Anda di halaman 1dari 16

Tugas Individu

Teknologi karbohidrat
“modifikasi karbohidrat dan aplikasinya dalam industri pangan”

OLEH:

NAMA : ICAL APRIANTO


NIM : Q1A117207
KELAS : ITP B 2017

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pati adalah salah satu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas

terdapat dialam, yang merupakan karbohidrat cadangan pangan pada tanaman.

Sebagian besar pati di simpan dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, kentang, dll), biji

(jagung, padi, gandum), batang (sagu) dan buah . Disamping itu pati merupakan

zat gizi penting dalam kehidupan sehari-hari, dimana dalam tubuh manusia

kebutuhan energi hampir 80 % dipenuhi dari karbohidrat. Pati dapat dibagi

menjadi 2 jenis, yaitu pati alami yang belum mengalami modifikasi (Native

Starch) dan pati yang telah termodifikasi (Modified Starch). Pati alami diperoleh

dari pemisahan sari pati yang terdapat pada tanaman baik yang dari umbi, biji

maupun batang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-

butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula pati

merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi.

Pati termodifikasi (Fleche 1985).

adalah pati dimana gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia

seperti esterifikasi, eterifikasi atau oksidasi atau dengan mengganggu struktur

awalnya (Glicksman 1969).

mengemukakan pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu

dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat

sebelumnya atau merubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup

penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang
akan menghasilkan gugus kimia baru atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur

molekul (http://dudimuseind.blogspot.com/2008/03/pati-termodifikasi.html).

Pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan. Pati

secara luas juga dipergunakan dalam industri seperti kertas, lem, tekstil, permen,

glukosa, dekstrosa, sirop fruktosa, dan lain-lain. Pati alami seperti tapioka, pati

jagung, sagu dan pati-patian lain mempunyai beberapa kendala jika dipakai

sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun non pangan. Jika dimasak pati

membutuhkan waktu yang lama (hingga butuh energi tinggi), juga pasta yang

terbentuk keras dan tidak bening. Disamping itu sifatnya terlalu lengket dan tidak

tahan perlakuan dengan asam. Kendala-kendala tersebut menyebabkan pati alami

terbatas penggunaannya dalam industri. Padahal sumber dan produksi pati-patian

di negara kita sangat berlimpah, yang terdiri dari tapioka (pati singkong), pati

sagu, pati beras, pati umbi-umbian selain singkong, pati buah-buahan (misalnya

pati pisang) dan banyak lagi sumber pati yang belum diproduksi secara komersial

(Kusworo, 2006).
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Jenis-Jenis Karbohidrat


 Karbohidrat Sederhana

Monosakarida. Ada tiga jenis monosakarida yang mempunyai arti gizi yaitu

glukosa, fruktosa dan galaktosa. Glukosa, dinamakan juga sebagai gula anggur,

terdapat luas di alam dalam jumlah sedikit yaitu dlama sayur, buah, sirup jagung,

sari pohon dan bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Glukosa memegang

peranan sangat penting dalam ilmu gizi. Glukosa merupakan hasil akhir

pencernaan pati, sukrosa, maltosa dan laktosa pada hewan dan manusia. Dalam

proses metabolisme, glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di

dalam tubuh dan di dalam sel merupakan sumber energi. Fruktosa, dinamakan

sebagai gula buah yang merupakan gula paling manis. Gula ini terutama terdapat

dalam madu bersama glukosa dalam buah, nektar bunga dan juga di dalam sayur.

Galaktosa, terdapat di dalam tubuhsebagai hasil pencernaan laktosa.

