Anda di halaman 1dari 71

BAB V

PENDEKATAN, METODE
KERJA, APRESIASI INOVASI
DAN PROGAM KERJA

5.1. PENDEKATAN

5.1.1. PENGEMBANGAN WILAYAH

Pengembangan wilayah merupakan upaya pembangunan dalam suatu wilayah


administratif atau kawasan tertentu agar tercapai kesejahteraaan (people property)
melalui pemanfaatan peluang-peluang dan pemanfaatan sumber daya secara optimal,
efisien, sinergi, dan berkelanjutan (Sembiring, 2012).

Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang,


Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002), prinsip-prinsip dasar dalam
pengembangan wilayah adalah :

1. Sebagai growth center dimana pengembangan wilayah tidak hanya bersifat


internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spread
effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan
secara nasional
2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar
daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan
wilayah

3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari


daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan

Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat


bagi perencanaan pengembangan kawasan. Dalam pemetaan pengembangan wilayah,
suatu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain
berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan infrastruktur yang saling berkaitan
dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan
sifat sinergisme di antaranya (Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi,
2003).

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-1


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Pendekatan Pengembangan Wilayah antara lain :

1. Pendekatan Sektoral

Seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokan atas


sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu persatu. Setiap sektor
akan dilihat potensi dan peluangnnya dan menetapkan hal yang dapata
ditingkatkan serta menetukan lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut.
Sektor-sektor dalam pembangunan antara lain: pertanian, pertambangan,
konstruksi, perindustrian, perdagangan, perhubungan, keuangan, perbankan
dan sebagainya.

2. Pendekatan Regional masing-masing konsentarsi

Pendekatan yang mengabaikan faktor ruang (spasial) untuk kegiatan produksi


atau jasa serta memprediksi konsentrasi kegiatan dan memeperkirakan
kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi. Pembangunan wilayah
dilancarkan melaui pusat-pusat pertumbuhan umumnya kota-kota besar.

Kebijakan Pengembangan Wilayah adalah suatu kebijakan dalam suatu daerah


baik provinsi atau kabupaten yang merupakan suatu aturan hukum yang diharapkan
mampu menjadi acuan dalam pengambilan tindakan. Peran/fungsi Kebijakan
Pengembangan Wilayah antara lain :

1. Perlu ada pengendalian pengelolaan wilayah akibat perubahan dan dinamika


spasial, sosial, dan ekonomi (urbanisasi dan globalisasi)

2. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di suatu wilayah &


meminimalisasi dampak negatif yang dapat terjadi
3. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah dan memperkuat
masyarakat (peningkatan daya saing wilayah).

5.1.2. PENDEKATAN PARTICIPATORY

Pendekatan ini menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam
merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah) mulai dari pengenalan wilayah,
pengidentifkasian masalah sampai pada penentuan skala prioritas. Secara garis besar
pendekatan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam
proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah mereka,
memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk
mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah
apa yang ingin mereka atasi.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-2


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Guna memperoleh keluaran yang diinginkan dari suatu pendekatan dan proses
partisipatif, maka dirumuskan mekanisme pembangunan secara partisipatif. Mekanisme
umum yang sering digunakan dalam pendekatan ini yaitu:

1. Persiapan sosial

2. Survey (permasalahan umum, potensi, dan kendala)

3. Kesepakatan prioritas permasalahan yang akan ditangani

4. Kesepakatan penggalangan dan alokasi sumber daya

5. Kesepakatan rencana

6. Proses implementasi

7. Pemanfaatan hasil pembangunan

8. Evaluasi

Gambar V.1 Mekanisme Umum Pendekatan Partisipatif

Tiga alasan utama mengapa perencanaan partisipatif dibutuhkan, yaitu (Conyers,


1991, 154-155):
PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-3
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

1. Alasan pertama partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna


memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-
proyek akan gagal.

2. Alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau
program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program
tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut.

3. Alasan ketiga adalah karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak
demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.

Gambar V.2 Ilustrasi Partisipasi Masyarakat

5.1.3. PENDEKATAN MIXED SCANNING

Pendekatan mixed scanning merupakan suatu kerangka pendekatan yang berupa


kombinasi dari komprehensif rasionalistik yang menekankan pada pelaksanaan yang
analitik, penelitian dan pengumpulan data yang menyeluruh dan inkrimental yang
menitikberatkan pada tugas interaksional untuk mencapai konsensus pada perubahan
yang terbatas.

Asumsi yang digunakan didalam pendekatan ini adalah:


PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-4
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

1. Memperbolehkan terjadinya konsensus dalam setiap isu yang dihadapi

2. Untuk mengarahkan kebijaksanaan umum sebaiknya ditangani secara terpusat

3. Untuk rancangan program yang efisien lebih efektif untuk dilaksanakan oleh
mekanisme prencanaan yang desentralistik

Pendekatan mixed scanning adalah penggabungan antara model rasional dan


incremental. Pendekatan ini disusun berdasarkan cara kerja metafora observasi situasi
dan kondisi yang menggunakan dua pandangan. Pertama, melakukan observasi kondisi
seluruh kawasan dengan pengamatan secara terus menerus sehingga diperoleh hasil
mengenai potensi yang detil serta menyeluruh dari kondisi suatu daerah observasi.
Kedua, memperhatikan kondisi masyarakat daerah obseverasi dan membandingkan
dengan kondisi hasil observasi sebelumnya. Setelah itu, dilakukan analisis gabungan
antara hasil observasi tersebut dengan pandangan pertama, apabila terdapat
ketidaklaziman pada potensi yang dimiliki daerah observasi tersebut.

Gambar V.3 Ilustrasi Pendekatan Mixed Scanning Planning

5.1.4. PENDEKATAN TOP-DOWN DAN BOTTOM-UP

Ginanjar Kartasasmita dalam buku Administrasi Pembangunan (2008)


mengemukakan jenis perencanaan dilihat dari prosesnya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
top-down dan perencanaan bottom-up. Penataan Kawasan merupakan salah satu upaya
PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-5
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

rekayasa sosial yang diselenggarakan di suatu wilayah dan dilakukan bersamaan dengan
upaya menciptakan suatu sistem yang komprehensif terkait aktivitas yang berlangsung di
kawasan, dengan memperhatikan kualitas lingkungan hidup. Hal ini berarti yang
diharapkan dari Penataan Kawasan adalah hadirnya suatu tatanan baru yang dapat
memberikan harapan kualitas kehidupan yang lebih meningkat.

Gambar V.4 Pendekatan Perencanaan Pembangunan

A. Perencanaan Pembangunan Bottom Up

Proses perencanaan atau planning adalah bagian dari daur kegiatan manajemen
yang terutama berhubungan dengan pengambilan keputusan (decision making) untuk
masa depan, baik jangka panjang maupun jangka pendek, sehubungan dengan pokok
pertanyaan: apa, siapa, bagaimana, kapan, di mana, dan berapa, baik sehubungan
dengan lembaga yang dimanajemeni maupun usaha-usahanya. Proses perencanaan
dapat dilaksanakan menyeluruh, misalnya dalam perencanaan korporat, perencanaan
strategis, atau perencanaan jangka panjang. Bisa juga dilakukan per divisi atau unit bisnis
stategis menjadi rencana divisi atau anak perusahaan tertentu di dalam suatu korporasi
yang lebih besar. Bisa juga dilakukan per fungsi baik di dalam korporasi, di dalam divisi
maupun unit bisnis individual, misalnya rencana fungsi pemasaran, rencana fungsi
keuangan, rencana fungsi produksi dan distribusi, dan rencana fungsi personalia.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-6


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Bagaimana pun lingkup perencanaan yang dilakukan, pokok pertanyaan yang dipikirkan
sama saja: apa, siapa, bagaimana, kapan, di mana, dan berapa. Perbedaannya
menyangkut metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Salah satu proses atau rencana perencanaan yang sering dilakukan dalam
melakukan rencana pembangunan adalah dengan menggunakan sistem pembangunan
yang bersifat Buttom Up. Buttom Up Planning adalah perencanaan yang dibuat
berdasarkan kebutuhan, keinginan dan permasalahan yang dihadapi oleh bawahan
bersama-sama dengan atasan menetapkan kebijakan atau pengambilan keputusan dan
atasan juga berfungsi sebagai fasilitator. Sedangkan dalam pengertian dibidang
pemerintahan, buttom up planning atau perencanaan bawah adalah perencanaan yang
disusun berdasarkan kebutuhan mereka sendiri dan pemerintah hanya sebagai fasilitator.

Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan semua pihak sejak awal, sehingga
setiap keputusan yang diambil dalam perencanaan adalah keputusan mereka bersama,
dan mendorong keterlibatan dan komitmen sepenuhnya untuk melaksanakannya.
Kelemahannya memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk perencanaan. Diperlukan
pengembangan budaya perusahaan yang sesuai.

Maka dapat disimpulkan, pendekatan perencanaan pembangunan Buttom-Up


Planning adalah perencanaan yang dibuat berdasarkan kebutuhan, keinginan dan
permasalahan yang dihadapi oleh bawahan bersama-sama dengan atasan menetapkan
kebijakan atau pengambilan keputusan dan atasan juga berfungsi sebagai fasilitator.
Sedangkan dalam pengertian dibidang pemerintahan, bottom-up planning atau
perencanaan bawah adalah perencanaan yang disusun berdasarkan kebutuhan mereka
sendiri dan pemerintah hanya sebagai fasilitator.
B. Perencanaan Pembangunan Top Down

Perencanaan dari atas ke bawah (Top down)  adalah pendekatan perencanaan


yang menerapkan cara penjabaran rencana induk ke dalam rencana rinci. Rencana rinci
yang berada di "bawah" adalah penjabaran rencana induk yang berada di "atas".
Pendekatan perencanaan sektoral sering ditunjuk sebagai pendekatan perencanaan dari
atas ke bawah, dikarenakan target yang ditentukan secara nasional dijabarkan ke dalam
rencana kegiatan di berbagai daerah di seluruh Indonesia yang mengacu kepada
pencapaian target nasional tersebut. Pada tahap awal pembangunan, pendekatan
perencanaan ini lebih dominan, terutama karena masih terbatasnya sumber daya
pembangunan yang tersedia.

Pendekatan top-down planning, adalah pendekatan pembangunan di mana


penentuan keputusan tidak menampung semua aspirasi elemen di kelompok, tetapi
hanya mementingkan keputusan bagian tertentu dalam kelompok. Top-down planning

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-7


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

merupakan model perencanaan yang dilakukan dari atasan yang ditujukan kepada
bawahannya dimana yang mengambil keputusan adalah atasan sedangkan bawahan
hanya sebagai pelaksana saja. Dalam pengertian lain terkait dengan pemerintahan,
perencanaan top-down planning atau perencanaan atas adalah perencanaan yang dibuat
oleh pemerintah ditujukan kepada masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaksana
saja.

C. Perbedaan Mendasar Dari Perencanaan Bottom Up dan Top Down

Dalam suatu proses perencanaan pembangunan dibutuhkan suatu pendekatan


perencanaan yang digunakan sebagai pengambil keputusan serta menunjukkan
bagaimana proses perencanaan tersebut dilakukan hingga muncul suatu pengambilan
keputusan pada produk rencana. Pendekatan perencanaan yang dimaksud adalah
pendekatan secara top-down atau bottom-up.

