Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Tenaga manusia sebagai salah satu faktor produksi di perusahaan, merupakan satu
kesatuan biologis yang mempunyai peran sama dengan faktor produksi lainnya (dana
permodalan, alat produksi, dan sebagainya). Karena itu pemeliharaan dan pengembangan
tenaga manusia memerlukan perhatian khusus disamping perhatian terhadap faktor produksi
lainnya. Tanpa pemeliharaan dan pengembangan tenaga manusia, pemeliharaan dan
pengembangan faktor produksi lainnya, tidak akan punya arti apa-apa ditinjau dari
produktivitas kerja di perusahaan.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi setiap perusahaan, penyehatan lingkungan
perusahaan memerlukan perhatian yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan upaya
penyehatan di dalam perusahaan sendiri. Penyakit infeksi (terutama penyakit menular) yang
berjangkit dalam masyarakat disekitar perusahaan, tentunya juga ikut mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja.
Masyarakat/penduduk di sekitar perusahaan merupakan salah satu lingkungan sosial
dari tenaga kerja di perusahaan. Oleh karena itu dalam beberapa hal pemeliharaan kesehatan
masyarakat di lingkungan perusahaan ikut menjadi tanggung jawab perusahaan. Upaya
pemeliharaan kesehatan meliputi upaya penyehatan pembuangan limbah industri, dan
sebagainya. Dengan demikian, jelas bahwa pemeliharaan kesehatan tenaga kerja dan
masyarakat disekitar perusahaan, merupakan bagian dari upaya kesehatan secara keseluruhan
yang sasarannya adalah masyarakat sendiri. Maka setiap segi pemeliharaan kesehatan (fisik,
mental dan sosial) di perusahaan dan sekitarnya, merupakan upaya kesehatan masyarakat,
dengan demikian Hiperkes adalah sebagian dari Ilmu Kesehatan Masyarakat (Public Health).
B.   Batasan Masalah
Pemeliharaan dan pengawasan kesehatan tenaga kerja dilakukan sedini mungkin/sejak
menjadi tenaga kerja diperusahaan yang bersangkutan. Demikian juga sebelum perusahaan
memulai kegiatannya, seawal mungkin telah memperhitungkan segala kemungkinan akibat
kegiatan tersebut terhadap masyarakat disekitar perusahaan.
Dalam hal pemeliharaan kesehatan tenaga kerja, sesuai dengan undang-undang dan
ketentuan ketenagakerjaan serta ketentuan operasional perusahaan, perusahaan diharuskan
mengikutsertakan semua tenaga kerja menjadi anggota asuransi sosial tenaga kerja. Dan
untuk pemeliharaan kesehatan lingkungan masyarakat di sekitar perusahaan, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku, setiap perusahaan di wajibkan
merencanakan serta melaksanakan upaya penyehatan lingkungan di sekitar perusahaan.

1
C.   Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah yang berjudul ”Higiene Perusahaan, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja” ini kiranya bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada
publik/masyarakat dan mahasiswa agar lebih memahami dan mengerti tentang Higiene
Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan bagaimana mempromosikan budaya
HIPERKES bagi tenaga kerja di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Definisi Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (HIPERKES)
Hiperkes merupakan cabang dari Ilmu Kesehatan Masyarakat, yang mempelajari
cara-cara pengawasan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar
perusahaan, dan segala kemungkinan gangguan kesehatan dan keselamatan akibat proses
produksi di perusahaan. Banyak kenyataan menunjukkan bahwa dalam setiap kegiatan
tersebut. Ancaman dapat langsung pada manusia yang bersangkutan, ataupun tidak langsung
pada manusia lain di sekitarnya. Dapat ditimbulkan proses produksi, namun dapat juga
ditimbulkan bahan baku, bahan jadi, serta bahan sisa produksi yang bersangkutan.
Ada 2 jenis ancaman yaitu kesehatan (fisik, mental dan sosial) tenaga kerja maupun
masyarakat, serta kecelakaan yang menimbulkan cacat fisik, mental dan sosial. Oleh karena
itu, baik secara individual maupun secara bersama-sama diperlukan upaya
pemeliharaan/pencegahan terhadap berbagai kemungkinan yang diakibatkan kegiatan
perusahaan.
