Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Analisis Vegetasi
B. Latar belakang
Keanekaragaman spesies, ekosistem dan sumberdaya genetik
semakin menurun pada tingkat yang membahayakan akibat kerusakan
lingkungan. Kepunahan akibat beberapa jenis tekanan dan kegiatan,
terutama kerusakan habitat pada lingkungan alam yang kaya dengan
keanekaragam hayati, seperti hutan hujan tropik dataran rendah.
Kepunahan keanekaragaman hayati sebagian besar karena ulah manusia.
Kepunahan akan berampak besar terhadap perubahan struktur komunitas
ekosisem suatu hutan. Oleh karena itu, suatu analisis untuk menentukan
struktur komunitas hutan meliputi perhitungan jenis dan spesies vegetasi
perlu dilakukan untuk menentukan struktur komunitas hutan suatu
wilayah.
Menurut Marsono (1977), Vegetasi merupakan kumpulan
tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri atas beberapa jenis yang hidup
bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama
tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesame individu
penyususn vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang tumbuh dan hidup serta dinamis
(Marsono, 1977).
Salah satu metode untuk mendeskripsikan suatu vegetasi yaitu
analisis vegetasi. Analisa vegetasi merupakan cara untuk mempelajari
susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat
tumbuh-tumbuhan. Pada suatu kondisi hutan yang luas, kegiatan analisa
vegetasi erat kaitannya dengan sampling sehingga cukup ditempatkan
beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Ada tiga hal yang
perlu diperhatikan dala sampling ini, yaitu jumlah petak contoh, cara
peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan
(Soerianegara, 2005).
Pada suatu vegetasi terdapat beberapa macam growth form, yaitu
sebagai berikut :
1. Perdu/semak
2. Herba
3. Rumput
4. Sapling
5. Seeding

Pada praktikum ini,dalam menganalisi vegetasi perlu dibuat suatu


petak berbentuk persegi dengan ukuran 50 cm x 50 cm. Percobaan ini
penting dilakukan untuk mengetahui keberagaman suatu spesies di suatu
tempat dan dominasi spesies pada suatu vegetasi.

C. Tujuan
1. Mendeskripsikan suatu komunitas dengan metode analisis vegetasi
2. Membandingkan komunitas vegetasi tumbuhan bawah yang hidup di
tempat terbuka dan di bawah naungan
II. TINJAUAN PUSTAKA

