Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu masalah medis yang kerapkali muncul selama kehamilan 
dan dapat menimbulkan komplikasi pada 2-3 persen  kehamilan. Hipertensi pada kehamilan
dapat menyebabkan morbiditas/kesakitan pada ibu (termasuk kejang eklamsia, perdarahan otak,
edema paru (cairan di dalam paru), gagal ginjal akut, dan penggumpalan/ pengentalan darah di
dalam pembuluh darah) serta morbiditas pada janin (termasuk pertumbuhan janin terhambat di
dalam rahim, kematian janin di dalam rahim, solusio plasenta/plasenta terlepas dari tempat
melekatnya di rahim, dan kelahiran prematur). Selain itu, hipertensi pada kehamilan juga masih
merupakan sumber utama penyebab kematian pada ibu.1,2
Hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi empat yaitu hipertensi kronik, preeklampsia-
eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi gestasional.
Hipertensi kronik merupakan hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang didiagnosis pertama kali setelah 20 minggu kehamilan dan menetap dalam 12
minggu pascapersalinan. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria. Sedangkan eklampsia adalah preeklampsia ditambah
dengan kejang-kejang dan atau koma. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
yang bisa diartikan hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik
disertai dengan proteinuria. Hipertensi gestasional bisa juga disebut transient hypertension
merupakan hipertensi yang timbul pada kehamilan.1,3
Pemeriksaan kehamilan secara berkala sangat penting pada semua ibu hamil untuk
mendeteksi adanya hipertensi pada kehamilan sehingga dapat diberikan tatalaksana yang tepat.
Lebih lanjut, perempuan yang menderita hipertensi pada kehamilan memerlukan tindak lanjut
medis atau dimonitor kondisi medisnya setelah melahirkan.1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi dalam Kehamilan


2.1.1. Definisi Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.1,3

2.1.2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan.


Berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2000 yang digunakan sebagai acuan
klasifikasi di Indonesia, hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Hipertensi gestasional
2) Hipertensi Kronik
3) Preeklampsia-eklampsia
4) Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia2,3

Tabel 1. Diagnosis Penyakit Hipertensif sebagai Peyulit Kehamilan3


Hipertensi Gestasional:
 TD sistolik ≥ 140 atau TD diastolik ≥ 90 mmHg ditemukan pertama kali
sewaktu hamil
 Tidak ada proteinuria
 TD kembali ke normal sebelum 12 minggu pascapartum
 Diagnosis akhir hanya dapat dibuat pascapartum
 Mungkin memiliki gejala dan tanda lain preeklamsia, misalnya dyspepsia atau
trombositopenia
Preeklamsia:
Kriteria minimum:
 TD ≥ 140/90 mmHg yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu
 Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ pada pemeriksaan carik celup
Kemungkinan preeklamsia meningkat:

2
 TD ≥ 160/110 mmHg
 Proteinuria 2,0 g/24 jam atau ≥ 2+ pada pemeriksaan carik celup (dipstick)
 Kreatinin serum > 1,2 mg/dL, kecuali memang sebelumnya diketahui
meningkat
 Trombosit < 100.000/µL
 Hemolisis mikroangiopatik – peningkatan LDH
 Peningkatan kadar transaminase serum – ALT atau AST
 Nyeri kepala yang persisten ata gangguan serebral atau visual lainnya
 Nyeri epigastrik persisten
Eklamsia:
 Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan dengan
preeklamsia
Preeklamsia yang Bertumpang Tindih pada Hipertensi Kronis:
 Proteinuria awitan-baru ≥ 300 mg/24 jam pada perempuan hipertensif, tetapi
tidak ditemukan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu
 Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit <
100.000/µL pada perempuan yang mengalami hipertensi dan proteinuria
sebelum kehamilan 20 minggu
Hipertensi Kronis:
 TD ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau terdiagnosis sebelum kehamilan
20 minggu, tidak disebabkan penyakit trofoblastik gestasional
atau
 Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah kehamilan 20 minggu dan
menetap setelah 12 minggu pascapartum
ALT = alanine aminotransferase; AST = aspartate aminotransferase; TD = tekanan
darah; LDH = laktat dehydrogenase
Laporan Kelompok Kerja National High Blood Pressure Education Program
mengenai Tekanan Darah Tinggi dalam kehamilan (2000).

2.1.4. Faktor Risiko Hipertensi dalam Kehamilan

3
Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, maka dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
1) Primigravida
2) Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes melitus, hidrops fetalis,
bayi besar.
3) Umur yang ekstrim.
4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia
5) Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6) Obesitas 2,4

2.1.5. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan


Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yaitu:
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi hambur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami
distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada
daerah utero plasenta.2-5
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku
dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampaknya akan menimbulkan perubahan pada
hipertensi dalam kehamilan.1-2
Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar fibronektin, faktor Von
Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari sel-sel endotel.2

2. Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas

4
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan. Salah satu
oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak,
Peroksida lemak selain akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel
endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan
produksi anti oksidan.1-3
3. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam
kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif
tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh
dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih
mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan
dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak
jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.1-4
4. Disfungsi sel endotel
a) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin yang merupakan
vasodilator kuat.
b) Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan untuk menutup
tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
d) Peningkatan permeabilitas kapilar
e) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor
f) Peningkatan faktor koagulasi1,4-5

