PENDEKATAN, METODE
KERJA, APRESIASI INOVASI
DAN PROGAM KERJA
5.1. PENDEKATAN
1. Pendekatan Sektoral
Pendekatan ini menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam
merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah) mulai dari pengenalan wilayah,
pengidentifkasian masalah sampai pada penentuan skala prioritas. Secara garis besar
pendekatan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam
proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah mereka,
memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk
mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah
apa yang ingin mereka atasi.
Guna memperoleh keluaran yang diinginkan dari suatu pendekatan dan proses
partisipatif, maka dirumuskan mekanisme pembangunan secara partisipatif. Mekanisme
umum yang sering digunakan dalam pendekatan ini yaitu:
1. Persiapan sosial
5. Kesepakatan rencana
6. Proses implementasi
8. Evaluasi
2. Alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau
program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program
tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut.
3. Alasan ketiga adalah karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak
demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.
3. Untuk rancangan program yang efisien lebih efektif untuk dilaksanakan oleh
mekanisme prencanaan yang desentralistik
rekayasa sosial yang diselenggarakan di suatu wilayah dan dilakukan bersamaan dengan
upaya menciptakan suatu sistem yang komprehensif terkait aktivitas yang berlangsung di
kawasan, dengan memperhatikan kualitas lingkungan hidup. Hal ini berarti yang
diharapkan dari Penataan Kawasan adalah hadirnya suatu tatanan baru yang dapat
memberikan harapan kualitas kehidupan yang lebih meningkat.
Proses perencanaan atau planning adalah bagian dari daur kegiatan manajemen
yang terutama berhubungan dengan pengambilan keputusan (decision making) untuk
masa depan, baik jangka panjang maupun jangka pendek, sehubungan dengan pokok
pertanyaan: apa, siapa, bagaimana, kapan, di mana, dan berapa, baik sehubungan
dengan lembaga yang dimanajemeni maupun usaha-usahanya. Proses perencanaan
dapat dilaksanakan menyeluruh, misalnya dalam perencanaan korporat, perencanaan
strategis, atau perencanaan jangka panjang. Bisa juga dilakukan per divisi atau unit bisnis
stategis menjadi rencana divisi atau anak perusahaan tertentu di dalam suatu korporasi
yang lebih besar. Bisa juga dilakukan per fungsi baik di dalam korporasi, di dalam divisi
maupun unit bisnis individual, misalnya rencana fungsi pemasaran, rencana fungsi
keuangan, rencana fungsi produksi dan distribusi, dan rencana fungsi personalia.
Bagaimana pun lingkup perencanaan yang dilakukan, pokok pertanyaan yang dipikirkan
sama saja: apa, siapa, bagaimana, kapan, di mana, dan berapa. Perbedaannya
menyangkut metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Salah satu proses atau rencana perencanaan yang sering dilakukan dalam
melakukan rencana pembangunan adalah dengan menggunakan sistem pembangunan
yang bersifat Buttom Up. Buttom Up Planning adalah perencanaan yang dibuat
berdasarkan kebutuhan, keinginan dan permasalahan yang dihadapi oleh bawahan
bersama-sama dengan atasan menetapkan kebijakan atau pengambilan keputusan dan
atasan juga berfungsi sebagai fasilitator. Sedangkan dalam pengertian dibidang
pemerintahan, buttom up planning atau perencanaan bawah adalah perencanaan yang
disusun berdasarkan kebutuhan mereka sendiri dan pemerintah hanya sebagai fasilitator.
Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan semua pihak sejak awal, sehingga
setiap keputusan yang diambil dalam perencanaan adalah keputusan mereka bersama,
dan mendorong keterlibatan dan komitmen sepenuhnya untuk melaksanakannya.
Kelemahannya memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk perencanaan. Diperlukan
pengembangan budaya perusahaan yang sesuai.
merupakan model perencanaan yang dilakukan dari atasan yang ditujukan kepada
bawahannya dimana yang mengambil keputusan adalah atasan sedangkan bawahan
hanya sebagai pelaksana saja. Dalam pengertian lain terkait dengan pemerintahan,
perencanaan top-down planning atau perencanaan atas adalah perencanaan yang dibuat
oleh pemerintah ditujukan kepada masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaksana
saja.