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari


beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis
(Marsono, 1977). Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui
pengamatan langsung.
Analisa vegetasi merupakan cara untuk mempelajari susunan (komposisi
jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pada
suatu kondisi hutan yang luas, kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan
sampling sehingga cukup ditempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili
habitat tersebut. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dala sampling ini, yaitu
jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi
yang digunakan (Soerianegara, 2005). Analisa vegetasi penting untuk
mengetahui vegetasi tumbuhan dimasa sekarang dan menduga-duga
kemungkinan perkembangan dimasa depan.
Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan
penutupan tajuk. Analisis data memerlukan data-data jenis, diameter dan tinggi
untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut.
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur
dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Michael,1994).
Pada suatu wilayah yang berukuran luas atau besar, vegetasinya terdiri
dari beberapa bagian vegetasi atau komunitas tumbuhan yang menonjol. Hal ini
menyebabkan adanya berbagai tipe vegetasi. Vegetasi terdiri dari semua spesies
tumbuhan dalam suatu wilayah dan memperlihatkan pola distribusi menurut
ruang dan waktu. Tipe-tipe vegetasi sendiri dicirikan oleh bentuk pertumbuhan
tumbuhan dominan atau paling besar atau paling melimpah dan tumbuhan
karakteristik atau paling khas (Harjosuwarno, 1990).
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari
susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi
hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas
tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang
menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam
analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur
komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto, 2006).
Menurut Syafei (1990), dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan
berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu
dalam mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini,
suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan
dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan
berbagai kendala yang ada. Macam-macam metode analisis vegetasi yaitu
metode destruktif, metode nondestruktif, metode floristik, dan metode
nonfloristik.
1. Metode destruktif
Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi
organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variabel yang
dipakai bisa diproduktivitas primer, maupun biomasa, dengan demikian
dalam pendekatan selalu harus dilakukan penuaian atau berarti melakukan
perusakan terhadap vegetasi tersebut. Metode ini umumnya dilakukan untuk
bentuk-bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan
antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa
didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat keringya. Metode ini
sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput dengan
usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas
tampangnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara
floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
2. Metode nondestruktif
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu
berdasarkan penelaahan organism hidup atau tumbuhan tidak didasarkan pada
taksonominya, sehingga dikenal dengan pendekatan nonfloristika. Pendekatan
lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara
taksonomi atau pendekatan floristika.
3. Metode floristik
Metode ini didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara
taksonomi. Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau
keanekaragaman dari berbagai bentuk vegatasi. Penelaahan dilakukan
terhadap semua populasi spesies pembentuk masyarakat tumbuhan tersebut,
sehingga pemahaman daris setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah
sangat dibutuhkan. Pelaksanaan metode floristik ini sangat ditunjang dengan
variabel-variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik struktur
maupun komposisi vegetasi, diantaranya adalah:
a. Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individu darip populasi sejenis.
b. Kerimbunan, variabel yang menggambarkan luas penutupan suatu populasi
di suatu kawasan, dan bisa juga menggambarkan luas daerah yang dikuasai
oleh populasi tertentu atau dominasinya.
c. Frekuensi, variabel yang menggambarkan penyebaran dari populasi
disebut kawasan.
Variabel-variabel merupakan salah satu dari beberapa macam variabel yang
diperlukan untuk menjelaskan suatu bersifat kuantitatif, seperti statifikasi,
periodisitas, dan vitalitas.
4. Metode nonfloristik
Pada metode ini, dunia tumbuhan dibagi berdasarkan berbagai hal, yaitu
bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan
penutupan. Untuk setiap karakteristika dibagi lagi dalam sifat yang lebih
rinci, yang pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan
gambar bentuk hidup. Klasifikasi bentuk vegetasi biasanya dipergunakan
dalam pembuatan peta vegetasi dengan skala kecil sampai sedang, dengan
tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya
dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya.
Menurut Michael (1994), Metode- metode yang umum dan sangat
efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian komunitas tumbuhan,
pada garis besarnya digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Metode plot (petak ukur), adalah prosedur yang umum digunakan untuk
sampling berbagai tipe organisme. Bentuk plot biasanya segi empat atau
persegi ataupun lingkaran. Sedangkan ukurannya tergantung dari tingkat
keheterogenan komunitas. Contohnya:
a. Petak tunggal yaitu metode yang hanya satu petak sampling yang
mewakili satu areal hutan.
b. Petak ganda yaitu pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan
banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya secara
sistematik). Ukuran berbeda- beda berdasarkan kelompok tumbuhan
yang akan dianalisis. Perbandingan panjang dan lebar petak 2:1
merupakan alternatif terbaik daripada bentuk lain.
c. Petak jalur
Metode tanpa plot yaitu suatu metode berupa titik, dalam metode ini
bentuk percontohan atau sampel berupa titik karena tidak menggambarkan
suatu luas area tertentu. contohnya metode kuadrat, yaitu bentuk sampel dapat
berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu.
Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu
luas minimumnya. Untuk analisa yang menggunakan metode ini dilakukan
perhitungan terhadap variabel- variabel kerapatan, kerimbunan, dan
frekuensi.
Adanya vegetasi akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan
ekosistem dalam skala yang lebih luas. Umumnya peranan vegetasi pada suatu
ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen
dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air
tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area
memberikan dampak positif, namun pengaruh ini berbeda-beda tergantung dari
struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu (Arrijani, dkk,
2006).
Menurut Odum (1993), analisis vegetasi suatu lahan atau daerah
penting dilakukan. Tujuannya adalah suatu analisis secara objektif dari segi
floristik sebenarnya yang terdapat pada saat pengkajian. Prosedur pengkajian
mengikuti dua langkah yaitu:
1. Analisis lapang, yang meliputi seleksi plot-plot contoh atau kwadrat –
kwadrat enomerasi semua semua tumbuhan didalamnya. Kurva spesies area
sangat luas digunakan untuk menentukan ukuran yang sesuai dan jumlah dari
petak-petak contoh.
2. Sintesis data untuk menentukan derajat asosiasi dari populasi-populasi
tumbuhan , kurva frekuensi seringkali digunakan untuk menentukan
homogenitas atau heterogenitas dari suatu tegaknya vegetasi khusus.
Menurut Mc Noughton dan Wolf (1990), bentuk-bentuk pertumbuhan
(growth form) dapat dinyatakan berdasarkan batas ketinggiannya, misalnya
untuk komunitas hutan, terdapat 4 tingkatan:
1. Lapisan pohon (tree layer)
Tingkatan ini terdiri atas semua tumbuhan yang tingginya lebih dari 5 m.
Pada hutan-hutan tinggi, lapisan ini dapat dibagi lagi menjadi 2, 3, atau
bahkan 4 lapisan.
2. Lapisan semak (schrub layer)
Tingkatan ini terdiri atas tumbuhan dengan tinggi antara 0,5 m sampai 5 m.
Lapisan ini dapat dibagi lagi menjadi S1 (tinggi 2-5 m) dan S2 (tinggi 0,3
atau 0,5 m sampai 2 m).
3. Lapisan herba (herb layer)
Pada tingkatan ini, tumbuhan yang ada adalah dengan tinggi kurang dari 0,3
atau 0,5 m atau kurang dari 1 m. Seperti tingkatan di atas, lapisan ini dibagi
lagi menjadi H1 atau lapisan herba tinggi (tinggi lebih dari 0,3 m), H2 (tinggi
0,1 – 0,3 m), dan lapisan herba rendah (tinggi kurang dari 0,1 m).
4. Lapisan lumut dan lichenes
Merupakan lapisan yang terdiri dari berbagai jenis tumbuhan lumut.
Bentuk-bentuk growth form yaitu :
1. Perdu merupakan tanaman berkayu yang pendek dengan batang yang cukup
kaku dan kuat untuk menopang bagian-bagian tanaman. Golongan perdu
biasanya dibagi menjadi tiga, yaitu perdu rendah, perdu sedang, dan perdu
tinggi. Bunga sikat botol, krossandra dan euphorbia termasuk dalam
golongan tanaman perdu. Beberapa jenis tanaman perdu (a) bougenvile, (b)
kembang sepatu, dan (c) nusa indah putih. Suhu optimal untuk tumbuh 16-
24 ˚C. Intensitas cahaya tinggi yang dibutuhkan tanaman ini sehingga
pertumbuhan direduksi bila ternaungi (Ramdani, 2012).
2. Herba (herbaceous) merupakan jenis tanaman dengan sedikit jaringan
sekunder atau tidak sama sekali (tidak berkayu) tetapi dapat berdiri tegak.
Contoh tanaman herba adalah kana dan tapak dara (Sri, 1979).
3. Rumput merupakan tanaman dengan ciri umum berbatang beruas-ruas,
bunga tak bermahkota, serta daun berbentuk pita. Biasanya rumput dapat
beradaptasi pada lingkungan hangat lembap. Beberapa jenis rumput ini juga
dapat bertahan pada kondisi kekeringan atau pada musim dingin yang berat.
Rumput ini tidak dapat bertahan pada tempat tumbuh yang selalu tergenang
air. Pada daerah tempat tumbuhnya, rumput ini umumnya ditemukan di
sepanjang tepi-tepi hutan (Welles et al. 1996).
Semak adalah tumbuhan berumpun dengan batang pendek, merayap,
tinggi beberapa cm sampai kurang lebih 1,5 m (Yatim, 1994). Rumput adalah
tumbuhan tegak berumpun, ketinggian tanaman dapat mencapai kurang lebih 4
m, batang tebal dan keras, memiliki akar serabut, batang beruas-ruas dan
berongga serta tumbuh tegak, daun berbentuk pita dengan pertulangan daun
sejajar, dan bunga tumbuh di ujung batang yang terusun membentuk malai atau
bulir majemuk. Menurut Krebs (1978), semak merupakan tumbuhan kecil,
berkayu, kebanyakan tinggi di bawah 3 m. Tumbuhan terna (herba) adaah
tumbuhan yang merambat di tanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya
tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya
tidak lebih dari 2 m dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
Pohon adalah tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki
satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm. Untuk
tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu semai
(seedling) yaitu permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1,5
m, pancang (sapling) yaitu permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan
berdiameter kurang dari 10 cm, tiang (poles) yaitu pohon muda berdiameter 10
cm sampai kurang dari 20 cm (Krebs, 1978).
Menurut Marsono 1977, Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dibedakan menjadi 2 yaitu faktor Internal dan faktor
Eksternal :
1. Faktor Internal
a. Gen
Gen merupakan dasar faktor internal yang paling tidak bisa ditawar
karene setiap mahluk hidup tentu saja memiliki gen yang berbeda satu sama
lain. Gen merupakan unit pewarisan sifat bagi organisme hidup.
b. Hormon
Hormon adalah pembawa pesan kimiawi antarsel atau antarkelompok sel.
Semua organisme multiselular, termasuk tumbuhan memproduksi hormon.
Dalam pertumbuhan ini peran hormon sangatlah penting.