Pemeliharaan dan pengawasan kesehatan tenaga kerja dilakukan sedini mungkin/sejak
menjadi tenaga kerja diperusahaan yang bersangkutan. Demikian juga sebelum perusahaan
memulai kegiatannya, seawal mungkin telah memperhitungkan segala kemungkinan akibat
kegiatan tersebut terhadap masyarakat disekitar perusahaan.
Dalam hal pemeliharaan kesehatan tenaga kerja, sesuai dengan undang-undang dan
ketentuan ketenagakerjaan serta ketentuan operasional perusahaan, perusahaan diharuskan
mengikutsertakan semua tenaga kerja menjadi anggota asuransi sosial tenaga kerja. Dan
untuk pemeliharaan kesehatan lingkungan masyarakat di sekitar perusahaan, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku, setiap perusahaan di wajibkan
merencanakan serta melaksanakan upaya penyehatan lingkungan di sekitar perusahaan.
Higiene perusahaan adalah upaya pemeliharaan lingkungan kerja (fisik, kimia, radiasi
dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan. Terutama bertujuan pengamatan dengan
pengumpulan data, merencanakan dan melaksanakan pengawasan terhadap segala
kemungkinan gangguan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar perusahaan.
Dengan demikian sasaran kegiatan perusahaan adalah lingkungan kerja serta lingkungan
perusahaan. Penyehatan lingkungan kerja dan perusahaan, merupakan upaya pencegahan
timbulnya penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan proses produksi perusahaan.
Lingkungan kerja adalah lingkungan tempat tenaga kerja melakukan kegiatan yang
ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan. Ada beberapa golongan lingkungan kerja,
antara lain:

3
1. Lingkungan Fisik, misalnya kualitas cahaya, pertukaran udara, tekanan, suhu
dan kelembaban udara, serta berbagai perangkat kerja (mesin dan bukan mesin)
2. Lingkungan kimia, misalnya bahan baku, bahan jadi dan bahan sisa yang ada
hubungannya dengan kegiatan perusahaan, terutama sekali bahan kimia yang
mempunyai sifat fisiko-kimia radiasi dan sebagainya.
3. Lingkungan biologi, misalnya flora dan fauna yang ada hubungannya dengan
kegiatan perusahaan.
4. Lingkungan sosial, misalnya terhadap sesama pekerja, masyarakat sekitar
perusahaan, keluarga tenaga kerja, dan lain-lain.
Faktor lingkungan merupakan salah satufaktor penyebab timbulnya gangguan
kesehatan. Demikian juga lingkungan kerja merupakan slah satu faktor penyebab akibat kerja
dan kecelakaan kerja. Contohnya yaitu antara lain:
1. Tenaga Kerja pada perusahaan perkebunan/kehutanan di mana lingkungan
memiliki suhu serta kelembaban tertentu, sehingga gangguan kesehatan dan
kecelakaan kerja, dapat terjadi setiap saat. Hal ini mungkin karena tenaga kerja
senantiasa berada dalam lingkungan flora dan fauna serta perangkat kerja yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan serta kecelakaan kerja.
2. Tenaga kerja pada perusahaan industri kimia, senantiasa berada dalam
lingkungan yang terdiri dari bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan serta kecelakaan kerja kibat keracunan, alergi dan sebagainya.
Lingkungan sosial tenaga kerja, dianggap ikut mempengaruhi kesehatan mental
tenaga kerja. Lingkungan sosial yang kurang sehat, dapat menyebabkan kelengahan,
kelalaian serta keadaan mental lainnya yang sering menyebabkan gangguan kesehatan serta
kecelakaan kerja di perusahaan. Maka hampir semua faktor lingkungan kerja sewaktu-waktu
dapat mengganggu kesehatan serta menimbulkan kecelakaan kerja, terutama lingkungan kerja
yang kurang sehat.
Penilaian lingkungan kerja merupakan penilaian terhadap semua segi (tenaga kerja,
alat produksi bahan baku, bahan jadi serta bahan sisa, dan proses produksi sendiri) dalam
merencanakan tindakan pencegahan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.
Kesehatan kerja adalah upaya perusahaan untuk mempersiapkan, memelihara serta
tindakan lainnya dalam rangka pengadaan serta penggunaan tenaga kerja dengan kesehatan
(fisik, mental dan sosial) yang maksimal, sehingga dapat bereproduksi secara maksimal pula.
Kesehatan kerja direncanakan serta dilaksanakan oleh unit kesehatan kerja di perusahaan, dan

4
dalam kegiatannya bekerja sama dengan pimpinan perusahaan, dan dalam unit-unit lainnya
yang berkaitan dengan kesehatan serta keselamatan kerja.
Dalam kegiatannya di perusahaan, unit kesehatan kerja bertanggung jawab terhadap
pengadaan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang sesuai dengan bidang pekerjaan
menurut keahliannya. Untuk itu unit kesehatan kerja wajib mempersiapkan program
pengamatan serta pengawasan kesehatan tenaga kerja, yaitu program supervisi langsung
dalam perusahaan, mengamati segala faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja.
Semua kegiatan unit kesehatan kerja ditujukan pada pencegahan gangguan kesehatan
serta kecacatan tenaga kerja perusahaan. Sebagai obyek atau sasaran kegiatan adalah tenaga
kerja sebagai salah satu kesatuan biologi, sehingga dapat dimengerti bahwa secara
keseluruhan kegiatan unit tersebut lebih banyak bersifat teknis medis. Karena itu bila ditinjau
dari sasaran dan sifat kegiatan, maka unit kesehatan kerja, sangat berbeda dari higiene
perusahaan, namun tujuan keduanya sama, yaitu mengusahakan tenaga kerja sehat untuk
berproduksi semaksimal mungkin bagi perusahaan. Kedua unit tersebut juga bersama-sama
melakukan upaya yang sifatnya mencegah penyakit serta cacat akibat kerja.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan hubungan tenaga kerja
dengan mesin, pesawat, lat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja,
lingkungan kerja dan cara-cara melakukan pekerjaan tersebut. Unit keselamatan kerja
merupakan suatu unit yang bertanggung jawab atas tempat, alat, mesin, pesawat yang aman
bagi tenaga kerja, dan sesuai dengan kondisi kerja, juga bertanggung jawab dalam
penyediaan alat dan keselamatan kerja/pengaman/pelindung yang cocok serta menyenangkan
bagi tenaga kerja.

Tujuan keselamatan tenaga kerja, antara lain:


a. melindungi hak dan keselamatan tenaga kerja dalam atau selama melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup serta peningkatan produksi dan produktivitas
nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di temapt kerja.
c. Memelihara sumber produksi serta menggunakannya dengan amat dan
berdayaguna (efisien).
Keselamatan kerja adalah sarana utama pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian
akibat kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang keamanan serta kenyamanan
tenaga kerja selama melakukan pekerjaannya. Kecelakaan kerja selain menyebabkan
hambatan langsung, juga menimbulkan kerugian tak langsung, misalnya kerusakan mesin dan
peralatan kerja lainnya, terhenti produksi, dan biaya yang harus dikeluarkan akibat

5
kecelakaan kerja, serta kerusakan lingkungan kerja, yang secara naional merupakan jumlah
kerugian yang sangat besar.  
B.   Hubungan K3 dengan Produktivitas
Dalam beberapa dasawarsa terakhir pembangunan nasional kita mengalami
perkembangan yang sangat pesat dan mengagumkan. Sentra-sentra industri bertumbuh
dimana-mana. Karena  itu tidak berlebihan jika banyak kalangan menilai Indonesia sebagai
salah satu kekuatan ekonomi di kawasan Asia Tenggara yang berpeluang menjadi negara
industri.
Namun harus disadari, bahwa kemajuan di sektor industri dan sektor-sektor lainnya
harus diimbangi dengan faktor kualitas SDM pekerja yang kreatif dan inovatif, sehingga
dapat menghasilkan out put yang berkualitas dan kompetitif di pasar global. Kualitas SDM
pekerja yang diidealkan itu tidak saja ditentukan oleh standar gaji yang dapat memenuhi
kebutuhan hidup, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan kerja yang memberi rasa aman bagi
pekerja. Pada tataran ini, maka kebutuhan akan program K3 di tempat kerja merupakan hal
yang teramat penting dalam menunjang produktivitas kerja.
Dari perspektif bisnis, program K3 merupakan bagian integral dari strategi bisnis.