Secara konseptual, terdapat perbedaan yang cukup mendasar dari kedua tipe
perencanaan pembangunan ini, seperti berikut:
ada banyak hal yang terlewatkan karena keterlibatan dan komitmen sepenuhnya
sempitnya forum informasi dan untuk melaksanakannya. Kelemahannya
komunikasi. Biasanya menimbulkan memerlukan banyak waktu dan tenaga
kepatuhan yang terpaksa namun untuk untuk perencanaan. Diperlukan
sementara waktu efektif. pengembangan budaya perusahaan yang
sesuai.
Sumber: Pumariksa, 2014
Gambar V.7 Hubungan antara RTRW Kabupaten/ Kota, RDTR, dan RTBL serta
Wilayah Perencanaannya
Setiap BWP terdiri atas sun BWP yang ditetapkan dengan mempertimbangkan:
1. Morfologi BWP
Gambar V.9 Kedudukan RTR KSP dalam Sistem Penataan Ruang dan Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional
RDTR disusun berdasarkan kebutuhan. RTRW perlu dilengkapi dengan acuan lebih
detail pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten. RDTR merupakan rencana yang
menetapkan blok pada kawasan fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud
ruang yang memperhatikan keterkaitan antar kegiatan dalam kawasan fungsional agar
dapat tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang
dalam kawasan fungsional tersebut.
2. Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan
pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW
Manfaat dari RDTR adalah sebagai arahan bagi masyarakat dalam pengisian
pembangunan fisik kawasan serta sebagai pedoman bagi instansi dalam menyusun
zonasi, dan pemberian perizinan kesesuaian pemanfaatan bangunan dengan peruntukan
lahan.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, disebutkan bahwa ruang adalah wadah
yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang adalah suatu sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang
dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah
rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten/kota, yang merupakan
penjabaran dari RTRW provinsi dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang
wilayah kabupaten/kota, rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota, rencana pola
ruang wilayah kabupaten/kota, penetapan kawasan strategis kabupaten/kota, arahan
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten/kota. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah rencana secara
terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan
zonasi kabupaten/kota.
A. Struktur Ruang
B. Pola Ruang
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota,
menyebutkan bahwa kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya adalah wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Konsep rencana pola ruang dirumuskan dengan kriteria:
1. Mengacu pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW
2. Prosedur Penetapan
Penyusunan peta rencana tata ruang wajib mengacu pada Informasi Geospasial
Dasar (UU no 4 Tahun 2011 – tentang Informasi Geospasial pasal 19) dan dikonsultasikan
kepada Badan Informasi Geospasial/BIG (PP No. 8 Tahun 2013). BIG melakukan
pembinaan mengenai pemaknaan, pengarahan, perencanaan, dan evaluasi terhadap
penyelenggaraan IGT (UU no 4 Tahun 2011 – tentang Informasi Geospasial pasal 57). BIG
melakukan pembinaan teknis perpetaan dalam penyusunan rencana tata ruang (PP No. 8
Tahun 2013). Keharusan untuk mengacu pada IGD (Informasi Geospasial Dasar) dan
berkonsultasi kepada BIG adalah untuk menghasilkan peta rencana tata ruang yang
berkualitas, serta berreferensi tunggal menuju kebijakan satu peta (one map policy).
Gambar V.13 Tata Cara Konsultasi Penyusunan Peta Rencana Tata Ruang
Mekanisme asistensi dan supervisi peta tata ruang dalam penyusunan rencana
tata ruang antara lain mengacu pada:
Mekanisme konsultasi adalah berupa asistensi dan supervisi, diatur secara lebih
detail dalam Perka BIG 6 Tahun 2014 tentang Tata Cara Konsultasi Penyusunan
Peta Rencana Tata Ruang.
Peta Tata Ruang harus dibuat menggunakan Peta Dasar dengan Skala yang sesuai
dengan Level Perencanaannya. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten/Kota
menggunakan skala peta 1:5.000. Peta dasar disyaratkan sudah terkoreksi dengan
maksimal toleransi eror adalah 2,5 meter.
