Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR

COMBUSTIO

DISUSUN OLEH :

GALUH NILA MELINDA

2019040718

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI

2019/2020
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan luka yang unik diantara luka
lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah bersar jaringan mati yang
tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang cukup lama.
(Moenajat, 2001).
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka
lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar)
yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer,
2002).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif
(PRECISE, 2011).
B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke
tubuh melalui kondusksi atau radiasi elektromagnetik, meliputi: Etiologi luka
bakar dapat dibagi menjadi Scald Burns, Flame Burns, Flash Burns, Contact
Burns, Chemical Burns, Electrical Burns, Frost Bite (Jeschke, 2007).
1. Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas,
merupakan kebanyakan penyebab luka bakar pada masyarakat. Air pada
suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu
hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1
detik (Jeschke, 2007).
2. Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri
termal. Meskipun kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran rumah
telah menurun seiring penggunaan detektor asap, kebakaran yang
berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan penggunaan cairan
yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan bermotor dan kain terbakar
oleh kompor atau pemanas ruangan juga bertanggung jawab terhadap
luka terbakar (Jeschke, 2007).
3. Flash Burns
Flash burns adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas
alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah
terbakar lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode
waktu. Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang terekspos
dengan area paling dalam pada sisi yang terkena (Jeschke, 2007).
4. Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas,
plastik, gelas atau bara panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang
menyentuh atau jatuh dengan tangan menyentuh setrika, oven dan bara
kayu menyebabkan luka bakar yang dalam pada telapak tangan
(Jeschke, 2007).
5. Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah
bersifat asam kuat atau basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan
industri yang memakai bahan kimia sebagai bagian dari proses
pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah dapat
memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%)
atau akuabides atau cairan netral lainnya adalah pertolongan terbaik,
tidak dengan cara menetralisirnya (Jeschke, 2007).
6. Electrical Burns
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa
menjalar dari sejak arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar.
Luka masuk adalah tempat aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar
adalah tempat keluarnya arus dari tubuh menuju bumi/ground. Sulit
secara fisik menentukan berat ringannnya kerusakan yang terjadi,
mengingat perlu banyak pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya
untuk mengevaluasi keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal,
kerusakan otot sangat mungkin terjadi. Besarnya luka masuk atau luka
keluar tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan sepanjang aliran
luka masuk sampai keluar. Maka dari itu setiap luka bakar listrik
dikelompokan pada derajat III (Jeschke, 2007).
7. Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah
perifer mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari,
hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis dan
kerusakan yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah sesegera
mungkin menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan
gerakan-gerakan untuk memperlancar sirkulasi (Jeschke, 2007).
C. KLASIFIKASI
1. Menurut kedalamannya
a. Luka bakar derajat I

1) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis


2) Tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari
3) Tidak dijumpai bullae
4) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
5) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
1) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
2) Dijumpai bulae.
3) Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
4) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih
tinggi diatas kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Derajat II dangkal (superficial)
a) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
1) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang
lebih dalam.
2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
3) Tidak dijumpai bulae.
4) Kulit yang terbakar berwarna putih hingga merah, coklat atau
hitam
5) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal sebagai eskar.
6) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-
ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian
2. Klasifikasi keparahan luka bakar menurut American Burn
Association

No Derajat luka bakar Ringan/minor Sedang Mayor


1 Derajat 2 Dewasa Dewasa Dewasa
TBSA <15 TBSA 15-25 >25%
Anak Anak Anak
<10% 10-20% >20%
2 Derajat 3 <2% 2-10% 10%

Rule Of Nine
Pembagian Zona Kerusakan Jaringan
a. Zona koagulan
Terdiri dari jairngan yang mati membentuk sisa-sisa luka bakar yang
berlokasi pada pusat luka bakar yang berhubungan langsung dengan
sumber panas.
b. Zona statis
Terdiri dari jaringan yang berbatasan dengan luka yang nekrosis dan
masih tetap hidup tetapi ada risiko berupa defisiensi darahg yang terus
menerus selama penurunan perfusi.
c. Zona hiperemia
Terdiri dari kulit normal yang mengalami vasodilatasi dan mengisi aliran
pembuluh darah akibat respon luka.
D. FASE PENYEMBUHAN LUKA BAKAR
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari ke 5. Fase ini terjadi
respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat luka/cedera pada jaringan
yang bertujuan untuk menghentikan pendarahan, membersihan darah
luka, benda asing, sel-sel mati dan bakteri. Pada fase ini terputusnya
pembuluh darah akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha
untuk menghentikannya (hemostatis) dimana dalam proses itu terjadi:
a. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
b. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan pembentukan
jala=jala fibrin
c. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah
Proses tersebut berlengsung beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh
darah, penyuburan sel radang disertai vasodilatasi (pelebrana pembuluh
darah) selain itu juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf sensorik
pada daerah luka sehingga pada fase ini ditemukan tanda-tanda inflamasi
yaitu seperti kemerahan, teraba hangay, edema dan nyeri.
2. Fase proliferasi
Disebut juga fase fibroplasia yang berlangsung sejak akhir fase inflamasi
sampai dengan akhir minggu. Pada fase ini sel fibroplos berpoliferasi,
fibroblas menghasilkan mukopolisakarida asam amino dan protein yang
merupakan bahan dasar kolagen yang akan mempertemukan tepi luka.
Fase ini dipengaruhi oleh substansi yang disebabkan growth factors. Pada
fase ini terjadi proses:
a. Angiogenesis: proses pembentukan kapiler baru untuk
menghantarkan nutrisi dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis di
stimulasi oleh suatu growth factors (Tnf αβ)
b. Granulasi: pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung
kapiler pada dasar luka dan permukaan yang bersisi jaringan halus
c. Kontraksi: pada fase ini terpi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah
luka yang disebabkan oleh kerja miofibrinoblas sehingga
mengurangi luas luka, proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF
α
E. FASE LUKA BAKAR
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka
telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau
organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi awal menurut Betz (2009)
a. Takikardia
b.
Tekanan darah menurun
c.
Ekdtremitas dingin dan perfusi buruk
d.
Perubahan tingkat kesadaran
e.
Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunanurine, lidah dan kulit
kering)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Pucat (tidak terjadi pada luka bakar derajat II dan III)
2. Menurut Grace (2007) menifestasi kronis adalah:
Umum :
a. Nyeri
b. Edema dan bula
Khusus:
a. Inhalasi asap (gejala pada hidung/sputum, suara serak, luka bakar
dalam mulut)
b. Luka bakar pada mata/alis mata
c. Luka bakar sirkum tersiol

Kedalaman Jaringan Penyebabya Karakteristik Nyeri Penyembuhan


yang nglazim
terkena
Ketebalan Kerusakan Sinar Kering : tidak Nyeri Sekitar 5 hari
superficial epitel matahari ada lepuh, merah
(derajat I) minimal pink, memutih
dengan tekanan

Ketebalan Epidermis, Kilat : cairan Basah : pink atau Nyeri : Sekitar 21 hari,
partial dermis hangat merah, lepuh hipereste jaringan parut
(derajat minimal sebagian tik minimal
IIA) memutih
Ketebalan Keseluruha Benda Kering : pucat, Sensitif Berkepanjangan
partial n epidermis, panas, nyala berlilin, tidak terhadap membentuk
dermal sebagian api, cidera memutih tekanan jaringan
dalam dermis radiasi hipertrofik :
(derajat pembentukan
IIB) kontraktur
Ketebalan Semua yang Nyala api Kulit terkelupas Sedikit Tidak dapat
penuh di atas dan berkepanjan vascular, pucat nyeri beregenerasi
(derajat III) bagian gan, listrik, kuning sampai sendiri :
lemak kimia, dan coklat membutuhkan
subkutan uap panas tandur kulit
dapat
mengenai
jaringan
ikat, otot,
tulang