Secara konseptual, terdapat perbedaan yang cukup mendasar dari kedua tipe
perencanaan pembangunan ini, seperti berikut:

Tabel 5.1. Tabel Perbedaan Bottom Up dan Top Down

Top Down Bottom Up

Top down planning adalah model Bottom Up Planning adalah perencanaan


perencanaan yang dilakukan dari atasan yang dibuat berdasarkan kebutuhan,
yang ditujukan kepada bawahannya keinginan dan permasalahan yang
dimana yang mengambil keputusan dihadapi oleh bawahan bersama-sama
adalah atasan sedangkan bawahan dengan atasan menetapkan kebijakan
hanya sebagai pelaksana saja. Dalam atau pengambilan keputusan dan atasan
pengertian lain terkait dengan juga berfungsi sebagai fasilitator.
pemerintahan, perencanaan top down Sedangkan dalam pengertian dibidang
planning atau perencanaan atas adalah pemerintahan, button up planning atau
perencanaan yang dibuatoleh perencanaan bawah adalah perencanaan
pemerintah ditujukan kepada yang disusun berdasarkan kebutuhan
masyarakat dimana masyarakat sebagai mereka sendiri dan pemerintah hanya
pelaksana saja. sebagai fasilitator.

Dari atas ke bawah (top-down). Dari bawah ke atas (bottom-up).


Pendekatan ini mendesak bagian bawah Pendekatan ini merupakan upaya
bekerja sesuai kemauan atasan di dalam melibatkan semua pihak sejak awal,
perencanaan tanpa memedulikan situasi sehingga setiap keputusan yang diambil
nyata bagian bawah. Waktu dalam perencanaan adalah keputusan
perencanaan bisa sangat pendek, tetapi mereka bersama, dan mendorong
PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-8
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Top Down Bottom Up

ada banyak hal yang terlewatkan karena keterlibatan dan komitmen sepenuhnya
sempitnya forum informasi dan untuk melaksanakannya. Kelemahannya
komunikasi. Biasanya menimbulkan memerlukan banyak waktu dan tenaga
kepatuhan yang terpaksa namun untuk untuk perencanaan. Diperlukan
sementara waktu efektif. pengembangan budaya perusahaan yang
sesuai.
Sumber: Pumariksa, 2014

5.1.5. KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang memenuhi


kebutuhan masa kini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan dari generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan harus
memperhatikan pemanfaatan lingkungan hidup dan kelestarian lingkuangan agar kualitas
lingkungan tetap terjaga. Kelestarian lingkungan yang tidak dijaga, akan menyebabkan
daya dukung lingkungan berkurang, atau bahkan hilang.

Pembangunan berkelanjutan mengandung arti sudah tercapainya keadilan sosial


dari generasi ke generasi. Dilihat dari pengertian lainnya, pembangunan berkelanjutan
sebagai pembangunan nasional yang melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem.
Pembangunan yang berkelanjutan harus mencerminkan tindakan yang mampu
melestarikan lingkungan alamnya. Pembangunan berkelanjutan memiliki ciri-ciri:
1. Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan
fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung.

2. Memanfaatkan sumber daya alam dengan memanfaatkan teknologi yang tidak


merusak lingkungan.

3. Memberikan kesempatan pada sektor dan kegiatan lain untuk berkembang


bersama di setiap daerah, baik dalam jangka waktu yang sama ataupun jangka
waktu yang berbeda secara berkesinambungan.

4. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fungsi


dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan, baik masa kini
maupun masa yang akan datang.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-9


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Menurut Salim (1990), pembangunan berkelanjutan memiliki tujuan untuk


meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi
manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk mencari
pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa yang akan
datang.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan


pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan menyatakan bahwa pembangunan
berkelanjutan di Indonesia merupakan pembangunan yang menjaga:

1. Keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat

2. Peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat

3. Kualitas lingkungan hidup

4. Pembangunan yang menjamin keadilan terlaksananya tata kelola

Gambar V.5 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (1990), pembangunan (yang pada


dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga
kriteria, yaitu:

1. Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of


natural resources

2. Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-10


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

3. Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable


resource.

Selaras deng konsep di atas, Sutamihardja (2004) menyatakan sasaran


pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:

1. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergeneration


equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan
pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali
ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumber daya alam yang
replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam
yang unreplaceable.

2. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan


lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam
rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan
datang.

3. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam semata untuk kepentingan


mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan
sumber daya alam yang berkelanjutan antar generasi.

4. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik


masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).

5. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumber daya


alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang
ataupun lestari antar generasi.
6. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai
dengan habitatnya.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-11


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.6 Ilustrasi Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan

5.1.6. RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)

5.1.6.1. KEDUDUKAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) DALAM


PENYELENGGAAAN PENATAAN RUANG

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Pasal 59 tentang Penyelenggaraan


Penataan Ruang mengatakan bahwa setiap RTRW Kabupaten/Kota harus menetapkan
bagian dari wilayahnya untuk disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan disusun
RDTR-nya tersebut merupakan kawasan perkotaan atau kawasan strategis
Kabupaten/Kota. Kawasan strategis Kabupaten/Kota dapat disusun RDTR apabila
merupakan:

1. Kawasan yang memiliki ciri perkotaan atau direncanakan menjadi kawasan


perkotaan

2. Memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang telah ditetapkan

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-12


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.7 Hubungan antara RTRW Kabupaten/ Kota, RDTR, dan RTBL serta
Wilayah Perencanaannya

Tujuan penataan Bagian Wilayah Perencanaan (BWP) merupakan nilai dan/atau


kualitas terukur yang akan dicapai sesuai dengan arahan pencapaian sebagaimana
ditetapkan dalam RTRW dan merupakan alasan disusunnya RDTR. Tujuan penataan BWP
berisi tema yang akan direncanakan di BWP. Tujuan penataan BWP berfungsi sebagai:

1. Acuan dalam penyusunan rencana pola ruang, penyusunan jaringan prasarana,


penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya, penyusunan
ketentuan pemanfaatan ruang, penyusunan peraturan zonasi, dan

2. Menjaga konsistensi dan keserasian pengembangan kawasan perkotaan


dengan RTRW

Setiap BWP terdiri atas sun BWP yang ditetapkan dengan mempertimbangkan:

1. Morfologi BWP

2. Keserasian dan keterpaduan fungsi BWP

3. Jangkauan dan batasan pelayanan untuk keseluruhan BWP dengan


memperhatikan rencana struktur ruang dalam RTRW

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-13


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.8 Kedudukan RDTR dalam Sistem Penataan Ruang

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-14


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.9 Kedudukan RTR KSP dalam Sistem Penataan Ruang dan Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional

RDTR disusun berdasarkan kebutuhan. RTRW perlu dilengkapi dengan acuan lebih
detail pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten. RDTR merupakan rencana yang
menetapkan blok pada kawasan fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud
ruang yang memperhatikan keterkaitan antar kegiatan dalam kawasan fungsional agar
dapat tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang
dalam kawasan fungsional tersebut.

RDTR berfungsi sebagai:

1. Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW

2. Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan
pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-15


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

3. Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang

4. Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang

5. Acuan dalam penyusunan RTBL

RDTR bermanfaat dalam hal:

1. Penentuan lokasi berbagai kegiatan yang memiliki kesamaan fungsi dan


lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu

2. Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan


pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat

3. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai


dengan fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan

4. Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program


pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada
tingkat BWP atau sub BWP

Manfaat dari RDTR adalah sebagai arahan bagi masyarakat dalam pengisian
pembangunan fisik kawasan serta sebagai pedoman bagi instansi dalam menyusun
zonasi, dan pemberian perizinan kesesuaian pemanfaatan bangunan dengan peruntukan
lahan.

RDTR disusun apabila:

1. RTRW kabupaten/kota dinilai belum efektif sebagai acuan dalam pelaksanaan


pemanfaatan ruang dan pengendallian pemanfaatan ruang karena tingkat
ketelitian petanya belum mencapai 1:5.000

2. RTRW kabupaten/kota sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang


perlu disusun RDTR-nya

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, disebutkan bahwa ruang adalah wadah
yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang adalah suatu sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang
dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-16


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah
rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten/kota, yang merupakan
penjabaran dari RTRW provinsi dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang
wilayah kabupaten/kota, rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota, rencana pola
ruang wilayah kabupaten/kota, penetapan kawasan strategis kabupaten/kota, arahan
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten/kota. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah rencana secara
terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan
zonasi kabupaten/kota.

A. Struktur Ruang

Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan


prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

B. Pola Ruang

Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota,
menyebutkan bahwa kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya adalah wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Konsep rencana pola ruang dirumuskan dengan kriteria:

1. Mengacu pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW

2. Memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang berbatasan

3. Memperhatikan mitigasi dan adaptasi bencana pada BWP, termasuk dampak


perubahan iklim

4. Menyediakan RTH untuk menampung kegiatan social, budaya, dan ekonomi


masyarakat

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-17


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.10 Contoh Kawasan Lindung

Gambar V.11 Contoh Kawasan Budidaya

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-18


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

5.1.6.2. PENYUSUNAN RDTR

Tata cara penyusunan RDTR dan PZ kabupaten/kota meliputi:

1. Prosedur Penyusunan, yang terdiri dari:


a. Persiapan;

b. Pengumpulan data dan informasi;

c. Pengolahan dan analisis data;

d. Perumusan konsep RDTR dan muatan PZ kabupaten/kota; dan

e. Penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang RDTR dan


PZ kabupaten/kota.

Prosedur penyusunan juga mencakup proses:

a. Validasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis oleh Kementerian/Lembaga yang


membidangi urusan lingkungan hidup; dan

b. Verifikasi peta dasar oleh Kementerian/Lembaga yang membidangi urusan


informasi geospasial.

2. Prosedur Penetapan

Prosedur penetapan dilaksanakan sesuai dengan ketantuan peraturan perundang-


undangan.
Proses Penyusunan RDTR
Persiapan/ Perumusan Konsep RDTR
Penyusunan
Pengolahan
Uraian RDTR Pengumpulan Naskah Naskah
dan Analisis Konsep Naskah
Kegiatan (termasuk Data Akademis Raperda
Data Pengembangan Teknis
review RDTR
sebelumnya)
Gambar V.12 Proses Penyusunan RDTR

5.1.7. PEMETAAN RDTR

Penyusunan peta rencana tata ruang wajib mengacu pada Informasi Geospasial
Dasar (UU no 4 Tahun 2011 – tentang Informasi Geospasial pasal 19) dan dikonsultasikan
kepada Badan Informasi Geospasial/BIG (PP No. 8 Tahun 2013). BIG melakukan
pembinaan mengenai pemaknaan, pengarahan, perencanaan, dan evaluasi terhadap
penyelenggaraan IGT (UU no 4 Tahun 2011 – tentang Informasi Geospasial pasal 57). BIG
melakukan pembinaan teknis perpetaan dalam penyusunan rencana tata ruang (PP No. 8
Tahun 2013). Keharusan untuk mengacu pada IGD (Informasi Geospasial Dasar) dan

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-19


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

berkonsultasi kepada BIG adalah untuk menghasilkan peta rencana tata ruang yang
berkualitas, serta berreferensi tunggal menuju kebijakan satu peta (one map policy).

Gambar V.13 Tata Cara Konsultasi Penyusunan Peta Rencana Tata Ruang

Mekanisme asistensi dan supervisi peta tata ruang dalam penyusunan rencana
tata ruang antara lain mengacu pada:

 Sesuai UU No 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, diamanatkan bahwa


Peta Tematik, termasuk Peta Rencana Tata Ruang, harus mengacu pada
Informasi Geospasial Dasar (IGD).

 Dalam penyusunannya, Peta Rencana Tata Ruang wajib dikonsultasikan kepada


BIG, sesuai PP 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang.
Konsultasi ini meliputi Peta Rencana yang di dalamnya terdapat Peta Struktur
Ruang dan Pola Ruang.

 Mekanisme konsultasi adalah berupa asistensi dan supervisi, diatur secara lebih
detail dalam Perka BIG 6 Tahun 2014 tentang Tata Cara Konsultasi Penyusunan
Peta Rencana Tata Ruang.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-20


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.14 Mekanisme Pemeriksaan Peta Rencana Tata Ruang

Peta Tata Ruang harus dibuat menggunakan Peta Dasar dengan Skala yang sesuai
dengan Level Perencanaannya. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten/Kota
menggunakan skala peta 1:5.000. Peta dasar disyaratkan sudah terkoreksi dengan
maksimal toleransi eror adalah 2,5 meter.