2. Kelemahan peraturan zonasi adalah karena tidak ada yang dapat meramalkan
keadaan di masa depan secara rinci, sehingga banyak permintaan rezoning
(karena itu, amandemen peraturan zonasi menjadi penting).
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I memiliki sifat
sesuai dengan peruntukan ruang yang direncanakan. Pemerintah kabupaten/kota tidak
dapat melakukan peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain terhadap kegiatan dan
penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I.
2) Luas lantai ruangan beratap yang mempunyai dinding lebih dari 1,20 m
dihitung 100%.
3) Luas lantai beratap yang bersifat terbuka atau mempunyai dinding tidak
lebih dari 1,20 m, dihitung 50% selama tidak melebihi 10% dan luas denah
yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan.
5) Teras tidak beratap yang mempunyai dinding tidak lebih dari 1,20 m di
atas lantai teras, tidak diperhitungkan.
Koefisien dasar hijau ditetapkan dengan angka minimal 30% untuk daerah-
daerah non-padat.
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X memiliki sifat
tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan
dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lahan
yang termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh diizinkan pada zona yang bersangkutan.
Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Peraturan
Daerah sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
1. Judul
2. Kata Pengantar
3. Daftar Isi
4. Bab I Pendahuluan
7. Terkait
1. Latar Belakang
4. Identifikasi Masalah
6. Metode
dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris.
Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal. Metode
yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama)
data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan
pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil
penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif
dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat
dengar pendapat.
Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali dengan
penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan
(normatif) yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta
penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang
terkait dan yang berpengaruh terhadap Peraturan Perundang-undangan yang
diteliti.
Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik,
perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan
dari pengaturan dalam suatu Peraturan Daerah.
1. Kajian teoritis
4. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam
Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya
terhadap aspek beban keuangan Daerah
Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan terkait yang
memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan Peraturan Daerah baru dengan
Peraturan Perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan horizontal,
serta status dari Peraturan Perundangundangan yang ada, termasuk Peraturan
Perundang-undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta Peraturan
PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-28
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM
1. Landasan Filosofis
2. Landasan Sosiologis
3. Landasan Yuridis
daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau
peraturannya memang sama sekali belum ada.
3. ketentuan sanksi
4. ketentuan peralihan
F. BAB VI PENUTUP
1. Simpulan
G. DAFTAR PUSTAKA
H. LAMPIRAN
KLHS memuat kajian kapasitas daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup
untuk pembangunan, perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup, kinerja
layanan/jasa ekosistem, efisiensi pemanfaatan sumber dayaalam, tingkat kerentanan dan
kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, serta tingkat ketahanan dan potensi
keanekaragaman hayati.
KLHS bermanfaat untuk memfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama
antar pelaku pembangunan, dimana seluruh pihak yang terkait penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program dapat secara aktif mendiskusikan seberapa jauh
substansi kebijakan, rencana dan/atau program yang dirumuskan telah
mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui proses KLHS,
diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana
dan/atau program dapat mengetahui dan memahami pentingnya menerapkan prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program.
Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri
pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan
evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-
prinsip tersebut dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap
pengambil keputusan secara apriori mempunyai tingkat kesadaran dan
kepedulian atas lingkungan. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran
dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam
produk pengambilan keputusan untuk setiap kebijakan, rencana dan/atau
program.
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang positif
pada pengambilan keputusan. KLHS akan mempunyai makna apabila pada
akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, khususnya untuk
memilih atau menetapkan kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih
menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
5 . P r i n s i p 5: Akuntabel (Accountable)
6 . P r i n s i p 6: Partisipatif
1. Penapisan
Apabila proses penapisan ini menyimpulkan bahwa tidak ada potensi dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup, maka pembuat kebijakan, rencana dan/atau
program tidak perlu menyelenggarakan KLHS.
a. Perubahan iklim.
