BAB II
KUALITAS INSTRUMEN TES PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BUATAN
GURU MGMP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
D.
A. Kualitas Tes
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk
suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau
sekelompok anak, sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau
prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai
oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan (Nurkancana,
1986: 25).
Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui sampai di mana prestasi
atau keberhasilan belajar siswa.
1. Pengertian Tes
Secara harfiyah, kata “tes” berasal dari bahasa Perancis Kuno
testum dengan arti “piring untuk menyisihkan logam-logam mulia”,
maksudnya dengan menggunakan alat berupa piring itu akan dapat
diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat tinggi (Sudijono,
2003: 66).
Poerbakawatja (1982: 359) dalam Ensiklopedi Pendidikan, yang
dimaksud dengan tes adalah “suatu percobaan untuk secara bertanggung
jawab mendapatkan gambaran mengenai sifat-sifat, kemampuan-
kemampuan, temperamen, dan kepribadian orang, biasanya untuk dapat
mengetahui bagaimana orang harus diperlakukan, pekerjaan apa bagi
seseorang akan lebih sesuai”.
Dalam Ensyclopedia of Educational Evaluation, tes diartikan:
“any series of qustions or other means of measuring the skill, knowledge,
intelligence, capacities or aptitudes of an individual or group”( Anderson,
et.al., 1981: 425). Artinya: Seperangkat pertanyaan atau latihan atau alat-
alat pengukur kemampuan pengetahuan, kepandaian, kapasitas atau
kecerdasan lain dari suatu kelompok atau individu.
1
2
a. Tes
Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka
pengukuran dan penilaian (Sudijono, 2003: 66)
b. Testing
Testing merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan atau sedang
berlangsung. Dapat juga dikatakan testing adalah saat pengambilan tes
(Arikunto, 1990: 53).
c. Testee
Testee adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Jadi orang-
orang inilah yang sedang dinilai, diukur baik kemampuan, minat,
pencapaian prestasi (Arikunto, 1990: 53).
d. Tester
Tester artinya orang yang melaksanakan tes, atau pembuat tes, atau
eksperimentor, yaitu orang yang sedang melakukan percobaan
(eksperiment) (Arikunto, 1990: 53). Tester juga diartikan sebagai orang
yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para
responden atau tester (Sudijono, 2003: 66).
2. Macam-macam Tes
Tes merupakan salah satu instrumen dalam evaluasi, yang memiliki
macam-macam dan bentuk. Secara umum macam-macam tes dibedakan:
a. Berdasarkan objek pengukurannya
1) Tes kepribadian (personality test)
Tes kepribadian adalah tes untuk mengukur derajat
kemampuan seseorang yang bersifat herediter atau bawaan
(Mohammad Ali, 1993: 81). Yang termasuk dalam tes ini dan
banyak digunakan dalam pendidikan adalah pengukuran sikap,
pengukuran minat, pengukuran bakat dan tes intelegensi.
1) Tes tertulis
Tes tertulis adalah tes yang diberikan kepada sekelompok
murid, yang pertanyaan maupun jawabannya disajikan secara
tertulis dengan menggunakan kertas dan alat tulis (Winkel, 1983:
106).
Tes tertulis dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a) Tes objektif
Tes objektif adalah tes yang terdiri dari butir-butir soal
yang dapat dijawab dengan memilih satu alternatif yang benar
dari sejumlah alternatif yang tersedia, atau dengan mengisi
jawaban yang benar dengan beberapa perkataan atau simbol
(Dimyati dan Mudjiono, 1998: 211).
Bentuk tes objektif ada beberapa macam, antara lain:
(1) Completion test, terdiri atas:
(a) Completion test (tes melengkapi)
(b) Fill-in (mengisi titik dalam kalimat yang
dikosongkan)
Completion test dan Fill-in adalah merupakan tes
yang menggunakan jawaban pendek dan bebas, butir
soalnya berupa kalimat di mana bagian-bagian tertentu
dihilangkan atau harus diisi dan tidak hanya mengenai satu
hal saja melainkan bisa bermacam-macam hal (Purwanto,
1997: 40).
