Anda di halaman 1dari 5

2.2.

Mekanisme

Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :

a.  Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor
spesifik pada permukaan sek mast/basofil.  b.  Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan
ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE. c.  Fase efektor yaitu waktu
yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel
mast/basofil dengan aktivasi farmakologik. (Bratawidjaja, 2010)

Antigen menginduksi sel B untuk membentuk antibodi IgE dengan bantuan sel Th yang mengikat erat
dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan basofil. Beberapa minggu kemudian, apabila tubuh terpajan
ulang dengan antigen yang sama, maka antigen akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel
mast dan basofil. Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepas
mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala
reaksi hipersensitivitas tipe I. 

Tabel 1. 

Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1

Mediator Efek

Histamin
Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot  polos, sekresi mukosa gaster

ECF-A Kemotaksis eosinofil

 NCF-A Kemotaksis neutrofil

Protease

Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh darah, pembentukan produk pemecah
komplemen

PAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru

Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraseluler

Tabel 2.

Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1

Mediator Efek

Sitokin Aktivasi berbagai sel radang

Bradikinin

Peningkatan permebilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri

Prostaglandin D2

Kontrakso otot polos paru, vasodilatasi,

agregasi trombosit

Leukotrien

Kontraksi otot polos, peningkatan  permeabilitas, kemotaksis

(Bratawidjaja, 2014) 

2.3.Manifestasi klinis

a.  Reaksi lokal Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang
biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan
reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang
terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam
jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada  permukaan sel mast akan
menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang
alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung
dan saluran nafas.

 b. Reaksi sistemik –   anafilaksisi Anafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam
beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi
alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel
efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal
laut, kacangkacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan
anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.

c.  Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik
umum yang melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme
pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi
Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi
imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak
memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan
antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.

Tabel 3. Reaksi Alergi Jenis Alergi Alergen Umum Gambaran

Anafilaksis Obat, serum, kacang-kacangan

Edema dengan peningkatan  permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat
menyebabkan kematian

Urtikaris akut Sengatan serangga Bentol, merah

Rinitis alergi Polen, tungau debu rumah Edema dan iritasi mukosa nasal

Asma Polen, tungau debu rumah

Konstriksi bronkial, peningkatan  produksi mukus, inflamasi saluran nafas

Makanan

Kerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandum

Urtikaria yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis

Ekzem atopi

Polen, tungau debu runah,  beberapa makanan

Inflamasi pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada

kalanya vesikular

2.4. Penanganan Usaha penanganan dan pengobatan apabila terserang reaksi hipersensitivitas tipe I
adalah sebagai berikut : o Ringan : - Stop Alergen - Beri anti histamin o Sedang : - Sama dengan
penatalaksanaan derajat ringan ditambah aminofilin atau injeksi

adrenalin1/1000 0,3 ml SC/IM. Dapat diulang tiap 10-15menit sampai sembuh, maksimal 3 kali -
Amankan jalan nafas, oksigenasi o Berat (Syok) : - Sama dengan penatalaksanaan derajat sedang
ditambahposisi terlentang, kaki diatas - Infus Nacl 0,9 %/ D5% - Hidrokortison 100 mg atau
deksametason IV tiap 8 jam - Bila gatal : beri difenhidramin Hcl 60-80 mg IV secarapelan > 3 menit - Jika
alergen adalah suntikan, pasang manset diatasbekas suntikan (dilepas setiap 10-15 menit) dan
beriadrenalin 0,1-0,5 ml IM pada bekas suntikan - Awasi tensi, nadi, suhu tiap 30 menit - Setelah semua
upaya dilakukan, jika dalam 1 jam tidakada perbaikan rujuk ke RSUD Penanganan menurut gambaran
klinik: 1. Anafilatoksis local •  Menghindari allergen dan makanan yang dapat menyebabkan alergi. • 
Bila allergen sulit dihindari (seperti pollen, debu, spora, dll) dapat digunakan antihistamin untuk
menghambat pelepasan histamine dari sel matosit, seperti Chromolyn sodium menghambat degranulasi
sel mast kemungkinan dengan menghambat influx Ca. •  Bila terjadi sesak nafas pengobatan dapat
berupa bronkoditalor (leukotriene receptor blockers. Seperti Singulair, Accolate) yang dapat merelaksasi
otot  bronkus dan ekspektoran yang dapat mengeluarkan mucus. 2. Anafilatoksis sistemik •  Pengobatan
harus dilakukan dengan cepat dengan menyuntikan epinefrin (meningkatkan tekanan darah) atau
antihistamin (memBAB III

PEMBAHASAN

1. Faktor hipersensitivitas

 Secara keseluruhan

A. Usia : Pertambahan usia menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh yaitu


dengan menurunnya daya kompensasi dan daya adaptasi. Reaksi hipersensitivitas
pada usia tua dapat memberikan gejala yang lebih berat. Hal tersebut berkaitan
dengan penurunan fungsi organ pada usia lanjut.

B. Allergen : Alergen merupakan penyebab terjadinya reaksi hipersensitivitas dapat


berupa obat, makanan dan lain-lain seperti sengatan serangga. Reaksi
hipersensitivitas derajat ringan hingga berat disebabkan paling banyak oleh obat
diikuti makanan dan lain-lain.

C. Genetik :

 Hipersensitivitas terhadap makanan

A. Faktor internal :

 Imaturasi usus secara fungsional

 Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi allergen dini mulai janin
sampai masa bayi, dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma
kehidupan setempat.

 Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan


penyerapan allergen bertambah.

B. Faktor eksternal :

 Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas), factor psikis ( sedih,stres)

 Makanan yang dapat menyebabkan alergi

2. Kaitan Hipersensitivitas antara orangtua dengan anak

Berdasarkan scenario yang sudah di bahas, bahwa penyakit hipersensitivitas pada anak
tersebut diturunkan secara genetik dari ibunya. Karena, faktor prediksi yang paling baik dalam
menentukan anak akan mengalami penyakit alergi dikemudian hari adalah riwayat atropi dalam
keluarga terutama pihak ibu. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kronis yang
disertai gatal dan kelainan kulit. Kebanyakan terjadi pada masa bayi dan anak-anak. Sering
dihubungkan dengan peningkatan kadar imunoglobulin E (IgE) dan adanya riwayat atopi pada
diri sendiri atau keluarga seperti rinitis alergi atau asma.

Penderita atopi mempunyai suatu kecenderungan hipersensitivitas terhadap alergen.


Alergen yang berperan sebagai pemicu timbulnya penyakit pada penderita DA antara lain
makanan, serbuk sari bunga (pollen), dan debu rumah. Makanan yang merupakan faktor
pencetus terjadinya DA adalah susu sapi, telur, makanan hasil laut misalnya ikan dan udang
serta buah-buahan atau sayur-sayuran tertentu misalnya kacang-kacangan.

Anda mungkin juga menyukai