2. Pelingkupan
Telaah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi
mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RDTR; serta
pengujian efektivitas RDTR dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Telaah dan analisis teknis mencakup : a) pemilihan dan penerapan metoda,
serta teknik analisis yang sesuai dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras
rinci (level of detail) analisis agar sesuai dengan kebutuhan rekomendasi, dan
c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan
aspirasi yang dijaring. Jenis-jenis kerangka telaah yang lazim dibutuhkan,
antara lain:
4. Pengembangan Alternatif
5. Pengambilan Keputusan
Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat nasional
atau provinsi, maka keterlibatan atau partisipasi masyarakat harus lebih luas
dan intens dibanding KLHS pada tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS
diaplikasikan untuk tingkat kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses
pelibatan masyarakat atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin
dan efektif. Hal ini disebabkan cakupan muatan RDTR yang bersifat
operasional memiliki ragam penerapan yang variatif dan bersinggungan
langsung dengan kegiatan masyarakat.
E. Pelaksanaan KLHS
Secara garis besar, alur penyusunan KLHS disajikan dalam diagram berikut:
Dalam prakteknya, karena penyelenggaraan dan fokus KLHS akan berbeda untuk
setiap jenis kebijakan, rencana dan/atau program, perlu dilakukan telaah konteks, posisi
dan lingkup KLHS. Sesuai dengan tujuan KLHS untuk memastikan dipertimbangkannya
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program, maka penyelenggaraannya membutuhkan proses identifikasi
isu-isu pembangunan berkelanjutan termasuk lingkungan hidup di wilayah perencanaan
secara kontekstual. Selain itu dalam penyelenggaraan KLHS dituntut partisipatif, maka
proses KLHS harus melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, sesuai
dengan dinamika proses penyusunan dan evaluasi tiap-tiap kebijakan, rencana dan/atau
program.
Data yang dikumpulkan untuk keperluan analisis pada kajian ini dapat digolongkan
kepada dua kelompok, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan
dengan melakukan penerapan teknik wawancara terhadap aparatur pemerintah,
terutama pemerintah daerah, pada instansi-instansi yang berwenang terkait Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Gayam. Selain aparatur pemerintahan,
wawancara juga dilakukan kepada masyarakat setempat.
1. Tinjauan literatur (artikel, buku dan laporan riset, peta-peta kawasan yang
diterbitkan mengenai Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kecamatan Gayam).
2. Pencarian data melalui internet mengenai kebijakan dan teori lainnya terkait
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Gayam.
Hasil dari indepth interview bisa menjadi fokus rekomendasi studi dan termasuk
hal yang akan didiskusikan dalam Diskusi kelompok Terfokus (Focus Group Discussion)
agar dapat dihimpun informasi-informasi yang dibutuhkan serta masukan-masukan
strategis dan aspirasi dari para stakeholders yang melibatkan seluruh perwakilan dari
pemerintah dan masyarakat dari tingkat kelurahan/desa atau kecamatan-kecamatan
hingga kota/kabupaten dengan melibatkan semua stakeholders, sehingga akan didapat
informasi yang komprehensif. Rapat bertujuan untuk pembahasan laporan pendahuluan,
antara dan akhir serta FGD dengan OPD/dinas/kantor/badan terkait. Pelaksanaan FGD
bertujuan untuk meminta tanggapan/saran/masukan terkait proses penyusunan dan hasil
analisis dari pekerjaan ini.
c. Target FGD:
Target FGD yaitu tergalinya aspirasi setiap peserta FGD serta adanya
kesepakatan mengenai Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kecamatan Gayam.
Merupakan metode atau tindakan yang dilakukan secara langsung pada saat
berada di lapangan/ lokasi amatan melalui pengamatan dan pendokumentasian langsung
terhadap kondisi di lapangan. Hasil dari perolehan data tersebut disimpan sebagai acuan
untuk membuat laporan kondisi eksisting dan juga perencanaan.
Dalam metode survei terdapat beberapa alat yang harus tersedia untuk
melakukan sebuah rekaman data. Adapun peralatan yang harus disiapkan dalam
pengamatan langsung adalah sebagai berikut.