Asumsinya siapa yang memiliki kemampuan mengelola perusahaan secara efisien dan
efektif, termasuk di dalamnya aspek K3, maka ia lebih berpeluang untuk meraih keberhasilan
dalam kompetisi global. Kaum industrialis, pengusaha dan penguasa sebaiknya jangan
meremehkan K3, sebab pemenuhan K3 pada kaum buruh/pekerja, tidak hanya menentukan
tingkat produktivitas usaha, namun lebih jauh lagi dapat menentukan tingkat kesejahteraan
dan stabilitas sosial-politik sebuah negara.
1. Sumber Daya Manusia: Kunci Produktivitas
Walaupun kemajuan teknologi telah menghasilkan alat-alat produksi yang canggih, tetapi
kedudukan sumber daya manusia pekerja dibalik mesin-mesin produksi tersebut tetap sentral.
SDM pekerja yang terampil, kreatif dan mampu menggunakan modal intelektualnya akan
menentukan apa yang diproduksi dan bagaimana mengelola resources yang ada untuk
meningkatkan produktivitas dan memajukan perusahaan. Itulah sebabnya SDM pekerja
merupakan motor produktivitas dan jantungnya organisasi atau perusahaan.
Namun harus disadari, bahwa peningkatan produksi secara langsung maupun tidak
langsung selalu diikuti dengan permasalahannya yang berkaitan dengan K3. permasalahan-
permasalahan tersebut diantaranya:
a.    Adanya kemungkinan penambahan peralatan, tuntutan kapasitas peralatan dan satuan
kerja yang lebih besar.

6
b.    Memperluas lokasi kerja sehingga menambah sarana sistem pengawasan untuk
mencegah kecelakaan;
c.    Peningkatan jumlah buruh/pekerja dan tuntutan untuk mendapatkan buruh/pekerja yang
berkualitas, serba cepat, tepat dan selamat;
d.    Perlunya standar buku K3 bagi pekerja, baik bagi pekerja yang baru maupun yang lama.
Faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja, apabila tidak ditangani secara cepat dan benar. Dampak lebih jauh adalah
menurunnya produktivitas kerja.
a.    Lingkungan Kerja Tanpa Kecelakaan
Salah satu resiko yang dapat muncul dalam suatu aktivitas perusahaan ialah kecelakaan
kerja. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak diinginkan
yang dapat menimbulkan kerugian materialnatau korban jiwa.
Penyebab kecelakaan terdiri dari 2 (dua) jenis yakni: penyebab langsung dan penyebar
dasar. Penyebab langsung merujuk pada kecelakaan dalam bentuk tindakan dan keadaan yang
membahayakan, antara lain: menjalankan peralatan tanpa izin, salah memberikan tanda
peringatan, tidak menggunakan alat pelindung keselamatan, menempatkan barang secara
tidak benar, minum minuman beralkohol dan obat-obatan sebelum/sewaktu bekerja dan
bertindak nekad tanpa perhitungan.
Contoh-contoh keadaan yang membahayakan antara lain: tanpa tutup pengaman yang
benar, tidak adanya alat pelindung keselamatan, kerusakan peralatan, ruangan kerja yang
sempit tanda peringatan kurang jelas, tata ruang yang tidak teratur, lingkungan yang rawan
terhadap gas dan asap, tempat kerja dengan radiasi yang tinggi, kurangnya penerangan dalam
ruangan, kurangnya vebtilasi ruangan, atau tempat kerja dengan temperatur ekstrim.
Penelitian lebih cermat dan lebih mendalam tentang penyebab langsung dari kecelakaan kerja
akan menghasilkan cara penanggulangan atau pencegahan yang lebih tepat.
Sementara itu penyebab dasar merujuk pada faktor perorangan dan faktor kerja. Faktor
perorangan (individual) diakibatkan oleh terbatasnya kemampuan fisik dan mental,
kurangnya pengetahuan, minimnya keterampilan, dan kekeliuran motivasi. Sedangkan faktor
kerja diakibatkan oleh keterbatasan aspek kepemimpinan dan pengawasan, perekayasaan,
penanganan logistik, peralatan dan standar kerja. Apabila faktor penyebab dasar ini tidak
ditangani secara serius dan tepat, maka dapat menimbulkan tindakan atau keadaan yang
membahayakan dan sekaligus menjadi penyebab langsung dari kecelakaan kerja.