5.1.8. PERATURAN ZONASI

Menurut Hasni (2010), peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur


pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona
peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi (Zoning Regulation)
adalah ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut
mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan. Suatu zona
mempunyai aturan yang seragam (guna lahan, intensitas, massa bangunan), namun satu
zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran dan aturan.

A. Tujuan Peraturan Zonasi

1. Menjamin bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan dapat mencapai


standar kualitas lokal minimum (health, safety, and welfare)

2. Melindungi atau menjamin agar pembangunan baru tidak mengganggu


penghuni atau pemanfaat ruang yang telah ada
PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-21
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

3. Memelihara nilai property

4. Memelihara/memantapkan lingkungan dan melestarikan kualitasnya

5. Menyediakan aturan yang seragam di setiap zona

B. Manfaat Peraturan Zonasi

1. Meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai

2. Meningkatkan pelayanan terhadap fasilitas yang bersifat public

3. Menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat

4. Mendorong pengembangan ekonomi

C. Kelebihan dan Kelemahan Peraturan Zonasi

1. kelebihan dari peraturan zonasi adalah adanya certainty (kepastian),


predictability, legitimacy, accountability

2. Kelemahan peraturan zonasi adalah karena tidak ada yang dapat meramalkan
keadaan di masa depan secara rinci, sehingga banyak permintaan rezoning
(karena itu, amandemen peraturan zonasi menjadi penting).

Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2018, menyebutkan bahwa


ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah ketentuan yang berisi kegiatan dan
penggunaan lahan yang diperbolehkan, kegiatan dan penggunaan lahan yang
bersyarat secara terbatas, kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat tertentu,
dan kegiatan dan penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada suatu zona.
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan ketentuan
maupun standar yang terkait dengan pemanfaatan ruang, ketentuan dalam peraturan
bangunan setempat, dan ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen
yang dikembangkan. Ketentuan teknis zonasi terdiri atas:

A. Klasifikasi I (pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan)

Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I memiliki sifat
sesuai dengan peruntukan ruang yang direncanakan. Pemerintah kabupaten/kota tidak
dapat melakukan peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain terhadap kegiatan dan
penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I.

B. Klasifikasi T (pemanfaatan bersyarat secara terbatas)

Pemanfaatan bersyarat secara terbatas bermakna bahwa kegiatan dan


penggunaan lahan dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut:

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-22


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

1. Pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk pembatasan waktu


beroperasinya suatu kegiatan di dalam subzona maupun pembatasan jangka
waktu pemanfaatan lahan untuk kegiatan tertentu yang diusulkan.

2. Pembatasan intensitas ruang, baik Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien


Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), jarak bebas, maupun
ketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan dengan menurunkan nilai
maksimal dan meninggikan nilai minimal dari intensitas ruang dalam peraturan
zonasi.

Intensitas pemanfaatan ruang yaitubesaran pembangunan yang diperbolehkan


berdasarkan batasan KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk yang diatur
sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan yang serasi.

a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

KDB merupakan angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai


dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/bidang tanah
yang dikuasai. Tujuan diberlakukannya KDB antara lain untuk menciptakan
Ruang Terbuka Hijau (RTH), menjaga kelestarian daerah resapan air, dan
membatasi ketinggian bangunan maksimal yang boleh didirikan.

b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Koefisien Lantai Bangunan merupakan perbandingan antara jumlah seluruh


luas lantai bangunan dengan pada luas lahan/bidang tanah yang dapat
dibangun.

Ketentuan umum mengenai KDB dan KLB adalah sebagai berikut:


1) Perhitungan luas lantai adalah jumlah perhitungan luas lantai yang
diperhitungkan sampai batas dinding terluar.

2) Luas lantai ruangan beratap yang mempunyai dinding lebih dari 1,20 m
dihitung 100%.

3) Luas lantai beratap yang bersifat terbuka atau mempunyai dinding tidak
lebih dari 1,20 m, dihitung 50% selama tidak melebihi 10% dan luas denah
yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan.

4) Overstek atap yang melebihi 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya


dianggap sebagai lantai denah.

5) Teras tidak beratap yang mempunyai dinding tidak lebih dari 1,20 m di
atas lantai teras, tidak diperhitungkan.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-23


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

6) Untuk perhitungan luas lantai di bawah tanah diperhitungkan seperti luas


lantai di atas tanah dengan batasan Koefisien Tapak Besmen yang telah
ditetapkan.

7) Luas ruang bawah tanah (besmen) melewati batas-batas area


perencanaan atau berada di bawah prasarana kota atau di bawah ruang
terbuka publik ditentukan lebih lanjut dengan Surat Keputusan Bupati.

8) Luas lantai bangunan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam


perhitungan KLB asal tidak melebihi dari 50% KLB yang telah ditetapkan.
Jika melebihi, maka diperhitungkan 50% terhadap KLB.

9) Bangunan Khusus untuk parkir yang bukan merupakan bangunan


pelengkap, luas lantainya diperbolehkan mencapai 200% dari KLB yang
ditetapkan dan perletakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Koefisien Dasar Hijau (KDH)

Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara


luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan
bagi pertamanan/penghijauan dan luas lahan/bidang tanah yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. KDH
ditetapkan sesuai dengan peruntukan dalam rencana tata ruang wilayah
yang telah ditetapkan.KDH minimal 10% pada daerah sangat padat/padat.
KDH ditetapkan meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan
berkurang kepadatan wilayah.KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-
tiap klas bangunan dalam kawasan-kawasan bangunan, dimana terdapat
beberapa klas bangunan dan kawasan campuran.

Ketentuan umum mengenai KDB dan KLB adalah sebagai berikut:

1) Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan penuntukkan


dalam rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. KDH minimal 10%
pada daerah sangat padat/ padat. KDH ditetapkan meningkat setara
dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan
wilayah.

2) Untuk perhitungan KDH secara umum, digunakan rumus 100 % - (KDB +


20% KDB).

3) Ruang Terbuka Hijau yang termasuk dalam KDH sebanyak mungkin


diperuntukkan bagi penghijauan/penanaman di atas tanah. Dengan
demikian area parkir dengan lantai perkerasan masih tergolong RTH

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-24


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

sejauh ditanami pohon peneduh yang ditanam di atas tanah, tidak di


dalam wadah/kontainer kedap air.

4) KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap luas bangunan dalam


kawasan-kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa luas bangunan
dan kawasan campuran.

Koefisien dasar hijau ditetapkan dengan angka minimal 30% untuk daerah-
daerah non-padat.

3. Pembatasan jumlah pemanfaatan, jika pemanfaatan yang diusulkan telah ada


mampu melayani kebutuhan, dan belum memerlukan tambahan, maka
pemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan atau diizinkan terbatas dengan
pertimbangan-pertimbangan khusus.

C. Klasifikasi B (pemanfaatan bersyarat tertentu)

Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna bahwa untuk mendapatkan izin atas


suatu kegiatan atau penggunaan lahan diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu yang
dapat berupa persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan dimaksud
diperlukan mengingat pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi
lingkungan sekitarnya. Contoh persyaratan umum antara lain:

1. Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

2. Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan


Lingkungan (UPL)

3. Dokumen Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN)


4. Pengenaan disinsentif misalnya biaya dampak pembangunan (development
impact fee)

Contoh persyaratan khusus misalnya diwajibkan menambah tempat parkir,


menambah luas RTH, dan memperlebar pedestrian.

D. Klasifikasi X (pemanfaatan yang tidak diperbolehkan)

Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X memiliki sifat
tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan
dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lahan
yang termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh diizinkan pada zona yang bersangkutan.

5.1.9. PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIS DAN RAPERDA

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-25


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Peraturan
Daerah sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Sistematika Naskah Akademik adalah sebagai berikut:

1. Judul

2. Kata Pengantar

3. Daftar Isi

4. Bab I Pendahuluan

5. Bab II Kajian Teoretis Dan Praktik Empiris

6. Bab III Evaluasi Dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

7. Terkait

8. Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis, Dan Yuridis

9. Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan, Dan Ruang Lingkup Materi

10. Muatan Peraturan Daerah

11. Bab VI Penutup

12. Daftar Pustaka

13. Lampiran: Rancangan Peraturan

Berikut adalah penjelasan singkat dari masing-masing bagian bab di atas:


A. BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan, identifikasi


masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode penelitian.

1. Latar Belakang

Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan


Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah.
Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai
teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan Rancangan
Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah
kepada penyusunan argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis guna
mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah.
PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-26
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

4. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang akan


ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik tersebut. Pada dasarnya
identifikasi masalah dalam suatu Naskah Akademik mencakup 4 (empat) pokok
masalah, yaitu sebagai berikut:

a. Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara,


dan bermasyarakat serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi.

b. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan


masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan Pemerintah dalam
penyelesaian masalah tersebut.

c. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis


pembentukan Rancangan Peraturan Daerah.

d. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,


dan arah pengaturan.

5. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas,


tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:

a. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa,


bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan
tersebut.

b. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan


pembentukan Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum
penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat.

c. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis


pembentukan Rancangan Peraturan Daerah

d. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,


jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah

Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai


acuan atau referensi penyusunan dan Rancangan Peraturan Daerah .

6. Metode

Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan


penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang
berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum
PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-27
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris.
Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal. Metode
yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama)
data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan
pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil
penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif
dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat
dengar pendapat.

Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali dengan
penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan
(normatif) yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta
penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang
terkait dan yang berpengaruh terhadap Peraturan Perundang-undangan yang
diteliti.

B. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik,
perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan
dari pengaturan dalam suatu Peraturan Daerah.

Bab ini dapat diuraikan dalam beberapa sub bab berikut:

1. Kajian teoritis

2. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma. Analisis


terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek bidang
kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibuat,
yang berasal dari hasil penelitian

3. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta


permasalahan yang dihadapi masyarakat

4. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam
Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya
terhadap aspek beban keuangan Daerah

C. BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT

Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan terkait yang
memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan Peraturan Daerah baru dengan
Peraturan Perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan horizontal,
serta status dari Peraturan Perundangundangan yang ada, termasuk Peraturan
Perundang-undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta Peraturan
PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-28
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Perundangundangan yang masih tetap berlaku karena tidak bertentangan dengan


Peraturan Daerah yang baru.

Kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan ini dimaksudkan untuk


mengetahui kondisi hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai substansi atau materi yang akan diatur. Dalam kajian ini akan diketahui
posisi dari Peraturan Daerah yang baru. Analisis ini dapat menggambarkan tingkat
sinkronisasi, harmonisasi Peraturan Perundang-undangan yang ada serta posisi
dari Peraturan

Daerah untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan. Hasil dari


penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi penyusunan landasan filosofis dan
yuridis dari pembentukan Peraturan Daerah yang akan dibentuk.

D. BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan


bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup,
kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang


menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara.

3. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan


bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau
mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah
ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan
hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu
dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan
hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak
harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah sehingga

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-29


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau
peraturannya memang sama sekali belum ada.

E. BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI


MUATAN PERATURAN DAERAH

Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi


muatan Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Dalam Bab ini, sebelum
menguraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang akan
diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan yang
telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya mengenai ruang lingkup
materi pada dasarnya mencakup:

1. ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan


frasa

2. materi yang akan diatur

3. ketentuan sanksi

4. ketentuan peralihan

F. BAB VI PENUTUP

Bab penutup terdiri atas subbab simpulan dan saran.

