109:111)
Nilai Lain yang dapat digunakan sebagai DPP sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
tentang Nilai Lain sebagai dasar Pengenaan Pajak yang diberlakukan mulai tanggal 1 Juni 2002, yaitu :
1. Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian, setelah dikurangi laba
kotor.
2. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian, setelah dikurangi
laba kotor.
3. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual Rata-Rata.
4. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.
5. Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar.
6. Untuk aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat
7. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% sepuluh persen) dari jumlah
8. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih.
25
9. Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge,
Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP adalah tarif tunggal,
sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau
penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada PPnBM.
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0% (nol persen).
( Sukarji, 2003:115)
Cara menghitung PPN yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif PPN (10% atau 0% untuk ekspor
Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Contoh :
( www.pajak.go.id)
26
H. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Pemungutan PPN adalah bendaharawan Pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran
yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah.
Kewajiban yang melekat pada Wajib Pajak untuk melaporkan usaha dan kewajiban memungut,
menyetor dan melaporkan pajak yang terutang dalam UU PPN sebagai berikut:
1. Terhadap Pengusaha yang melakukan Penyerahan BKP dan atau Penyerahan JKP di dalam Daerah
c. Menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang
2. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan menjadi PKP wajib melaksanakan ketentuan butir di atas.
3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean ( perhatikan
Pasal 4 huruf d Undang-Undang PPN ) dan atau yang memanfaatkan JKP dari Luar Daerah Pabean (
perhatikan Pasal 4 huruf ) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terhutang ( tata cara
27
I. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan
BKP atau penyerahan JKP atau bukti pungutan pajak karena impor BKP digunakan oleh Direktorat
Jendral Bea dan Cukai.
Faktur Pajak Standar merupakan Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan
pajak sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Untuk setiap penyerahan BKP atas
penyerahan JKP oleh Pengusaha Kena harus dibuat satu Faktur Pajak Standar.
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak.
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena
Pajak.
c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual, atau penggantian, dan potongan harga.
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar.
28
Faktur Pajak Standar harus benar baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak
Standar harus diisi secara lengkap, jelas, benar, dan ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang
ditunjuk oleh PKP untuk menandatangi Faktur Pajak Standar yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan ini
1) Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan
keseluruhan Jasa Kena Pajak jika pembayaran diterima setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan
berikutnya, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerima
pembayaran; atau
2) Pada saat penerimaan pembayaran dalarn hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
3) Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pembayaran; atau
4) Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyapaikan tagihan kepada Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai.
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar yang meliputi semua penyerahan BKP atau
penyerahan JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima JKP
yang sama. Faktur Pajak Gabungan merupakan Faktur Pajak Standar, sehingga harus dibuat sesuai
29
dengan ketentuan pembuatan Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak yang digunakan sebagai tanda bukti pungutan pajak
yang dibuat oleh PKP untuk menampung kegiatan penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang dilakukan
secara langsung kepada konsumen akhir. Oleh karena itulah, PKP dapat membuat Faktur Sederhana,
a. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan langsung kepada konsumen
akhir; atau
b. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dan/atau penerima Jasa Kena
( Sukardji,2003:76 )
Pengertian Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan atau
penerimaan JKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP
Pajak Keluaran adalah PPN Terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan
Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor BKP atau penerimaan JKP
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut PKP pada waktu menyerahkan BKP atau JKP.
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan dalam Masa Pajak yang
sama.
30
Perhitungan PPN yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke kas negara, terlebih dahulu Wajib Pajak
harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Apabila dalam suatu
masa pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang
( Sukardji, 2003:117 )
31
BAB III
PELAKSANAAN PKL
Lokasi PKL adalah di kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang yang reprensantatif dan
menyatu dengan Gedung Keuangan Negara 1 yang terletak di Jalan Pemuda No. 2 Semarang.
Direktorat Jenderal Pajak telah memulai langkah reformasi administrasi perpajakan sejak tahun
2000, yang telah menjadi landasan terciptanya administrasi perpajakan yang modern, efisien, dan
Modernisasi Administrasi perpajakan ini, mulai dari Kantor Pelayanaan Pajak Wajib pasar besar, Kantor
Pelayanaan pajak khusus, Kantor pelayanan pajak Madya dan kantor Pelayanan pajak Pratama.
Kantor Pelayanan Pajak madya Semarang dibentuk berdasarkan peraturan menteri Keuangan
Nomor: 132/PMK.01/2006 dimana saat mulai beroperasi ditetapkan tanggal 9 April 2007.