Berdasarkan identifikasi faktor-faktor penyebab kecelakaan, maka pihak manajemen
perusahaan harus berupaya menciptakan lingkungan kerja tanpa kecelakaan (zero accident)
melalui implementasi, komunikasi dan pelatihan K3 secara terus mnerus kepada para pekerja.

7
Upaya menciptakan lingkungan kerja tanpa kecelakaan adalah upaya yang manusiawi, karena
menyangkut penghormatan terhadap harkat dan martabat pekerja sebagai aset dan mitra
perusahaan.
Penyuluhan dan pelatihan program K3 bagi pekerja juga harus mencakup hal-hal lain
yang berkaitan dengan keselamatan kerja seperti kesiapan menghadapi keadaan darurat,
kemampuan menganalisis kecelakaan dan keterampilan untuk menggunakan alat-alat
produksi. Hal ini penting bukan saja untuk mengurangi tingkat kerusakan alat, tetapi juga
sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas pekerja dan menghindari terjadinya
kecelakaan kerja.
b.    Pelayanan Kesehatan Bagi Pekerja
Selain kecelakaan kerja, resiko lain yang dialami pekerja di tempat kerja adalah
munculnya penyakit akibat kerja. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit
akibat kerja di antaranya kekurangan gizi akibat mengkonsumsi makanan yang tidak
memenuhi standar kesehatan, pola hidup tidak sehat seperti minum minuman beralkohol,
merokok, kurang berolahraga, terpajan bahan kimia dan biologi serta faktor psikososial
seperti lingkungan kerja yang tidak kondusif, stress dan sebagainya.
Penyakit akibat kerja tidak saja menyebabkan menurunnya derajat kesehatan dan
kebugaran pekerja, tetapi juga menyebabkan hilangnya waktu produktif pekerja. Dampak
lebih jauh adalah menurunnya produktivitas kerja.
Untuk itu diperlukan pelayanan kesehatan kerja di tempat kerja yang ditangani oleh
dokter perusahaan. Upaya ini sangat bermanfaat selain untuk meningkatkan derajat kesehatan
dan kebugaran atau kapasitas kerja dapat mencegah penyakit degeneratif kronik seperti:
penyakit jantung, koroner, stroke, kanker, penyakit paru obstruksi kronik dan lain-lain.
Penyakit-penyakit degeneratif kronik tersebut, kini telah menjadi penyebab kematian nomor
1 pekerja usia produktif, melebihi kematian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja, penyakit
akibat kerja maupun penyakit menular lain-lainnya.
Karena itu, pelayanan kesehatan kerja tidak hanya menjaga dan melindungi kesehatan
pekerja dari pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh pemejanan dengan hazard kesehatan yang
berasal dari lingkungan kerja dan pekerjaan, tetapi terutama menunjang pembentukan
kualitas SDM yang berciri mental unggul, sehat fisik-psikis, kreatif dan inovatif serta
memilki etos kerja yang tinggi. Dengan SDM yang demikian diharapkan akan tercapai
kinerja, jenjang karir dan produktivitas organisasi atau tempat kerja yang setinggi-tingginya.
Pelayanan kesehatan kerja dapat dilakukan melalui berbagai upaya, yaitu:
a.    Upaya peningkatan (promotif)
b.    Upaya pencegahan (preventif)

8
c.    Upaya penyembuhan (kuratif)
d.    Upaya pemulihan (rehabilitatif)  
Dari uraian diatas, jelas bahwa terdapat korelasi yang sangat erat antara faktor SDM
pekerja, K3 dan produktivitas. SDM pekerja yang berkualitas akan meningkatkan
produktivitas dan program K3 adalah salah satu faktor yang dapat menunjang terwujudnya
SDM yang berkualitas tersebut. Jika ketiga faktor itu bersinergis secara seimbang, maka
kerugian yang timbul akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat ditekan
seminimal mungkin, sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dan sekaligus
terwujudnya kesejahteraan pekerja serta keluarganya.
2. Manajemen Risiko
Peningkatan produktivitas amat ditentukan oleh buruh/pekerja sebagai aset utama dari
perusahaan. Untuk menjangkau kemajuan perusahaan maka diperlukan sistem manajemen
yang rapi, khususnya pada tataran interaksi buruh/pekerja dengan pengusaha. Syangnya,
acapkali pengusaha lalai menjalankan sistem manajemen yang bersinergis dengan kebutuhan
buruh/pekerja, khusunya menyangkut aspek K3. kelalaian pimpinan perusahaan dalam
interaksinya dengan buruh/pekerja sering diakibatkan oleh keterbatasan wawasan dan
lemahnya integritas kepemimpinan (leadership).
Untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, menangani dan memonitor resiko-resiko yang
mungkin dialami perusahaan pada masa yang akan datang, maka diperlukan manajemen
resiko. Jika dampak resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja cukup signifikan, perlu
disusun rencana untuk menanggulanginya dan meredusir dampak negatif dari resiko tersebut.
Manajemen resiko adalah suatu upaya yang penting untuk melindungi bisnis dari
segala bentuk kerugian baik moral, sosial, fisik, aspek hukum maupun finasial. Dalam versi
lain, manajemen resiko merupakan metode untuk melindungi bisnis (dunia usaha), agar
terhindar dari segala bentuk kerugian, khususnya bagi sumber daya dan penghasilan
perusahaan, sehingga perusahaan dapat mencapai target yang diinginkan 9profit dan
berkembang). Dengan demikian, pihak perusahaan dapat melaksanakanprogram dan
aktivitasnya secara baik, lancar efisien, produktif dengan mutu yang lebih baik.
Mengaci pada definisi di atas, manajemen resiko haruslah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari manajemen perusahaan, dimana K3 menjadi salah satu komponen terpenting.
Dengan kata lain, pelaksanaan K3 adalah derivasi dari manajemen resiko. Jadi, apabila
manajemen resiko berlangsung sinergis dengan melibatkan pimpinan perusahaan, pekerja dan
masyarakat, maka akan mengakselerasi tercapainya kesejahteraan kolektif.
Untuk mengetahui faktor-faktor resiko sebenarnya tergantung pada sebesar apa
kemampuan seseorang (pekerja) mengidentifikasikan setiap kemungkinan buruk dalam

9
menjalankan proses produksi. Selanjutnya perlu dicari solusi yang rasional, efektif dan
ekonomis untuk menghindari faktor-faktor resiko tersebut.
Metode manajemen resiko seharusnya diterapkan mulai dari tahap perencanaan, tahap
konstruksi hingga tahap operasional perusahaan. Resiko pada konteks ini berarti: “Keadaan
atas kejadian dimana dalam aktivitas perusahaan dapat terjadi kerugian, cedera karyawan,
kerusakan aset perusahaan, tanggungjawab hukum dan keuangan maupun gangguan dari segi
kesejahteraan dan pengembangan perusahaan”.
Manajemen resiko amat penting dalam program dan aktivitas manajemen guna
mengamankan usaha yang memerlukan intuisi (sensitivitas)ndalam operasionalnya. Secara
subtantif, manajemen yang efisien dan berkualitas selalu memperhitungkan resiko.
Ruang lingkup manajemen resiko mencakup  7 (tujuh) elemen utama yaitu:
1.    Korelasinya dengan aspek K3.
2.    Korelasinya dengan lingkungan hidup.
3.    Korelasinya dengan sekuriti/keamanan.
4.    Korelasinya dengan liabilities.
5.    Korelasinya dengan Prosedur Kerja.
6.    Korelasinya dengan harmoni internal perusahaan.
7.    Korelasinya dengan manajemen.
C.   Promosi Budaya K3 Di Tempat Kerja
Promosi budaya K3 didefinisikan sebagai proses yang memungkinkan sebagai proses
yang memungkinkan pekerja untuk meningkatkan kontrol tyerhadap keselamatan dan
kesehatannya. Jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, promosi budaya K3 di tempat kerja
adalah rangkaian kesatuan kegiatan yang mencakup manajemen dan pencegahan dini
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan akibat kerja (baik penyakit umum mapun
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan) serta peningkatan kesehatan pekerja secara
optimal.
Jadi secara konseptual dapat disimpulkan, bahwa promosi kebudayaan K3 di tempat
kerja adalah program kegiatan yang direncanakan dan ditujukan untuk meningkatkan
keselamatan dan kesehatan para pekerja beserta beserta anggota keluarga yang
ditanggungnya, serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Secara umum tujuan promosi budaya K3 di tempat kerja adalah untuk mengurangi
resiko terjadinya kecelakaan kerja dan membentuk sikap masing-masing pekerja mengenai
kesehatannya secara Individu, sehingga dari hari ke hari mereka akan menentukann
keputusan atas pilihannya secara personal, menuju gaya hidup yang sehat dan lebih positif.