1. Simpulan

Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang berkaitan dengan praktik


penyelenggaraan, pokok elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan dalam
bab sebelumnya.
2. Saran

Saran memuat antara lain:

a. Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam suatu Peraturan


Perundang-undangan.

b. Rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan Rancangan Peraturan


Daerah.

c. Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung penyempurnaan


penyusunan Naskah Akademik lebih lanjut.

G. DAFTAR PUSTAKA

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-30


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Daftar pustaka memuat buku, Peraturan Perundang-undangan, dan jurnal yang


menjadi sumber bahan penyusunan Naskah Akademik.

H. LAMPIRAN

RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

5.1.10. PENYUSUNAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

A. Pengertian dan Urgensi KLHS

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Noor 32 Tahun 2009 tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) adalah rangkaian Analisa yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembanguna suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/progam.

Dengan kata lain KLHS merupakan instrument perencanaan lingkungan yang


mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam pengambilan keputusan pada
tahap kebijakan, rencana dan progam (KRP) untuk menjamin terlaksananya prinsip
lingkungan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Jika pertimbangan lingkungan tidak terintegrasi dalam perencanaan tata ruang,


kerusakan dan pencemaran lingkungan akan menjadi konsekuensi utamanya. Jika
pengambilan keputusan pembangunan tidak tepat, degrasai kualitas lingkungan hidup
akan terjadi. Untuk itu, upaya penanggulangan degradasi kualitas lingkungan juga harus
mulai dirumuskan sejak proses pegambilan keputusan pembangunan. Sekali lagi,
formulasi kebijakan, rencana dan progam pembangunan menjadi tahap pengambilan
keputusan yang krusial.

Kualitas tata ruang yang belum memenuhi harapan mencerminkan adanya


penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu
adanya integrase kepentingan lingkungan pada tingkatan pengambilan keputusan.
Adapun langkah untuk mewujudkan integrasi tersebut adalah dengan penyusunan KLHS.

KLHS menjadi tindakan strategis dalam menuntun, mengarahkan dan menjamin


tidak terjadinya efek negative terhadap lingkungan. Posisi KLHS berada pada tataran
pengambilan keputusan. Manfaat KLHS bersifat khusus bagi asing-masing hirarki recana
detail tata ruang (RDTR) karena tidak ada mekanisme baku dalam siklus dan bentuk
pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang. KLHS juga berfungsi untuk
menetukan substansi RDTR, memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan,
sebagai instrument metodologis komplemeter dan suplementer dari penjabaran RDTR,
atau perpaduan dari fungsi-fngsi tersebut.
PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-31
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

KLHS memuat kajian kapasitas daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup
untuk pembangunan, perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup, kinerja
layanan/jasa ekosistem, efisiensi pemanfaatan sumber dayaalam, tingkat kerentanan dan
kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, serta tingkat ketahanan dan potensi
keanekaragaman hayati.

B. Tujuan dan Manfaat KLHS

Tujuan utama KLHS adalah untuk memastikan prinsip pembangunan


berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan. Selama ini,
proses pembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program
dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
secara optimal. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan pada tataran kegiatan atau
proyek melalui berbagai instrumen seperti antara lain AMDAL, dipandang belum
menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat
berbagai persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijakan, rencana
dan/atau program.

KLHS merupakan upaya untuk mencari terobosan dan memastikan bahwa


pada tahap awal penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan sudah dipertimbangkan. KLHS bermanfaat untuk menjamin
bahwa setiap kebijakan, rencana dan/atau program “lebih hijau” dalam artian dapat
menghindarkan atau mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Dalam hal
ini, KLHS berarti juga menerapkan prinsip precautionary principles, dimana kebijakan,
rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan
pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan
hidup.

KLHS bermanfaat untuk memfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama
antar pelaku pembangunan, dimana seluruh pihak yang terkait penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program dapat secara aktif mendiskusikan seberapa jauh
substansi kebijakan, rencana dan/atau program yang dirumuskan telah
mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui proses KLHS,
diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana
dan/atau program dapat mengetahui dan memahami pentingnya menerapkan prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program.

C. Pendekatan dan Prinsip-Prinsip KLHS


PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-32
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan


dalam pembangunan. Ada tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang dapat
mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu keterkaitan
(interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice).

Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS


dapat menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan
keterkaitan antar sektor, wilayah, global-lokal. Nilai ini juga mengandung makna
dihasilkannya KLHS yang bersifat holistik berkat adanya keterkaitan analisis antar
komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi.

Keseimbangan (equilibrium) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS


senantiasa dijiwai keseimbangan antara kepentingan sosial-ekonomi dengan
kepentingan lingkungan hidup, antara kepentingan jangka pendek dan jangka
panjang, antara kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan
keseimbangankeseimbangan lainnya. Implikasinya, usaha pemetaan ragam dan
bentuk kepentingan para pihak menjadi salah satu proses dan metode yang penting
digunakan dalam KLHS.

Keadilan (justice) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat


menghasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi
sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya pembatasan akses dan
kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau pengetahuan.

KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan


masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa
penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar mengkritisi
kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses
dan produk kebijakan, rencana dan/atau program, khususnya dari perspektif
pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah strategi yang cenderung bersifat
“persuasive” dalam pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran dan
pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS
seyogyanya dianut, sebagaimana dijelaskan berikut ini:

1. Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)

Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri
pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan
evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-33


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

prinsip tersebut dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap
pengambil keputusan secara apriori mempunyai tingkat kesadaran dan
kepedulian atas lingkungan. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran
dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam
produk pengambilan keputusan untuk setiap kebijakan, rencana dan/atau
program.

2. Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana dan/atau program


(Improvement of the Policy, Plan, and/or Program)

Prinsip ini menekankan pada upaya untuk penyempurnaan pengambilan


keputusan suatu kebijakan, rencana dan/atau program. KLHS tidak
menghambat proses perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program,
melainkan menjadi media atau katalisator untuk memperbaiki proses dan
produk kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip ini berasumsi bahwa
perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia selama ini
belum mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara optimal dan
KLHS dapat memicu perbaikan atau penyempurnaan kebijakan, rencana
dan/atau program bersangkutan.

3. Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial (Social Learning


and Capacity Building)

Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan


kebijakan, rencana dan/atau program harus menjadi media untuk belajar
bersama khususnya tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan, baik bagi
masyarakat umum dan khususnya bagi para birokrat dan pengambil
keputusan. KLHS harus memungkinkan seluruh pemangku kepentingan yang
terlibat dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program untuk
meningkatkan kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam
keputusannya. Melalui KLHS, dapat dicapai masyarakat, birokrat, dan
pengambil keputusan yang lebih cerdas dan kritis dalam menentukan
keputusan pembangunan agar berkelanjutan.

4. Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan (Influencing


Decision Making)

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang positif
pada pengambilan keputusan. KLHS akan mempunyai makna apabila pada
akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, khususnya untuk
memilih atau menetapkan kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih
menjamin pembangunan yang berkelanjutan.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-34


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

5 . P r i n s i p 5: Akuntabel (Accountable)

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka


dan bertanggungjawab, sehingga dapat dipertanggung-jawabkan pada publik
secara luas. Azas akuntabilitas KLHS sejalan dengan semangat akuntabilitas
dari kebijakan, rencana dan/atau program itu sendiri, sebagai bagian dari
prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Pelaksanaan
KLHS dapat lebih menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan, rencana
dan/atau program bagi seluruh pihak. KLHS tidak ditujukan untuk menjawab
tuntutan para pihak, karena lingkup KLHS terbatas, sedangkan tuntutan dapat
berdimensi luas.

6 . P r i n s i p 6: Partisipatif

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka


dan melibatkan pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan,
rencana dan/atau program. Prinsip ini telah menjadi amanat dalam Undnag-
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dan harus diwadahi dalam penyelenggaraan KLHS. Dengan
prinsip ini diharapkan proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau
program semakin mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik.

D. Proses Penyusunan KLHS

1. Penapisan

Tahapan penyelenggaraan KLHS diawali dengan mengidentifikasi terlebih


dahulu apakah perlu diselenggarakan KLHS terhadap suatu kebijakan,
rencana dan/atau program. Kebijakan, rencana dan/atau program yang wajib
KLHS tanpa proses penapisan, yaitu RDTR dan rencana rincinya, serta RPJP dan
RPJM nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

Untuk menentukan kebijakan, rencana dan/atau program lain yang berpotensi


menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dilakukan melalui
proses penapisan. Proses penapisan ini dilakukan oleh pembuat kebijakan,
rencana dan/atau program dengan didukung pendapat ahli (professional
judgement), berdasarkan hasil telaahan sesuai dengan latar belakang keilmuan
serta dapat melakukan konsultasi dengan instansi lingkungan hidup dan/atau
instansi terkait lainnya.

Apabila proses penapisan ini menyimpulkan bahwa tidak ada potensi dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup, maka pembuat kebijakan, rencana dan/atau
program tidak perlu menyelenggarakan KLHS.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-35


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Secara teknis, proses penapisan untuk kebijakan, rencana dan/atau program


yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup
sebagai bagian integral dari risiko pembangunan berkelanjutan, dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan isu-isu pokok yang ditetapkan dalam
UU PPLH (Penjelasan Pasal 15 ayat 2), sebagai berikut:

a. Perubahan iklim.

b. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati.

c. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,


kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan.

d. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam.

e. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan.

f. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya


keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat.

g. Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

Apabila hasil penapisan menyatakan bahwa KLHS tidak perlu


diselenggarakan dalam suatu kebijakan, rencana dan/atau program, maka
hal tersebut harus dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh
pihak-pihak yang berkepentingan. Berita acara ini menjadi dokumen yang
dapat diakses oleh publik. Sedangkan apabila hasil penapisan menyatakan
bahwa KLHS perlu diselenggarakan dalam suatu kebijakan, rencana dan/atau
program, maka hal ini menjadi bagian yang terintegrasi dalam dokumen hasil
pelaksanaan KLHS.

2. Pelingkupan

Pelingkupan merupakan proses yang sistematis dan terbuka untuk


mengidentifikasi isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan
timbul berkenaan dengan rencana KRP RTR Wilayah dan Kawasan. Berkat
adanya pelingkupan ini, pokok bahasan dokumen KLHS akan lebih difokuskan
pada isu-isu atau konsekuensi lingkungan dimaksud.

3. Telaah dan Analisis Teknis

Telaah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi
mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RDTR; serta
pengujian efektivitas RDTR dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Telaah dan analisis teknis mencakup : a) pemilihan dan penerapan metoda,
serta teknik analisis yang sesuai dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-36


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

rinci (level of detail) analisis agar sesuai dengan kebutuhan rekomendasi, dan
c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan
aspirasi yang dijaring. Jenis-jenis kerangka telaah yang lazim dibutuhkan,
antara lain:

a. Telaah daya dukung dan daya tampung lingkungan.

b. Telaah hubungan timbal balik kegiatan manusia dan fungsi ekosistem.

c. Telaah kerentanan masyarakat dan kapasitas adaptasi terhadap


perubahan iklim dan bencana lingkungan.

d. Telaah ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

4. Pengembangan Alternatif

Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup : a) substansi pokok/dasar


RDTR (misalnya: pilihan struktur dan pola ruang), b) program atau kegiatan
penerapan muatan RDTR (misalnya: pilihan intensitas pemanfaatan ruang),
dan/atau c) kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan
hidup (misalnya: penerapan kode bangunan yang hemat energi).

5. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dilakukan untuk memilih alternatif terbaik yang bisa


dilaksanakan yang dipercaya dapat mewujudkan tujuan penataan ruang dalam
kurun waktu yang ditetapkan. Alternatif terpilih tidak hanya dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial akan tetapi juga dapat menjamin
terpeliharanya fungsi lingkungan secara terus menerus. Berbagai metodologi
yang lazim diterapkan dalam pengambilan keputusan, antara lain:
compatibility [internal dan eksternal] appraisal, benefit-cost ratio, analisis
skenario dan multikriteria, analisis risiko, survai opini untuk menentukan
prioritas, dll.