Data yang dibutuhkan untuk Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kecamatan Gayam terdiri dari data sekunder dan data primer. Pengumpulan data dan
informasi menghasilkan profil wilayah kajian, dilakukan dengan kedalaman minimal
hingga tingkat desa. Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang
dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima) tahun terakhir Mengenai
kebutuhan data sekunder dan data primer dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
1 Dokumen RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten Dokumen dan Peta Dinas PU Bina Marga dan Penataan
Perenacanaan Ruang Kabupaten Bojonegoro
Teknis
BAPPEDA Kabupaten Bojonegoro
RPJPD dan RPJMD Provinsi dan Dokumen Dinas PU Bina Marga dan Penataan
Kabupaten Ruang Kabupaten Bojonegoro
2 Fisik Administrasi dan Geografis Dokumen dan Peta Dinas PU Bina Marga dan Penataan
dengan Ketelitian 1 : 5000 Ruang Kabupaten Bojonegoro
Curah Hujan, Geologi, Jenis Tanah, Dokumen dan Peta BAPPEDA Kabupaten Bojonegoro
Kelerengan dengan Ketelitian 1 : 5000
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Penggunaan Lahan Dokumen dan Peta Bojonegoro
dengan Ketelitian 1 : 5000
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM
3 Sosial Jumlah dan Distribusi Penduduk Dokumen Dinas PU Bina Marga dan Penataan
Kependudukan Ruang Kabupaten Bojonegoro
Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Dokumen
Partisipasi Kasar (APK) Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Bojonegoro
Data-data sosial lainnya Dokumen
Dinas Sosial Kabupaten Bojonegoro
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Dokumen Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Bojonegoro
5 Jaringan dan Jaringan Jalan dan Transportasi, Jaringan Dokumen dan Peta Dinas PU Bina Marga dan Penataan
Prasarana Sarana Energi, Jaringan Telekomunikasi, Jaringan Ruang Kabupaten Bojonegoro
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM
Utilitas Umum Persampahan, Jaringan Limbah, Jaringan dengan Ketelitian 1 : 5000 Bappeda Kabupaten Bojonegoro
Drainase, Jaringan Irigasi dan sebagainya
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Sarana Prasarana Pendidikan, Kesehatan, Dokumen Bojonegoro
Peribadatan, Perdagangan, dan
sebagainya
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM
Metode analisis meliputi tiga sisi pendekatan, yaitu sisi makro, sisi meso dan sisi
mikro. Pendekatan makro meninjau wilayah kajian sebagai simpul dalam suatu wilayah
yang luas, dalam hubungan regional dan kawasan lain di sekelilingnya, pendekatan meso
memandang wilayah kajian sebagai suatu wilayah yang mempunyai kemampuan tumbuh
dan berkembang sesuai dengan potensi yang dikandungnya di tingkat kawasan,
sedangkan pendekatan mikro memandang wilayah kajian sebagai suatu bagian yang
lebih detil serta menggambarkan secara teknis bagian-bagian tersebut.
Adapun teknik yang digunakan disesuaikan dengan aspek yang dibahas serta
kepentingannya, yang antara lain bersifat:
B. Ekstrapolatif: menganalisis keadaan pada saat ini dan masa mendatang dengan
menggunakan proyeksi, berdasarkan perkembangan dan kecenderungan dari
komponen analisis yang sifatnya lebih terukur.
C. Asumtif: untuk memberikan anggapan atas kondisi yang berlaku maupun yang
diperkirakan berlangsung di kemudian hari.
3. Kecenderungan perkembangan
5. Intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
(termasuk prasarana/infrastruktur dan utilitas)
3. Analisis kedudukan dan peran BWP dalam wilayah yang lebih luas
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM
b. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi BWP pada wilayah yang lebih
luas
e. Analisis klimatologi
6. Analisis kependudukan
sarana
dan prasarana pada BWP. Melalui analisis ini diharapkan teridentifikasi
kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk memaksimalkan
fungsi BWP.
b. Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk per unit
kegiatan dari sebuah BWP atau perhitungan rasio penduduk terhadap
kapasitas atau skala pelayanan prasarana dan sarana wilayah perencanaan
atau intensitas pemanfaatan ruang terhadap daya dukung prasarana/utilitas
serta analisis daya dukung wilayah.
c. Dalam analisis sumber daya buatan perlu dianalisis cost benefit ratio
terhadap program pembangunan sarana dan prasarana tersebut. Analisis
sumber daya buatan sangat terkait erat dengan perkembangan dan
pemanfaatan teknologi.
Perumusan konsep RDTR dilakukan dengan mengacu pada RTRW dan pedoman
dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan memperhatikan RPJP Kota dan
RPJM Kota. Konsep RDTR dirumuskan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan
sebelumnya dengan menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah
yang berisi rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah
Kota; dan konsep pengembangan wilayah Kota.