5
5. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
a) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami sebelumnya.
c) Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.1,3,4
6. Teori Adaptasi Kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.
Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada
kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.1-3-5
7. Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklampsia.1-3
8. Teori Defisiensi Gizi
Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan beberapa penelitian
juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan risiko terjadinya
preeklampsia/eklampsia.1-3
9. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Disfungsi endotel pada
preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas,
mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini disebut sebagai
kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya
berlangsung normal dan menyeluruh.1-2

6
Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha pada PE dan
IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin, plateletactivating factor
(PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas endotel, ekspresi ICAM-1, VCAM-
1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan kadar berbagai prostaglandin. Pada waktu yang
sama terjadi penurunan aktivitas sintetase NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat
setelah tanda-tanda klinis preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR
masih dalam perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh
peningkatan TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia menyebabkan
reaksi akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang meningkat dari ceruloplasmin,
alpha1 antitripsin, dan haptoglobin, hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin
dalam plasma. IL-6 menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis
platelet derived growth factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas
oksigen merangsang pembentukan IL-6.2-4
Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya produksi protein permukaan sel yang
diperantai oleh sitokin. Molekul adhesi dari endotel antara lain E-selektin, VCAM-1 dan
ICAM-1. ICAM-1 dan VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan sedangkan E-selectin
hanya diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel leukosit terjadi pada sirkulasi
maternal preeklampsia.2-5

2.2 Hipertensi Gestasional


Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan
tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.1-4

Diagnosis
 Tekanan darah ≥140/90 mmHg
 Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia kehamilan <12
minggu
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
 Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati di trombositopenia
 Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan1-3

7
Tatalaksana

 Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
 Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan.
 Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk
penilaian kesehatan janin.
 Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan eklampsia.
 Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.1-4

2.3 Hipertensi Kronik


Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.1-3

Diagnosis
 Tekanan darah ≥140/90 mmHg
 Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya hipertensi pada usia
kehamilan <20 minggu
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
 Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal1-5

Tatalaksana

 Anjurkan istirahat lebih banyak.


 Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan mengganggu perfusi serta
tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan darah yang normal akan memperbaiki keadaan janin
dan ibu.
o Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, dan terkontrol
dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut
o Jika tekanan diastolik >110 mmHg atau tekanan sistolik >160 mmHg, berikan
antihipertensi
o Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain,
pikirkan superimposedpreeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

8
o Bila sebelumnya ibu sudah mengkonsumsi antihipertensi, berikan penjelasan
bahwa antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB
(misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil. Untuk
itu, ibu harus berdiskusi dengan dokternya mengenai jenis antihipertensi yang
cocok selama kehamilan.
 Berikan suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
 Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.
 Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.
 Jika denyut jantung janin <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat
janin.
 Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan.1-4

2.3 Preeklampsia dan Eklampsia


Preeklampsia merupakan hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan pada wanita
yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Hipertensi yang ditemukan dengan tekanan
sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanandiastolik ≥ 90 mmHg dengan pemeriksaan dua kali dengan
jarak 6 jam dan terdapat proteinuria ≥0,3 gram/24 jam atau 1+ dipstick. Eklampsia adalah
preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma. 1-3
Diagnosa preeklampsia berdasarkan adanya hipertensi dan proteinuria, edema ataupun
keduanya. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda yang lain. Penyakit ini
didiagnosa berdasarkan tanda-tanda disfungsi endotel maternal yang tersebar luas. Pada
kehamilan normal, sebagian sel-sel sitotropoblast plasenta menghentikan aktifitas perubahan
yang tidak sesuai yang menyebabkan infasi ke rahim dan pembuluh darahnya. Proses ini
menyebabkan melekatnya konseptus pada dinding rahim dan memulai aliran darah ibu ke
plasenta. Preeklampsia berhubungan dengan perubahan sitotropoblas abnormal, infasi dangkal
dan penurunan aliran darah ke plasenta.1-4
Decker dan Sibai mengajukan 4 hipotesa sebagai konsep etiologi dan patogenesa
preeklampsia, yaitu:

9
 Iskemia Plasenta
Pada preeklampsia perubahan arteri spiralis terbatas hanya pada lapisan desidua dan arteri
spiralis yang mengalami perubahan hanya lebih kurang 35-50%. Akibatnya perfusi darah ke
plasenta berkurang dan terjadi iskemik plasenta.1-4

 Maladaptasi Imun
Maladaptasi imun menyebabkan dangkalnya invasi arteri spiralis oleh sel-sel sitotrofoblas
endovaskuler dan disfungsi endotel yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan sitokin
desidual, enzim proteolitik dan radikal bebas.1-4

 Genetik Imprinting
Timbulnya preeklampsia-eklampsia didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan
dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung genotif janin.1-4

 Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Preventing Activity
(TxPA)
Hal ini terjadi akibat kompensasi dengan meningkatnya kebutuhan energy selama hamil
dengan memproses asam lemak nonsterifikasi. Pada wanita dengan kadar albumin yang rendah,
pengangkutan kelebihan asam lemak nonsterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar
menurunkan aktifitas antitoksik albumin sampai pada titik dimana toksisitas VLDL menjadi
terekspresikan. Jika ada VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul dan
menyebabkan disfungsi endotel.1-4