Berdasarkan keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor: KEP-26/PJ/2007 tanggal 26 Januari 2007
yang kemudian diubah dengan keputusan Direktorak jendral Pajak Nomor: KEP-56/PJ./2007 tanggal 29
maret 2007 tentang pendaftaran dan Pelaporan usaha bagi Wajib pajak Tertentu pada Kantor
Pelayanaan Pajak madya Semarang, ditetapkan bahwa Wajib Pajak Badan yang terdaftar dan
melaporkan usahanya pada KPP madya Semarang sebanyak 389 Wajib Pajak.
Perubahan terakhir adalah Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor: KEP-28/PJ./2008 tanggal
25 Maret 2008 yang menetapkan jumlah WP terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak madya Semarang
32
b. Lokasi kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang
Lokasi yang stragegis sangat menunjang keberhasilan suatu instansi atau lembaga mencapai
tujuan. Aktifitas kantor tersebut tentunya dengan didukung kelengkapan sarana dan prasarana yang
memadai. Gedung kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang yang reprensantatif dan menyatu dengan
Gedung Keuangan Negara 1 di Jalan Pemuda No. 2 Semarang, dimana gedung ini berdekatan dengan
bisnis merupakan lokasi yang strategis, ditambah dengan sarana dan prasarana didalam gedung yang
memadai seperti: Ruang Tempat pelayanan Terpadu (TPT) yang bersih dan Ber-Air Conditioner, Ruang
Konsultan WP, Ruang Seksi Pelayanan, Teknologi Informasi yang mengaruh pada paperless dan berbasis
Work Flow ( Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak), sarana telepon, mesin photo copy, Scanner,
Printer, Faksimil serta ruang rapat yang dilengkapi dengan fasilitas proyektor, Liquid Crystal Display
Dalam melayani Wajib Pajak seluruh staff Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang selaualu
mengembangkan pelayanan yang tulus sepenuh hati & profesional dalam bekerja. Dengan motto “
Melayani Sepenuh Hati Mengabdi Kepada Negeri” diharapkan tujuan untuk mencapai pelayanan prima.
Untuk itu kepuasan Wajib pajak adalah tujuan Modernisasi Administrasi Perpajakan selain untuk
Indikator pengukuran tingkat kepuasan Wajib Pajak nantinya akan dilakukan oleh pihak
independen dengan standar IKM ( Indeks Kepuasan Masyarakat). Untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan KPP Madya Semarang dalam memberikan Pelayanaan prima kepada Wajib Pajak.
Implementasi sistem administrasi perpajakan modern pada Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang
33
1. Pemisahan fungsi yang jelas antara pelayanaan, pengawasan dan konsultasi perpajakan, pemeriksaan
2. Adanya Account Representation sebagai liaison officer antara Kantor Pelayanaan Pajak dengan WP yang
melakukan fungsi pengawasan dan konsultasi terhadap wajib pajak secara lebih intensif dan efektif.
3. Penyerderhanaan prosedur atau debirokratitasi yang lebih efisien sehingga cost of compliance dan cost
4. Keunggulan dibidang teknologi informasi seperti aplikasi on line payment, electronic SPT (e-SPT), e-
filling, SIDJP ( Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak) yang merupakan pengembangan dari SAPT
(Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu) yaitu sistem yang menggunakan data base terpusat untuk
5. Sumber daya manusia yang profesional, well knowledge, high skill dan good attitude yang akan
memotivasi wajib pajak agar mempunyai kesadaran untuk mematuhi kewajiban perpajakan kerena
6. Manajeman pemeriksaan pajak menjadi lebih efisien dan efektif kerena ditangani oleh unit yang khusus
1. Tempat Pelayanaan Terpadu ( TPT ) merupakan tempat pelayanaan yang disediakan untuk memberikan
semua jenis pelayaan kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan kewajiban perpajakan (One Stop
a) Help Desk merupakan pusat pelayanaan bagi pembayar pajak untuk memperoleh informasi dan
b) Papan standar Pelayanan, memberi suatu informasi dan kepastian suatau jenis wajib pajak dapat
diselesaikan.
