Anda di halaman 1dari 1

Seorang perawat Z masih dalam masa magang, melakukan observasi di ruang ICCU

dengan menggunakan sphygmomanometer yang terpasang pada monitor. Saat itu BP


pasien Tn B (50 Kg) dengan diagnosa medis CAD2VD EF 60%, 85/65 mmHg; HR 98
bpm. Pasien mengeluh terasa agak pusing dan lemas. Perawat Z melakukan
pengkajian, didapatkan akral teraba hangat, capillary refill time < 3 detik dan haluaran
urin pasien per 2 jam terakhir 30 mL dan berwarna kuning pekat (total urin 250
mL/10 jam). Perawat Z melaporkan kepada ka tim dinas, kemudian ka tim
menyarankan untuk dilakukan fluid challenge dulu sebanyak 100 mL NaCl 0.9%
selama 15-30 menit drip. Setelah itu dlakukan pengukuran ulang didapatakan BP
98/65 mmHg; HR 97 bpm. Ka tim menyarankan untuk dilakukan fluids challenge
sebanyak 100 mL NaCl 0,9% drip dan dilakukan evaluasi kembali.
Perawat Z teringat pernah melakukan observasi kepada pasien lain hari kemaren, Tn
AX (53 Kg) dengan diagnosa medis CAD2VD EF 30%, dengan BP 90/65 mmHg; HR
98 bpm yang memiliki keluhan hampir mirip dengan Tn B, dan dilakukan fluids
challenge sebanyak 100 mL NaCl 0.9% selama 15-30 menit drip. Namun Tn AX
mengeluh agak merasa sesak secara tiba-tiba. Perawat Z heran dan segera melaporkan
nya kepada Ka tim. Ka tim melihat lembar observasi, menganalisanya dan
menyarankan agar 100 NaCl 0.9% di drip pelan dalam 1 jam.
Di akhir dinas, Perawat Z termenung dan berpikir. Mengapa sphygmomanometer bisa
melakukan pengukuran BP? Padahal jantung ddidalam tubuh dan sphygmomanometer
hanya dipasang di pembuluh darah ekstremitas? Bagaimana mekanisme kerjanya?
Apa yang menyebabkan perbedaan respon dari kedua pasien tersebut padahal sama-
sama dilakukan fluids challenge?

Anda mungkin juga menyukai