Disusun Oleh :
KELAS IPS – C
PROGRAM PASCASARJANA
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian hasil belajar merupakan salah satu kegiatan dalam dunia
pendidikan yang penting. Pada satu sisi, dengan penilaian hasil belajar yang
dilakukan dengan baik dapat diketahui tingkat kemajuan belajar siswa,
kekurangan, kelebihan, dan posiisi siswa dalam kelompok. Pada sisi yang lain,
penilaian hasil belajar yang baik akan merupakan feed back bagi guru/dosen untuk
mengevaluasi tingkat keberhasilan proses belajar mengajar.
Idiealnya, penilaian pada bidang apapun dilakukan dengan menggunakan
prosedur dan instrumen yang standar. Prosedur yang standar adalah suatu prosedur
penilaian yang dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah tertentu dan
perlakukan yang adil pada siswa dengan mempertimbangankan situasi waktu,
tempat, dan berbagai keragaman pada siswa. Sedangkan instrumen yang standar
adalah instrumen yang disusun menggunakan prosedur pengembangan instrumen
yang baku dan dapat dipertanggungjawabkan tingkat validitas dan reliabilitasnya.
Ada dua pendekatan penilaian dalam seni yang sering dipergunakan dalam
dunia pendidikan, yaitu pendekatan objektif dan pendekatan subjektif (intuitif).
Penerapan penilaian dengan pendekatan objektif maupun intuitif secara ekstem
masing-masing mempunyai kelemahan. Pendekatan objektif mempersyaratkan
sifat satu dimensi dari objek pengukuran, padahal penilaian dalam seni khususnya
pada bidang seni tari pada umumnya objeknya adalah perilaku yang sangat
kompleks (multidimensi), dan penampilan yang diamati relatif panjang durasi
waktunya, sehingga apabila dilakukan penilaian terhadapnya akan membutuhkan
instrumen yang sangat panjang. Jenis-jenis seni pertunjukan kehadirannya untuk
dinilai hanya sesaat dan tidak dapat diulang kembali. Sekalipun bisa diulang
misalnya dengan rekaman audio visual, situasinya sudah berubah dari situasi yang
sesungguhnya. Di samping itu menikmati seni sesungguhnya adalah penikmatan
emosional. Oleh karena itu terlalu banyak atau secara ekstrim menikmati seni
dengan dengan kacamata nalar atau rasio menjadi kurang relevan. Sehingga kesan
subjektif penilai/penikmat seni juga turut menentukan.
Pada sisi yang lain, Pendekatan subjektif cenderung bersifat intuitif,
subjektifitas penilai sangat tinggi. Selera seni , aliran seni yang diikuti oleh
penilaian, dan latar belakang kesenian penilai sangat mempengaruhi hasil
penilaian. Akibatnya objektifitas penilaian sulit dipertanggung-jawabkan, lebih-
lebih bila beberapa jenis karya tari yang dinilai tersebut sangat beraneka ragam
bentuk, aliran, dan latar belakang budayanya.
Penilaian hasil belajar seni tari di perguruan tinggi atau di sekolah selama
ini lebih banyak menggunakan pendekatan intuitif. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan efesiensi. Sesungguhnya pendekatan ini dalam praktiknya kadang-
kadang sudah disertai dengan kompromi-kompromi tertentu oleh para penilai
sebelum melakukan penilaian bersama. Hal-hal yang disepakati biasanya adalah
aspek yang dinilai, prioritas (bobot) yang diutamakan, dan rentang nilai. Hal ini
sesungguhnya sudah memasuki wilayah pendekatan objektif. Akan tetapi hal-hal
yang disepakati tersebut biasanya tidak didokumentasikan, tidak diwujudkan
dalam suatu instrument yang formal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penilaian
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar
peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang
peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam
kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan
proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta
didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-
syarat tertentu yang jelas.
Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan
untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan
belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan
kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang
penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta
proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan
tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang diperlukan
serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.
B. Ruang lingkup
Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu:
Domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan
kecerdasan logika – matematika),
Domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan
kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional),
Domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik,
kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Sejauh mana masing-masing domain tersebut memberi sumbangan terhadap
sukses seseorang dalam pekerjaan dan kehidupan ? Data hasil penelitian multi
kecerdasan menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-
matematika yang termasuk dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya sebesar
5 %. Kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi yang termasuk domain
afektif memberikan kontribusi yang sangat besar yaitu 80 %. Sedangkan kecerdasan
kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan musikal yang termasuk dalam
domain psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5 %.
Namun, dalam praxis pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam proses
belajar-mengajar dan penilaian, yang amat dominan ditekankan justru domain
kognitif. Domain ini terutama direfleksikan dalam 4 kelompok mata pelajaran, yaitu
bahasa, matematika, sains, dan ilmu-ilmu sosial. Domain psikomotor yang terutama
direfleksikan dalam mata-mata pelajaran pendidikan jasmani, keterampilan, dan
kesenian cenderung disepelekan. Demikian pula, hal ini terjadi pada domain afektif
yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran agama dan kewarganegaraan.
Agar penekanan dalam pengembangan ketiga domain ini disesuaikan dengan
proporsi sumbangan masing-masing domain terhadap sukses dalam pekerjaan dan
kehidupan, para guru perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap domain serta
bagaimana menerapkannya dalam proses belajar-mengajar dan penilaian.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak
hanya menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk
perubahan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma
lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung
hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian
rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan
psikomotorik kerapkali diabaikan.
Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak
hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi
mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral,
perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian
individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian
produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.
Kesemuanya itu menuntut adanya perubahan dalam pendekatan dan teknik
penilaian pembelajaran siswa. Untuk itulah, Depdiknas (2006) meluncurkan rambu-
rambu penilaian pembelajaran siswa, dengan apa yang disebut Penilaian Kelas.
C. Tujuan Penilaian
Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran,
diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi,
bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
D. Pendekatan Penilaian
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian hasil
belajar, yaitu penilaian yang mengacu kepada norma (Penilaian Acuan Norma atau
norm-referenced assessment) dan penilaian yang mengacu kepada kriteria (Penilaian
Acuan Kriteria atau criterion referenced assessment). Perbedaan kedua pendekatan
tersebut terletak pada acuan yang dipakai. Pada penilaian yang mengacu kepada
norma, interpretasi hasil penilaian peserta didik dikaitkan dengan hasil penilaian
seluruh peserta didik yang dinilai dengan alat penilaian yang sama. Jadi hasil seluruh
peserta didik digunakan sebagai acuan. Sedangkan, penilaian yang mengacu kepada
kriteria atau patokan, interpretasi hasil penilaian bergantung pada apakah atau sejauh
mana seorang peserta didik mencapai atau menguasai kriteria atau patokan yang telah
ditentukan. Kriteria atau patokan itu dirumuskan dalam kompetensi atau hasil belajar
dalam kurikulum berbasis kompetensi.
Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, pendekatan penilaian
yang digunakan adalah penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan. Dalam
hal ini prestasi peserta didik ditentukan oleh kriteria yang telah ditetapkan untuk
penguasaan suatu kompetensi. Meskipun demikian, kadang kadang dapat digunakan
penilaian acuan norma, untuk maksud khusus tertentu sesuai dengan kegunaannya,
seperti untuk memilih peserta didik masuk rombongan belajar yang mana, untuk
mengelompokkan peserta didik dalam kegiatan belajar, dan untuk menyeleksi peserta
didik yang mewakili sekolah dalam lomba antar-sekolah.
E. Teknik Penilaian
Berbagai macam teknik penilaian dapat dilakukan secara
komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Teknik
penilaian yang dimaksud antara lain melalui tes, observasi, penugasan, inventori,
jurnal, penilaian diri, dan penilaian antarteman yang sesuai dengan
karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.
F. Prinsip Penilaian
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian hasil belajar peserta
didik antara lain:
1. Penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi;
2. Penilaian menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pencapaian kompetensi
peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran;
3. penilaian dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan;
4. hasil penilaian ditindaklanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang
pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan
bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan;
5. penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran.
Penilaian hasil belajar peserta didik harus memperhatikan prinsipprinsip
sebagai berikut:
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan
untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa
kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar,
dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang
akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta
didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat
dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya
bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.
Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, pendekatan penilaian
yang digunakan adalah penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan.
Dalam hal ini prestasi peserta didik ditentukan oleh kriteria yang telah ditetapkan
untuk penguasaan suatu kompetensi. Meskipun demikian, kadang kadang dapat
digunakan penilaian acuan norma, untuk maksud khusus tertentu sesuai dengan
kegunaannya, seperti untuk memilih peserta didik masuk rombongan belajar yang
mana, untuk mengelompokkan peserta didik dalam kegiatan belajar, dan untuk
menyeleksi peserta didik yang mewakili sekolah dalam lomba antar-sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Http://Google.com/Penilaian-hasil-belajar.hlm
http://www.slideshare.net/NASuprawoto/penilaian-hasil-belajar