Sedangkan tujuan khusus promosi budaya K3 antara lain:

10
1.    Membantu pekerja untuk mengenal sedini mungkin lingkungan tempat kerjanya yang
berisiko menimbulkan kecelakaan kerja.
2.    Mempengaruhi pekerja untuk selalu menggunakan alat-alat keselamatan yang telah
tersedia.
3.    Mempengaruhi pekerja untuk selalu menggunakan alat-alat keselamatan yang telah
tersedia.
4.    Mempengaruhi pekerja untuk menerapkan pola atau gaya hidup sehat dan positif.
Misalnya makan makanan yang mengandung gizi yang cukup, tidak merokok atau minum
minuman beralkohol atau perilaku tidak sehat lainnya.
5.    Membantu pekerja untuk terbiasa mengatasi stress yang dialami dalam kehidupannya.
6.    Mengajarkan pekerja mengenai kemampuan P3K.
7.    Mengajarkan pekerja mengenai penyakit umum dan penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan serta bagaimana mencegah serta meminimalisir akibatnya.
Untuk mencapai sasaran masyarakat pekerja yang produktif, sehat dan aman
diperlukan pendekatan sistem yang mampu mengajak partisipasi masyarakat pekerja.
Langkah strategis ke arah itu dapat dilaksanakan melalui Pendekatan Pemberdayaan
Masyarakat Pekerja (PPMP).
Ciri PPMP tersebut antara lain: penyelenggaraan program promosi budaya K3 di
tempat kerja harus bertumpu pada partisipasi aktif masyarakat pekerja atau kerja sama
interaktif antara penyelenggara program promosi budaya K3 di tempat kerja dengan
masyarakat pekerja.
Sasaran yang ingin dicapai adalah adanya konsepsi dan pelaksanaan promosi
keselamatan dan kesehatan di tempat kerja dan adanya kegiatan program promosi budaya K3
yang diselenggarakan melalui kemitraan tripartit (pemerintah, manajemen tempat kerja dan
pekerja atau serikat pekerja).
Implementasi pendekatan dan pemberdayaan masyarakat pekerja dapat dilakukan
melalui beberapa tahapan, antara lain:
1. Advokasi & Sosialisasi Budaya K3
2. Telaah Mawas Diri
3. Peningkatan Kesadaran K3 Jangka Panjang
Program promosi budaya K3 di tempat kerja dirancang dalam rangka meningkatkan
mawas diri pekerja terhadap resiko-resiko di tempat kerja. Fokus perhatian diutamakan pada
pembentukan sikap dan kebiasaan-kebiasaan sehat yang dilakukan pekerja, serta upaya
memberikan perlindungan terhadap pekerja dari bahaya-bahaya yang berhubungan dengan
pekerjaannya.

11
Implementasi program promosi budaya K3 di tempat kerja merupakan faktor
pendukung yang sangat penting untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja. Di
beberapa negara, pelaksanaan promosi budaya K3 di tempat kerja tidak hanya dilakukan oleh
para ahli K3 dari kalangan pemerintah, tetapi juga banyak dilakukan oleh swasta atau
kelompok-kelompok yang independen.
Jika program promosi budaya K3 dikelola dengan baik, sebenarnya cukup besar
keuntungan yang didapat, yakni disatu sisi dapat menumbuhkan semangat para pekerja untuk
senantiasa membiasakan diri bertindak aman dan sehat di tempat kerja. Sementara di sisi lain
mampu meningkatkan kebugaran fisik dan meningkatkan moral/semangat pekerja untuk
bertindak positif, sehingga produktivitas kerja dapat tercapai secara optimal.
Ada beberapa elemen penting dalam program promosi budaya K3 di tempat kerja,
yaitu:
1. Pelatihan/Pendidikan K3
2. Kebugaran Fisik (Physical Fitness)
3. Kontrol Berat Badan dan Gizi (Nutrition and Weight Control)
4. Manajemen Stress (Stress Management)
5. Penghentian Merokok (Smoking Cessation)
6. Penyalahgunaan Obat dan Alkohol (Alcohol an Drug Abuse)
7. Pelatihan P3K

12
BAB III
KESIMPULAN
A.   Kesimpulan
Hiperkes merupakan cabang dari Ilmu Kesehatan Masyarakat, yang mempelajari
cara-cara pengawasan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar
perusahaan, dan segala kemungkinan gangguan kesehatan dan keselamatan akibat proses
produksi di perusahaan.
Higiene perusahaan adalah upaya pemeliharaan lingkungan kerja (fisik, kimia, radiasi
dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan.
Kesehatan kerja adalah upaya perusahaan untuk mempersiapkan, memelihara serta
tindakan lainnya dalam rangka pengadaan serta penggunaan tenaga kerja dengan kesehatan
(fisik, mental dan sosial) yang maksimal, sehingga dapat bereproduksi secara maksimal pula.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan hubungan tenaga kerja
dengan mesin, pesawat, lat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja,
lingkungan kerja dan cara-cara melakukan pekerjaan tersebut.
Namun harus disadari, bahwa kemajuan di sektor industri dan sektor-sektor lainnya
harus diimbangi dengan faktor kualitas SDM pekerja yang kreatif dan inovatif, sehingga
dapat menghasilkan out put yang berkualitas dan kompetitif di pasar global. Kualitas SDM
pekerja yang diidealkan itu tidak saja ditentukan oleh standar gaji yang dapat memenuhi
kebutuhan hidup, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan kerja yang memberi rasa aman bagi
pekerja. Pada tataran ini, maka kebutuhan akan program K3 di tempat kerja merupakan hal
yang teramat penting dalam menunjang produktivitas kerja.
Promosi budaya K3 didefinisikan sebagai proses yang memungkinkan sebagai proses
yang memungkinkan pekerja untuk meningkatkan kontrol tyerhadap keselamatan dan
kesehatannya. Jadi secara konseptual dapat disimpulkan, bahwa promosi kebudayaan K3 di
tempat kerja adalah program kegiatan yang direncanakan dan ditujukan untuk meningkatkan
keselamatan dan kesehatan para pekerja beserta beserta anggota keluarga yang
ditanggungnya, serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Secara umum tujuan promosi budaya K3 di tempat kerja adalah untuk mengurangi
resiko terjadinya kecelakaan kerja dan membentuk sikap masing-masing pekerja mengenai
kesehatannya secara Individu, sehingga dari hari ke hari mereka akan menentukann
keputusan atas pilihannya secara personal, menuju gaya hidup yang sehat dan lebih positif.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dainur. 1992, Materi-Materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat, Widya Medika, Jakarta.
Wiyono, Djoko. 1999, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga University Press,
Surabaya.
Konradus, Danggur. 2006, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Membangun SDM Yang
Sehat, Produktif dan Kompetitif), PT Percetakan Penebar Swadaya, Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Tetap Pjs 1 2
    Laporan Tetap Pjs 1 2
    Dokumen17 halaman
    Laporan Tetap Pjs 1 2
    Muhammad Wendy
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen13 halaman
    Bab 1
    NYAYU HAMIDAH
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen13 halaman
    Bab 2
    NYAYU HAMIDAH
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen13 halaman
    Bab 2
    NYAYU HAMIDAH
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen13 halaman
    Bab 1
    NYAYU HAMIDAH
    Belum ada peringkat
  • IPAL Rumah Sakit Daerah
    IPAL Rumah Sakit Daerah
    Dokumen10 halaman
    IPAL Rumah Sakit Daerah
    NYAYU HAMIDAH
    Belum ada peringkat
  • BIOTEK
    BIOTEK
    Dokumen13 halaman
    BIOTEK
    NYAYU HAMIDAH
    Belum ada peringkat
  • IPAL Rumah Sakit Daerah
    IPAL Rumah Sakit Daerah
    Dokumen10 halaman
    IPAL Rumah Sakit Daerah
    NYAYU HAMIDAH
    Belum ada peringkat
  • BIOTEK
    BIOTEK
    Dokumen13 halaman
    BIOTEK
    NYAYU HAMIDAH
    Belum ada peringkat
  • BIOTEK
    BIOTEK
    Dokumen13 halaman
    BIOTEK
    NYAYU HAMIDAH
    Belum ada peringkat