Setelah dilakukan beberapa kali iterasi, dipilih alternatif terbaik sebagai dasar
perumusan RDTR. Hasil kegiatan perumusan konsepsi RDTR terdiri atas:
4) zona RTH kota (RTH) yang meliputi hutan kota (RTH-1), taman kota (RTH-
2), taman kecamatan (RTH-3), taman kelurahan (RTH-4), taman RW (RTH-
5), taman RT (RTH-6), dan pemakaman (RTH-7);
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM
5) zona konservasi (KS) yang meliputi cagar alam (KS-1), suaka margasatwa
(KS-2), taman nasional (KS-3), taman hutan raya (KS-4), dan taman wisata
alam (KS-5).
1) zona perumahan (R) yang meliputi rumah kepadatan tinggi sangat tinggi
(R-1), tinggi (R-2), sedang (R-3), rendah (R-4), dan sangat rendah (R-5);
2) zona perdagangan dan jasa (K) yang meliputi perdagangan dan jasa skala
kota (K-1), perdagangan dan jasa skala BWP (K-2), dan perdagangan dan
jasa skala Sub BWP (K-3);
5) zona industri yang meliputi kawasan industri (KI) dan sentra industri kecil
menengah (SIKM);
2. analisis jenis dan karakteristik kegiatan yang saat ini berkembang dan
mungkin akan berkembang di masa mendatang;
Hasil dari tahap analisis di dokumentasikan di dalam buku data dan analisis dan
menjadi bahan untuk menyusun peraturan zonasi. Perumusan muatan peraturan zonasi
meliputi:
e. ketentuan khusus;
f. standar teknis;
Adapun hasil kegiatan perumusan rancangan peraturan zonasi berupa zoning text
dan zoning map.
5. Analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang meliputi
karakteristik umum fisik wilayah (letak geografis, morfologis dsb.), potensi
rawan bencana, potensi sumber daya alam, kesesuaian penggunaan lahan dan
kesesuaian intensitas pemanfaatan ruang dengan daya dukung fisik dan daya
dukung prasarana/ infrastruktur dan utilitas pada kawasan perencanaan;
8. Melakukan Focuss Group Discussion (FGD) dan pembahasan baik yang dilakukan
dengan tim teknis maupun dengan pihak pemberi tugas pekerjaan dan instansi
terkait;
9. Pembuatan Laporan agar dokumen KLHS yang dihasilkan bermutu, maka dalam
proses penyusunannya harus memperhatikan prinsip – prinsip keberlanjutan;
Konsep peta telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini terbukti dengan
telah banyaknya gambar yang menyerupai peta perjalanan. Salah satunya seperti yang
digambarkan oleh orang-orang Cro-Magnon pada dinding gua di Lascaux Prancis. Pada
dinding gua terdapat gambar hewan dilengkapi dengan garis yang dipercaya sebuah rute
migrasi hewan-hewan tersebut. Dari zaman ke zaman petapun berkembang. Tidak hanya
manfaat peta yang akhirnya disadari semakin luas. Teknologi pembuatan peta itu sendiri
juga ikut berkembang.
Sistem Informasi Geografis (SIG) muncul pada tahun 1967. Pertama kali SIG
dipergunakan oleh Departemen Energi, Pertambangan dan sumber daya Ottawa,
Ontario, Kanada. SIG yang pertama dikembangkan oleh Roger Tomlinson yang diberi
nama CGIS (Canadian GIS). SIG ini digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan
mengolah data yang dikumpulkan untuk CLI (Canadian Land Inventory = Inventarisasi
Tanah Canada). Tujuannya untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM
Canada). Sedangkan Roger Tomlinson sendiri akhirnya mendapat julukan sebagai Bapak
SIG.
Dari definisi ini, GIS jelas mempunyai karakteristik sebagai perangkat pengelola
basis data (Database Management System (DBMS)), sebagai perangkat analisa keruangan
(spatial analysis) dan juga sekaligus proses komunikasi untuk pengambilan keputusan.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM
Keunikan GIS jika dibanding dengan sistem pengelola basis data yang lain adalah
kemampuan untuk menyajikan informasi spatial maupun non-spatial secara bersama.