6. Pemantauan dan Tindak Lanjut

Sesuai dengan kebutuhannya, kegiatan pemantauan dan tindak lanjut dapat


diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pada dasarnya
efektivitas penerapan rekomendasi KLHS berkaitan langsung dengan
efektivitas RDTR bagi wilayah rencananya, sehingga tata laksananya bisa
mengikuti aturan pemantauan efektivitas RDTR.

7. Partisipasi dan Konsultasi Masyarakat

Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen kegiatan


diwarnai berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi masyarakat. Namun

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-37


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

demikian, tingkat keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi


tergantung pada aras (level of detail) RDTR, peraturan perundangan yang
mengatur keterlibatan masyarakat, serta komitmen dan keterbukaan dari
pimpinan organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.

Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat nasional
atau provinsi, maka keterlibatan atau partisipasi masyarakat harus lebih luas
dan intens dibanding KLHS pada tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS
diaplikasikan untuk tingkat kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses
pelibatan masyarakat atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin
dan efektif. Hal ini disebabkan cakupan muatan RDTR yang bersifat
operasional memiliki ragam penerapan yang variatif dan bersinggungan
langsung dengan kegiatan masyarakat.

Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi


masyarakat untuk menelaah, memberikan masukan, dan mendapatkan
tanggapan dalam proses KLHS. Kegiatan ini juga mensyaratkan adanya tata
laksana penyaluran aspirasi masyarakat, termasuk pada tahap pengambilan
keputusan.

8. Internalisasi KLHS dalam Proses Penyusunan RDTR

Komponen-komponen kerja KLHS dilaksanakan dengan memperhatikan


proses formal yang berjalan. Kombinasi berbagai alternatif pelaksanaannya
sangat ditentukan oleh kekhususan proses pengambilan keputusan yang
sedang terjadi pada masing-masing RDTR.
Dalam kasus dimana proses perencanaan RDTR belum terbentuk atau
dilaksanakan, seluruh komponen kerja KLHS bisa dijadikan bagian yang tak
terpisahkan dari langkah-langkah pekerjaan penyusunan RDTR. Pada situasi
dimana KLHS hadir sebagai kebutuhan untuk mendukung proses pengambilan
keputusan di tahap akhir proses perencanaan, proses kerjanya bisa terpisah
(stand alone). Banyak kondisi dimana kombinasi antara kedua hal diatas akan
terjadi, misalnya pengintegrasian beberapa komponen kerja di tahap-tahap
tertentu dan memisahkannya pada tahap yang lain. Dapat pula terjadi situasi
dimana tidak semua komponen kerja perlu dilaksanakan atas alasan-alasan
tertentu tanpa mengurangi nilai penting dari pelaksanaan KLHS itu sendiri.

E. Pelaksanaan KLHS

Secara garis besar, alur penyusunan KLHS disajikan dalam diagram berikut:

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-38


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-39


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.15 Diagram Alir Metode Penyusunan KLHS

Dalam prakteknya, karena penyelenggaraan dan fokus KLHS akan berbeda untuk
setiap jenis kebijakan, rencana dan/atau program, perlu dilakukan telaah konteks, posisi
dan lingkup KLHS. Sesuai dengan tujuan KLHS untuk memastikan dipertimbangkannya
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program, maka penyelenggaraannya membutuhkan proses identifikasi
isu-isu pembangunan berkelanjutan termasuk lingkungan hidup di wilayah perencanaan
secara kontekstual. Selain itu dalam penyelenggaraan KLHS dituntut partisipatif, maka
proses KLHS harus melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, sesuai
dengan dinamika proses penyusunan dan evaluasi tiap-tiap kebijakan, rencana dan/atau
program.

5.2. METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN

5.2.1. METODE PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan untuk keperluan analisis pada kajian ini dapat digolongkan
kepada dua kelompok, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan
dengan melakukan penerapan teknik wawancara terhadap aparatur pemerintah,
terutama pemerintah daerah, pada instansi-instansi yang berwenang terkait Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Gayam. Selain aparatur pemerintahan,
wawancara juga dilakukan kepada masyarakat setempat.

Adapun data sekunder mencakup catatan-catatan, hasil-hasil studi, hasil-hasil


publikasi, peraturan-peraturan, serta dokumen kebijakan dari instansi instansi yang
terkait. Data sekunder ini mencakup juga hasil pengkajian literatur dan artikel-artikel
jurnal-jurnal ilmiah, baik jurnal nasional maupun internasional. Lingkup dari data sekunder
ini mencakup data sosial kependudukan, ekonomi, fisik alami dan binaan, dan profil
wilayah.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-40


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

5.2.1.1. STUDI LITERATUR

Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk memperkaya data dan informasi


untuk mendukung kelengkapan sumber data dan informasi untuk kedalaman analisis.
Kegiatan pengumpulan data sekunder tersebut antara lain mencakup:

1. Tinjauan literatur (artikel, buku dan laporan riset, peta-peta kawasan yang
diterbitkan mengenai Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kecamatan Gayam).

2. Pencarian data melalui internet mengenai kebijakan dan teori lainnya terkait
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Gayam.

5.2.1.2. INDEPTH INTERVIEW

Indepth interview dilakukan dalam bentuk wawancara secara mendalam dengan


tokoh-tokoh atau pelaku kunci yang terkait dengan isu atau permasalahan sosial-budaya,
kondisi perekonomian wilayah, isu dan pembangunan di Kecamatan Gayam, potensi dan
permasalahan kewilayahan di Kecamatan Gayam. Sasaran indepth interview mencakup
antara lain: Dinas PU Bina Marga dan Penataan Ruang, BAPPEDA, dan dinas lainnya,
secara spesifik yang mengurusi tata Rencana Detail Tata Ruang (RDTR); aparatur
pemerintahan daerah di wilayah atau lokasi survei; dan masyarakat di wilayah atau lokasi
survei.

Sasaran indepth interview tersebut mencakup antara lain: apparat di lingkungan


pemerintah, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh pendidikan, tokoh perempuan, tokoh
masyarakat, dan unsur terkait lainnya.

Metode wawancara dilakukan untuk mengetahui permasalahan, keluhan, kendala


dan potensi yang bisa digali. Sesi ini sebaiknya dijalankan sebagai cara untuk mengenal
masyarakat dan mengetahui keinginan yang dapat ditampung serta aspirasi masyarakat
dalam kegiatan penyusunan program.

Instrumen pertanyaan dalam indepth interview mencakup alasan akan


dilakukannya penyusunan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan
Gayam. Daftar pertanyaan yang diajukan kepada para pemilik kepentingan (stakeholder)
seperti:

a. Bagaimana kondisi fisik wilayah seperti topografi, kelerengan, kerawanan


bencana dan perubahan iklim, ketersediaan air tanah, jaringan sungai dan

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-41


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

sumberdaya air, penggunaan lahan, jenis tanah, geologi, dan sebagainya di


Kecamatan Gayam?

b. Bagaimana kondisi sosial budaya wilayah (kependudukan dan karakteristik


budaya) di Kecamatan Gayam?

c. Bagaimana kondisi perekonomian wilayah (pertumbuhan ekonomi, struktur


ekonomi, komoditas unggulan dan skala pemasarannya, rantai pasok, serta
kondisi penanaman modal baik domestik maupun asing) di Kecamatan Gayam?

5.2.1.3. FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

Hasil dari indepth interview bisa menjadi fokus rekomendasi studi dan termasuk
hal yang akan didiskusikan dalam Diskusi kelompok Terfokus (Focus Group Discussion)
agar dapat dihimpun informasi-informasi yang dibutuhkan serta masukan-masukan
strategis dan aspirasi dari para stakeholders yang melibatkan seluruh perwakilan dari
pemerintah dan masyarakat dari tingkat kelurahan/desa atau kecamatan-kecamatan
hingga kota/kabupaten dengan melibatkan semua stakeholders, sehingga akan didapat
informasi yang komprehensif. Rapat bertujuan untuk pembahasan laporan pendahuluan,
antara dan akhir serta FGD dengan OPD/dinas/kantor/badan terkait. Pelaksanaan FGD
bertujuan untuk meminta tanggapan/saran/masukan terkait proses penyusunan dan hasil
analisis dari pekerjaan ini.

a. Peserta FGD meliputi:

 Stakeholder perwakilan dari pemerintahan

 Tokoh penting di lingkungan masyarakat, seperti: tokoh agama, tokoh


pemuda, tokoh pendidikan, tokoh perempuan, dan tokoh masyarakat.

b. Waktu dan lokasi FGD dan Konsultasi Publik:

FGD dilakukan sebanyak 1 (satu) kali. FGD dilakukan setelah Pembahasan


Laporan Fakta dan Analisa. Konsultasi Publik dilakukan setelah Pembahasan
Laporan Akhir. Lokasi FGD dilakukan di Dinas PU Bina Marga dan Penataaan
Ruang Kabupaten Bojonegoro.

c. Target FGD:

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-42


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Target FGD yaitu tergalinya aspirasi setiap peserta FGD serta adanya
kesepakatan mengenai Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kecamatan Gayam.

Gambar V.16 Contoh Kegiatan FGD

5.2.1.4. PENGAMATAN LANGSUNG

Merupakan metode atau tindakan yang dilakukan secara langsung pada saat
berada di lapangan/ lokasi amatan melalui pengamatan dan pendokumentasian langsung
terhadap kondisi di lapangan. Hasil dari perolehan data tersebut disimpan sebagai acuan
untuk membuat laporan kondisi eksisting dan juga perencanaan.

Dalam metode survei terdapat beberapa alat yang harus tersedia untuk
melakukan sebuah rekaman data. Adapun peralatan yang harus disiapkan dalam
pengamatan langsung adalah sebagai berikut.

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-43


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.17 Kamera dan GPS

Gambar V.18 Alat Ukur Topografi

5.2.1.5. KEBUTUHAN DATA

Data yang dibutuhkan untuk Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kecamatan Gayam terdiri dari data sekunder dan data primer. Pengumpulan data dan
informasi menghasilkan profil wilayah kajian, dilakukan dengan kedalaman minimal
hingga tingkat desa. Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang
dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima) tahun terakhir Mengenai
kebutuhan data sekunder dan data primer dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN PROGRAM KERJA V-44


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Tabel 5.1. Matriks Kebutuhan Data


No Jenis Aspek Jenis Data Sumber Data

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Dokumen RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten Dokumen dan Peta  Dinas PU Bina Marga dan Penataan
Perenacanaan Ruang Kabupaten Bojonegoro
Teknis
 BAPPEDA Kabupaten Bojonegoro

RPJPD dan RPJMD Provinsi dan Dokumen  Dinas PU Bina Marga dan Penataan
Kabupaten Ruang Kabupaten Bojonegoro

Dokumen Rencan Sektoral Lainnya yang Dokumen  BAPPEDA Kabupaten Bojonegoro


terkait dengan tata ruang

RDTR Kecamatan sekitarnya Dokumen dan Peta


dengan Ketelitian 1 : 5000

2 Fisik Administrasi dan Geografis Dokumen dan Peta  Dinas PU Bina Marga dan Penataan
dengan Ketelitian 1 : 5000 Ruang Kabupaten Bojonegoro

Curah Hujan, Geologi, Jenis Tanah, Dokumen dan Peta  BAPPEDA Kabupaten Bojonegoro
Kelerengan dengan Ketelitian 1 : 5000
 Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Penggunaan Lahan Dokumen dan Peta Bojonegoro
dengan Ketelitian 1 : 5000
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

No Jenis Aspek Jenis Data Sumber Data

(1) (2) (3) (4) (5)

Kerawanan Bencana Dokumen dan Peta  BPBD Kabupaten Bojonegoro


dengan Ketelitian 1 : 5000

Data terkait kawasan dan bangunan Dokumen dan Peta


dengan Ketelitian 1 : 5000

3 Sosial Jumlah dan Distribusi Penduduk Dokumen  Dinas PU Bina Marga dan Penataan
Kependudukan Ruang Kabupaten Bojonegoro
Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Dokumen
Partisipasi Kasar (APK)  Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Bojonegoro
Data-data sosial lainnya Dokumen
 Dinas Sosial Kabupaten Bojonegoro

4 Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi Dokumen  Dinas PU Bina Marga dan Penataan


Ruang Kabupaten Bojonegoro
Potensi Unggulan Daerah (Pertanian, Dokumen
Perkebunan, Perikanan, Peternakan,  Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Industri, Pariwisata dan sebagainya Bojonegoro

Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Dokumen  Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Bojonegoro

5 Jaringan dan Jaringan Jalan dan Transportasi, Jaringan Dokumen dan Peta  Dinas PU Bina Marga dan Penataan
Prasarana Sarana Energi, Jaringan Telekomunikasi, Jaringan Ruang Kabupaten Bojonegoro
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

No Jenis Aspek Jenis Data Sumber Data

(1) (2) (3) (4) (5)

Utilitas Umum Persampahan, Jaringan Limbah, Jaringan dengan Ketelitian 1 : 5000  Bappeda Kabupaten Bojonegoro
Drainase, Jaringan Irigasi dan sebagainya
 Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Sarana Prasarana Pendidikan, Kesehatan, Dokumen Bojonegoro
Peribadatan, Perdagangan, dan
sebagainya
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

5.2.2. METODE ANALISIS

Metode analisis meliputi tiga sisi pendekatan, yaitu sisi makro, sisi meso dan sisi
mikro. Pendekatan makro meninjau wilayah kajian sebagai simpul dalam suatu wilayah
yang luas, dalam hubungan regional dan kawasan lain di sekelilingnya, pendekatan meso
memandang wilayah kajian sebagai suatu wilayah yang mempunyai kemampuan tumbuh
dan berkembang sesuai dengan potensi yang dikandungnya di tingkat kawasan,
sedangkan pendekatan mikro memandang wilayah kajian sebagai suatu bagian yang
lebih detil serta menggambarkan secara teknis bagian-bagian tersebut.

Adapun teknik yang digunakan disesuaikan dengan aspek yang dibahas serta
kepentingannya, yang antara lain bersifat:

A. Deskriptif: untuk menganalisis keadaan wilayah dengan uraian-uraian,


penjelasan, pengertian, yang sifatnya cenderung kualitatif.

B. Ekstrapolatif: menganalisis keadaan pada saat ini dan masa mendatang dengan
menggunakan proyeksi, berdasarkan perkembangan dan kecenderungan dari
komponen analisis yang sifatnya lebih terukur.

C. Asumtif: untuk memberikan anggapan atas kondisi yang berlaku maupun yang
diperkirakan berlangsung di kemudian hari.

D. Normatif: dipergunakan untuk analisis yang menyangkut keadaan, yang


seharusnya mengikuti kaidah-kaidah tertentu, misalnya planologi.

E. Spasial: untuk menganalisis gejala-gejala yang sifatnya meruang,


perkembangan tata ruang, penyebab dan interaksinya. Analisis spasial
merupakan metode penelitian yang menjadikan peta, sebagai model yang
merepresentasikan kondisinya, sebagai suatu media analisis guna
mendapatkan hasil-hasil analisis yang memiliki atribut keruangan. Analisis
spasial ini penting untuk mendapatkan gambaran keterkaitan di dalam
permasalahan antar-wilayah/kawasan-kawasan strategis dalam perencanaan
destinasi wisata yang terintegrasi.

F. Kawasan: untuk menggambarkan ragam, bentuk, style, dimensi suatu


bangunan dan lingkungan yang dapat memberikan warna dan karakter khas
suatu lingkungan.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

5.2.2.1. ANALISIS RDTR KECAMATAN GAYAM

A. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA

Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan RDTR meliputi: analisis


karakteristik wilayah, analisis potensi dan masalah pengembangan BWP; analisis kualitas
kinerja kawasan dan lingkungan. Analisis karakteristik wilayah, meliputi: kedudukan dan
peran bagian dari wilayah perkotaan dalam wilayah yang lebih luas (kabupaten);
keterkaitan antar wilayah perkotaan dan antara bagian dari wilayah perkotaan;
keterkaitan antarkomponen ruang di BWP; karakteristik fisik bagian dari wilayah
perkotaan; kerentanan terhadap potensi bencana, termasuk perubahan iklim;
karakteristik sosial kependudukan; karakteristik perekonomian; dan kemampuan
keuangan daerah. Analisis potensi dan masalah pengembangan BWP, meliputi: analisis
kebutuhan ruang; dan analisis perubahan pemanfaatan ruang.

Keluaran dari kegiatan pengolahan data meliputi:

1. Potensi dan masalah pengembangan di BWP

2. Peluang dan tantangan pengembangan

3. Kecenderungan perkembangan

4. Perkiraan kebutuhan pengembangan di BWP

5. Intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
(termasuk prasarana/infrastruktur dan utilitas)

6. Teridentifikasinya indikasi arahan penanganan kawasan dan lingkungan.

Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan RDTR minimal meliputi:


1. Analisis struktur internal BWP

a. Analisis sistem pusat pelayanan

b. Analisis sistem jaringan jalan

c. Analisis intensitas pengembangan ruang pada seluruh BWP

2. Analisis sistem penggunaan lahan (land use)

a. Analisis simpangan antara pola ruang RTRW dan kondisi eksisting

b. Analisis tutupan lahan dan run-off yang ditimbulkan

c. Analisis kepemilikan tanah

3. Analisis kedudukan dan peran BWP dalam wilayah yang lebih luas
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

a. Analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan demografi BWP pada


wilayah yang lebih luas

b. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi BWP pada wilayah yang lebih
luas

c. Analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana wilayah perencanaan


dengan wilayah yang lebih luas. Sistem prasarana yang diperhatikan dalam
analisis ini adalah sistem prasarana kabupaten/kota dan wilayah

d. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan fisik dan


SDA) BWP pada wilayah yang lebih luas

e. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pertahanan dan keamanan


BWP

f. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan BWP

g. Analisis spesifik terkait kekhasan kawasan

4. Analisis sumber daya alam dan fisik atau lingkungan BWP

a. Analisis sumber daya air

b. Analisis sumber daya tanah

c. Analisis topografi dan kelerengan

d. Analisis geologi lingkungan

e. Analisis klimatologi

f. Analisis sumber daya alam (zona lindung)


g. Analisis sumber daya alam dan fisik wilayah lainnya (zona budi daya)

5. Analisis sosial budaya

6. Analisis kependudukan

7. Analisis ekonomi dan sektor unggulan

8. Analisis transportasi (pergerakan)

a. Analisis sistem kegiatan

b. Analisis sistem jaringan

c. Analisis sistem pergerakan

9. Analisis sumber daya buatan

a. Analisis sumber daya buatan dilakukan untuk memahami kondisi, potensi,


permasalahan, dan kendala yang dimiliki dalam peningkatan pelayanan
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

sarana
dan prasarana pada BWP. Melalui analisis ini diharapkan teridentifikasi
kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk memaksimalkan
fungsi BWP.

b. Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk per unit
kegiatan dari sebuah BWP atau perhitungan rasio penduduk terhadap
kapasitas atau skala pelayanan prasarana dan sarana wilayah perencanaan
atau intensitas pemanfaatan ruang terhadap daya dukung prasarana/utilitas
serta analisis daya dukung wilayah.

c. Dalam analisis sumber daya buatan perlu dianalisis cost benefit ratio
terhadap program pembangunan sarana dan prasarana tersebut. Analisis
sumber daya buatan sangat terkait erat dengan perkembangan dan
pemanfaatan teknologi.

10.Analisis kondisi lingkungan binaan

a. Analisis figure and ground

b. Analisis aksesibilitas pejalan kaki dan pesepeda

c. Analisis ketersediaan dan dimensi jalur khusus pedestrian

d. Analisis karakteristik kawasan (langgam bangunan)

e. Analisis land use

f. Analisis ketersediaan ruang terbuka hijau dan non hijau

g. Analisis vista kawasan (pelataran pandang)


h. Analisis tata massa bangunan

i. Analisis intensitas bangunan

j. Analisis land value capture (pertambahan nilai lahan)

k. Analisis kebutuhan prasarana dan sarana sesuai standar (jalan, jalur


pejalan kaki, jalur sepeda, saluran drainase, dan lainnya)

l. Analisis cagar budaya

11. Analisis kelembagaan

12.Analisis pembiayaan pembangunan.

Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk mengidentifikasi besar


pembelanjaan pembangunan, alokasi dana terpakai, dan sumber-sumber
pembiayaan pembangunan yang terdiri dari:
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

a. Pendapatan asli daerah

b. Pendanaan oleh pemerintah

c. Pendanaan dari pemerintah kabupaten dan provinsi

d. Investasi swasta dan masyarakat

e. Bantuan dan pinjaman luar negeri

f. Sumber-sumber pembiayaan lainnya.

B. PERUMUSAN KONSEP RDTR

Perumusan konsep RDTR dilakukan dengan mengacu pada RTRW dan pedoman
dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan memperhatikan RPJP Kota dan
RPJM Kota. Konsep RDTR dirumuskan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan
sebelumnya dengan menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah
yang berisi rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah
Kota; dan konsep pengembangan wilayah Kota.

Setelah dilakukan beberapa kali iterasi, dipilih alternatif terbaik sebagai dasar
perumusan RDTR. Hasil kegiatan perumusan konsepsi RDTR terdiri atas:

1. tujuan penataan BWP;

2. rencana struktur ruang yang terdiri dari rencana pengembangan pusat


pelayanan, rencana jaringan transportasi, rencana jaringan energi, rencana
jaringan telekomunikasi, rencana jaringan air minum, rencana jaringan drainase,
rencana pengelolaan air limbah, rencana jalur evakuasi bencana.
3. rencana pola ruang yang terdiri dari:

a. zona lindung meliputi:

1) zona hutan lindung (HL);

2) zona yang memberikan perlindungan terhadap zona dibawahnya (PB)


yang meliputi zona lindung gambut (LG) dan zona resapan air (RA);

3) zona perlindungan setempat (PS) yang meliputi zona sempadan pantai


(SP), zona sempadan sungai (SS), zona sekitar danau atau waduk (DW)
termasuk embung, dan zona sekitar mata air (MA);

4) zona RTH kota (RTH) yang meliputi hutan kota (RTH-1), taman kota (RTH-
2), taman kecamatan (RTH-3), taman kelurahan (RTH-4), taman RW (RTH-
5), taman RT (RTH-6), dan pemakaman (RTH-7);
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

5) zona konservasi (KS) yang meliputi cagar alam (KS-1), suaka margasatwa
(KS-2), taman nasional (KS-3), taman hutan raya (KS-4), dan taman wisata
alam (KS-5).

b. zona budidaya meliputi:

1) zona perumahan (R) yang meliputi rumah kepadatan tinggi sangat tinggi
(R-1), tinggi (R-2), sedang (R-3), rendah (R-4), dan sangat rendah (R-5);

2) zona perdagangan dan jasa (K) yang meliputi perdagangan dan jasa skala
kota (K-1), perdagangan dan jasa skala BWP (K-2), dan perdagangan dan
jasa skala Sub BWP (K-3);

3) zona perkantoran (KT);

4) zona sarana pelayanan umum (SPU) yang meliputi sarana pelayanan


umum skala kota (SPU-1), sarana pelayanan umum skala kecamatan (SPU-
2), sarana pelayanan umum skala kelurahan (SPU-3), dan sarana
pelayanan umum skala RW (SPU-4);

5) zona industri yang meliputi kawasan industri (KI) dan sentra industri kecil
menengah (SIKM);

6) zona lainnya yang meliputi pertanian, pertambangan, ruang terbuka non


hijau, pergudangan, pertahanan dan keamanan, pariwisata, IPAL, TPA;

7) zona campuran yang meliputi perumahan dan perdagangan/jasa,


perumahan dan perkantoran, perdaganagn/jasa dan perkantoran.

4. penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya; dan


5. ketentuan pemanfaatan ruang merupakan upaya mewujudkan RDTR
Kecamatan Gayam dalam bentuk indikasi program pengembangan BWP dalam
jangka waktu 5 tahunan sampai akhir tahun masa perencanaan (20 tahun).

5.2.2.2. PENYUSUNAN ZONASI KECAMATAN GAYAM

Analisis untuk penyusunan peraturan zonasi (PZ) meliputi:


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

1. analisis karakteristik peruntukan, zona dan zona berdasarkan kondisi yang


diharapkan (berdasarkan nilai sejarah, lokasi, kerentanan dan risiko bencana,
persepsi maupun preferensi pemangku kepentingan);

2. analisis jenis dan karakteristik kegiatan yang saat ini berkembang dan
mungkin akan berkembang di masa mendatang;

3. analisis kesesuaian kegiatan terhadap peruntukan/zona/sub zona


(karakteristik kegiatan, fasilitas penunjang dll);

4. analisis dampak kegiatan terhadap jenis peruntukan/zona/sub zona;

5. analisis pertumbuhan dan pertambahan penduduk pada suatu zona;

6. analisis gap antara kualitas peruntukan/zona/sub zona yang diharapkan


dengan kondisi yang terjadi di lapangan (peruntukan saat ini, perizinan yang
sudah dikeluarkan; status guna lahan, konflik pemanfaatan ruang);

7. analisis karakteristik spesifik lokasi (obyek strategis nasional/provinsi, ruang


dalam bumi);

8. analisis ketentuan, standar setiap sektor terkait; dan

9. analisis kewenangan dalam perencanaan, pemanfaatan ruang dan


pengendalian pemanfaatan ruang.

Keluaran dari analisis di atas meliputi:

1. definisi zona dan kualitas lokal minimum yang diharapkan;

2. kesesuaian/kompatibilitas kegiatan dengan peruntukan/zona/sub zona;


3. kesesuaian/ kompatibilitas kegiatan dengan kualitas lokal peruntukan/ zona/
subzona sebagai dasar perumusan ketentuan ITBX;

4. dampak kegiatan terhadap peruntukan/ zona/ subzona, sebagai dasar


perumusan ketentuan ITBX;

5. lokasi-lokasi dengan karakteristik spesifik yang membutuhkan pengaturan


yang berbeda (khusus atau perlu penerapan teknik pengaturan zonasi);

6. rumusan tabel atribut kegiatan untuk peta zonasi;

7. kebutuhan prasarana minimum/maksimum dan standar-standar pemanfaatan


ruang;

8. kebutuhan teknik pengaturan zonasi; dan

9. konsep awal peraturan zonasi termasuk untuk mitigasi bencana, pemanfaatan


ruang dalam bumi, dan lain-lain.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Hasil dari tahap analisis di dokumentasikan di dalam buku data dan analisis dan
menjadi bahan untuk menyusun peraturan zonasi. Perumusan muatan peraturan zonasi
meliputi:

1. penentuan deliniasi blok peruntukan

2. perumusan aturan dasar, yang memuat:

a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;

c. ketentuan tata bangunan;

d. ketentuan prasarana minimal;

e. ketentuan khusus;

f. standar teknis;

g. ketentuan pelaksanaan meliputi:

1) ketentuan variansi pemanfaatan ruang;

2) ketentuan insentif dan disinsentif; dan

3) ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai (non conforming situation)


dengan peraturan zonasi

3. perumusan teknik pengaturan zonasi yang dibutuhkan.

Adapun hasil kegiatan perumusan rancangan peraturan zonasi berupa zoning text
dan zoning map.

5.2.2.3. PENYUSUNAN ANALISIS KLHS

Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Detail Tata Ruang


meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Telaah rencana pengembangan wilayah berdasarkan RTRW Kabupaten


Bojonegoro;

2. Identifikasi permasalahan lingkungan prioritas di wilayah studi sehingga dapat


dilakukan perlingkupan isu pembangunan berkelanjutan;

3. Penggalian data sekunder yang terkait dengan isu pembangunan berkelanjutan


yang telah ditetapkan;

4. Penggalian aspirasi, pendapat dan masukan dari masyarakat dan stakeholder


yang berhubungan dan berinteraksi langsung dengan isu pembangunan
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

berkelanjutan yang telah ditetapkan sebagai upaya mengakomodasi segala


permasalahan yang ada;

5. Analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang meliputi
karakteristik umum fisik wilayah (letak geografis, morfologis dsb.), potensi
rawan bencana, potensi sumber daya alam, kesesuaian penggunaan lahan dan
kesesuaian intensitas pemanfaatan ruang dengan daya dukung fisik dan daya
dukung prasarana/ infrastruktur dan utilitas pada kawasan perencanaan;

6. Mengidentifikasi pengaruh/ dampak KRP RDTR terhadap isu yang disepakati;

7. Menyiapkan alternatif dan mitigasi dampak KRP RDTR dan mengintegrasikan


kedalam instrument lain yang relevan;

8. Melakukan Focuss Group Discussion (FGD) dan pembahasan baik yang dilakukan
dengan tim teknis maupun dengan pihak pemberi tugas pekerjaan dan instansi
terkait;

9. Pembuatan Laporan agar dokumen KLHS yang dihasilkan bermutu, maka dalam
proses penyusunannya harus memperhatikan prinsip – prinsip keberlanjutan;

10.Konsultasi, kegiatan ini meliputi segala aktivitas konsultasi ke instansi terkait


baik di lingkup Kabupaten Bojonegoro maupun di luar Kabupaten Bojonegoro
yang diperlukan dalam pekerjaan penyusunan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Gayam.

5.2.2.4. PENYUSUNAN ANALISIS NASKAH AKADEMIK DAN RAPERDA

Penyusunan raperda tentang RDTR dan PZ, terdiri atas:

a. penyusunan naskah akademik raperda tentang RDTR dan PZ;

b. penyusunan raperda tentang RDTR dan PZ yang merupakan proses penuangan


materi teknis RDTR dan PZ ke dalam pasal-pasal dengan mengikuti kaidah
penyusunan peraturan perundang-undangan; dan

c. pembahasan raperda tentang RDTR dan PZ yang melibatkan Pemerintah


Kabupaten yang berbatasan dan masyarakat.

Rekomendasi perbaikan hasil pelaksanaan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup


Strategis) harus tetap dipertimbangkan dalam muatan raperda tentang RDTR dan
PZ. Hasil pelaksanaan penyusunan raperda tentang RDTR dan PZ, terdiri atas:

a. naskah akademik raperda tentang RDTR dan PZ;


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

b. naskah raperda tentang RDTR dan PZ; dan

c. berita acara pembahasan dengan Kabupaten yang berbatasan.

Kegiatan penyusunan raperda tentang RDTR dan PZ melibatkan masyarakat


dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, dan sanggahan terhadap naskah Raperda
RDTR dan PZ, melalui media massa, website resmi pemerintah, surat terbuka di media
massa, kelompok kerja, diskusi/temu warga, konsultasi publik minimal 1 (satu) kali,
workshop, FGD, seminar, konferensi, dan panel. Konsultasi publik dalam penyusunan
raperda tentang RDTR dan PZ ini dilakukan minimal 1 (satu) kali dituangkan dalam berita
acara dengan melibatkan perguruan tinggi, pemerintah, swasta, dan masyarakat.

5.3. APRESIASI INOVASI

5.3.1. APLIKASI GIS DALAM PERENCANAAN TATA RUANG

A. Sejarah Peta dan GIS

Konsep peta telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini terbukti dengan
telah banyaknya gambar yang menyerupai peta perjalanan. Salah satunya seperti yang
digambarkan oleh orang-orang Cro-Magnon pada dinding gua di Lascaux Prancis. Pada
dinding gua terdapat gambar hewan dilengkapi dengan garis yang dipercaya sebuah rute
migrasi hewan-hewan tersebut. Dari zaman ke zaman petapun berkembang. Tidak hanya
manfaat peta yang akhirnya disadari semakin luas. Teknologi pembuatan peta itu sendiri
juga ikut berkembang.

GIS adalah singkatan dari Geographic Information System. Dalam bahasa


Indonesia sendiri, GIS disingkat SIG yang artinya Sistem Informasi Geografi. Sistem
Informasi Geografi adalah sebuah sistem yang dapat membantu memberikan gambaran
yang lebih jelas tentang informasi dari sebuah tempat. Hasil akhir SIG dapat juga disebut
Smart Maps. Hal ini dikarenakan hasil hasil akhir SIG memang merupakan sebuah peta
yang dilengkapi dengan data yang dibutuhkan oleh si pembuatnya. Smart Map inilah
yang nantinya dapat membantu user, baik dalam menganalisis ataupun mengambil
keputusan terhadap suatu daerah.

Sistem Informasi Geografis (SIG) muncul pada tahun 1967. Pertama kali SIG
dipergunakan oleh Departemen Energi, Pertambangan dan sumber daya Ottawa,
Ontario, Kanada. SIG yang pertama dikembangkan oleh Roger Tomlinson yang diberi
nama CGIS (Canadian GIS). SIG ini digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan
mengolah data yang dikumpulkan untuk CLI (Canadian Land Inventory = Inventarisasi
Tanah Canada). Tujuannya untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Canada). Sedangkan Roger Tomlinson sendiri akhirnya mendapat julukan sebagai Bapak
SIG.

Gambar V.19 Aplikasi Software Sistem Informasi Geografis (ilustrasi)


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.20 Contoh Peta Rencana Pola Ruang

Gambar V.21 Contoh Peta Rencana Struktur Ruang


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.22 Contoh Peta Zonasi

B. Konsep Dasar GIS

GIS merupakan sistem komputer yang mampu memproses dan menggunakan


data yang menjelaskan tentang tempat pada perumukaan bumi. Informasi permukaan
bumi dalam GIS direpresentasikan dalam layer-layer informasi, seperti jaringan jalan,
bangunan, fasilitas dll. Lebih lanjut GIS didefinisikan sebagai sekumpulan alat yang
terorganisir yang meliputi hardware, software, data geografis dan manusia yang
sumuanya dirancang secara efisien untuk dapat melihat, menyimpan, memperbaharui,
mengolah dan menyajikan semua bentuk informasi bereferensi geografis (ESRI, 1994).
Selanjutnya GIS pada dasarnya dibuat untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisis obyek serta fenomena yang posisi geografisnya merupakan karakteristik
yang penting untuk di analisis (Stan Aronoff, 1989).

Dari definisi ini, GIS jelas mempunyai karakteristik sebagai perangkat pengelola
basis data (Database Management System (DBMS)), sebagai perangkat analisa keruangan
(spatial analysis) dan juga sekaligus proses komunikasi untuk pengambilan keputusan.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Keunikan GIS jika dibanding dengan sistem pengelola basis data yang lain adalah
kemampuan untuk menyajikan informasi spatial maupun non-spatial secara bersama.
Sebagai contoh data GIS penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk luasan yang
masing-masing mempunyai atribut penjelasan baik itu tabuler, text, angka, maupun
image file. Informasi yang berlainan tema disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang
berlainan.

Tiga tugas utama yang diharapkan dari sistem informasi geografis adalah:

1. Penyimpanan, menajemen, dan integrasi data spasial dalam jumlah besar

2. Kemampuan dalam analisis yang berhubungan secara spesifik dengan


komponen data geografis.

3. Mengorganisasikan dan mengatur data dalam jumlah besar, sehingga informasi


tersebut dapat digunakan semua pemakainya.

Lebih sederhana lagi GIS mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai database
system dan sebagai alat analisis dan modeling yang berkaitan dengan informasi
geografis.

C. Keuntungan dan kegunaan GIS

Keuntungan dari pemanfaatan GIS (Korte) :

a. data lebih aman dan tersusun lebih baik

b. tumpang tindih data dapat dihilangkan

c. perbaikan/updating data menjadi lebih mudah dan cepat;


d. data mudah disimpan, dicari (query) dianalisis dan disajikan.

e. data pada organisasi (pemerintah daerah) menjadi terpadu; sehingga tingkat


produktivitas karyawan menjadi meningkat

Lebih spesifik lagi kegunaan GIS berkaitan dengan pengelolaan kota (urban
management) adalah; sebagai DSS (Division Support System), yaitu sebagai alat
pengambilan keputusan bagi aparat pengelola dan pembangunan kota seperti
Bupati/Walikota, Bappeda dan Dinas-dinas Sektoral.

Selain keuntungan seperti diuraikan di atas, kegunaan GIS menjadi kurang


bermanfaat, jika kita kurang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. gagal merumuskan persoalan dengan benar;

2. kurang mempertimbangkan kemampuan operasionalnya;

3. hanya untuk coba-coba;


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

4. gagal merumuskan tujuan;

5. tidak memperhitungkan pengembangan jangka panjang

6. kurang mendapat dukungan pengelolaaan

7. kurang melibatkan pemakai

8. gagal merinci kebutuhan

9. kurangnya latihan bagi pemakai dan kurang laporan mengenai keberhasilan GIS
kepada atasan

5.3.2. PENGGUNAAN DRONE DALAM PERENCANAAN TATA RUANG

Aspek perencanaan kota meliputi banyak aspek. Ketika merencanakan kota, kita
harus memikirkan sejumlah bidang terkait dengan keberlanjutan kota seperti
transportasi, perumahan, budaya, pariwisata, bencana alam, pertanian dan sebagainya.
Pada dasarnya, perencanaan yang baik haruslah didasarkan pada penelitian.
Penggunaan DRONE dalam perencanaan kota dianggap penting karena
membantu meningkatkan kualitas penelitian yang akan dijadikan bahan dasar untuk
perencanaan kota dan wilayah.

Drone dapat berperan dalam melaksanakan kebijakan pemerintah untuk


memperbaiki kualitas informasi spasial. Di samping penggunaan gambar satelit dari
Google Maps atau dengan GIS, kita dapat menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi
secara real-time dengan memakai drone. Selain itu, pemodelan 3D bangunan dan wilayah
juga bisa dilakukan dengan gambar berbasis drone.

Gambar V.23 Ilustrasi Penggunaan Drone Dalam Penelitian dan Perencanaan


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.24 Ilustrasi Hasil Foto Udara menggunakan Drone

Dengan menggunakan UAV / drone yang dilengkapi GPS untuk survei dari udara
sangat efektif untuk membantu kegiatan survei agar lebih cepat dan menghasilkan
cakupan lahan yang luas. Dengan drone yang dilengkapi GPS dan kamera digital serta
peralatan komputer yang baik, survei pemetaan fotogrametri dapat menghasilkan data
dengan akurasi 1-2 cm.

Melalui pemetaan fotogrametri dengan menggunakan UAV/ drone dalam


pemetaan Lidar, ada banyak data yang bisa dihasilkan dari citra foto udara, seperti data
DEM / DTM / DSM (model permukaan digital), ortophoto, model bangunan 3D, peta
kontur Planemetric (tepi jalan, ketinggian, kemiringan, bangunan, dll) serta dapat
digunakan untuk survei volumetrik (perhitungan volume tambang dan galian di dalam
perut bumi).

Pemetaan dengan UAV merupakan suatu strategi atau cara untuk pemetaan
dengan skala besar dengan waktu yang lebih cepat dan efisien. Keunggulan lain dari
pemetaan dengan UAV adalah tingkat kesulitan yang rendah sehingga pemetaan dengan
metode ini sangat umum digunakan.  Gambar di bawah menamplkan perbandingan
metode pemetaan dengan UAV dan metode – metode lain.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.25 Perbandingan UAV dengan Metode Pemetaan Lain

Aplikasi yang akan digunakan dalam pemetaan menggunakan drone ini dibagi
menjadi 2. Yaitu Pemetaan itu sendiri dan pengolahan hasil pemetaan.

1. Pemetaan

Untuk perencanaan dibutuhkan aplikasi seperti berikut:

a. DJI GO

b. Pix4Dcapture

c. DroneDeploy

2. Pengolahan Hasil

a. Pix4D Mapper

Pix4Dmapper adalah sebuah software pengolahan foto yang basisnya mencari


ribuan titik yang sama antara satu foto dengan foto yang lain.

Namun ketika terdapat tumpang tindih/overlap di antara kedua foto, maka area
yang tertangkap saat pengambilan menjadi lebih besar. Dan memiliki banyak
titik keypoint yang dapat disatukan. Semakin banyak titik keypoint maka
semakin akurat penghitungan titik 3D tersebut.

Oleh karena itu, aturan utama adalah tetap menjaga overlap antar foto.
Rencana selama pengambilan foto adalah untuk mendapatkan efek foto
dengan hasil maksimal, langkah pentingnya adalah didesain secara hati-hati.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

b. Agisoft Photoscan Professional

Agisoft Photoscan adalah software 3D modelling menggunakan citra / foto


yang direkam secara stereo/multi sudut. Sehingga dari paralaks antar foto yang
dihasilkan dapat disusun sebuah model tiga dimensi dari foto.

Agisoft dapat digunakan untuk mengolah foto udara yang direkam


menggunakan UAV/Drone. Sehingga dari hasil perekamannya dapat dihasilkan
mosaic orthofoto, titik tinggi (elevation point clouds) dan DEM resolusi tinggi
serta dapat ditampilkan secara tiga dimensi.

Agisoft Photoscan tergolong lengkap dan mampu mengakomodir kebutuhan


pengolahan data drone, selain kemampuannya dalam melakukan mosiakin
foto. Agisoft Photoscan juga mampu menghasilkan gambar yang memiliki
Geographic Refrence.

c. ArcGIS

Arcgis merupakan Suite Aplication yang didalamnya terdapat aplikasi – aplikasi


sistem informasi geografis. Salah satu aplikasi yang sering digunakan untuk
membuat peta adalah ArcMap.

Penggunaan drone sangat membantu dalam melakukan pemetaan, mudah dan


murah. Selain juga menjanjikan akurasi yang tinggi. sehingga penggunaan drone untuk
pemetaan sangat di rekomendasikan.

Gambar V.26 Proses Pembuatan Mapping


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

5.3.3. MITIGASI BENCANA

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.

Bencana berdasarkan sumbernya dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Bencana alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian


peristiwa oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor;

2. Bencana non alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh


peristiwa/serangkaian peristiwa non alam yang antara lain dapat berupa gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit;

3. Bencana sosial, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian


peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror;

Bencana alam juga dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1. Bencana alam meteorologi (hidrometeorologi). Berhubungan dengan iklim.


Umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus;

2. Bencana alam geologi. Adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi
seperti gempa bumi, tsunami, dan longsor.

Penyebab bencana alam di Indonesia, antara lain:

1. Posisi geografis Indonesia yang diapit oleh dua samudera besar;

2. Posisi geologis Indonesia pada pertemuan tiga lempeng utama dunia (Indo-
Australia, Eurasia, Pasifik);

3. Kondisi permukaan wilayah Indonesia (relief) yang sangat beragam.

Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengurangi atau menghilangkan resiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman
bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Penyelenggaran
penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana menurut
Undang-Undang No. 27 tentang Penanggulangan Bencana meliputi kesiapsiagaan,
peringatan dini, dan mitigasi bencana.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

1. Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam
menghadapi kejadian bencana, kesiapsiagaan dapat dilakukan melalui:

a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana;

b. pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini;

c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar;

d. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme


tanggap darurat;

e. penyiapan lokasi evakuasi;

f. penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap


tanggap darurat bencana; dan

g. penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan


pemulihan prasarana dan sarana.

2. Peringatan dini dilakukan untu pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam
rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan
tanggap darurat. Peringatan dini dapat dilakukan melalui:

a. pengamatan gejala bencana;

b. analisis hasil pengamatan gejala bencana;

c. pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang;

d. penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana; dan

e. pengambilan tindakan oleh masyarakat.


3. Mitigasi Bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun
2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).

Kegiatan mitigasi bencana dapat dilakukan melalui:

a. Pelaksanaan penataan ruang;

b. Pengaturan pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan

c. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara


konvensional maupun modern.

Tujuan mitigasi bencana antara lain adalah:

1. Mengurangi dampak yang ditimbulkan, khususnya bagi penduduk;


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

2. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan;

3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta


mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan
bekerja dengan aman

Pengurangan risiko bencana menurut PP No 21 Tahun 2008 Tentang


Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dapat dilakukan melalui kegiatan:

1. Pengenalan dan pemantauan risiko bencana;

2. Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;

3. Pengembangan budaya sadar bencana;

4. Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana;

Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan bencana dapat dibagi 4


kategori:

1. Kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi);

2. Kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan evakuasi);

3. Kegiatan tepat setelah bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan);

4. Kegiatan pasca bencana (pemulihan/penyembuhan dan perbaikan/rehabilitasi).


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Disaster

Preparedeness Response

SIKLUS
MANAJEMEN
BENCANA
Mitigation Rehabilitation

Reconstruction

Gambar V.21. Siklus Manajemen Bencana

 Tahap prabencana dapat dibagi menjadi kegiatan mitigasi dan preparedness


(kesiapsiagaan). Tahap prabencana meliputi mitigasi dan kesiapsiagaan. Upaya
tersebut sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana
sebagai persiapan menghadapi bencana.

 Selanjutnya, pada tahap tanggap darurat adalah respon sesaat setelah terjadi
bencana. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan.

 Tahap pascabencana meliputi usaha rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai upaya


mengembalikan keadaan masyarakat pada situasi yang kondusif, sehat, dan
layak sehingga masyarakat dapat hidup seperti sedia kala sebelum bencana
terjadi, baik secara fisik dan psikologis. Pada tahap pascabencana, manajemen
yang digunakan adalah rehabilitasi dan rekonstruksi. Kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

5.4. PROGRAM KERJA

Serangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan untuk dapat mengakomodasikan


tujuan, sasaran dan keluaran pekerjaan ini mencakup:

1. Persiapan

2. Survey dan Pengumpulan Data

3. Penyusunan Laporan Pendahuluan RDTR dan Peraturan Zonasi

4. Penyusunan Laporan Pendahuluan KLHS

5. Paparan Pendahuluan

6. Identifikasi dan Analisis

7. Penyusunan Laporan Fakta dan Analisa RDTR dan Peraturan Zonasi

8. Penyusunan Laporan Fakta dan Analisa KLHS

9. Paparan Hasil Laporan Fakta dan Analisa

10.Focus Group Discussion (FGD) RDTR dan Peraturan Zonasi dan KLHS

11. Perumusan Konsep dan Rencana RDTR dan Peraturan Zonasi

12. Penyusunan Laporan Akhir RDTR dan Peraturan Zonasi

13. Penyusunan Laporan Akhir KLHS

14.Paparan Laporan Akhir/ Rencana

15.Penyusunan Draft Naskah Akademis dan Raperda


16.Konsultasi Publik Raperda

17. Penyusunan Album Peta Rencana A3 dan A1

18.Penyusunan Dokumen Prosiding


PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN GAYAM

Gambar V.27 Kerangka Alur Program Kerja Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Gayam

Anda mungkin juga menyukai