2. Faktor eksternal
a. Makanan
Makanan adalah sumber energi dan sumber materi untuk mensintesis
berbagai komponen sel. Tidak hanya karbondioksida dan air saja yang
dibutuhkan tumbuhan untuk bisa tumbuh dengan baik tetapi juga beberapa unsur
unsur mineral. Jika kekurangan nutrisi maka tumbuhan tersebuat akan
mengalami difisiensi. Difisiensi ini menyebabkan pertumbuhan tanaman
terganggu.
b. Air
Tanpa air, tumbuhan tidak dapat tumbuh. Air termasuk senyawa yang
dibutuhkan tumbuhan. Air berfungsi anatara lain sebagai fotosintesis,
mengaktifkan reaksi enzim ezimatik, menjaga kelembapan dan membengtu
perkecambahan pada biji.
c. Suhu
Tumbuhan membutuhkan suhu tertentu untuk tumbuh. Suhu dimana
tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan maksimal disebut
dengan suhu optimum. Suhu paling rendah yang masih memungkinkan suatu
tumbuhan untuk tumbuh disebut suhu minimum sedangkan suhu tertinggi yang
masih memungkinkan tumbuhan untuk tumbuh disebut suhu maximum.
d. Kelembaban
Pengeruh kelembapan udara berbeda terhadap berbagai tumbuhan. Tanah
dan udara yang lembab berpengaruh baik bagi pertumbuhan tumbuhan.
e. Cahaya
Pada umumnya, cahaya menghambat pertumbuhan meninggi tanaman
karena dapat menguraikan auksin. Tetapi, cahaya juga merangsang pembungaan
tumbuhan tertentu. Pada tumbuhan terdapat hormon fitokrom yang mengatur
pengaruh cahaya ini dalam pertumbuhan dan perkembangan pembungaan
tanaman.
Intensitas cahaya adalah besaran pokok fisika yang digunakan untuk
mengukur daya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya pada arah tertentu
per satuan sudut. Lux adalah satuan intensitas cahaya pada suatu titik. Luxmeter
memiliki prinsip mengukur cahaya berdasarkan energi yang diterima dan
mengubahnya menjadi satuan energi yang digunakan, yaitu Lux. Intensitas
cahaya diperlukan untuk mengetahui kisaran kebutuhan cahaya dimana tanaman
dapat tumbuh secara baik (Greig and Smith, 1983).
Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), indeks nilai penting (INP)
merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies dalam
komunitas. INP ini digunkan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap
jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan
ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks nilai penting dihitung berdasarkan
penjumlahan nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominansi
relatif (DR). Menurut Krebs (1978), beberapa spesies yang bisa didapatkan pada
daerah naungan dan tanpa naungan yaitu tumbuhan yang berkayu pendek,
bercabang banyak, tumbuhan tak berkayu, dan mengandung air, tumbuhan tak
berkayu dan kering, tumbuhan dengan diameter batang 6.8 – 35 cm dan spesies
tumbuhan dengan diameter batang < 6.8 cm.
III. METODE