Sebagai contoh data GIS penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk luasan yang
masing-masing mempunyai atribut penjelasan baik itu tabuler, text, angka, maupun
image file. Informasi yang berlainan tema disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang
berlainan.
Tiga tugas utama yang diharapkan dari sistem informasi geografis adalah:
Lebih sederhana lagi GIS mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai database
system dan sebagai alat analisis dan modeling yang berkaitan dengan informasi
geografis.
Lebih spesifik lagi kegunaan GIS berkaitan dengan pengelolaan kota (urban
management) adalah; sebagai DSS (Division Support System), yaitu sebagai alat
pengambilan keputusan bagi aparat pengelola dan pembangunan kota seperti
Bupati/Walikota, Bappeda dan Dinas-dinas Sektoral.
9. kurangnya latihan bagi pemakai dan kurang laporan mengenai keberhasilan GIS
kepada atasan
Aspek perencanaan kota meliputi banyak aspek. Ketika merencanakan kota, kita
harus memikirkan sejumlah bidang terkait dengan keberlanjutan kota seperti
transportasi, perumahan, budaya, pariwisata, bencana alam, pertanian dan sebagainya.
Pada dasarnya, perencanaan yang baik haruslah didasarkan pada penelitian.
Penggunaan DRONE dalam perencanaan kota dianggap penting karena
membantu meningkatkan kualitas penelitian yang akan dijadikan bahan dasar untuk
perencanaan kota dan wilayah.
Dengan menggunakan UAV / drone yang dilengkapi GPS untuk survei dari udara
sangat efektif untuk membantu kegiatan survei agar lebih cepat dan menghasilkan
cakupan lahan yang luas. Dengan drone yang dilengkapi GPS dan kamera digital serta
peralatan komputer yang baik, survei pemetaan fotogrametri dapat menghasilkan data
dengan akurasi 1-2 cm.
Pemetaan dengan UAV merupakan suatu strategi atau cara untuk pemetaan
dengan skala besar dengan waktu yang lebih cepat dan efisien. Keunggulan lain dari
pemetaan dengan UAV adalah tingkat kesulitan yang rendah sehingga pemetaan dengan
metode ini sangat umum digunakan. Gambar di bawah menamplkan perbandingan
metode pemetaan dengan UAV dan metode – metode lain.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM
Aplikasi yang akan digunakan dalam pemetaan menggunakan drone ini dibagi
menjadi 2. Yaitu Pemetaan itu sendiri dan pengolahan hasil pemetaan.
1. Pemetaan
a. DJI GO
b. Pix4Dcapture
c. DroneDeploy
2. Pengolahan Hasil
a. Pix4D Mapper
Namun ketika terdapat tumpang tindih/overlap di antara kedua foto, maka area
yang tertangkap saat pengambilan menjadi lebih besar. Dan memiliki banyak
titik keypoint yang dapat disatukan. Semakin banyak titik keypoint maka
semakin akurat penghitungan titik 3D tersebut.
Oleh karena itu, aturan utama adalah tetap menjaga overlap antar foto.
Rencana selama pengambilan foto adalah untuk mendapatkan efek foto
dengan hasil maksimal, langkah pentingnya adalah didesain secara hati-hati.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM
c. ArcGIS
2. Bencana alam geologi. Adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi
seperti gempa bumi, tsunami, dan longsor.
2. Posisi geologis Indonesia pada pertemuan tiga lempeng utama dunia (Indo-
Australia, Eurasia, Pasifik);
1. Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam
menghadapi kejadian bencana, kesiapsiagaan dapat dilakukan melalui:
2. Peringatan dini dilakukan untu pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam
rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan
tanggap darurat. Peringatan dini dapat dilakukan melalui:
Disaster
Preparedeness Response
SIKLUS
MANAJEMEN
BENCANA
Mitigation Rehabilitation
Reconstruction
Selanjutnya, pada tahap tanggap darurat adalah respon sesaat setelah terjadi
bencana. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan.
1. Persiapan
5. Paparan Pendahuluan
10.Focus Group Discussion (FGD) RDTR dan Peraturan Zonasi dan KLHS
Gambar V.27 Kerangka Alur Program Kerja Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Gayam