34
c) Ruang Konsultasi, ruang untuk pembayaran pajak yang ingin berkonsultasi masalah perpajakan yang
sedang dihadapi. Account Resentative akan mendatangi ruangan ini untuk memberikan konsultasi
d) Buku Saran, pembayaran pajak dapat memberikan saran atau kritik yang bermanfaat guna untuk
e) Leaflet. Materi perpajakan dalam bentuk tulisan ringkas yang disediakan untuk diambil pembayaran
f) Line Telepon, disediakan untuk pembayar pajak yang tidak berkesempatan untuk datang berkonsultasi
langsung kekantor.
g) Papan Petunjuk Ruang. Memberi informasi tentang ruangan yang ada dikantor.
h) Queuing Machine, untuk ketertiban dalam proses penyampaian SPT dimana pembayar pajak dapat
i) Touch Screen, Sejenis layar sentuh yang terisi informasi prosedur pelayanan yang diberiakn yang dapat
j) Fasilitas Ruang Kerja dan Komputer, Desain dan Lay Out ruang TPT ditata dengan memberi meja kursi
yang sejajar .
2. Account Representative ( AR )
AR adalah pendukung antara Kantor Pelayanaan Pajak dan pembayaran pajak dalam rangka
memberi informasi perpajakan secara profesional dan efektif. AR bertanggung jawab atas pengawasan
kepatuhan, pelayaanan, bimbingan atau himpunaan dan konsultan semua kewajiban perpajakan
pembayar pajak.
e. Pencapaian penerimaan.
35
Realisasi penerimaan Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang tahun 2008 adalah sebesar Rp.
2.161.673.042.539,- Dari rencana sebesar Rp. 2.090.300.780.000,- atau pencapaian sebesar 103,41%
Rp. 2.161.673.042.539,-
Penerimaan ini berasal dari 1001 WP yang terdaftar di kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang, yang
tersebar di 18 kota atau kabupaten di Jawa Tengah bagian Utara dari Brebes hingga blora.
1. Sektor Perpajakan
Pertumbuhan penerimaan tahun 2008 dibanding tahun 2007 cukup besar secara prosentase,
yaitu mencapai 126,14% Berdasarkan jenis pajaknya, angka pertumbuhan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
36
Sumber : Buku profil kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang
organisasi sangatlah penting untuk mencapai tujuan dengan suatu sistem kerja yang
a. Kepala Kantor
tangga.
37
c. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi
kinerja.
pajak.
Wajib pajak dengan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib pajak,
analisis kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib pajak dalam rangka
38
melakukan intensifitasi, serta melakukan evaluasi hasil banding.
Tabel 3.1
Tabel Kegiatan PKL
Hari/ Tanggal Uraian Kegiatan Yang Dilaksanakan
Kamis, 02 Juli 2009 Memberi nomor urut pada surat keluar, mengarsip &
39
Kamis, 16 Juli 2009 Mengarsip SPT per Waskon
Laporan
Identifikasi masalah
40
sudah melakukan dengan maksimal. Adapun permasalahan yang sering muncul di
Sebab Masalah
yaitu Kantor Pelayanan pajak Madya kurang intensif dalam memberikan penyuluhan
Akibat Masalah
keterlambatan pelaporan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang dan jika
masalah tersebut diatas yaitu : KPP Madya lebih insentif lagi dalam memberikan
PPN, PKP wajib melaporkan pajak terutangnya. SPT merupakan sarana untuk
sebenarnya terutang.
41
1. SPT paling sedikit harus memuat:
a. Nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan alamat Wajib Pajak.
a. Jumlah Penyertaan
f. Total penyetoran
a. SPT berbentuk formulir (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang
b. SPT berbentuk e- SPT dapat diambil secara langsung oleh wajib pajak atau dengan
cara lain yaitu mengunduh format SPT atau Apliakasi e-SPT dari situs Direktorat
Jendral Pajak.
Pelaporan SPT oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanaan Pajak atau tempat lain
yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak, dapat dilakukan secara langsung,
melalui pos dengan bukti pengiriman surat melalui perusahaan jasa ekspedisi atau
42
jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, e-filling melalui perusahaan penyedia jasa
aplikasi (ASP).
1. Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan
2. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan
3. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain
SPT yang telah terisi dengan benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib di
sampaikan ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral pajak.
Kewajiban pelaporan SPT oleh pemotong atau pemungut pajak dilakukan untuk
setiap Masa Pajak. SPT Wajib Pajak Badan harus ditandatangani oleh pengurus atau
direksi, apabila SPT ditandatangani oleh orang lain bukan wajib pajak harus
Apabila Wajib Pajak melaporkan SPT yang tidak benar, tidak lengkap, dan
tidak jelas maka SPT tidak diterima oleh TPT. Sehingga Wajib Pajak harus
melakuakan pembetulan dan harus melaporkan lagi SPT dengan batas waktu
penyampaian tanggal 20 bulan berikutnua, jika sudah sampai pada batas waktu
43
penyampaian dan wajib pajak belum melaporkan lagi SPT maka dikenakan
administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000 ( Lima ratus ribu rupiah) untuk SPT
Masa PPN, Rp 100.000 (Seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya, dan sebesar
Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk SPT tahunan PPh orang pribadi.
wajib menyampaikan induk surat pemberitahuan yang memuat tanda tangan basah
dan Surat Setoran pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara elektronik ke
Kantor Pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar melalui Kantor Pos secara
tercatat atau di sampaikan langsung, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak
puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) dari seminggu. Surat pemberitahuan yang
Pemberitahuan yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.
SPT yang tidak dilaporkan atau di laporkan tidak sesuai dengan batas waktu yang
44
b. Rp. 100.000,00 untuk SPT Tahunan.
BaganIII.1
BaganArus
Penatausaha
an SPT
yang telah
diterima
a Mencetak dan
. memaraf tanda terima
45
dan menyerahkan
kepada Wajib Pajak
atau Kekuasaannya
atau kurir.
b Mencetak dan
. memaraf Lembar
Pengawasan Arus
Dokumen (LPAD) dan
melampirkannya pada
SPT PPh atau SPT
Masa atau PPN SPT
Masa PPh pemotongan
dan pemungutan.
c Membuat Rekapitulasi
. harian penerimaan
SPT PPh atau SPT
Masa PPN atau SPT
Masa PPh pemotongan
dan pemungutan.
d Menyusun SPT PPh
. atau SPT Masa PPN
atau SPT Masa PPh
pemotongan dan
pemungutan per batch
dan membuat konsep
Nota Dinas pengantar
dan selanjutnya
menyampaikan kepada
Kepala Seksi.
2. Meneliti, dan Nota Dinas pengantar
menandatangani nota dan SPT PPh atau SPT
Masa PPN atau SPT
Dinas Pengantar, Masa PPh pemotongan
selanjutnya menugaskan dan pemungutan
Pelaksana mengirim dikirim kepada PDI
kepada kepala Seksi PDI untuk direkap.
untuk direkam.
46
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan kegiatan yang telah dilaksanakan selama
PKL di Kantor Pelayanaan pajak Madya Semarang, penulis menyimpulkan bahwa Pelaporan
Surat pemberitahuaan di Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang dengan cara : Wajib Pajak
datang dan melaporakan e- SPT langsung ke Kantor Pelayanaan Pajak Madya Semarang
khususnya di Tempat Pelayaan Terpadu (TPT) atau dengan mengirim via pos dengan syarat SPT
B. Saran
Dalam pembuatan laporan ini penulis wajib untuk memberi beberapa saran untuk lebih
lain:
2. Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang sebaiknya lebih tegas lagi dalam menangani
47
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Darmin, 2008, Persandingan Susunan dalam Satu Naskah Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata cara Perpajakan beserta Peraturan- peraturan Pelaksanaannya,
Direktorat Jenderal Pajak Jakarta.
Sukarji, Untung, 2003, Pokok – Pokok Pajak Pertambahan nilai Indonesia, Edisi Revisi, PT. Grafindo
Persada, jakarta.
Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 6 tahun 1983
Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 tahun 2000.
Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 tahun 2007.
http:// www.kedanta.tripod.com/krya.html diakses pada tanggal 1 Agustus 2009 jam 18.30 WIB.
http://www.Pajak.go.id/index.php?view=article&catid=236%3APPN&PPnBM=&id=5176%3AP
AJAK+PERTAMBAHAN+NILAI+%28PPN%29&option=com_content&Itemid=171
diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 jam 18.45 WIB.
http://www.Pajak.go.id/index.php?view=article&catid=236%3APPN+id=5176%3APAJAK+PE
RTAMBAHAN+NILAI+%28PPN%29&option=com_content&Itemid=171&limitstart=2
diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 jam 18.45 WIB.
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiun
kpe/s1/eakt/2002/jiunkpe-ns-s1-2002-32498076-1321-penerimaan_ppn-chapter2.Pdf diakses
tanggal 1 September 2009 jam 21.00
(http://sumisih-materikuliah.blogspot.com/2012/01/laporan-pkl-praktek-kerja-lapangan.html)
48