A. Alat dan Bahan


1. Pasak
2. Meteran jahit
3. Tali raffia
4. Lux meter
5. Gunting
6. Asistensi

B. Cara kerja

Suatu daerah yang terdapat komunitas vegetasi tumbuhan bawah


di daerah naungan dan derah tanpa naungan dicari, kemudian dibuat
petak ukur berukuran 50 cm x 50 cm pada masing-masing plot. Setiap
sudut pada plot dibatasi dengan empat buah pasak yang saling
dihubungkan dengan tali rafia sebagai pembatas petak ukur dengan area
luar petak. Setelah itu, pada masing-masing plot, jenis tanaman yang ada
di dalam petak ukur dicatat jumlahnya dan diidentifikasi jenis serta
kelompoknya, kemudian intensitas cahaya pada setiap plot diukur dengan
menggunakan lux meter. Indeks nilai penting setiap jenis tumbuhan yang
ditemukan pada tempat naungan dan tanpa naungan dihitung dengan
menggunakan rumus :
INP = KR +FR
Indeks kesamaan Sorrensen dihitung pada kedua komunitas
tumbuhan tersebut dengan menggunakan rumus :
2W
IS = A +B
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Setelah dilakukan percobaan Analisis Vegetasi didapatkan hasil
berupa beberapa Histogram sebagai berikut :

Histogram Cacah Spesies Naungan


35

30 32 33

25

20 Jumlah

15 17

10
10
5

0 2
Herba Rumput Semak Seedling Perdu

Gambar 1. Histogram Cacah Spesies Naungan

Histogram Cacah Spesies


Tanpa Naungan
Seedling2

Semak 8
Jumlah
Herba 8

Rumput 43

Perdu 266

0 50 100 150 200 250 300

Gambar 2. Histogram Cacah Spesies Tanpa Naungan


Histogram KR & FR Naungan
Kerapartan Relatif Frekuensi Relatif

Perdu 2.13% 8.70%

Seedling 35.11% 21.74%

Semak 18.09% 21.74%

Herba 10.64% 21.74%

Rumput 34.04% 26.09%

Gambar 3. Histogram hasil Kerapatan Relatif dan Frekuensi Relatif Naungan

Histogram KF & FR Tanpa Naungan


Kerapatan Relatif Frekuensi Relatif

Perdu 81.04% 15.00%

Seedling0.61% 10.00%

Semak 2.75% 10.00%

Herba 2.45% 20.00%

Rumput 13.15% 45.00%

Gambar 4. Histogram hasil Kerapatan Relatif dan


Frekuensi Relatif tanpa Naungan
Histogram Indeks
Similaritas & Disimilaritas
Naungan dan Tanpa Naungan
Similaritas Disimilaritas
0.88%

0.51%
0.34%
0.23%

Naungan Tanpa Naungan

Gambar 5. Histogram Indeks Similaritas & Disimilaritas


Naungan dan Tanpa Naungan

Histogram Intensitas Cahaya Naungan & Tanpa


Naungan
3500
3000
2500 Naungan
Tanpa Naungan
2000
1500
1000
500
0
Plot 1 & 5 Plot 2 & 6 Plot 3 & 7 Plot 4 & 8
Gambar 6. Histogram Intensitas Cahaya Naungan dan tanpa Naungan

