Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

SESI 4 RESIKO PRILAKU KEKERASAN (RPK)

Proposal disusun untuk memenuhi tugas keperawatan jiwa Fakultas Ilmu Kesehatan
Program Studi Ilmu Keperawatan

Disusun oleh :

Fazhiyah Febriyanti

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
A. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
keadaan sehat fisik, mental, sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial
dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam
kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka
sendiri.
 Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan
sosial yang terkihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku, dan
koping yang efektif, konsep diri positif, dan kestabilan emosional. Kesehatan
jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain otonomi dan
kemandirian, memaksimalkan potensi diri, menoleransi ketidakpastian hidup,
harga diri, menguasai lingkungan, orientasi realitas dan manajemen stress.
  American Psychiatric Association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa
sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres atau
disabilitas disertai peningkatan resiko kematian, nyeri, disabilitas, atau sangat
kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup
menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk
mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri
(Baihaqi,dkk, 2005).
    Setiap tahun, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia terus
meningkat, baik gangguan jiwa berat maupun ringan. Berdasarkan data hasil
Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa mencapai 11,6 persen dari
sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Menurut data WHO
(2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena
bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di
Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah
yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi
ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6%
dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,
seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk. Namun masih sedikit yang memiliki perhatian terhadap kesehatan
jiwa di Indonesia. Program promosi kesehatan jiwa di masyarakat pun masih
belum banyak, sehingga diperlukan mental health nurses(perawat jiwa) di
masyarakat yang melakukan promosi kesehatan, terutama kesehatan jiwa.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik (Yosep, 2010). Pasien dengan
perilaku kekerasan selalu cenderung untuk melakukan kerusakan atau
mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan tidak jauh dari
kemarahan. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Sumirta, 2013). Penyebab
dari perilaku kekerasan yaitu karena adanya beberapa faktor baik yang bersifat
psikologis, biologik, sosiokultural maupun genetik. Teori ini menjelaskan tidak 
terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.
Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan serta keuasan yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya (Purba, 2008).

Seseorang yang marah dan riwayat melakukan perilaku kekerasan akan


menunjukkan beberapa sikap misalnya pembicaraan kasar saat meceritakan
marahnya, tampak tegang saat diajak berbicara, nada tinggi, merasa oranglain
sebagai ancaman, mengatakan kesal atau benci pada seseorang, adanya tanda
atau jejas perilaku kekerasan pada anggota tubuh, adanya barang yang dirusak,
serta informasi dari keluarga (Afriyanti, 2018). Kemarahan yang ditekan atau
pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan
interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung pada waktu terjadi
akan melegakan individu dan membantu mengetahui tentang respon kemarahan
seseorang dan fungsi positif marah (Yosep, 2010)
. Orang dengan gangguan jiwa yang mengalami perilaku kekerasan pada
umumnya tidak dapat mengendalikan kemarahannya dengan tepat. Setiap
aktivitas kekerasan apabila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart
dan Sundeen, 2013). Atas dasar tersebut maka dilakukan terapi aktivitas
kelompok untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara bersamaan bagi
pasien dengan riwayat perilaku kekerasan. Terapi aktivitas kelompok adalah
suatu psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok penderita bersama-sama
dengan jalan diskusi satu sama lain yang dipimpin, diarahkan oleh
terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih (Keliat, 2009).
 Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang komprehensif
meliputi kesehatan jiwa dan fisik sangat diperlukan untuk mencegah
meningkatnya angka gangguan jiwa. Perawatan klien gangguan jiwa di rumah
sakit membutuhkan dukungan dari banyak aspek sehingga kesejahteraan klien
dapat tercapai. Salah satu tujuan perawatan klien dengan gangguan jiwa di rumah
sakit adalah dengan melatih klien untuk mandiri dan mampu berinteraksi dengan
orang lain. Ketika klien mampu berinteraksi diharapkan klien dapat kembali
berfungsi di masyarakat dan mampu melakukan perannya di masyarakat. Bentuk
pelatihan berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain adalah dengan
melakukan terapi aktivitas kelompok.
Terapi kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok
penderita bersama-sama dengan jalan diskusi satu sama lain yang dipimpin,
diarahkan oleh terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih (Keliat, 2009). Terapi
aktivitas kelompok diperlukan dalam praktik keperawatan jiwa untuk mengatasi
gangguan interaksi dan komunikasi serta merupakan salah satu keterampilan
terapeutik. Terapi aktivitas kelompok merupakan bagian dari terapi modalitas
yang berupaya meningkatkan psikoterapi dengan sejumlah klien dalam waktu
yang bersamaan. Terapi aktivitas kelompok memiliki dua tujuan umum, yaitu
tujuan terapeutik dan tujuan rehabilitatif.
Tujuan terapeutik untuk memfasilitasi interaksi, mendorong sosialisasi
dengan lingkungan (hubungan dengan luar diri klien), meningkatkan stimulus
realitas dan respon individu, memotivasi dan mendorong fungsi kognitif dan
afektif, meningkatkan rasa dimiliki, meningkatkan rasa percaya diri, dan belajar
cara baru dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan tujuan rehabilitatif untuk
meningkatkan kemampuan untuk ekspresi diri, meningkatkan kemampuan
empati, meningkatkan keterampilan sosial, serta meningkatkan pola penyelesaian
masalah, dan tujuan terapi aktivitas kelompok pada pasien yang mengalami
resiko perilaku kekerasan agar pasien mampu mengungkapkan penyebab amarah,
tanda gejala amarah dan cara menangani amarah sehingga bisa mengendalikan
emosi pasien tersebut.
B. Landasan Teori
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut
maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu
(riwayat perilaku kekerasan). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman
(Kartika Sari. 2015).
C. Topik
Sesi 4 terapi aktifitas kelompok (TAK) resiko prilaku kekerasan: Anger Map
D. Metode Terapi Aktivitas Kelompok
Metode yang digunakan saat proses Terapi aktivitas Kelompok (TAK)
meliputi metode dinamika kelompok, permainan sederhana dan diskusi dan tanya
jawab. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) untuk klien dengan Resiko Perilaku
Kekerasan dibagi menjadi lima sesi yaitu sesi 1 mengenal perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan, sesi 2 mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik,
sesi 3 mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal, sesi 4 mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara spiritual dan sesi 5 dengan cara patuh meminum
obat. Dimana setiap sesi terdiri dari empat tahap yaitu :
Tahap I : Persiapan
Tahap II : Orientasi
Tahap III : Kerja
Tahap IV : Terminasi
E. Setting Tempat

L CL

F F

K K

k K

K K

k K

F F F
F
Keterangan Gambar:

· L : Leader
· CL : Co Leader
· F : Fasilitator
· O : Observer
· K : Klien
F. Pengorganisasian
1. Peran Leader
a. Memimpin jalannya kegiatan
b. Menyampaikan tujuan dan waktu permainan
c. Menjelaskan cara dan peraturan kegiatan
d. Memberi respon yang sesuai dengan perilaku klien
e. Meminta tanggapan dari klien atas permainan yang telah dilakukan
f. Memberi reinforcement positif pada klien
g. Menyimpulkan kegiatan
2. Peran Co – Leader
a. Membantu tugas leader
b. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader
c. Mengingatkan leader tentang kegiatan
d. Bersama leader menjadi contoh kegiatan
3. Peran Observer
a. Mengobservasi jalannya acara
b. Mencatat jumlah klien yang hadir
c. Mencatat perilaku verbal dan non verbal selama kegiatan berlangsung
d. Mencatat tanggapan tanggapan yang dikemukakan klien
e. Mencatat penyimpangan acara terapi aktivitas bermain
f. Membuat laporan hasil kegiatan
4. Peran Fasilitator
a. Mamfasilitasi jalannya kegiatan
b. Memfasilitasi klien yang kurang aktif
c. Mampu memotivasi klien untuk kesuksesan acara
d. Dapat mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dari dalam atau luar
kelompok
G. Pasien
1. Kriteria Pasien
a. Klien dengan resiko perilaku kekerasan
b. Klien yang kooperatif dengan riwayat perilaku kekerasan
c. Klien yang sehat secara fisik
d. Klien dapat berkomunikasi verbal dengan baik
2. Proses Seleksi
a. Identifikasi klien yang memenuhi kriteria
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Menjelaskan tujuan kegiatan
d. Menjelaskan tempat dan waktu kegiatan
e. Membuat perjanjian mengikuti peraturan dalam terapi aktivitas kelompok
f. Menjelaskan akan bergabung dengan klien lain dalam kelompok
H. Media / Alat
1. Papan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut
2. Bola Kertas
3. Speaker dan musik
I. Tata Tertib
1. Pelaksanaan TAK
a. Peserta TAK hadir 5 menit sebelum kegiatan dimulai
b. Peserta TAK berpakaian rapi, bersih dan sudah mandi
c. Tidak diperkenankan makan, minum dan merokok
d. Jika ingin mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan mengangkat
tangan kanan kemudian berbicara setelah dipersilakan oleh pemimpin
TAK
e. Peserta yang mengacaukan jalannya kegiatan TAK akan dikeluarkan dari
kelompok
f. Peserta wajib mengikuti kegiatan sampai dengan selesai sehingga peserta
dilarang meninggalkan tempat kegiatan
g. Apabla waktu TAK sesuai kesepakatan telah habis namun TAK belum
selesai, maka pemimpin akan meminta persetujuan peserta untuk
memperpanjang waktu
2. Antisipasi Masalah

Masalah atau hambatan pada saat melakukan Terapi Aktivitas Kelompok


sering dijumpai dengan bermacam – macam bentuk masalah misalnya pasien
tidak berkontribusi aktif atau bahkan pasien meninggalkan TAK secara
sepihak. Adapun penanganan yang dapat dilakukan apabila pasien yang tidak
aktif saat aktifitas kelompok antara lain:

a. Memanggil pasien
b. Memberi kesempatan kepada pasien tersebut untuk menjawab sapaan
perawat atau pasien yang lain

Apabila pasien meninggalkan permainan tanpa pamit hal yang dilakukan


adalah:

a. Panggil nama pasien


b. Tanya alasan pasien meninggalkan permainan
c. Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada
pasien bahwa pasien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu pasien
boleh kembali lagi
J. Susunan Pelaksanaan
1. Susunan perawat pelaksana TAK
a. Leader : Fazhiyah Febriyanti
b. Co Leader : Miftahul Jannah
c. Fasilitator :
1. Eka 5. Kurnia
2. Luthfi 6. Hilda
3. Hilda
d. Observer :
1. John
2. Devi
2. Pasien peserta TAK

No. Nama Masalah Keperawatan


1. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
4. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
5. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
6. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
7. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
8. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
9. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan
10. Tn. Resiko Perilaku Kekerasan

Terapi Aktivitas Kelompok

Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Dengan Cara Spritual


A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Klien dapat mengendalikan prilaku kekerasan yang biasa dilakukannya.
2. Tujuan Khusus
Klien dapat melakukan mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual
B. Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal : Senin, 30 September 2019
Jam : 08.30-09.00
Tempat : Aula Bratasena
C. Setting
1. Fasilitator dan klien duduk bersama saling berhadapan
2. Ruangan nyaman dan tenang.
D. Alat
1. Papan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut
2. Bola kertas
3. Speaker dan musik
E. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Permainan sederhana
3. Diskusi dan tanya jawab
F. Langkah Kegiatan
1 Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi.
b. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi
sebelumnya
c. Mempersiapkan alat yang diperlukan dan tempat pertemuan.
2 Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari perawat kepada klien
2. Perkenalan diri antara perawat dan klien yang mengikuti kegiatan
TAK
3. Perawat meminta masing-masing klien menyebutkan nama lengkap
dan nama panggilan
4. Klien dan terapis memakai papan nama
b. Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menanyakan masalah yang menjadi penyebab marah, tanda dan
gejala marah dan akibat yang dilakukan ketika marah
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah untuk mencegah
perilaku kekerasan
2. Menjelaskan kontrak waktu, yaitu selama 45 menit
3. Menjelaskan tata tertib selama kegiatan TAK berlangsung
4. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3 Tahap kerja
a. Memutar musik dengan mengoper bola secara bergantian antar klien
b. Mendiskusikan bersama klien ketika musik dan bola berhenti dengan
menanyakan kepada klien agama dan kepercayaan klien
c. Bersama-sama dengan klien mendiskusikan dan menuliskan terkait
kegiatan ibadah yang biasa dilakukan klien
d. Meminta klien untuk memilih dan mendemonstrasikan satu kegiatan
ibadah untuk meredakan kemarahan yang dipilih
e. Upayakan semua klien mengikuti dan berperan aktif
f. Memberikan pujian pada penampilan klien
*catatan
a. Islam : Istigfar, Berwudhu dan Shalat
b. Kristen : Doa Bapa Kami
c. Katholik : Doa Bapa Kami, Doa Novena
d. Hindu dan Budha : Meditasi, Yoga
4 Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah
dipelajari
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas keberhasilan kelompok
b. Tindak Lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial yang
asertif, dan kegiatan ibadah secara teratur
2. Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik, interaksi sosial yang asertif,
dan kegiatan ibadah secara teratur
3. Memasukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan harian klien
c. Kontrak Yang Akan Datang
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain yaitu minum obat
teratur
2. Menyepakati waktu dan tempat pertemuan selanjutnya
G. Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap


kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 4, kemampuan klien
yang diharapkan adalah perilaku 2 kegiatan ibadah untuk mencegah kekerasan.
Formulir evaluasi sebagai berikut :

Mempraktikkan Kegiatan Mempraktikkan Kegiatan


No Nama Klien
Ibadah Pertama Ibadah Kedua
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikkan dua kegiatan
ibadah pada saat TAK. Beri tanda (√) jika klien mampu dan beri tanda (-) jika
klien tidak mampu.
Dokumentasi :
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh : Klien mengikuti Sesi 4, TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan penyebab perilaku
kekerasan. Klien mampu memperagakan dua cara ibadah. Anjurkan klien
melakukannya secara teratur di ruangan (buat jadwal).

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti, dkk. 2018. (Buku Panduan Mahasiswa Pra Klinik Keperawatan Jiwa 2).
Jakarta : UIN Jakarta Press

Ah,Yusuf,dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika
Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Keliat, Budi Ana. (2009). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:
EGC.

Mukhripah Damaiyanti. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka


Aditama.
Nuraenah. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam
Merawat Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur.
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press

Sari, K. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans
Info Media.
Stuart dan Sundeen. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. St Louis : Mosby Year
Book

Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai