Anda di halaman 1dari 10

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTING

PADA ANAK BALITA


Untuk Memenuhi Tugas Metodelogi Penelitian

Dosen Pembimbing: Ifa Roifah, S. Kep. Ns, M.Kes

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1. Lely Dwi Meldiana 201701133


2. Dewi Puspa Darmawan 201701141
3. Aam Ma’rifatus Sholika 201701171
4. Dedy Habib Rokhman 201701167
5. Luqmanul Hakim 201701157

STIKES BINA SEHAT PPNI KAB. MOJOKERTO


TAHUN AKADEMIK 2019 - 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius
terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah kekurangan gizi
yang masih cukup tinggi di Indonesia terutama masalah pendek (stunting) dan kurus
(wasting) pada balita serta masalah anemia dan kurang energi kronik (KEK) pada ibu
hamil (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Stunting (kerdil) adalah
kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika
dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan
yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari
WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak
faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan
kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan
mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
(Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2018).
Menurut WHO, di Asia Tenggara menyumbang 70% dari anak-anak yang
kekurangan gizi di dunia. Angka kejadian berat badan lahir rendah masih tinggi yaitu
30%, dan prevalensi kurang berat badan dan stunting pada anak-anak juga tinggi.
(World Health Organization, 2020). Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG)
selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan
dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita
pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada
tahun 2017.Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan
prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit
penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada
tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh
dari hasil Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program
yang sudah diupayakan oleh pemerintah.(Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,
2018).
Masalah kekurangan gizi pada ibu hamil ini dapat menyebabkan berat badan
bayi lahir rendah (BBLR) dan kekurangan gizi pada balita, termasuk stunting.
Stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada saat 1000 HPK.
Pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan pada ibu hamil perlu mendapat perhatian
untuk mencegah terjadinya stunting. Stunting akan berpengaruh terhadap tingkat
kecerdasan anak dan status kesehatan pada saat dewasa. Akibat kekurangan gizi pada
1000 HPK bersifat permanen dan sulit untuk diperbaiki.(Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018).
Pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk mengetahui
adanya gangguan pertumbuhan (growth faltering) secara dini. Untuk mengetahui
pertumbuhan tersebut biasanya dilakukan pemantauan balita setiap bulan di
Posyandu. Setiap anak yang datang ke posyandu akan mendapatkan KMS untuk
memantau tumbuh kembang anak. KMS memantau tumbuh kembang anak melalui
penimbangan berat badan anak. Dalam pengukuran panjang badan atau tinggi badan
tidak pernah dilakukan. Padahal kejadian stunting cukup sering, namun sangat sedikit
data tentang epidemiologi stunting.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian
tentang faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian stunting pada Balita.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka peneliti membuat rumusan
masalah sebagai berikut:
a. Apakah yang menjadi faktor resiko terjadinya stunting pada balita?
b. Apakah ketahanan pangan keluarga menjadi faktor resiko terjadinya stunting
pada balita?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Penelitian bertujuan untuk mengkaji faktor resiko terhadap kejadian stunting pada
balita.
b. Tujuan Khusus

 Mengetahui kasus stunting pada balita.

 Menganalisis faktor resiko status ekonomi orang tua terhadap kejadian stunting
pada balita.

 Menganalisis faktor resiko ketahanan pangan keluarga terhadap kejadian


stunting pada balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.1 Konsep Stunting

1.1.1 Definisi
Stunting adalah keadaan paling umum dari bentuk kekurangan gizi (PE /
mikronutrien), yang mempengaruhi bayi sebelum lahir dan awal setelah lahir,
terkait dengan ukuran ibu, gizi selama ibu hamil, dan pertumbuhan janin.
Menurut Sudiman dalam Ngaisyah, stunting pada anak balita merupakan salah
satu indikator status gizi kronis yang dapat memberikan gambaran gangguan
keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan pada 2 tahun
awal kehidupan anak dapat memberikan dampak yang sulit diperbaiki. Salah satu
faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi stunting yaitu status ekonomi orang
tua dan ketahanan pangan keluarga

1.1.2 Etiologi
Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam
kandungan hingga periode awal kehidupan anak (1000 hari setelah lahir).
Beberapa faktor yang mengakibatkan kekurangan gizi kronis, antara lain:

a. Faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil dan anak balita


b. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan
setelah melahirkan
c. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan kehamilan dan
postnatal (setelah melahirkan)
d. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi
e. Kurangnya akses makanan bergizi karena ketidakmampuan biaya. (Friska,
2014)

1.1.3 Tanda dan Gejala


Berikut adalah beberapa gejala stunting yang bisa diidentifikasi:

a. Tubuh pendek di bawah rata-rata karena pertumbuhan melambat


b. Pertumbuhan gigi terlambat
c. Buruknya kemampuan fokus dan mengingat pelajaran
d. Pubertas yang terlambat
e. Anak menjadi lebih pendiam dan tidak banyak melakukan kontak mata
dengan orang di sekitarnya (biasanya pada anak usia 8-10 tahun).
Stunting dapat memberikan dampak buruk pada anak, baik dalam
bentuk  jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendek
stunting adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pada
pertumbuhan fisiknya, serta gangguan metabolisme.

Sedangkan, dampak jangka panjang stunting yang tidak segera


ditangani adalah penurunan kemampuan kognitif otak, kekebalan tubuh
melemah sehingga mudah sakit, dan memiliki risiko tinggi terkena penyakit
metabolik, seperti kegemukan, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh
darah.

1.1.4 Pencegahan Stunting


Stunting pada anak dapat dicegah melalui beberapa cara penting, seperti:

1. Pola makan
Istilah 'Isi Piringku' dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan
dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah
piring diisi oleh sayur dan buah, sementara setengahnya lagi diiisi dengan
sumber protein (nabati atau hewani) dengan porsi yang lebih banyak
dibandingkan karbohidrat.

2. Pola asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh
yang kurang baik dalam memberi makan bayi dan balita. Untuk mencegah
stunting, pola asuh yang baik dapat diterapkan mulai dari edukasi tentang
kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja, hingga para calon ibu untuk
memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil.

Langkah pencegahan lain yang bisa diambil, yaitu memeriksakan


kandungan secara rutin saat hamil, menjalani persalinan di fasilitas
kesehatan, melakukan inisiasi menyusui dini (IMD), dan mengupayakan
pemberian air susu ibu (ASI). Berikan ASI secara eksklusif hingga bayi
berusia 6 bulan, diikuti dengan pemberian makanan pendamping ASI
(MPASI). Pantau terus tumbuh kembang bayi pada pusat pelayanan
kesehatan.
3. Sanitasi dan akses air bersih
Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, akses sanitasi, dan
air bersih, memiliki peran dalam pembentukan stunting. Selain itu,
kebiasaan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir perlu diterapkan
untuk menjaga tubuh dari berbagai faktor penyebab stunting.
I.2 Dampak Stunting Terhadap Kehidupan Anak
Stunting pada anak dapat mempengaruhinya dari ia kecil hingga dewasa. Dalam jangka
pendek, stunting pada anak menyebabkan terganggunya perkembangan otak,
metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik. Sekilas, proporsi tubuh
anak stunting mungkin terlihat normal. Namun, kenyataannya ia lebih pendek dari anak-
anak seusianya. Seiring dengan bertambahnya usia anak, stunting dapat menyebabkan
berbagai macam masalah, di antaranya:

 Kecerdasan anak di bawah rata-rata sehingga prestasi belajarnya tidak bisa


maksimal.
 Sistem imun tubuh anak tidak baik sehingga anak mudah sakit.
 Anak akan lebih tinggi berisiko menderita penyakit diabetes, penyakit jantung,
stroke, dan kanker.
I.3 Kerangka Pikir
Faktor
Predisposisi : I.1 Faktor Pemungkin : Faktor Penguat :
1. Pengetahuan 1. Ketersediaan sumber 1. Gizi ibu selama hamil
2. Gizi Buruk pangan
2. Pertumbuhan janin
3. Infeksi 2. Sanitasi dan akses air
4. Pola Asuh bersih 3. Panjang bayi baru lahir
5. Pola Makan 3. Terbatasnya Layanan
Kesehatan

Stunting

Dampak Stunting:

1. Kecerdasan anak di bawah


rata-rata
2. Sistem imun tubuh anak
tidak baik
3. Anak akan lebih tinggi
berisiko menderita penyakit.

Keterangan :
: diteliti : diteliti
: tidak diteliti : tidak diteliti
JURNAL PENELITIAN

No. Peneliti Tah Lokasi Judul Metode Hasil Alamat Jurnal


un Penelitian

1. Khoirun 2016 Universitas Faktor Yang Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan file:///C:/Users/se
Ni’mah, Siti Airlangga, Berhubungan observasional antara panjang badan lahir balita, riwayat ASI eksklusif, 7en/Downloads/3
Rahayu Surabaya, Dengan Kejadian analitik dengan pendapatan keluarga, pendidikan ibu dan pengetahuan 117-8220-1-
Nadhiroh Indonesia Stunting Pada desain studi gizi ibu terhadap kejadian stunting pada balita. Perlunya SM.pdf
Balita kasus kontrol program yang terintegrasi dan multisektoral untuk
meningkatkan pendapatan keluarga, pendidikan ibu,
pengetahuan gizi ibu dan pemberian ASI eksklusif
untuk mengurangi kejadian stunting.
2. Mercedes de 2011 148 negara Prevalence and Analisis Pada 2010, diperkirakan 171 juta anak-anak (167 juta di https://www.camb
Onis , Monik maju dan trends of stunting Survey negara-negara berkembang) terhambat. Secara global, ridge.org/core/jou
a berkembang among pre-school pengerdilan masa kanak-kanak menurun dari 39 · 7 rnals/public-
Blössner  and  children, 1990– (95% CI 38 · 1, 41 · 4)% pada 1990 menjadi 26 · 7 health-
Elaine Borghi 2020 (95% CI 24 · 8, 28 · 7)% pada 2010. Tren ini nutrition/article/pr
diperkirakan akan mencapai 21 · 8 (95% CI 19 · 8, 23 · evalence-and-
8)%, atau 142 juta, pada tahun 2020. Sementara di trends-of-
Afrika stunting mengalami stagnasi sejak tahun 1990 stunting-among-
sekitar 40% dan sedikit perbaikan yang diantisipasi, preschool-
Asia menunjukkan penurunan dramatis dari 49% pada children-
tahun 1990 menjadi 28% pada tahun 2010, hampir 19902020/6FDF3
mengurangi separuh jumlah anak yang terhambat dari AC29E66FD1489
190 juta menjadi 100 juta. Diperkirakan bahwa tren ini 17CE2B26B84B2
akan berlanjut dan bahwa pada tahun 2020 Asia dan D
Afrika akan memiliki jumlah anak-anak terhambat yang
sama (masing-masing 68 juta dan 64 juta). Tarifnya jauh
lebih rendah (14% atau 7 juta pada 2010) di Amerika
Latin.
3. Friska 2015 Universitas Faktor Risiko Penelitian Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko kejadian http://eprints.undi
Meilyasari Diponegoro Kejadian Stunting observasional stunting pada balita usia 12 bulan di Desa Purwokerto, p.ac.id/44216/1/6
Semarang, Pada Balita Usia analitik dengan Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal adalah panjang 12_FRISKA_ME
Indonesia 12 Bulan Di Desa rancangan case badan lahir rendah, usia kehamilan, dan usia makan ILYASARI.pdf
Purwokerto, kontrol pertama. Perlu penelitian lanjutan untuk menganalisis
Kecamatan kontribusi asupan energi dan zat gizi dari MPASI dan
Patebon, pemberian pengetahuan kepada masyarakat mengenai
Kabupaten pentingnya pemberian MPASI terkait waktu dan
Kendal kualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Friska, M. (2014). L Artikel Penelitian disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Gizi, Faktor Resiko Kejadian Stunting
pada Balita Usia 12 Bulan di Desa Purwokerto Kecamatan Patebon, Kabupaten
Kendal. 1–27.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Warta Kesmas - Cegah Stunting Itu
Penting. Warta Kermas, 1–27.
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di
Indonesia. Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
World Health Organization. (2020). Updated WHO advice for international traffic in relation
to the outbreak of the novel coronavirus 2019-nCoV. https://www.who.int/news-
room/articles-detail/updated-who-advice-for-international-traffic-in-relation-to-the-
outbreak-of-the-novel-coronavirus-2019-ncov-24-jan/
Ni’mah, K., & Nadhiroh, S. R. (2016). Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita. Media Gizi Indonesia, 10(1), 13-19.

Anda mungkin juga menyukai