B. Pembahasan
Vegetasi merupakan Vegetasi adalah suatu kumpulan dari
tumbuhan yang pada umumnya terdiri dari beberapa jenis yang hidup
bersama-sama dalam suatu habitat atau tempat. Pada mekanisme hidup
bersama tersebut terdapat interaksi yang sangat erat, baik interaksi antara
sesama individu penyusun vegetasi tersebut maupun organisme lainnya
sehingga terjadi suatu sistem hidup dan tumbuh yang dinamis (Marsono,
1997). Vegetasi berfungsi sebagai perantara hewan dengan habitat.
Vegetasi pun dapat mengubah dan menentukan sifat habitat, apakah
cocok atau tidak bagi hewannya, karena itu vegetasi dapat menyeleksi
hewan. Vegetasi berfungsi sebagai tempat berlindung, bersarang, tempat
mencari makan, dan sumber air, vegetasi penting sebagai sumber air
karena akar tanaman suatu dahan dan daunnya bertindak sebagai
pelindung dan penangkap bagi air yang turun (Yatim, 1994).
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah metode
plot (petak ukur), adalah prosedur yang umum digunakan untuk sampling
berbagai tipe organisme. Bentuk plot biasanya segi empat atau persegi
ataupun lingkaran. Sedangkan ukurannya tergantung dari tingkat
keheterogenan komunitas. Contohnya:
d. Petak tunggal yaitu metode yang hanya satu petak sampling yang
mewakili satu areal hutan.
e. Petak ganda yaitu pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan
banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya secara
sistematik). Ukuran berbeda- beda berdasarkan kelompok tumbuhan
yang akan dianalisis. Perbandingan panjang dan lebar petak 2:1
merupakan alternatif terbaik daripada bentuk lain.
Pada praktikum ini, analisa vegetasi dilakukan pada komunitas
tumbuhan bawah di daerah naungan dan di daerah tanpa naungan.
Pemilihan kedua daerah yang berbeda ini untuk mengetahui jenih
tumbuhan apa saja yang berada pada daerah dengan naungan dan daerah
tanpa naungan, perbedaan ini juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya
yang didapat oleh tumbuhan. Kemudian dibuat petak dengan ukuran 0,5
m x 0,5 m, ukuran ini dipilih agar ukuran petak cukup besar agar
individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, namun
juga harus cukup kecil sehingga individu dapat dipisahkan, dihitung dan
diukur tanpa adanya duplikasi maupun pengabaian (Turner, 2011).
Pada 4 sudut plot dibatasi dengan menggunakan pasak yang
saling dihubungkan dengan area luar petak, hal ini untuk membuat petak
yang berbentuk persegi dimana jenis tanaman yang ada didalam petak
ukur pada masing-masing plot akan dicatat jumlahnya dan diidentifikasi
serta kelompoknya.
Percobaan analisis vegetasi dilakukan di halaman belakang
kampus II gedung Thomas Aquinas Universitas Atma Jaya Yogyakarta
untuk Tanpa Naungan dan di Kebun Biologi Universitas Atma Jaya
Yogyakarta untuk yang Naungan. Pada lokasi ini terdapat beberapa jenis
tumbuhan dengan berbagai ukuran. Ada beberapa pohon tinggi,
meskipun tidak terlalu banyak sehingga tempat ini tidak terlalu gelap
karena sinar matahari masih dapat melewati celah ranting dan dedaunan
pohon. Tempat ini tidak hanya ditumbuhi pohon tetapi juga semak,
rumput, seedling, dan tumbuhan herba.
Pada lokasi dengan naungan dan tanpa naungan dilakukan
perbedaan lokasi karena tumbuhan yang ada dan pula keanekaragaman
tumbuhan yang hidup. Pada lokasi dengan naungan terdapat pohon-
pohon besar yang akan menghalangi sinar matahari sehingga tanaman
yang terdapat di bawah sedikit menerima cahaya matahari. Sedangkan
pada lokasi tanpa naungan, banyak terdapat jenis tumbuhan yang rendah,
karena pada lokasi tanpa naungan tidak ada penghalang bagi tumbuhan
rendah untuk mendapatkan sinar matahari.
Berdasarkan hasil pengamatan analisis vegetasi, diperoleh
beberapa growthform di lokasi naungan dan tanpa naungan. Pada lokasi
naungan, diperoleh growthform semak, rumput, perdu, seedling dan
herba. Growthform semak ditemukan sebanyak 2 spesies dan memiliki
total nilai kerapatan relatif sebesar 18,09%, frekuensi relatif sebesar
21,74%, dan nilai penting sebesar 39,82%. Growthform rumput
ditemukan sebanyak 5 spesies dan memiliki total nilai kerapatan relatif
sebesar 34,04%, frekuensi relatif sebesar 26,09%, dan nilai penting
sebesar 60,13%. Growthform Perdu ditemukan sebanyak 2 spesies dan
memiliki total nilai kerapatan relatif sebesar 2,13%, frekuensi relatif
sebesar 8,70%, dan nilai penting sebesar 10,83%. Growthform seediling
ditemukan sebanyak 4 spesies dan memiliki total nilai kerapatan relatif
sebesar 35,11%, frekuensi relatif sebesar 21,74%, dan nilai penting
sebesar 56,85%. Growthform Herba ditemukan sebanyak 5 spesies dan
memiliki total nilai kerapatan relatif sebesar 10,64%, frekuensi relatif
sebesar 21,74%, dan nilai penting sebesar 32,38%.
Pada lokasi tanpa naungan, diperoleh growthform semak,
rumput, perdu, seedling dan herba. Growthform semak ditemukan
sebanyak 2 spesies dan memiliki total nilai kerapatan relatif sebesar
2,75%, frekuensi relatif sebesar 10,00%, dan nilai penting sebesar
12,75%. Growthform rumput ditemukan sebanyak 8 spesies dan
memiliki total nilai kerapatan relatif sebesar 13,15%, frekuensi relatif
sebesar 45,00%, dan nilai penting sebesar 58,15%. Growthform perdu
ditemukan sebanyak 2 spesies dan memiliki total nilai kerapatan relatif
sebesar 81,04%, frekuensi relatif sebesar 15,00%, dan nilai penting
sebesar 96,04%. Growthform seedling ditemukan sebanyak 2 spesies dan
memiliki total nilai kerapatan relatif sebesar 0,61%, frekuensi relatif
sebesar 10,00%, dan nilai penting sebesar 10,61%. Growthform herba
ditemukan sebanyak 3 spesies dan memiliki total nilai kerapatan relatif
sebesar 2,45%, frekuensi relatif sebesar 20,00%, dan nilai penting
sebesar 22,45%.
Berdasarkan hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis
dan jumlah cacah spesies pada lokasi tanpa naungan lebih beragam dan
banyak dibandingkan dengan jenis dan jumlah cacah spesies pada lokasi
dengan naungan. Hal ini diperkirakan karena tumbuhan membutuhkan
cahaya untuk berfotosintetsis sehingga dilokasi tanpa naungan,
keanekaragaman lebih banyak dibandingkan dengan naungan. Lokasi
naungan dan tanpa naungan memiliki growthform paling dominan yang
sama yaitu rumput. Hal ini menunjukkan bahwa rumput paling mudah
tumbuh di lokasi belakang kampus II Atma Jaya Yogyakarta, dimana
rumput tumbuh liar serta memiliki kecepatan tumbuh yang cepat dan
daya tahan hidup yang tinggi.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, spesies yang
mendominasi pada lokasi naungan adalah Ageratum sp sedangkan pada
lokasi tanpa naungan adalah Bidens spilosa. Spesies yang medominasi
pada lokasi dengan naungan dan tanpa naungan secara umum
berdasarkan Growtform adalah pada Growthform semak yaitu Mimosa
pudica, pada Growthform rumput yaitu Digitaria sanguinalis., pada
Growthform herba yaitu Ageratum conyzoides, pada Growthform
seedling yaitu Ageratum conyzoides, pada Growthform perdu yaitu
Bidens spilosa.
Pengaruh intensitas cahaya terhadap keragaman dan banyaknya
jenis spesies yaitu apabila semakin tinggi intensitas cahaya maka spesies
tersebut mudah untuk berfotosintesis sehingga spesies tersebut mudah
untuk bertumbuh dan menyebar. Hal ini dikarenakan daerah tanpa
naungan tidak terdapat naungan pohon besar sehingga cahaya matahari
tidak terhalang untuk menyinari dan memberikan energi untuk
tumbuhnya suatu vegetasi yang terletak di tanah sedangkan daerah
dengan naungan terdapat naungan pohon besar sehingga cahaya matahari
terhalang untuk menyinari dan memberikan energi untuk berfotosintesis
yang membutuhkan cahaya matahari dan tumbuhnya suatu vegetasi yang
terletak di tanah bawah naungan pohon tersebut.
Setelah dilakukan percobaan dengan naungan didapatkan hasil
Indeks similaritas sebesar 0,51% dan indeks disimilaritas sebesar 0,88%.
Pada percobaan tanpa naungan didapatkan hasil Indeks similaritas
sebesar 0,23% dan indeks disimilaritas sebesar 0,34%. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pada tanpa naungan keberadaan hidup tumbuhan
lebih tinggi karena seperti diketahui pada teori jika semakin kecil indeks
similaritas semakin tinggi pula keberadaannya.
V. SIMPULAN

Berdasarkan Praktikum yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan


sebagai berikut :

1. Macam-macam metode analisis vegetasi yaitu metode Plot dan Metode


tanpa Plot. Metode yang digunakan dalam praktikum adalah metode Plot
(petak ukur) dengan ukuran 50 x 50 cm.
2. Nilai tertinggi kerapatan relatif sebesar 34,04%, frekuensi relatif sebesar
26,09%, dan nilai penting sebesar 60,13% pada lokasi dengan naungan
terdapat pada rumput. Nilai tertinggi kerapatan relatif sebesar 13,15%,
frekuensi relatif sebesar 54,17%, dan nilai penting sebesar 58,15% pada
lokasi tanpa naungan terdapat pada rumput. Indeks Similaritas Sorensen
antara lokasi dengan naungan dan tanpa naungan adalah 0,51 dan 0,53
dan Indeks Disimilaritas Sorensen antara lokasi dengan naungan dan
tanpa naungan adalah 0,88 dan 0,34.
DAFTAR PUSTAKA

Arrijani, dkk. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional


Gunung Gede Pangrango. Biodiversitas. Volume 7, Nomor 2, Hal 147-
153.
Greig and Smith P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Blackwell Scientific Publications.
Oxford

Harjosuwarno, S. 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Biologi


UGM.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.

Krebs, J.C. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.
Harper and Row Publisher. London.

Marsono, D. 1977. Deskripsi Vegetasi dan Tipe-Tipe Vegetasi Tropika. Fakultas


Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mc Noughton, S. J. dan Wolf, L. L. 1990. Ekologi Umum. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Michael, P.E. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.
Universitas Indonesia. Jakarta.

Odum, E. 1993. Fundamentals Of Ecology. W.B.Saunder Company


Philadelphia. London, Toronto.

Rahmadani, F. Dan Sumberartha, I. W. 2012. Petunjuk Praktikum Ekologi


Tumbuhan. JICA, Malang.

Soerianegara, I. dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Institut


Pertanian Bogor, Bogor.

Sri dan Istomo. 1995. Ekologi Hutan. Fahutan IPB, Bogor.


Syafei, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB. Bandung.
Welles et al, J. E. dan Clements, F. E. 1996. Plant Ecology. McGraw-Hill Book
Company, inc, London.

Yatim, W. 1994. Biologi Modern. Tarsito, Bandung.


LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 7. Plot yang diamati (dokumentasi pibadi, 2016)

Gambar 8. Lux meter (dokumentasi pribadi, 2016)

Anda mungkin juga menyukai