(2) Selection Type Test (tes yang menjawabnya dengan
mengadakan pilihan) yang terdiri atas:
(a) Multiple Choice (pilihan berganda)
Multiple choice adalah bentuk soal yang terdiri atas
pertanyaan yang tidak lengkap. Kemungkinan jawaban
atas pertanyaan atau pernyataan itu disebut pilihan,
jumlah pillihan berkisar antara tiga sampai lima dan
hanya ada satu jawaban di antaranya yang benar atau
7
4. Kegunaan tes
Penting bagi kita untuk menentukan dahulu alasan mengadakan
tes. Kegunaan tes yang tepat memerlukan satu atau lebih tujuan yang
diperlukan dan penting. Perencanaan yang cerdas merupakan dasar yang
tepat dalam menggunakan hasil tes. Salah satu cara pengelompokkan
kegunaan tes berdasarkan fungsinya ada tiga, yaitu: para pegawai sekolah
atau personilnya yang bisa kita sebut dengan administrator, supervisor dan
guru (Skinner (ed), t.th: 440).
a. Kegunaan bagi administrator
Hasil tes dapat digunakan untuk menyediakan data
perkembangan dan prestasi anak. Hal ini dimasukkan ke dalam kartu
data komulatif anak dan menjadi dasar data permanen evaluasi
pertumbuhan dan perkembangan individu maupun kelompok kelas.
1) Untuk menyediakan laporan
bagi orang tua.
2) Untuk menyediakan data bagi
laporan periodik perkembangan sekolah untuk perlindungan dalam
masyarakat.
3) Untuk membuat interpretasi
status anak lebih baik dan memudahkan penempatan dalam ruang
kelas yang cocok (Skinner (ed), t.th: 440).
b. Kegunaan bagi supervisor
Demikian pula supervisor bisa menggunakan hasil tes bagi
bermacam-macam tujuan. Tugas utamanya yaitu membantu guru
melaksanakan tugas pengajaran yang lebih baik, itu dapat terwujud
dengan baik jika antara supervisor dan guru memiliki bukti status
anak. Jadi kegunaan tes bagi supervisor adalah untuk menentukan
status anak ataupun kelas dalam beberapa tujuan utama kurikulum. Hal
ini memperbolehkannya menandai perubahan yang diperlukan dalam
10
B. Validitas Tes
1. Pengertian Validitas
Validitas tes perlu ditentukan untuk mengetahui kualitas tes dalam
kaitannya dengan mengukur hal yang seharusnya diukur. Kata “valid”
diartikan dengan “tepat, benar, shahih, absah”. Jadi, kata validitas dapat
diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan.
Apabila kata valid itu dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat pengukur,
11
maka sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dengan secara tepat,
secara benar, secara shahih, atau secara absah dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur (Sudijono, 2003: 93).
Pengertian validitas menurut Sumarna Surapranata adalah “suatu
konsep yang berkaitan dengan sejauhmana tes telah mengukur apa yang
seharusnya diukur” (Surapranata, 2004: 50).
Menurut Muhammad Abdul Khalik Muhammad (1989: 48) dalam
kitabnya Ikhtibarotun al-Lughah, mendefinisikan validitas tes sebagai
berikut:
2. Macam-macam Validitas
Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari
hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical
validity) dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris (empirical
validity). Dua hal inilah yang dijadikan dasar pengelompokan validitas tes
(Arikunto, 1990: 65).
Secara garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas tes dan
validitas item.
a. Validitas tes
Secara umum validitas tes dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu:
1) Validitas logis
12
2. Validitas Empiris
Validitas empiris adalah validitas yang bersumber pada atau
diperoleh atas dasar pengamatan di lapangan (Sudijono, 2003:
167). Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas empiris
apabila sudah diuji dari pengalaman, sehingga terbukti bahwa
instrumen tes hasil belajar itu dengan secara tepat telah dapat
mengukur hasil belajar yang seharusnya diukur.
Ada dua cara untuk mengetahui apakah tes hasil belajar itu
sudah memiliki validitas empiris ataukah belum, yakni:
a) Validitas ramalan (predictive validity)
Predictive validity menunjukkan kepada hubungan
antara tes skor yang diperoleh peserta tes dengan keadaan yang
akan terjadi di waktu yang akan datang. Sebuah tes dikatakan
memiliki validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan
untuk memprediksikan apa yang akan terjadi di masa akan
datang (Surapranata, 2004: 54).
b) Validitas bandingan atau “ada sekarang” (concurrent validity)
Validitas bandingan suatu tes artinya membuat tes yang
memiliki perbandingan atau kesamaan dengan tes yang sejenis
yang telah ada atau yang telah dilakukan. Perbandingan atau
14
E. Reliablilitas Tes
1. Pengertian Reliabilitas
Reliabilitas sering diartikan dengan keterandalan. Artinya, suatu tes
memiliki keterandalan bilamana tes tersebut dipakai untuk mengukur
berulang-ulang hasilnya sama. Dengan demikian reliabilitas dapat pula
diartikan dengan keajegan atau stabilitas.1
Menurut Muhammad Abdul Malik Muhammad dalam kitabnya
Ikhtibaratun al-Lughah mendefinisikan reliabilitas tes adalah sebagai
berikut:
2
.يكون بمثابة المقياس
Artinya: Reliabilitas tes adalah tidak adanya perubahan-perubahan dalam
tes yang dilaksanakan dengan menggunakan tes yang serupa”
Ngalim Purwanto, Prinsp-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,op. cit., hlm. 141.
18
Tabel 2.1
Metode untuk Menentukan Reliabilitas8
Bentuk Reliabilitas Prosedur untuk Memperoleh
Tes-retest methods (Stabilitas)
- Sajikan tes yang sama
-
sebanyak dua kali kepada
Produk Momen dan Korelasi
peserta tes yang sama dalam
intra kelas
waktu yang berbeda dan
tentukan korelasi
Paralel (Equivalen)
- Produk Momen dan Korelasi -
intra kelas
Sajikan dua tes yang sama
kepada peserta tes yang sama
dalam waktu yang relatif
tidak lama (misalnya dua
minggu). Korelasikan kedua
skor tersebut untuk mencari
reliabilitas.
Split-half Methods (belah dua)
-
-
Sajikan satu kali tes lalu dibelah
dua, gunakan persamaan
8
Sumarna Surapranata, op. cit., hlm. 91.
22
9
Wayan Nurkancara, Evaluasi Pendidikan, op. cit., hlm. 26.
10
Slameto, Evaluasi Pendidikan, op. cit., hlm. 32.
23
atau tenaga ahli dan jarang menggunakan butir butir-butir tes yang sudah
diujicobakan, dianalisis dan direvisi.11
11
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, op. cit., hlm. 147.
24
12
Buku Pedoman Penyelenggaraan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Seluruh
Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah Proyek Pengadaan Sarana dan Peningkatan Mutu Pendidikan Menengah
Umum, 1993), hlm. 4-5.
25
KA KANWIL
KA BID
13
Ibid., hlm. 6-7.
26
P
E
N MGMP MKS
G PROPINSI PROPINSI
A
W
A KA KANDEP
S
/
M
K MGMP MKS
P KAB/KODYA KAB/KODYA
/
MGMP MKS
KEC. KEC.
KS KS KS KS MGMP
SMA SMA SMP SMP SEKOLAH
= Garis Konsultasi
b. Untuk menentukan
apakah sesuatu tujuan telah tercapai.
c. Untuk memperoleh
suatu nilai.14
Selanjutnya baik tes standar dan tes buatan guru dianjurkan dipakai
jika hasilnya akan digunakan untuk:
a. Mengadakan diagnosa terhadap kemampuan siswa.
b. Menentukan tempat siswa dalam suatu kelas atau kelompok.
c. Memberikan bimbingan kepada siswa dalam pendidikan dan pemilihan
jurusan.
d. Memilih siswa untuk program-program khusus.
e. Menentukan lulus atau tidak lulusnya siswa pada mata pelajaran
tertentu.
1. Tingkat Kesukaran
Sangatlah penting untuk melihat tingkat kesukaran soal dalam
rangka menyediakan berbagai macam alat diagnostik kesulitan belajar
14
Ibid., hlm. 149.
15
Mudjijo, Tes Hasil Belajar, op. cit., hlm. 61.
28
P=
∑X
Sm N 17
di mana:
P = Proporsi menjawab benar atau tingkat kesukaran
ΣX = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar
Sm = Skor Maksimum
N = Jumlah peserta tes
16
Sumarna Surapranata, op. cit., hlm. 12.
17
Ibid.
18
Ibid., hlm. 19.
29
19
Anas Sudijono, op. cit., hlm. 376-378.
30
2. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan
siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).20 Indeks daya pembeda soal-
soal yang ditetapkan dari selisih proporsi yang menjawab dari masing-
masing kelompok. Indeks ini menunjukkan kesesuaian antara fungsi soal
dengan fungsi tes secara keseluruhan.
Indeks daya pembeda dihitung atas dasar pembagian kelompok
menjadi dua bagian, yaitu kelompok atas yang merupakan peserta tes yang
berkemampuan tinggi dengan kelompok bawah, yaitu kelompok peserta
tes yang berkemampuan rendah. Indeks daya pembeda didefinisikan
sebagai selisih antara proporsi jawaban benar pada kelompok atas dengan
proporsi jawaban benar pada kelompok bawah. Pembagian kelompk ini
dapat dilakukan dengan berbagai macam metode bergantung pada
keperluannya. Metode yang paling stabil dan sensitif serta paling banyak
digunakan adalah dengan menentukan 27% kelompok atas 27 % kelompok
bawah.21 Prosentase sebesar 27% ini pada umumnya digunakan oleh pakar
di bidang evaluasi pendidikan. Hal ini disebabkan karena bukti-bukti
empirik pengambilan subjek sebesar 27% testee kelompok atas dan 27%
testee kelompok bawah itu telah menunjukkan kesensitifannya, atau
dengan kata lain cukup dapat diandalkan.
Untuk mengetahui daya pembeda butir soal tersebut dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:22
20
Suharsiomi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, op. cit., hlm. 211.
21
Anas Sudijono, op. cit., hlm. 387.
22
Mudjijo, Tes Hasil Belajar, op. cit., hlm. 63.
32
d. Dengan menggunakan
kelompok ekstrem (extreme group), kelompok unggul (higher group)
dan kelompok bawah (lower group).
e. Dengan
mengikutsertakan seluruh testee, yakni dengan teknik korelasi.
Dengan demikian, interpretasi indeks DB yang digunakan adalah
sebagai berikut:23
D : 0,00 – 0,20 = jelek (poor)
D : 0,20 – 0,40 = cukup (satisfactory)
D : 0,40 – 0,70 = baik (good)
D : 0,70 – 1,00 = baik sekali (excellent)
D : negatif, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang
mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.
Suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun
siswa bodoh, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya
pembeda. Demikian pula jika semua siswa baik pandai maupun bodoh
tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik karena tidak
mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab
benar oleh siswa-siswa yang pandai saja.
Akhirnya sebagai tindak lanjut atas hasil penganalisisan mengenai
Daya Pembeda item tes hasil belajar tersebut adalah:24
a. Butir-butir item yang sudah memiliki Daya Pembeda
item yang baik (satisfactory, good dan excellent hendaknya
dimasukkan (dicatat) dalam buku bank soal tes hasil belajar. Butir-
butir item tersebut dapat dikeluarkan lagi pada tes hasil belajar yang
akan datang, karena kualitasnya sudah cukup memadai.
b. Butir-butir item yang daya pembedanya masih rendah
(poor) ada 2 kemungkinan tindak lanjut, yaitu:
1) Ditelusuri untuk kemudian diperbaiki, dan
setelah diperbaiki dapat diajukan lagi dalam tes hasil belajar yang
23
Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 218.
24
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, op. cit., hlm. 408-409.
33
3. Efektivitas Fungsi
Pengecoh (Distraktor)
Tes bentuk pilihan ganda apabila dilihat dari strukturnya terdiri atas
dua bagian yaitu pokok soal atau item yang berisi permasalahan yang akan
ditanyakan dan sejumlah kemungkinan jawaban atau option.
Kemungkinan jawaban itu dibagi dua yaitu kunci jawaban dan pengecoh.
Dari sekian banyak alternatif jawaban hanya terdapat satu yang benar atau
yang paling benar yang dinamakan kunci jawaban, sedangkan
kemungkinan jawaban yang tidak benar dinamakan pengecoh atau
distraktor.
Tujuan utama dari pasangan pengecoh pada setiap butir item itu
adalah agar dari sekian banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar
tertarik atau terangsang untuk memilihnya, sebab mereka menyangka
bahwa pengecoh yang mereka pilih itu merupakan jawaban betul.25 Jadi
mereka terkecoh menganggap bahwa pengecoh yang terpasang pada item
itu sebagai kunci jawaban item, padahal bukan.
Pengecoh berfungsi sebagai pengidentifikasi peserta tes yang
berkemampuan tinggi. Pengecoh dikatakan berfungsi efektif apabila
banyak dipilih oleh testee yang berasal dari kelompok bawah, sebaliknya
apabila pengecoh itu banyak dipilih oleh testee yang berasal dari
25
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, op. cit., hlm. 410.
34
26
Sumarna Surapranata, op. cit., hlm. 43.
35
27
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 84.
36
b. Beriman kepada Allah SWT. dan lima rukun iman yang lain dengan
mengetahui fungsinya serta terefleksi dalam sikap, perilaku dan akhlak
peserta didik dalam dimensi vertikal maupun horizontal.
c. Mampu beribadah dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan
syari’at Islam baik ibadah wajib dan ibadah sunnah maupun
muamalah.
d. Mampu berakhlak mulia dengan meneladani sifat, sikap dan
kepribadian Rasulullah serta Khulafaur Rasyidin.
e. Mampu mengambil manfaat dari sejarah peradaban Islam.28
a) Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam di SMP bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan kepada Allah
SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Menurut Zuhairini Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk
membimbing anak agar menjadi orang muslim sejati, beriman teguh,
beramal shaleh, dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat,
Agama dan Negara.29
Propenas 2000-2004 (UU No. 25 tahun 2000) menyebutkan
bahwa: Pendidikan Agama Islam di sekolah umum (TK, SD, SMP dan
SMU) bertujuan untuk meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan dan pengamalan serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
28
Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam; SMP dan MTs, (Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2003), hlm. 11.
29
Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Offset Printing, 1981),
hlm. 45.
37
32
Abdul Majid dan Dian Andayani, op. cit., hlm. 170-171.
39