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah
2. Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4. Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan
10. Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera
11. EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12. Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.
H. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain
adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-
trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena
kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar,
dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam
16 jam berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.
Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam pertama Kristaloid 24 jam Koloid 24 jam
kedua ketiga
Baxter RL 4ml/kgBB/%LLB 20-60% estimate Memantau output
vol plasma urine 30ml/jam
Evans Larutan NS 50% vol cairan 50% vol cairan 24
(ml/kg/%LLB, 200ml 24jam pertama x jam pertama
DSW dan koloid 200ml/DSW
1mg/kg/%LLB)
Salter RL 2l/24jam + fresh 50% vol cairan 0% vol cairan
frozen plasma 24jam 24jam
7ml/kg/24jam 200ml DSW 1 fresh frozen
plasma
Broke RL = 1,5ml/kg/%LLB -
Koloid =
0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
metrohealth RL + 50mEq NS, pantau output
sodiumbikarbonat urine
4ml/kg/%LLB
Rumus Kebutuhan Cairan
a. DEWASA
RL
4 cc/24jam x kg BB x %LLB
24 jam pertama cairan dibagi:
1) 8 jam pertama diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
2) 16 jam kedua diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
3) 18 jam setelah kejadian ditambah cairan koloid sejumlah
500ml pada luka bakar sedang, 1000ml pada luka bakar berat
24 jam kedua
Diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
b. ANAK
2 cc x kg BB x % LLB + kebutuhan faal/24 jam
Kebutuhan Faal:
<  1 tahun    : BB x 100 ml
1-5 tahun  : BB x   75 ml
5-15 tahun  : BB x   50 ml
RL : koloid = 17:3
Cara pemberian
24 jam pertama dibagi 2:
1) 8 jam = ½ kebutuhan cairan/24 jam
2) 16 jam = ½ kebutuhan cairan/24 jam
24 am kedua : Sesuai kebutuhan faal
I. PERAWATAN DI UNIT LUKA BAKAR
1. Pembersihan luka, cuci dengan savlon NaCL 0.9% 1:3 + buang jaringan
nekrotik
2. Topical dan tutup luka
a. Tule
b. Silver sulfoidiazin
c. Tutup kasa tebal  evaluasi 5-7 hari balutan kotor
3. Ganti balutan
4. Hidroterapi
5. Terapi obat-obatan: antibiotic, analgesic, antacid
6. Debridement
7. Balutan luka biosintetik dan sintetik bio-brone/sufratulle
8. Penalaksanaan nyeri
9. Dukungan nutrisi
10. Fisioterapi/mobilisasi
11. Perawatan rehabilitasi
J. KOMPLIKASI
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan
warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan
jaringan parut terus berlangsung dan warna berubah merah, merah tua
dan sampai coklat  muda dan terasa lebih lembut.
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat
mecegah atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yan
g bertujuan menekan timbulnya hipertrofi scar
3. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
SIRS terdiri dari rangkaian kejadian sistemik yang terjadi sebagai bentuk
respons inflamasi. Respons yang terjadi pada SIRS merupakan respons
selular yang menginisiasi sejumlah mediator-induced respons pada
inflamasi dan imun (Burns M. & Chulay, 2006). SIRS (Systemic
Inflammatory Response Syndrome) adalah respon klinis terhadap
rangsangan (insult) spesifik dan nonspesifik 
4. Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS)
MODS didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang berubah pada
pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan
lagi tanpa intervensi. Disfungsi dalam MODS melibatkan >2 sistem
organ.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Kasus
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Pengkajian Primer
1) Airway
2) Breathing
3) Circulation
4) Disability
5) Exposure
6) Folley catheter
7) Gastric tube
8) Hearth monitor
c. Pengkajian Sekunder
1) Pemeriksaan head to toe
2) Vital sign
3) Finger in every orifice
4) Anamnesa KOMPAK
5) Pemeriksaan penunjang
6) Persiapan rujuk ke RS atau ruangan
2. Diagnosa Keperawatan

No Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Tanggal TTD


Teratasi
1 Senin, 11 Nyeri Akut (00134) GALUH
Mei 2020
2 Senin, 11 Kerusakan Integritas GALUH
Mei 2020 Kulit (00046)
3. Intervensi Keperawatan

NO. TUJUAN & KRITERIA HASIL NIC RASIONAL TTD

MAYOR DISARANKAN

1 Setelah dilakukan asuhan Pain Control Pain Management : 1. Untuk mengetahui skala GALUH
keperawatan selama 1X8 jam Pain Level 1. Lakukan nyeri
diharapkan masalah keperawatan pengkajian skala 2. Untuk mengurangi rasa
Nyeri akut klien dapat berkurang nyeri secara nyeri dengan teknik
dengan kriteria hasil : komprehensif distraksi relaksasi dengan
1. Mampu mengntrol nyeri 2. Ajarkan teknik nafas dalam
(tahu penyebab nyeri, non farmakologi 3. Agar tidur klien
mampu menggunakan (Distraksi berkualitas
teknik nonfarmaklogi Relaksasi Nafas 4. Untuk mengetahui tipe
untuk mengurangi nyeri, Dalam) dan sumber nyeri agar
mencari bantuan) 3. Tingkatkan intervensi yang diberikan
2. Melaporkan bahwa nyeri Istirahat tepat
berkurang 4. Kaji tipe dan 5. Untuk mengurangi rasa
3. Mampu mengenali nyeri sumber nyeri nyeri klien
(skala, intensitas, frekuensi untuk intervensi
dan tanda nyeri) 5. Berikan
4. Menyatakan rasa nyaman analgetik untuk
setelah nyeri berkurang mengurangi
nyeri
2 Setelah dilakukan asuhan 1. Tissue Pressure 1. Untuk mengetahui ada
keperawatan selama 1x8 jam Integrity : Skin management : tidaknya kemerahan
diharapkan masalah keperawatan and mucous 1. Monitor kulit 2. Untuk mengetahui
Kerusakan Integritas Kulit klien membrane akan adanya status nutrisi klien
dapat teratasi dengan kriteria 2. Hemodyalises kemerahan 3. Untuk mengetahui
hasil : akses 2. Monitor statu tanda dan gejala
1. Integritas kulit yang baik nutrisi klien infeksi
bisa dipertahankan 3. Monitor tanda 4. Agar klien tidak
2. Tidak ada luka/lesi pada dan gejala mengalami kekakuan
kulit infeksi sendi
3. Perfusi jaringan baik 4. Mobilisasi 5. Agar kulit klien tetap
4. Menunjukkan pemahaman pasien (ubah bersih dan kering
dalam proses perbaikan posisi pasien)
kulit dan mencegah 5. Jaga kebersihan
terjadinya cedera berulang kulit agar tetap
5. Mampu melindungi kulit bersih dan
dan mempertahankan kering
kelembaban kulit dan
perawatan kulit
DAFTAR PUSTAKA
Broghers VL, 2003, Aplikasi dan patofisiologi: pemeriksaan dan manajemen
ED 2. Jakarta : EGC
Grace et al, 2007. At giance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga
Mancon, m, 2003. Manajemen Luka, Jakarta : EGC
Sabistan D, 2000. Buku Ajar Bedah, Jakarta : EGC
Sam, 2011. Asuhan Keperawatan dengan Combustio, Jakarta: EGC
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Stöppler, Melissa Conrad MD. Frost bite.
http://www.emedicinehealth.com/frostbite/article_em.htm#Frostbite
Causes
Wahab, Abdul. 2011. Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar. PPT Fakultas
Kedokteran Universitas Hassanudin: Makassar.
Wim, de Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Bab 3 Luka Bakar Edisi 2. EGC.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai