A. UMUM
Dinamika pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup (LH)
belum secara konsisten dijadikan acuan pembangunan sektor-sektor lain dalam
rangka menciptakan keseimbangan antara pemanfaatan SDA dan kelestarian fungsi
LH yang mengarah pada visi pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Pada masa lalu SDA lebih banyak dimanfaatkan untuk mengejar pertumbuhan
ekonomi sehingga diperlakukan terutama sebagai sumber devisa dan modal
pembangunan. Sebagai akibatnya, keberlanjutan SDA seringkali terabaikan yang
menyebabkan semakin kritisnya ketersediaan SDA. Bercermin dari pengalaman di
masa lalu tersebut, pengelolaan SDA dan LH yang akan datang harus dilakukan
secara arif dan adil untuk menjamin perlindungan dan keberlanjutan pemanfaatan
SDA bukan saja bagi kebutuhan pertumbuhan ekonomi secara nasional tetapi juga
dengan mempertimbangkan manfaat sosial bagi masyarakat dan terjaminnya
kelestarian fungsi lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi mendatang.
X–1
Maret 2003 Indonesia juga berpartisipasi dalam World Water Forum di Kyoto,
Jepang sebagai bentuk keikutsertaan dalam isu global tentang pengelolaan sumber
daya air bagi seluruh masyarakat.
Luas kawasan hutan saat ini sekitar 108,6 juta ha, sementara itu tingkat
deforestasi dalam sepuluh tahun terakhir mencapai sekitar 1,6 juta ha per tahun
akibat perubahan kawasan hutan menjadi kawasan pertanian, perkebunan,
pertambangan, industri, dan permukiman serta akibat adanya kebakaran hutan dan
lahan, serta adanya penebangan hutan secara ilegal. Untuk mengurangi tekanan yang
berlebihan dalam pengelolaan sumber daya hutan sampai tahun 2002 telah dilakukan
upaya penyelesaian terhadap lima masalah pokok di bidang kehutanan yaitu
pemberantasan penebangan hutan secara ilegal, penanggulangan kebakaran hutan,
restrukturisasi industri kehutanan, rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan,
serta desentralisasi kewenangan pengelolaan kehutanan. Upaya-upaya tersebut
sampai saat ini masih terus dijalankan dan lebih diintensifkan, dengan hasil
kemajuan yang bervariasi. Misalnya dalam menangani penebangan liar, telah
dilakukan penggalangan berbagai pihak baik berupa kampanye anti illegal logging
maupun operasi-operasi penegakan hukum di lapangan. Kemudian untuk mengatasi
masalah kebakaran hutan telah dibuat dan disebarkan peta identifikasi kawasan hutan
yang rawan terbakar serta pemberdayaan masyarakat untuk mengendalikan
kebakaran hutan. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi telah dilakukan
pengalihan kewenangan dan urusan kehutanan secara bertahap kepada pemerintah
daerah sehingga pengawasan oleh masyarakat luas dapat lebih efektif. Hal ini juga
didukung dengan penerapan pengelolaan hutan berbasis masyarakat baik dalam
bentuk pengelolaan hutan kemasyarakatan maupun hutan rakyat.
X–2
kemampuan teknologi yang terbatas, baru sebagian kecil dari kekayaan alam tersebut
yang telah dimanfaatkan dan digali untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan
kemakmuran rakyat. Kendala lainnya yang dihadapi adalah adanya hubungan yang
saling tarik menarik antara kepentingan peningkatan investasi dengan pelestarian
lingkungan hidup dalam kegiatan usaha pertambangan dan penggunaan energi yang
berasal dari fosil.
Di samping beberapa hal yang sudah dicapai seperti tersebut diatas, masih
banyak permasalahan yang memerlukan penanganan segera, terpadu dan konsisten,
karena pemanfaatan SDA yang dilakukan secara tidak terkendali di berbagai daerah
telah menyebabkan kerusakan lingkungan, merosotnya cadangan SDA, dan
berkurangnya kualitas ruang tempat manusia dan makhluk hidup berada
mempertahankan eksistensinya. Selain itu, pemanfaatan yang tidak terkendali
merusak dan mengurangi plasma nutfah serta keanekaragaman sumber daya hayati
yang dimiliki. Dari sisi penataan ruang sebagai instrumen pengelolaan SDA dan LH,
upaya mempertahankan kawasan lindung menjadi prioritas utama. Selain itu, upaya
mengembalikan kawasan-kawasan lindung yang selama ini telah dirambah oleh
pengembangan permukiman, pencurian dan penjarahan SDA perlu mendapatkan
perhatian yang lebih intensif dan terpadu mengingat kerugian yang ditimbulkan
mencapai jumlah yang sangat besar, tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
Dalam upaya tersebut, perlu diprioritaskan upaya-upaya untuk mengembalikan
kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi tata air dan kawasan-kawasan pantai
tempat hutan bakau dan terumbu karang berada, mengingat kawasan tersebut sangat
vital sebagai bagian dari keberlanjutan berbagai spesies biota laut.
X–3
sementara pemanfaatan gas bumi yang mempunyai potensi cadangan cukup banyak
menghadapi kendala teknologi dalam penerapannya secara luas di dalam negeri.
Pengelolaan sumber daya air tidak dapat dilepaskan dari kondisi sumber daya
hutan, penutupan dan penggunaan lahan pada umumnya. Permasalahan utama yang
dihadapi adalah kerusakan ekosistem pada daerah aliran sungai (DAS) yang
mendorong erosi dan meningkatnya sedimen sehingga menurunkan kapasitas
pengaliran sungai yang dalam jangka panjang meningkatkan daya rusak air berupa
bencana alam banjir dan kekeringan. Berkurangnya kapasitas penampungan air pada
bangunan-bangunan penampung air akan memperpendek usia danau, waduk,
embung, dan situ sehingga akan mempercepat kelangkaan air terutama di musim
kemarau. Selain itu, terjadinya pencemaran air dan sumber air akibat buangan limbah
industri dan rumah tangga telah menurunkan kualitas air. Ancaman ini semakin besar
oleh adanya perubahan fungsi kawasan sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan
meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman dan industri. Kecenderungan
peningkatan kebutuhan air yang mencapai sekitar 10 persen per tahun, serta
distribusi antar wilayah yang tidak merata dan tidak diikuti dengan kemampuan
penyediaannya akan mendorong terjadinya konflik pemanfaatan air, baik antarjenis
pemanfaatan maupun antardaerah terutama pada sumber-sumber air lintas wilayah.
X–4
yang kurang memperhatikan perencanaan berbasis kewilayahan, pendekatan
kesatuan wilayah ekologi, termasuk pengakuan terhadap lembaga adat dan
masyarakat lokal dalam pengelolaan SDA, masih belum diterapkannya beberapa
perjanjian internasional yang telah disepakati dalam kebijakan pengelolaan SDA dan
LH, dan masih belum selesainya peraturan perundangan mengenai pengelolaan SDA.
X–5
perundang-undangan dalam pengelolaan SDA; (6) melaksanakan penegakan hukum
secara tegas dan konsisten dalam pengelolaan SDA dan LH; (7) meningkatkan
peranserta aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan
pengelolaan SDA dan LH; serta (8) mencegah kemungkinan timbulnya konflik
antarsektor pembangunan serta antara wilayah ekologis dengan administratif dalam
hal pemanfaatan SDA.
B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
X–6
2. Program Peningkatan Efektivitas Pengelolaan, Konservasi dan
Rehabilitasi Sumber daya Alam
Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan adalah: (1) Menyusun strategi dan
program mitigasi LH serta adaptasi terhadap perubahan iklim global; (2)
Memperbanyak hasil SNI untuk pengujian kualitas lingkungan; (3) Mengembangkan
teknologi dan usaha zero waste farming system; (4) Melaksanakan penelitian tentang
pemilihan teknologi yang ramah lingkungan; (5) Meningkatkan pengawasan dan
pengelolaan keselamatan radiasi dan limbah nuklir; (6) Mengembangkan baku mutu
X–7
lingkungan; (7) Mengembangkan kajian perubahan iklim dan pemanasan global; (8)
Menyusun pedoman dan evaluasi pengelolaan/produk pertambangan dan migas; (9)
Mengendalikan pencemaran tanah, air, laut, dan udara; (10) Meningkatkan
pengawasan terhadap perdagangan bahan perusak lapisan ozon; (11) Menyusun
pedoman teknis dan melaksanakan pengolahan limbah B3; (12) Melanjutkan
pemantauan hujan asam, pencemaran Persistent Organic Pollutant (POP) dan logam
berat (Pb), ketinggian air laut, dan kawasan pertambangan; (13) Melanjutkan
pemantauan kualitas lingkungan udara secara kontinyu atau Air Quality Monitoring
System (AQMS) di 10 kota; (14) Menyusun dan mengembangkan pedoman teknis
pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) / Tempat Pembuangan Sementara
(TPS); (15) Meningkatkan pemakaian bahan bakar yang ramah lingkungan secara
bertahap; (16) Meningkatkan upaya perlindungan dan pengendalian kebakaran hutan
dan kerusakan lingkungan lainnya; (17) Merintis penerapan skema Clean
Development Mechanism (CDM) dalam rangka memberikan kontribusi terhadap
pencapaian tujuan Konvensi Perubahan Iklim Global (United Nations Framework
Convention on Climate Change-UNFCCC); (18) Melanjutkan pengembangan
database Program Peringkat Kinerja Industri (PROPER); (19) Melakukan
inventarisasi dan evaluasi lahan kritis kawasan pertambangan; (20) Mengembangkan
prasarana untuk konservasi pantai akibat sedimentasi dan abrasi; serta (21)
Menyelesaikan kasus-kasus lingkungan di kawasan pertambangan.
X–8
(BKKH) untuk konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati; (20)
Meningkatkan sumber daya manusia dalam menangani sistem informasi Pusat Sumber
Daya Wilayah dan Lingkungan Hidup (SDWLH); (21) Melanjutkan pengembangan
sarana pengendalian dampak lingkungan; (22) Melanjutkan upaya internalisasi aspek
lingkungan hidup dalam rangka kesepakatan perdagangan internasional; (23)
Melakukan evaluasi dan kajian terhadap penataan dan kewajiban negara dari
perjanjian Marine Pollution, Protokol Montreal, konvensi Rotterdam dan konvensi
Stockholm; (24) Mengembangkan sistem manajemen lingkungan (ISO 14000) dan
strategi penerapan produksi bersih; serta (25) Melakukan pengelolaan dan pemantauan
pelaksanaan Bank Halon Nasional dan Refrigerant Management Plan.
X–9