Disakarida. Ada tiga jenis yang mempunyai arti gizi yaitu sukrosa, maltosa

dan laktosa. Sukrosa, dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Gula pasir terdiri

atas 99 % sukrosa dibuat dai kedua macam bahan makanan tersebut melalui

proses penyulingan dan kristalisasi. Gula merah dibuat dari kelapa, tebu atau enau

melalui proses penyulingan tidak sempurna. Sukrosa juga banyak terdapat di

dalam buah, sayuran dan madu. Bila dihidrolisis atau dicernakan, sukrosa pecah

menjadi satu unit glukosa dan fruktosa.Maltosa (gula malt) tidak terdapat bebas di

alam. Maltosa terbentuk pada setiap pemecahan pati. Bila dicernakan atau
dihidrolisis, maltosa pecah menjadi dua unit glukosa. Laktosa (gula susu) hanya

terdapat dalam susu dan terdiri atas satu unit glukosa dan satu unit galaktosa.

Banyak orang, terutama yang berkulit berwarna (termasuk orang Indonesia) tidak

tahan tehadap susu sapi, karena kekurangan enzim laktase yang dibentuk di dalam

dinding usu dan diperlukan untuk pemecahan laktosa menjadi glukosa dan

galaktosa. Kekurangan laktase ini menyebabkan ketidaktahanan terhadap laktosa.

Laktosa yang tidak dicerna tidak dapat diserap dan tetap tinggal dalam saluran

pencernaan. Hal ini mempengaruhi jenis mikroorganisme yang tumbuh, yang

menyebabkan gejala kembung, kejang perut dan diare. Ketidaktahanan terhadap

laktosa lebih banyak terjadi pada orangtua.

Oligosakarida. Oligosakarida terdiri atas polimer dua hingga sepuluh

monosakarida. Sebetulnya disakarida termasuk dalam oligosakarida, tetapi karena

peranannya dalam ilmu gizi sangat penting maka dibahas secara terpisah.

 Karbohidrat Kompleks

Polisakarida. Jenis polisakarida yang penting dalam ilmu gizi adalah pati,

dekstrin, glikogen dan polisakarida nonpati.Pati, merupakan karbohidrat utama

yang dimakan manusia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pati terutama

terdapat dalam padi-padian, biji-bijian dan umbi-umbian. Beras, jagung dan

gandum mengandung 70-80 % pati, kacang-kacang kering sepeti kacang kedelai,

kacang merah dan kacang hijau mengandung 30-60% pati, sedangkan ubi, talas,

kentang dan singkong mengandung 20-30% pati. Proses pemasakan pati

disamping menyebabkan pembentukan gel juga akan melunakkan dan memcah

sel, sehingga memudahkan pencernaannya. Dalam proses pencernaan semua


bentuk pati dihidrolisis menjadi glukosa. Pada tahap petengahan akan dihasilkan

dekstin dan maltosa. Dekstrin, merupakan produk antara pada pencernaan pati

atau dibentuk melalui hidrolisis parsial pati. Glikogen, dinamakan juga pati hewan

karena merupakan bentuk simpanan karbohidat di dalam tubuh manusia dan

hewan, yang terutama terdapat di dalam hati dan otot. Dua pertiga bagian dari

glikogen disimpan di dalam otot dan selebihnya dalam hati. Glikogen dalam otot

hanya dapat digunakan untuk keperluan energi di dalam otot tersebut, sedangkan

glikogen dalam hati dapat digunakan sebagai sumber energi untuk keperluan

semua sel tubuh. Polisakarida nonpati/ Serat. Serat mendapat perhatian karena

peranannya dalam mencegah bebagai penyakit (Siregar 2014).


1.2 Karbohidrat Lokal Yang Potensial Untuk Di Kembangkan Di Sulawesi

Tenggara

 Potensi Sagu

Areal tanaman sagu di Indonesia diperkirakan 95,9 persen tersebar di

Kawasan Timur Indonesia dan 4,1 persen di Kawasan Barat Indonesia. Areal

hutan sagu di Indonesia sekitar 1,25 juta hektar dengan kepadatan anakan 1.480

per hektar yang setiap panen menghasilkan 125-140 pohon per tahun. Hutan sagu

tersebut tersebar di Papua seluas 1,2 juta hektar dan Maluku seluas 50 ribu hektar

serta 148 ribu hektar hutan sagu semi budidaya yang tersebar di Papua, Maluku,

Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Riau dan Kepulauan Mentawai

(Sumatera Barat). Dari luasan tersebut hanya sekitar 40 persen merupakan areal

penghasil pati produktif dengan produktivitas pati 7 ton per hektar per tahun,

karena banyaknya tanaman sagu yang layak panen tetapi tidak dipanen sehingga

rusak. Hasil penelitian terdahulu mengenai jenis dan ragam pohon sagu yang ada

di Indonesia (Novariantoh, dkk., 1996)