Tanda dan gejala

Otak

Perdarahan pada awalnya ditemukan pada kortkes serebri. Edema serebri bisajuga
ditemukan. Pada gambaran MRI juga dapat menunjukkan kelainan pada lobus oksipital dan
parietal pada distribusi dari arteri serebri mayor, seiring dengan adanya lesi pada batang otak dan
ganglia basalis. Perdarahan pada sub arachnoid dapat ditemukan pada penderita preeklampsia
berat.1-4
Pada umumnya semua jaringan mempunyai autoregulation untuk mengatur perfusi darah
kejaringan termasuk otak. Bila tekanan darah melampaui batas, autoregulasi tidak dapat bekerja
maka jaringan akan mengalami perubahan, endotel akan mengalami kebocoran sehingga plasma

10
darah dan eritrosit akan keluar dari pembuluh darah ke jaringan ekstravaskular dan akan terjadi
perdarahan bercak (ptechien) atau perdarahan intrakranial. Pada hipertensi kronis terjadi
hipertrofi pembuluh darah sehingga pada tekanan darah yang sama ada hipertensi kronik bisa
asimptomatis, atau hanya sakit kepala saja. Kerusakan otak bisa dijumpai dengan sebab yang
tidak diketahui yang disebut ensefalopati hipertensif dengan kelainan berupa nekrosis fibroid,
trombosis arteriol, mikro infark, ptechien. Pada pembuluh darah terjadi vasokonstriksi yang
menyebabkan iskemia lokal, nekrosis arteriol, dan hilangnya barier antara otak dan darah.
Terjadinya edema dalam otak masih dalam kontroversi, ada yang menjumpai adanya edema,
tetapi Sheehan dan Lynch tidak menjumpai edema pada eclampsia.1-5

Jantung
Preeklampsia ditandai dengan hilangnya keadaan normal dari volume intravaskukar,
penurunan dari kadar normal volume sirkulasi darah, dan berkurangnya vasopressor pembuluh
darah seperti angiotensin 2. Preeklampsia juga ditandai dengan meningkatnya cardiac output dan
rendahnya tahanan vaskular sistemik. Volume plasma pada Preeklampsia menurun dengan
penyebab yang tidak diketahui. Timbulnya hipertensi karena pelepasan vaskonstriktor yang
dihasilkan sebagai kompensasi terhadap hipoperfusi darah pada uterus. Oleh sebab itu tidak
dianjurkan pemberian diuretik. Secara umum pada preeklampsia terjadi kenaikan cardiac output
dengan peningkatan tahanan perifer yang tidak sesuai. Wanita dengan kehamilan normal resisten
terhadap angiotensin II. Wanita-wanita yang mengalami preeklampsia resistensi terhadap
angiotensin II menurun beberapa minggu sebelum terjadi hipertensi.1-3
Terjadinya hipertensi pada Preeklampsia dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Terjadinya hipertensi disebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menyebabkan
resistensi vaskuler perifer meningkat.
b) Vasokonstriksi terjadi karena hiper responsif dari pembuluh darah terhadap vasokonstriktor
terutama terhadap angiotensin II.
c) Terdapat ketidakseimbangan antara vasokonstriktor dan vasodilator dimana vasokonstriktor
meningkat seperti angiotensin II, endotelin, tromboksan dan produksi vasodilator menurun
seperti nitrous oksida, prostasiklin dan endothelium-derived relaxing factor (EDRF).
d) Terjadi kerusakan/disfungsi endotel pembuluh darah sehingga produksi vasokonstriktor
seperti endotelin meningkat dan vasodilator seperti prostasiklin dan EDRF menurun.
e) Endotel menghasilkan sitokin yang menurunkan aktivitas antioksidan.2-5

11
Paru
Edema pulmonal bisa terjadi pada preeklampsia berat atau eklampsia, bias kardiogenik atau
non kardiogenik dan biasanya timbul pada waktu post partum. Edema pulmonum bisa terjadi
karena pemberian cairan yang berlebihan, tekanan onkotik yang menurun karena albuminemia,
penggunaan kristaloid untuk menggantikan transfusi darah dan sintesis albumin yang menurun
dari hati. Edema pulmonum sering terjadi pada hipertensi kronis dan penyakit jantung
hipertensif.2-5
Hati
Pada preeklampsia terjadi perubahan mulai dari yang ringan (subkilinis) berupa deposit fibrin
pada sinusoid hepar sampai dengan ruptura hepatis, sindroma HELLP dan infark hepatis. Rasa
sakit didaerah hipokondrium merupakan salah satu tanda adanya perdarahan dalam hepar atau
perdarahan subkapsuler.2-4
Walker dan Dekker (1997) dalam Hypertension In Pregnancy mengatakan kelainan yang
sering terjadi pada hati adalah nekrosis periportal dan fokal perenkim hati dan perdarahan.
Deposisi fibrin-fibrinogen dalam sinusoid hati dapat terjadi. Pada preeklampsia berat deposit
fibrin dapat menyebabkan obstruksi aliran darah dalam sinusoid yang dapat menyebabkan
peregangan terhadap kapsul hepar sehingga terjadi nyeri epigastrum.2-4
Nekrosis hemorgik pada lobulus perifer hati merupakan lesi karakteristik dari eklampsia.
Trombosis yang luas pada pembuluh darah kecil sering terjadipada lobus kanan hati. Perdarahan
berat dibawah kapsul hepar dapat menyebabkan ruptura hati yang menyebabkan perdarahan intra
abdominal.1-4

Ginjal
Kelainan khas preeklampsia pada ginjal adalah glomerulo-endotheliosis yaitu pembengkakan
sel endotel dari glomerulus sehingga perfusi darah dan filtrasi glomerulus menurun. Pada ginjal
juga dijumpai deposit fibrin pada membrana basalis. Kelainan pada ginjal umumnya reversibel
dan hilang lebih kurang setelah 6 minggu post partum. Albright dan Sommers (1968) pada
biopsy ginjal menjumpai kelainan kapiler deposit fibrin dalam kapsula Bowman. Sel-sel
juxtaglomerulus mengalami hiperplasia, epitel loop of Henle mengalami deskuamasi berat dan
afferent arteriol menunjukkan vasospasme yang jelas, Lesi pada tubulus juga sering terjadi dan
terdapat cast (kristal) dalam urine. Terdapat peningkatan aktivitas renin, angiotensin dan
aldosteron yang dapat menjurus kepada retensi sodium dan air. Nekrosis korteks jarang terjadi

12
dan ini biasanya fatal dan harus dilakukan dialisis ginjal. Patogenesis dan patofisiologi yang
terjadi pada ginjal dengan preeklampsia adalah sebagai berikut:
a) Pada ginjal terjadi kelainan glomerulus dimana sel endotel mengalami hipertrofi dan
pembengkakan yang disebut glomeruloendoteliosis
b) Filtrasi glomerular dan aliran darah ke ginjal menurun.
c) Klirens asam urat menurun sehingga kadar asam urat didalam darah meningkat.
d) Kerusakan endotel glomerulus menyebabkan albumin bocor melalui glomerulus dan keluar
melalui urine (proteinuria) dan albumin juga keluar dari pembuluh darah (ekstravasasi) ke ruang
interstisial sehingga terjadi hipoalbuminemia sehingga tekanan onkotik menurun dan terjadi
hypovolemia dan hemokonsentrasi.
e) Pada kehamilan normal terjadi hipercalciuria, pada preeklampsia sebaliknya menjadi
hipocalciuria.
f) Natrium juga bisa terganggu sehingga terjadi retensi dan edema. Kelainan ini tidak semua
sama beratnya.1-4

Mata
Vasospasme retina, edema retina, retinal detachment dan kebutaan kortikal dapat terjadi pada
preeklampsia.4-5

2.2.3. Gejala dan Tanda Klinis


Sesuai dengan definisi preeklampsia, gejala utama preeklampsia adalahhipertensi, proteinuria
dan edema yang dijumpai pada kehamilan semester 2 atau kehamilan diatas 20 minggu dengan
atau tanpa edema karena edema dijumpai 80% pada kehamilan normal dan edema tidak
meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Gejala-gejala dan tanda-
tanda lain yang timbul pada preeklampsia sesuai dengan kelainan-kelainan organ yang terjadi
akibat preeklampsia:

1) Hipertensi
Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer pada lengan kanan dalam keadaan
berbaring terlentang setelah istirahat 15 menit. Disebut hipertensi bila tekanan darah sistolik 140
mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik 90 mmHg.2-4

13
2) Proteinuria
Pada wanita tidak hamil dijumpai protein dalam urin sekitar 18 mg/24 jam. Disebut
proteinuria positif/patologis bila jumlah protein dalam urin melebihi 300 mg/24 jam. Proteinuria
dapat dideteksi dengan cara dipstick reagents test, tetapi dapat memberikan 26% false positif
karena adanya sel-sel pus. Untuk menghindari hal tersebut, maka diagnosis proteinuria dilakukan
pada urin tengah (midstream) atau urine 24 jam.2-4
Deteksi proteinuria penting dalam diagnosis dan penanganan hipertensi dalam kehamilan.
Proteinuria merupakan gejala yang terahir timbul. Eklampsia bisa terjadi tanpa proteinuria.
Proteinuria pada preeklampsia merupakan indicator adanya bahaya pada janin. Berat badan lahir
rendah dan kematian perinatal meningkat pada preeklampsia dengan proteinuria.2-5
Diagnosis preeklampsia ditegakkan bila ada hipertensi dengan proteinuria. Adanya kelainan
cerebral neonatus dan retardasi intra uterin. Proteinuria juga ada hubungannya dengan
meningkatnya risiko kematian janin dalam kandungan. Risiko terhadap ibu juga meningkat jika
dijumpai proteinuria.3-5

3) Edema
Edema bukan merupakan syarat untuk diagnosa preeklampsia karena edema dijumpai 60-
80% pada kehamilan normal. Edema juga tidak meningkatkan risiko hipertensi dalam kehamilan.
Edema yang dijumpai pada tangan dan muka selain pagi hari merupakan tanda patologis.
Kenaikan berat badan melebihi 1 kg per minggu atau kenaikan berat badan yang tiba-tiba dalam
1 atau 2 hari harus dicurigai kemungkinan adanya preeklampsia.3-5
Edema yang masif meningkatkan risiko terjadinya edema paru terutama pada masa post
partum. Pada 15-39 % kasus preeklampsia berat tidak dijumpai edema.3-4

4) Oliguria
Urin normal pada wanita hamil adalah 600-2000 ml dalam 24 jam. Oliguria dan anuria
meurpakan tanda yang sangat penting pada preeklampsia dan merupakan indikasi untuk terjadi
terminasi sesegera mungkin. Walaupun demikian, oliguria atau anuria dapat terjadi karena sebab
prerenal, renal dan post renal. Pada preeklampsia, hipovolemia tanpa vasokonstriksi yang berat,
intrarenal dapat menyebabkan oliguria. Kegagalan ginjal akut merupakan komplikasi yang
jarang pada preeklamspia, biasanya disebabkan nekrosis tubular, jarang karena nekrosis kortikal.
3-6

14
Pada umumnya kegagalan ginjal akut ditandai dengan jumlah urin dibawah 600 ml/24 jam
dan 50% dari kasus tersebut terjadi sebagai komplikasi koagulasi intravaskular yang luas
disebaban solusio plasenta.3-5

5) Kejang
Kejang tanpa penyebab lain merupakan diagnosis eklampsia, kejang merupakan salah satu
tanda dari gejala dan tanda gangguan serebral pada preeklampsia. Tanda-tanda serebral yang lain
pada preeklampsia antara lain, sakit kepala, pusing, tinnitus, hiperrefleksia, gangguan visus,
gangguan mental, parestesia dan klonus. Gejala yang paling sering mendahului kejang adalah
sakit kepala, gangguan visus dan nyeri perut atas.4-6

6) Asam Urat
Korelasi meningkatnya asam urat dengan gejala-gejala kilinis dari toksemia gravidarum
mula-mula didapatkan oleh williams. Kadar asam urat juga mempunyai korelasi dengan beratnya
kelainan pada biopsi ginjal. Kelainan patologis pembuluh darah uteroplasenta dan berkorelasi
dengan luaran janin pada preeklampsia. Hiperuricemia menyebabkan kematian perinatal.3-6

7) Gangguan Visus
Gangguan visus pada preeklampsia berat dapat merupakan flashing. Cahaya berbagai warna,
skotoma, dan kebutaan sementara. Penyebabnya adalah spasme arteriol, iskemia dan edema
retina. Tanpa tindakan operasi penglihatan akan kembali normal dalam 1 minggu.2-5

Diagnosis
Preeklampsia Ringan
 Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil >300 mg/24 jam2-4

Preeklampsia Berat

 Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu


 Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil >5 g/24 jam
 Atau disertai keterlibatan organ lain:

15
o Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
o Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
o Sakit kepala , skotoma penglihatan
o Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
o Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
o Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl2-5

Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik

 Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu)
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000 sel/uL pada usia
kehamilan > 20 minggu3-5

Eklampsia

 Kejang umum dan/atau koma


 Ada tanda dan gejala preeklampsia3-5

2.2.5. Komplikasi Preeklampsia


Komplikasi pada preeklampsia dapat dibagi berdasarkan dampaknya terhadap maternal dan fetal.
Maternal
a. Eklampsia
Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular. Kematian disebabkan
oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat yang menyertai.
b. Perdarahan serebrovaskular
Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan autoregulasi aliran darah otak pada
MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg.
c. Masalah liver dan koagulasi: HELLP Syndrome (hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelets Count). Preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim
hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia.
d. Gagal ginjal
Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat.

16
e. Edema Paru
f. Kematian maternal
Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara bersamaan,
merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur gestasi.1-5

Fetal
Kematian perinatal dan morbiditas fetus meningkat. Pada usia kehamilan 36 minggu,
masalah utama adalah IUGR. IUGR terjadi karena plasenta iskemi yang terdiri dari area infark.
Kelahiran prematur juga sering terjadi At-term, preeklampsia mempengaruhi berat lahir bayi
dengan penigkatan risiko kematian dan morbiditas bayi. Pada semua umur gestasi terjadi
peningkatan risiko abrupsi plasenta.1-5

2.2.6. Pencegahan Preeklampsia


1) Diet dan olahraga
Sudah berpuluh-puluh tahun wanita disarankan untuk membuat perubahan dalam diet dan
gaya hidupnya untuk menjauhkan mereka dari risiko preeklampsia. Tetapi itu dianggap kurang
efektif. Berbagai macam intervensi sudah di evaluasi pada randomized trial, termasuk aerobic,
suplementasi protein, peningkatan ataupun penurunan konsumsi garam, suplementasi magnesium
dan suplementasi zat besi. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil yang ditunjukkan
tidak begitu berpengaruh terhadap pencegahan preeklampsia. Dari hasil penelitian lainnya,
menunjukkan bahwa suplementasi precursor prostaglandin seperti minyak ikan dan suplementasi
kalsium memiliki pengaruh yang lebih baik. Pada minyak ikan terkandung rantai asam lemak
yang memiliki efek antiplatelet dan anti trombotik.1-4
Hipotesis yang menyatakan bahwa diet calcium berhubungan dengan risiko preeklampsia,
saat ini masih dalam penelitian. Pada penelitian observational ini, 6894 wanita masing masing
diberikan 1 gram kalsium per hari, secara keseluruhan mengurangi risiko preeklampsia sebanyak
30 %. Risiko preeklampsia bagi wanita yang mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang rendah,
masih dalam penelitian.2-4

2) Aspirin dan agen antiplatelet lainnya

17
Preeklampsia berhubungan dengan defisiensi produksi prostasiklin yang merupakan
vasodilator dan terjadinya produksi berlebihan dari thromboxan yang merupakan derivat platelet
vasokonstriktor dan sebagai stimulus dari agregasi platelet. Maka hipotesa mengarah ke
kemungkinan agen antiplatelet dan aspirin dosis rendah, efektif untuk pencegahan preeklampsia.
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah dan agen antiplatelet dapat
membantu dalam pencegahan preeklampsia dan beberapa komplikasi.2-5

3) Vitamin Antioxidan
Sebuah penelitian kecil mengevaluasi bahwa dosis tinggi vitamin C dan E sebagai antioksidan
untuk pencegahan preeklampsia menunjukkan hasil yang menjanjikan tetapi membutuhkan
konfirmasi dari penelitian yang lebih besar (Duley, 2003). Pada penelitian lain menyatakan
suplementasi vitamin C dengan dosis 1000 mg/hari dan vitamin E dengan dosis 400 IU/hari
tidak menurunkan risiko hipertensi kehamilan dan preeklampsia pada wanita hamil (Roberts et
al, 2010).
Etiologi preeklampsia merupakan multifaktor, maka intervensi pada satu sisi saja tidak efektif
untuk mencegah preeklampsia. Tindakan preventif yang baik hanya dapat dilakukan bila etiologi
preeklampsia sudah diketahui.2-5

2.2.7. Penatalaksanaan
Menurut Institute of Obstetricians and Gynaecologist Royal College of physicians of Ireland,
penatalaksanaan preeklampsia berupa:

1) Preeklampsia ringan
Terjadi pada 15-25% wanita dengan hipertensi kronis yang berujung pada preeklampsia. Rata-
rata terjadi pada minggu ke 32 kehamilan. Maka daripada itu penatalaksanaan hipertensi
kehamilan seharusnya terfokus pada monitoring ibu dan janin apakah sudah berkembang
menjadi preeklampsia, hipertensi berat ataupun ancaman pada janin. Minimal analisa urin dan
pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap minggu.4-6
a. Evaluasi Awal
Konfirmasi peningkatan tekanan darah yang dilakukan berulang-ulang dan pemeriksaan
ekskresi protein urin merupakan bagian dari evaluasi awal. Pemeriksaan laboratorium harus
dilakukan jika ada peningkatan tekanan darah yang berkelanjutan antara 90-99 mmHg dan

18
seharusnya dilakukan monitor: tes fungsi renal termasuk asam urat, elektrolit serum, tes
fungsi hati dan hitung darah lengkap.4-6
Pemeriksaan fetus dengan USG untuk mengevaluasi berat janin, progress dari
pertumbuhan janin, indeks cairan amnion dan umbilical artery Doppler velocimetry harus
dilakukan pada saaat diagnosis setiap 4 minggu.6-7
b. Penatalaksanaan Hipertensi Kehamilan Tanpa Proteinuria dan Preeklampsia Ringan.
Terapi medis hipertensi ringan belum menunjukkan peningkatan hasil pada neonatus dan
mungkin bisa menutupi diagnosis dalam perubahan yang mengarah pada hipertensi berat.
Penatalaksanaan seharusnya dapat mencegah terjadinya hipertensi sedang maupun berat.
Dengan target menurunkan atau memperkecil komplikasi seperti gangguan pada
serebrovaskular.4-7
Untuk wanita tanpa masalah kesehatan yang mendasar, obat anti hipertensi perlu
digunakan untuk menjaga tekanan sistolik pada 130-155 mmHg dan tekanan diastolik 80-105
mmHg. Untuk wanita yang sudah memiliki masalah kesehatan yang mendasar, seperti
penyakit ginjal dan diabetes, perlu menjaga tekanan darahnya pada tekanan darah sistolik
130-139 mmHg dan tekanan diastol 80-89mmhg.3-6
Labetalol adalah campuran antara alfa dan beta adrenergik antagonis yang dapat
menurunkan tekanan darah ibu tanpa adanya efek pada janin. Dosis inisial diberikan dengan
100 mg, dua sampai tiga kali perhari. Dosis ini dapat diberikan sampai dosis maksimum yaitu
600 mg, 4 kali sehari. Perlu diperhatikan bahwa labetalol ini kontra indikasi pada wanita
dengan riwayat asthma.3-6
Metildopa adalah obat antihipertensi yang bekerja secara sentral sehingga tidak
memeiliki efek samping pada sirkulasi uteroplasenta. Metildopa diberikan dengan dosis
mulai dari 250 mg, tiga kali sehari sampai dengan 1g , tiga kali sehari. Metildopa tidak sesuai
untuk kondisi yang membutuhkan control hipertensi secara tepat, karena untuk mencapai
efek terapinya metildopa membutuhkan waktu 24 jam. Semakin tinggi dosis metildopa yang
digunakan, maka akan meningkatkan efek samping seperti depresi dan sedasi.4-7
Nifedipin adalah calcium channel antagonist . obat ini merupakan antihpertensi yang
potensial dan sebaiknya tidak diberikan secara sublingual karena dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah secara cepat dan kemudian dapat membahayakan janin. Berbeda
dengan Nifedipine yang bekerja secara long acting (Adalat LA) tidak menyebabkan

19
terjadinya efek samping pada sirkulasi uteroplasenta. Untuk kontrol hipertensi, nifedipin
diberikan mulai dari dosis 3 mg/hari sampai dengan 120 mg/hari.5-7
Jika dosis inisial dari obat-obat tersebut gagal untuk mengkontrol tekanan darah secara
adekuat, dosis tersebut perlu ditingkatkan secara bertahap sampai pada dosis maksimum. Jika
kontrol tekanan darah yang adekuat belum tercapai, mungkin diperlukan obat antihipertensi
lainnya.4-7

Tabel 2.1 Obat Hipertensi Untuk Ibu Hamil2-3


Partus
Penatalaksanaan yang terahir dari preeklampsia adalah melahirkan bayinya. Setelah 37
minggu kehamilan berjalan pertimbangan persalinan perlu diberikan. Penilaian secara klinis
termasuk gejala-gejala pada ibu hamil tersebut, derajat keparahan preeklampsia, keadaan
janin dan kondisi serviks yang mendukung. Jika terjadi kondisi ketika sudah pada usia
kehamilan 37 minggu, preeklampsia ringan, tetapi kondisi serviks tidak mendukung, maka
induksi untuk persalinan ditunda, khususnya pada wanita yang sebelumnya pernah seksio
cesareae. Penyebab tertentu juga terjadi pada ibu hamil yang obesitas. Pada beberapa
kegawat daruratan klinis perlu dilakukan persiapan seksio cesareae. Evidence yang berasal
dari HYPITAT Trial (koopmans et al. 2009) menunjukkan bahwa pada wanita dengan
hipertensi kehamilan dan preeklampsia ringan, induksi partus setelah kehamilan 37 minggu
dihubungkan dengan penurunan kegawat daruratan maternal dan tanpa perubahan kondisi
janin ataupun tanpa indikasi seksio cesarea, maka induksi persalinan bila dilakukan dalam
situasi ini.4-7

2) Penatalaksanaan preeklampsia berat


a) Pilihan pertama: Labetalol

20
Jika pasien dapat metoleransi terapi, dapat diberikan dosis inisial sebesar 200 mg secara oral.
Biasanya dengan pemberian tersebut dapat memberikan hasil penurunan tekanan darah dalam
waktu setengah jam. Dosis berikutnya dapat diberikan 30 menit setelahnya jika diperlukan. Jika
tidak ada respon dengan pemberian secara oral, maka control dapat dilakukan dengan bolus
labetalol 50 mg secara berulang dan selanjutnya dengan infus labetalol.5-7
Infus bolus 50 mg diberikan minimal dalam 5 menit, maka efeknya akan muncul pada 10 menit
berikutnya. Dapat diulang lagi jika tekanan darah tidak turun dari 160/105. Dosis dapat diberikan
mulai dari 50 mg sampai dosis maksimum 200 mg dengan interval 10 menit.4-7
Jika setelah pemberian labetalol secara intravena tidak menurunkan tekanan darah dibawah
160/105 mmHg dalam satu sampai satu setengah jam, maka perlu diberikan obat antihipertensi
pilihan ke dua.5-7

b) Pilihan kedua
Hydralazine
Hydralazine dapat diberikan dengan bolus 2,5 mg. Dapat diulang setiap 20 menit sampai dosis
maksimum 20 mg. Dapat diikuti dengan infus hydralazin 40 mg dalam 40 ml normal saline
dengan 1-5 ml/jam.4-7
Nifedipine
Nifedipine sebaiknya tidak diberikan secara sublingual untuk wanita hipertensi. Bisa terjadi
hipotensi bersamaan dengan pemberian nifedipine dan magnesium sulfat, maka daripada itu
nifedipine diresepkan pada wanita dengan hipertensi berat. Nifedipine oral dapat diberikan
dengan 3 preparat: kapsul, modifikasi dengan 2 kali dosis regular dalam 12 jam dan modifikasi
dengan tablet dosis regular dalam 24 jam.4-7
Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat diberikan untuk penanganan kasus preeklampsia berat sebagai pencegahan
eklampsia. Magnesium Sulfat diberikan dengan dosis awal lalu diikuti dengan pemberian secara
infus selama 24 jam atau sampai 24 jam setelah partus. Dosis awal magnesium sulfat yaitu 4
gram secara intravena selama 5-10 menit. Dosis kontrol yaitu 1 gram magnesium sulfat intravena
per jam. Untuk menghindari kesalahan dalam peresepan, maka magnesium sulfat sebaiknya
diberikan dalam pre-mixed solution. Pre-mixed magnesium sulfat tersedia dengan 2 preparat:

21
Magnesium Sulfat 4g dalam 50 ml. Sebaiknya diberikan secara intravena dalam 10 menit sebagai
dosis bolus. Magnesium Sulfat 20g dalam 500ml. Sebaiknya diberikan melalui volumetric pump
dengan 25 ml/jam (1 gram/jam magnesium sulfat). Efek samping pemberian magnesium sulfat
dapat berupa paralisis motorik, hilangnya refleks tendon, depresi pernapasan, aritmia pada
jantung. Untuk menghindari efek samping tersebut, maka perlu dilakukan monitoring dalam 4
jam berupa EKG, urin output, refleks tendon diperiksa setiap 4 jam. Pemberian magnesium sulfat
harus dikurangi jika sudah tidak ada refleks tendon dan frekuensi pernapasan dibawah 12 kali per
menit. Jika terjadi oliguria dan gangguan pada konduksi jantung, maka hentikan pemberian
magnesium sulfat dan berikan kembali setelah urine output membaik (IOG Ireland, 2011).2-6

Tabel 2.2 Cara Pemberian MgSO44

22
Setelah pemberian terapi medikamentosa, maka dapat ditentukan rencana sikap terhadap
kehamilannya, yang tergantung pada umur kehamilan yaitu:
Ekspektatif: Bila umur kehamilan <37 minggu, kehamilan dipertahankan selama mungkin
sambil memberikan terapi medikamentosa.
Aktif: Bila umur kehamilan ≥37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi
medikamentosa untuk stabilisasi ibu.2-6

23
Tabel 2.3 Pemeriksaan Preeklampsia5

24
Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan

 Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam
sejak terjadinya kejang.
 Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan janin yang
belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.
 Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia kehamilan
belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat
kontraindikasi (lihat algoritma di halaman berikut). Lakukan pengawasan ketat.
 Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37 minggu,
manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak
terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan ketat.
 Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini
dianjurkan.
 Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah
aterm, induksi persalinan dianjurkan.
 Tidak ada bukti yang menunjukkan manfaat dari pembatasan aktivitas (istirahat di rumah),
pembatasan asupan garam, dan pemberian vitamin C dan E dosis tinggi. 4-7

Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu :
1. Induksi persalinan : amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop ≥ 6
2. Seksio sesarea bila :
- Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi tetes oksitosin
- Delapan jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif

Sudah inpartu :
Kala I
Fase laten : amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop ≥ 6.
Fase aktif :
1. Amniotomi

25
2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, pertimbangkan
seksio sesarea.
Catatan : amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15 menit setelah
pemberian pengobatan medisinal.
Kala II : Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.7-10

26
BAB III
PENUTUP

Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas yaitu tekanan darah
≥140/90 mmHg. Hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi empat yaitu hipertensi kronik,
preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi
gestasional.
Hipertensi kronik merupakan hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang didiagnosis pertama kali setelah 20 minggu kehamilan dan menetap dalam
12 minggu pascapersalinan. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria. Sedangkan eklampsia adalah preeklampsia ditambah
dengan kejang-kejang dan atau koma. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
yang bisa diartikan hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik
disertai dengan proteinuria. Hipertensi gestasional bisa juga disebut transient hypertension
merupakan hipertensi yang timbul pada kehamilan.
Komplikasi hipertensi dalam kehamilan dapat terjadi pada ibu dan juga pada janin. Diagnosis
dan penatalaksanaan yang tepat dibutuhkan untuk mencegah meningkatnya morbiditas dan
mortalitas pada ibu dan janin.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Ed. 3, cet. 8. Jakarta : yayasan
bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006
2. Sastawinata S, dkk. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Ed. 2. Jakarta: EGC. 2005
3. Saifuddin AB, dkk. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ed. 1, Cet.
5. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009
4. Priyono A. Hipertensi Dalam Kehamilan. [3 Juli 2015] cited [1 Juni 2016]. Available from:
http://www.kerjanya.net/faq/12099-hipertensi-dalam-kehamilan.html
5. Kristiyani SA. Laporan Kasus: Hipertensi Dalam Kehamilan. Cited [1 Juni 2016]. Available from:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=195829&val=970&title=A%20CASE
%20REPORT:%20HYPERTENSION%20IN%20PREGNANCY
6. Rachmawati. IN. Analisis Kasus: Hipertensi Dalam Kehamilan. [1 Maret 2004] cited [1 Juni 2016].
Available from: http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/144/pdf_118
7. Magee LA, et al. Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hipertensive Disorders of
Pregnancy: Executive Summary. [May 2014] cited [1 Juni 2016]. Available from:
http://sogc.org/wp-content/uploads/2014/05/gui307CPG1405E1.pdf
8. NHS Clinical Guidelines. Hipertension in Pregnancy. [August 2010] cited [1 Juni 2016]. Available
from: http://www.hypertensie.nl/richtlijnen/richtlijn57.pdf
9. The American College of obstetriticians and Gynecologist. Hipertension in Pregnancy. [2013]
cited [1 Juni 2016]. Available from: https://www.acog.org/~/media/Task%20Force%20and
%20Work%20Group%20Reports/public/HypertensioninPregnancy.pdf
10. Clinical Guidelines Obstertics and Midwifery. Hypertension In Pregnancy. [2016[ cited [1 juni
2016]. Available from:
http://www.kemh.health.wa.gov.au/development/manuals/O&G_guidelines/sectionb/2/5146.p
df

28

Anda mungkin juga menyukai