Pemanfaatan sagu dapat dilakukan untuk keperluan pangan ataupun untuk

keperluan non pangan. Pemanfaatan sagu untuk pangan salah satunya adalah

melalui tepung sagu, pati, dan berbagai produk olahan pangan (Alfons dan Rivaie

2011).

pati atau tepung sagu dan produk olahannya dapat dikelompokkan juga

sebagai pangan fungsional. Dengan kata lain sagu disamping sebagai salah satu

sumber pangan tradisional potensial, juga merupakan pangan fungsional yang

dapat dikembangkan dalam diversifikasi pangan untuk mendukung ketahanan


pangan lokal dan nasional. Hal ini atas dasar pertimbangan bahwa sagu memiliki

nilai gizi tidak kalah dengan sumber pangan Iainnya seperti beras, jagung, ubi

kayu, dan kentang. Nilai gizi sagu dibandingkan dengan bahan pangan Iainnya

Kandungan karbohidrat sagu lebih tinggi dibandingkan dengan beras dan

beberapa pangan sumber karbohidrat Iainnya. Kandungan kalori sagu tidak jauh

berbeda dengan beras dan jagung, bahkan melebihi kentang, sukun, ubi kayu, ubi

jalar, dan yams (gembili dan uwi/ubi). Hal ini menunjukkan bahwa sagu sangat

berpotensi menggantikan beras yang selalu menjadi sumber karbohidrat utama di

Indonesia. Selain itu, sumber mineral Iainnya seperti nilai kandungan Kalsium

dan Besi lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Selain dari nilai karbohidrat

yang mendekati nilai karbohidrat beras, sagu juga unggul dalam hal kandungan

serat, nilai Indeks glikemik. Pati sagu mengandung: 3,69-5,96 persen serat pangan

(Achmad, dkk., 1999).

 Produk Olahan Pangan Berbasis Sagu

Pemanfaatan sagu di Indonesia umumnya masih dalam bentuk pangan

tradisional, misalnya dikonsumsi dalam bentuk makanan pokok seperti papeda.

Disamping itu sagu juga dikonsumsi sebagai makanan pendamping seperti sagu

lempeng, sinoli, bagea dan Iain-Iain (Harsanto, 1986). Kandungan kalori sagu

tidak jauh berbeda dengan beras dan jagung, bahkan melebihi kentang, sukun,

ubikayu, ubijalar, dan yams (gembili dan uwi/ubi).

Masyarakat Maluku mengonsumsi sagu sebagai bahan pangan tradisional

dalam bentuk makanan pokok (papeda, sinoli, tutupola, sagulempeng, dan

buburne) maupun camilan (sarut, bagea, sagu tumbu, dan sagu gula). Di Sulawesi
Selatan dan Tenggara, makanan ini dikenal dengan nama kapurung dan sinonggi.

Sedangkandi Sangihe Talaud dikenal dengan nama rirange (Lay, dkk., 1998). Di

daerah Riau dikenal berbagai makanan tradisional seperti sagu gabah, sagu

rendang, sagu embel, laksa sagu, kue bangkit, sagu opor, kerupuk sagu, dan lain-

lain (Hutapea, dkk., 2003).


1.3 Modifikasi Karbohidrat

 Pati Termodifikasi
 Struktur Dasar

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, yang terdiri atas

amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan

α-(1Æ 4) unit glukosa. Derajat polimerisasi (DP) amilosa berkisar antara

500−6.000 unit glukosa, bergantung pada sumbernya. Adapun amilopektin

merupakan polimer α-(1Æ4) unit glukosa dengan rantai samping α-(1Æ 6) unit

glukosa. Ikatan α(1Æ6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit dalam suatu

molekul pati, berkisar antara 4−5%. Namun, jumlah molekul dengan rantai

cabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan DP berkisar antara 105 dan

3x106 unit glukosa (Jacobs dan Delcour 1998).

Amilosa dan amilopektin merupakan komponen penting pembentuk struktur

dasar pati, dan sangat memengaruhi karakteristik fisiko kimia pati yang

dihasilkan. Karakteristik amilosa dan amilopektin Amilosa memiliki karakteristik

rantai relatif lurus, dapat membentuk film yang kuat, struktur gel kuat, serta

apabila diberi pewarna iodin akan menghasilkan warna biru. Sementara itu,

amilopektin memiliki karakteristik rantai bercabang, membentuk film yang lemah,

struktur gel lembek, dan apabila diberi pewarna iodin akan menghasilkan warna

coklat kemerahan.

Modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik melalui beberapa cara, antara

lain pengeringan, ekstrusi, pemanasan, pendinginan, pemasakan maupun

perlakuan fisik lainnya (Herawati 2008a).


Proses modifikasi pati juga dapat dilakukan secara kimia melalui cross

linking, substitusi atau kombinasi keduanya dengan menggunakan bahan kimia

sebagai bahan pembantu reaksi selama proses pengolahan. Berdasarkan proses

tersebut, pati termodifikasi dapat dikelompokkan menjadi pati

 Faktor Yang Memengaruhi Proses Modifikasi Pati

Terdapat beberapa parameter yang memengaruhi proses modifikasi pati, di

antaranya ukuran partikel, suhu, waktu reaksi, konsentrasi substrat, konsentrasi

pereaksi, dan kombinasi proses lainnya.

o Ukuran Partikel

Ukuran partikel sangat erat kaitannya dengan laju reaksi. Menurut Saraswati

(1982), semakin kecil ukuran pati maka semakin cepat reaksi berlangsung karena

ukuran partikel yang kecil akan meningkatkan luas permukaan serta kelarutannya

dalam air. Berdasarkan tinjauan nano teknologi, Tinjauan nano kristal tersebut

sangat penting terkait dengan perubahan struktur serta modifikasi yang dapat

dilakukan untuk menghasilkan Gugus OH yang terdapat pada pati dapat

disubstitusi dengan gugus lain, di mana satu unit anhidroglukosa ada empat

dengan perlakuan asam, perlakuan basa, pemutihan, oksidasi, perlakuan

enzim, penggunaan fosfat, penggunaan gliserol, esterifikasi fosfat dengan natrium

trimetafosfat, fosfatisasi fosfat, asetilasi fosfat, esterifikasi asetat dengan anhidrat

asetat, esterifikasi asetat dengan vinil asetat, asetilisasi adipat, asetilisasi gliserol,

penggunaan hidroksi-propil, hidroksi-propilasi fosfat, hidroksi-prolilasi gliserol,

dan perlakuan natrium oktenil suksinat (Hustiany 2006).


 Modifikasi Pati

Modifikasi pati dilakukan untuk mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

secara alami. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan cara pemotongan struktur

molekul, penyusunan kembali struktur molekul, oksidasi atau dengan cara

substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg 1989). Secara garis besar,

teknologi proses produksi pati termodifikasi disajikan pada Gambar 2.


1.4 Aplikasi Karbohidrat Termodifikasi Dalam Industri Pangan

 Mie Sagu

Mi merupakan salah satu makanan di Indonesia yang paling disukai dan

telah menjadi makanan pokok selain nasi. Bahan baku mi, yaitu tepung terigu

(gandum) merupakan bahan pangan yang masih diimpor hingga saat ini (Engelen

et al. 2015).

Untuk mengurangi ketergantungan impor, maka perlu dilakukan

pengembangan produk berupa mi berbasis bahan pangan lokal. Salah satu

pemanfaatan bahan lokal adalah pati sagu yang diolah untuk produksi mi pati

(Hariyanto 2011).

Mi sagu dibuat dengan cara memasak pati sagu (10%; 20%; 30% dari berat

pati) dan GMS (4,5% dari berat pati) dalam air mendidih (140 mL, 150 mL, 160

mL) sampai tergelatinisasi sempurna. Pati yang tergelatinisasi sempurna dicampur

dengan pati sagu kering yang masih tersisa (200 g) hingga diperoleh adonan yang

kalis. Selanjutnya, adonan dicetak dengan alat pencetak mi. Helaian mi yang

keluar dari cetakan dikukus selama 2 menit. Penelitian diatas berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan oleh (Wahyudi & Kusningsih 2008). bahwa

pembuatan mi sagu kering dengan cara memasak pati sagu sebanyak 10% dari

berat pati dalam air 150 mL. Penambahan GMS dilakukan berdasarkan penelitian

(Engelen et al. 2015) yang membuat mi sagu kering dengan penambahn GMS

4,5% dari berat pati.


Gambar 1.Diagram alir pembuatan mi sagu
DAFTAR PUSTAKA

Koswara, 2006, Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.

(http://dudimuseind.blogspot.com/2008/03/pati-termodifikasi.html).

Siregar, NS, 2014. Jurnal Ilmu Keolahragaan Vol. 13 (2) : 38 – 44

Novariantoh, H., Mifthorachman I.M., dan H. Mangindaan. 1996. Keragaman dan


Kemiripan Tipe-Tipe SaguAsal Desa Kelahiran, Kecamatan Sentani,
Kabupaten Jayapura, Irian Jaya. Jurnal LitriVolume 1 No.5 1996 Hal 227-
239.

Alfonfs, J.B dan Rivaie, A.A.2011. Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam
Menghadapi Dampak Perubahan Iklim, Perspektif"Vol. 10 No. 2 /Des 2011.
Him 81 -91 ISSN: 1412-8004.

Achmad, F.B., P.A. Williams, J.L. Doublier, S. Durand, and A. Buleon. 1999.
Physicochemical Characterization of Sago Starch. Journal Carbohydrate
Polymers. 38: 361-370.

Harsanto. P. B. 1986. Budidaya dan Pengolahan Sagu.Yogyakarta : Kanisius,

Hikmat, N. 1997. Pendugaan Umur Simpan Bumbu Mi Instant dari Pati Sagu
dengan Metode Akselerasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.

Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular


starch, with retention of the granular structure: a review. J. Agric. Food
Chem. 46(8): 2895−2905.

Herawati, H. 2008a. Peluang pengembangan alternatif produk modified starch


dari tapioka. Seminar Nasional Pengembangan Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian, Surakarta, 7 Agustus 2008.

Saraswati. 1982. The Problems to be Solved in Starch Processing Technologies in


Indonesia. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.

Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan
Enkapsulasi Komponen Flavor. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starchs: Properties and uses. CRC Press Boca
Raton Florida.
Engelen, A., Sugiyono, & Budijanto, S. (2015). Optimasi proses dan formula pada
pengolahan mi sagu kering. Thesis. Institut Pertanian

Hariyanto, B. (2011). Manfaat Tanaman Sagu (Metroxylon sp) Dalam Penyediaan


Pangan dan Dalam Pengendalian Kualitas Lingkungan. J. Tek. Lingk, 12(2),
143–152.

Wahyudi, M. & Kusningsih (2008). Teknik pengeringan mi sagu dengan


menggunakan pengering rak, buletin teknik pertanian, 13(12),62-64

Engelen, A., Sugiyono, & Budijanto, S. (2015). Optimasi proses dan formula pada
pengolahan mi sagu kering. Thesis. Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai