Anda di halaman 1dari 17

Tugas Individu

TEKNOLOGI KARBOHIDRAT

“Modifikasi Karboidrat Dan Aplikasinya Dalam Industri Pangan“

OLEH:

NAMA : RICHARD OKTAVIAN


NIM : Q1A1 17 248
KELAS : ITP B 2017

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
BAB I
PENDAULUAN

1.1. Latar Belakang

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh manusia yang befungsi

untuk menghasilkan energi bagi tubuh manusia. Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama

kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meski terdapat

persamaan-persamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Semua karbohidrat terdiri atas unsur

Carbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O).

Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi menjadi dua golongan yaitu karbohidrat

sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida yang

merupakan molekul dasar dari karbohidrat, disakarida yang terbentuk dari dua monosa yang

dapat saling terikat, dan oligosakarida yaitu gula rantai pendek yang dibentuk olh galaktosa,

glukosa dan fruktosa.

Karbohidrat kompleks terdiri atas polisakarida yang terdiri atas lebih dari dua ikatan

monosakarida dan serat yang dinamakan juga polisakarida nonpati. Karbohidrat selain berfungsi

untuk menghasilkan energi, juga mempunyai fungsi yang lain bagi tubuh. Fungsi lain

karbohidrat yaitu pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme

lemak, membantu pengeluaran (Siregar, 2014).

Pati merupakan salah satu polimer alami yang tersusun dari struktur bercabang yang

disebut amilopektin dan struktur lurus yang disebut amilosa. Pati diperoleh dengan cara

mengekstraksi tanaman yang kaya akan karbohidrat seperti sagu, singkong, jagung, gandum, dan

ubi jalar. Pati juga dapat diperoleh dari hasil ekstraksi biji buah-buahan seperti pada biji nangka,

biji alpukat, dan biji durian (Cornelia, et al., 2011).


Pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan. Pati secara luas juga

dipergunakan dalam industri seperti kertas, lem, tekstil, permen, glukosa, dekstrosa, sirop

fruktosa, dan lain-lain. Pati alami seperti tapioka, pati jagung, sagu dan pati-patian lain

mempunyai beberapa kendala jika dipakai sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun

non pangan. Jika dimasak pati membutuhkan waktu yang lama (hingga butuh energi tinggi), juga

pasta yang terbentuk keras dan tidak bening. Disamping itu sifatnya terlalu lengket dan tidak

tahan perlakuan dengan asam. Kendala-kendala tersebut menyebabkan pati alami terbatas

penggunaannya dalam industri. Padahal sumber dan produksi pati-patian di negara kita sangat

berlimpah, yang terdiri dari tapioka (pati singkong), pati sagu, pati beras, pati umbi-umbian

selain singkong, pati buah-buahan (misalnya pati pisang) dan banyak lagi sumber pati yang

belum diproduksi secara komersial (Kusworo, 2006).

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:

1. Apa jenis-jenis karbohirat ?

2. Apa karbohidrat lokal yang potensial untuk dikembangkan disulawesi tenggara.?

3. Bagaimanakah modifikasi kerbohidrat?

4. Bagaimana aplikasi kerbohidrat termodifikasi dalam industri pangan.?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pebuatan malakah ini diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui jenis-jenis karbohidrat

2. Untuk mengetahui karbohidrat lokal yang potensial untuk dikembangkan disulawesi

tenggara.

3. Untu mengetahui modifikasi kerbohidrat.

4. Untuk mengetahui aplikasi kerbohidrat termodifikasi dalam industri pangan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jenis-Jenis Karbohidrat

Secara garis besar, makronutrien ini terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu karbohidrat

sederhana (simple carbs) dan karbohidrat kompleks (complex carbs).

 Karbohidrat sederhana (simple carbs), adalah jenis yang berupa glukosa. Karbohidrat

sederhana terdiri dari satu hingga dua molekul. Karakteristik  simple carbs yaitu,

memberikan energi namun cepat membuat perut kembali lapar. Jenis ini biasanya

terdapat pada roti, permen, dan gula pasir

 Karbohidrat kompleks (complex carbs), adalah jenis yang membentuk rantai panjang

dari molekul glukosa. Berbeda dengan karbohidrat sederhana, complex carbs justru

membuat perut kenyang lebih lama. Gandum utuh dan makanan yang mengandung serat

seperti buah-buahan adalah sumber karbohidrat kompleks

 Karbohidrat sederhana terdiri atas :


1. Monosakarida
Monosakarida adalah jenis simple carbs, dan meliputi glukosa, galaktosa, serta fruktosa.

Dari ketiganya, glukosa memegang peranan paling besar dalam menghasilkan energi bagi tubuh.

Glukosa mengalir di dalam darah sehingga disebut juga sebagai gula darah. Sementara itu,

galaktosa  umumnya terdapat di dalam susu serta  produk olahannya. Sedangkan fruktosa dapat

Anda temukan pada makanan seperti buah dan sayuran.

Monosakarida. Ada tiga jenis monosakarida yang mempunyai arti gizi yaitu glukosa,

fruktosa dan galaktosa. Glukosa, dinamakan juga sebagai gula anggur, terdapat luas di alam

dalam jumlah sedikit yaitu dlama sayur, buah, sirup jagung, sari pohon dan bersamaan dengan

fruktosa dalam madu. Glukosa memegang peranan sangat penting dalam ilmu gizi. Glukosa
merupakan hasil akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa dan laktosa pada hewan dan manusia.

Dalam proses metabolisme, glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di dalam tubuh

dan di dalam sel merupakan sumber energi. Fruktosa, dinamakan sebagai gula buah yang

merupakan gula paling manis. Gula ini terutama terdapat dalam madu bersama glukosa dalam

buah, nektar bunga dan juga di dalam sayur. Galaktosa, terdapat di dalam tubuhsebagai hasil

pencernaan laktosa.

2. Disakarida
Sama seperti monosakarida, disakarida adalah jenis karbohidrat sederhana. Sejatinya,

disakarida dibentuk dari dua molekul monosakarida yang saling mengikat. Contoh disakarida

adalah laktosa, maltosa, dan sukrosa.

Disakarida. Ada tiga jenis yang mempunyai arti gizi yaitu sukrosa, maltosa dan laktosa.

Sukrosa, dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Gula pasir terdiri atas 99 % sukrosa dibuat dai

kedua macam bahan makanan tersebut melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Gula merah

dibuat dari kelapa, tebu atau enau melalui proses penyulingan tidak sempurna. Sukrosa juga

banyak terdapat di dalam buah, sayuran dan madu. Bila dihidrolisis atau dicernakan, sukrosa

pecah menjadi satu unit glukosa dan fruktosa.Maltosa (gula malt) tidak terdapat bebas di alam.

Maltosa terbentuk pada setiap pemecahan pati. Bila dicernakan atau dihidrolisis, maltosa pecah

menjadi dua unit glukosa. Laktosa (gula susu) hanya terdapat dalam susu dan terdiri atas satu

unit glukosa dan satu unit galaktosa. Banyak orang, terutama yang berkulit berwarna (termasuk

orang Indonesia) tidak tahan tehadap susu sapi, karena kekurangan enzim laktase yang dibentuk

di dalam dinding usu dan diperlukan untuk pemecahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.

Kekurangan laktase ini menyebabkan ketidaktahanan terhadap laktosa. Laktosa yang tidak

dicerna tidak dapat diserap dan tetap tinggal dalam saluran pencernaan. Hal ini mempengaruhi
jenis mikroorganisme yang tumbuh, yang menyebabkan gejala kembung, kejang perut dan diare.

Ketidaktahanan terhadap laktosa lebih banyak terjadi pada orangtua.

3. Oligosakarida
Oligosakarida. Oligosakarida terdiri atas polimer dua hingga sepuluh monosakarida.

Sebetulnya disakarida termasuk dalam oligosakarida, tetapi karena peranannya dalam ilmu gizi

sangat penting maka dibahas secara terpisah.

 Karohidrat kompleks terdiri atas:


1. Polisakarida. Jenis polisakarida yang penting dalam ilmu gizi adalah pati, dekstrin, glikogen

dan polisakarida nonpati.Pati, merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian dan

umbi-umbian. Beras, jagung dan gandum mengandung 70-80 % pati, kacang-kacang kering

sepeti kacang kedelai, kacang merah dan kacang hijau mengandung 30-60% pati, sedangkan

ubi, talas, kentang dan singkong mengandung 20-30% pati. Proses pemasakan pati disamping

menyebabkan pembentukan gel juga akan melunakkan dan memcah sel, sehingga

memudahkan pencernaannya. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisis

menjadi glukosa. Pada tahap petengahan akan dihasilkan dekstin dan maltosa. Dekstrin,

merupakan produk antara pada pencernaan pati atau dibentuk melalui hidrolisis parsial pati.

Glikogen, dinamakan juga pati hewan karena merupakan bentuk simpanan karbohidat di

dalam tubuh manusia dan hewan, yang terutama terdapat di dalam hati dan otot. Dua pertiga

bagian dari glikogen disimpan di dalam otot dan selebihnya dalam hati. Glikogen dalam otot

hanya dapat digunakan untuk keperluan energi di dalam otot tersebut, sedangkan glikogen

dalam hati dapat digunakan sebagai sumber energi untuk keperluan semua sel tubuh.

2. Polisakarida nonpati/ Serat. Serat mendapat perhatian kaena peranannya dalam mencegah

bebagai penyakit. (Siregar, 2014).


2.2 Karbohidrat Lokal Yang Potensial Untuk Di Kembangkan Di Sulawesi Tenggara

 Sagu sebagai karbohidrat lokal yang potensial disulawesi tenggara

Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi bahan pangan yang banyak

mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan makanan pokok dan makanan

tambahan pada beberapa daerah di Indonesia seperti Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi terutama di

Sulawesi Tenggara. Sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan yang

antara lain dapat diolah menjadi bahan makanan seperti bagea, mutiara sagu, kue kering, mie,

biskuit, kerupuk, laksa dan bio-ethanol.

Tanaman sagu di Sulawesi Tenggara banyak tumbuh di Kabupaten Konawe Selatan,

Konawe, Kolaka dan sebagian kecil di Kecamatan Rumbia Kabupaten Bombana. Sagu

merupakan makanan pokok yang cukup populer bagi sebagian masyarakat Sulawesi Tenggara

khususnya yang bermukim di Jazirah Kendari yang merupakan kawasan darat Sulawesi

Tenggara. Kebutuhan pangan pokok masyarakat Sulawesi Tenggara berupa kerbohidrat hampir

30 persen lebih bersumber dari tepung sagu. Namun demikian , luas pertanaman sagu di daerah

ini sudah menyusut sedemikian rupa, yang pada awal tahun 1980-an seluas 10.000 Ha menjadi

hanya sekitar 4.000 Ha pada tahun 2017. Hal ini disebabkan karena banyaknya areal sagu yang

dikonversi menjadi areal persawahan, lokasi pemukiman dan yang paling marak saat ini adalah

masuk pada wilayah konsesi pertambangan. Sagu di Sulawesi Tenggara tumbuh pada tiga

macam kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda, yaitu pada tanah kering, tanah rawa dan di

pinggir sungai. Tanaman sagu ditemukan paling banyak pada kondisi tanah rawa dan paling

sedikit pada kondisi tanah pinggir sungai (Nursalam, 2015).

Pati atau tepung sagu dan produk olahannya dapat dikelompokkan juga sebagai pangan

fungsional. Dengan kata lain sagu disamping sebagai salah satu sumber pangan tradisional
potensial, juga merupakan pangan fungsional yang dapat dikembangkan dalam diversifikasi

pangan untuk mendukung ketahanan pangan lokal dan nasional. Hal ini atas dasar pertimbangan

bahwa sagu memiliki nilai gizi tidak kalah dengan sumber pangan Iainnya seperti beras, jagung,

ubi kayu, dan kentang. Nilai gizi sagu dibandingkan dengan bahan pangan Iainnya Kandungan

karbohidrat sagu lebih tinggi dibandingkan dengan beras dan beberapa pangan sumber

karbohidrat Iainnya. Kandungan kalori sagu tidak jauh berbeda dengan beras dan jagung, bahkan

melebihi kentang, sukun, ubi kayu, ubi jalar, dan yams (gembili dan uwi/ubi). Hal ini

menunjukkan bahwa sagu sangat berpotensi menggantikan beras yang selalu menjadi sumber

karbohidrat utama di Indonesia. Selain itu, sumber mineral Iainnya seperti nilai kandungan

Kalsium dan Besi lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Selain dari nilai karbohidrat yang

mendekati nilai karbohidrat beras, sagu juga unggul dalam hal kandungan serat, nilai Indeks

glikemik. Pati sagu mengandung: 3,69-5,96 persen serat pangan (Achmad, dkk., 1999).

 Produk Olahan Pangan Berbasis Sagu

Pemanfaatan sagu di Indonesia umumnya masih dalam bentuk pangan tradisional,

misalnya dikonsumsi dalam bentuk makanan pokok seperti papeda. Disamping itu sagu juga

dikonsumsi sebagai makanan pendamping seperti sagu lempeng, sinoli, bagea dan Iain-Iain.

Kandungan kalori sagu tidak jauh berbeda dengan beras dan jagung, bahkan melebihi

kentang, sukun, ubikayu, ubijalar, dan yams.

Masyarakat Maluku mengonsumsi sagu sebagai bahan pangan tradisional dalam bentuk

makanan pokok (papeda, sinoli, tutupola, sagulempeng, dan buburne) maupun camilan (sarut,

bagea, sagu tumbu, dan sagu gula). Di Sulawesi Selatan dan Tenggara, makanan ini dikenal

dengan nama kapurung dan sinonggi. Sedangkandi Sangihe Talaud dikenal dengan nama

rirange. Di daerah Riau dikenal berbagai makanan tradisional seperti sagu gabah, sagu
rendang, sagu embel, laksa sagu, kue bangkit, sagu opor, kerupuk sagu, dan lain-lain

(Hutapea, dkk., 2003).

2.3 Modifikasi Karbohidrat

 Struktur Dasar

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, yang terdiri atas amilosa dan

amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1Æ 4) unit glukosa.

Derajat polimerisasi (DP) amilosa berkisar antara 500−6.000 unit glukosa, bergantung pada

sumbernya. Adapun amilopektin merupakan polimer α-(1Æ4) unit glukosa dengan rantai

samping α-(1Æ 6) unit glukosa. Ikatan α(1Æ6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit dalam

suatu molekul pati, berkisar antara 4−5%. Namun, jumlah molekul dengan rantai cabang, yaitu

amilopektin, sangat banyak dengan DP berkisar antara 105 dan 3x106 unit glukosa (Jacobs dan

Delcour 1998).

Modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik melalui beberapa cara, antara lain

pengeringan, ekstrusi, pemanasan, pendinginan, pemasakan maupun perlakuan fisik lainnya

(Herawati 2008).

Proses modifikasi pati juga dapat dilakukan secara kimia melalui cross linking, substitusi

atau kombinasi keduanya dengan menggunakan bahan kimia sebagai bahan pembantu reaksi

selama proses pengolahan. Berdasarkan proses tersebut, pati termodifikasi dapat dikelompokkan

menjadi pati
 Faktor Yang Memengaruhi Proses Modifikasi Pati

Terdapat beberapa parameter yang memengaruhi proses modifikasi pati, di antaranya

ukuran partikel, suhu, waktu reaksi, konsentrasi substrat, konsentrasi pereaksi, dan kombinasi

proses lainnya.

 Ukuran Partikel

Ukuran partikel sangat erat kaitannya dengan laju reaksi. Menurut Saraswati (1982),

semakin kecil ukuran pati maka semakin cepat reaksi berlangsung karena ukuran partikel yang

kecil akan meningkatkan luas permukaan serta kelarutannya dalam air. Berdasarkan tinjauan

nano teknologi, Tinjauan nano kristal tersebut sangat penting terkait dengan perubahan struktur

serta modifikasi yang dapat dilakukan untuk menghasilkan Gugus OH yang terdapat pada pati

dapat disubstitusi dengan gugus lain, di mana satu unit anhidroglukosa ada empat

dengan perlakuan asam, perlakuan basa, pemutihan, oksidasi, perlakuan enzim,

penggunaan fosfat, penggunaan gliserol, esterifikasi fosfat dengan natrium trimetafosfat,

fosfatisasi fosfat, asetilasi fosfat, esterifikasi asetat dengan anhidrat asetat, esterifikasi asetat

dengan vinil asetat, asetilisasi adipat, asetilisasi gliserol, penggunaan hidroksi-propil, hidroksi-

propilasi fosfat, hidroksi-prolilasi gliserol, dan perlakuan natrium oktenil suksinat (Hustiany

2006).

 Modifikasi Pati

Modifikasi pati dilakukan untuk mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati secara alami.

Modifikasi pati dapat dilakukan dengan cara pemotongan struktur molekul, penyusunan kembali

struktur molekul, oksidasi atau dengan cara substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg

1989). Secara garis besar, teknologi proses produksi pati termodifikasi disajikan pada Gambar 2.
2.4 Aplikasi Karbohidrat Termodifikasi Dalam Industri Pangan

 Bihun Pati Sagu

Bihun yang berbahan baku tepung beras merupakan makanan yang berasal dari Cina (bie

= beras, hun = tepung). Bihun tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain

dengan berbagai sebutan seperti bihon, bijon, bifun, mehon, dan vermicelli. Ada produk olahan

beras lain yang mempunyai bentuk hampir sama dengan bihun yaitu soun. Namun keduanya

mempunyai perbedaan, misalnya bihun terbuat dari bahan dasar amilosa dan dalam

pembuatannya dikukus atau direbus, sedangkan soun terbuat dari bahan dasar amilopektin dan

dalam pembuatannya harus direbus (Astawan, 2000).

Produk bihun dari pati sagu yang dikenal dengan nama mi golosor berkembang di Jawa

Barat khususnya daerah Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Produk ini juga beredar secara terbatas di

Riau dan daerah sekitarnya. Proses pembuatannya yang tradisional dan tidak memiliki standar

menyebabkan kualitas dan keamanannya rendah, baik dari segi sanitasi maupun penggunaan
bahan baku yang tidak layak untuk dikonsumsi, seperti pewarna dan pengawet yang bukan

diperuntukkan bagi bahan pangan.

HMT merupakan proses pemberian kondisi panas terhadap pati pada suhu di atas suhu

gelatinisasi pati (80-120OC) dalam kondisi kandungan air terbatas (<35%) yang lebih rendah

dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mengalami gelatinisasi Pembuatan pati

sagu termodifikasi HMT (Heat Moisture Treatment). Pati sagu dianalisis kadar airnya terlebih

dahulu. Sejumlah pati sagu yang diberi perlakuan HMT diatur kadar airnya sampai 28% dengan

cara menyemprotkan air. Pada proses pengaturan kadar air digunakan dua jenis air yang berbeda

yaitu akuades dan AMDK (Air minum dalam kemasan) untuk melihat pengaruh air yang

digunakan terhadap profil gelatinisasi pati sagu HMT yang dihasilkan.

 Proses Pembuatan Bihun Pati Sagu Termodifikasi HMT

HMT merupakan proses pemberian kondisi panas terhadap pati pada suhu di atas suhu

gelatinisasi pati (80-120OC) dalam kondisi kandungan air terbatas (<35%) yang lebih rendah

dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mengalami gelatinisasi Pembuatan pati

sagu termodifikasi HMT (Heat Moisture Treatment). Pati sagu dianalisis kadar airnya terlebih

dahulu. Sejumlah pati sagu yang diberi perlakuan HMT diatur kadar airnya sampai 28% dengan

cara menyemprotkan air. Pada proses pengaturan kadar air digunakan dua jenis air yang berbeda

yaitu akuades dan AMDK (Air minum dalam kemasan) untuk melihat pengaruh air yang

digunakan terhadap profil gelatinisasi pati sagu HMT yang dihasilkan.

Pati basah yang telah mencapai kadar air 28% ditempatkan di dalam loyang bertutup dan

diaduk. Pati didiamkan dalam refrigerator selama satu malam untuk penyeragaman kadar air.

Pati basah dalam loyang dipanaskan dalam oven bersuhu 110 0 C selama 4 jam. Pati diaduk setiap

2 jam untuk menyeragamkan distribusi panas. Setelah didinginkan, pati termodifikasi


dikeringkan selama 4 jam pada suhu 500C. Diagram alir proses pembuatan pati sagu

termodifikasi HMT dapat dilihat pada Gambar 8.

Pembuatan binder dilakukan dengan mencampurkan pati sagu alami dengan 1 liter air

dengan 5 gram STPP terlarut di dalamnya dalam panci besar dan dipanaskan di atas kompor

hingga pati tergelatinisasi sempurna. Komposisi binder dalam adonan untuk menghasilkan

bihun dengan kualitas terbaik. Dalam hal ini dilakukan dua perlakuan komposisi binder dalam

adonan yaitu menggunakan binder sebanyak 20% dan 30% dari total pati untuk adonan. jumlah

air yang digunakan dalam pembuatan binder sebanyak 40% dari total pati untuk adonan.

Adonan dibuat dengan mencampurkan binder dengan pati kering dan guar gum yang

telah dicampur kering terlebih dahulu di dalam mixer dan terjadi proses pencampuran secara

otomatis sampai tercampur merata dan dapat menyatu saat digenggam. Proses berikutnya adalah

pencetakan adonan menjadi bihun dengan menggunakan multifunctional noodle machine.

Lubang cetakan (die) yang digunakan berukuran kecil sehingga ukuran untaian bihun yang

dihasilkan menyerupai produk bihun yang umum beredar di pasaran. Hasil cetakan diusahakan

keluar secara vertikal untuk mencegah menempelnya antar untaian bihun. Proses pencetakan

bihun ini bersifat kontinyu. Adonan yang keluar dari die diletakkan di atas tray.
Produksi bihun dari sagu tersubstitusi pati sagu termodifikasi HMT dari skala 100 gram

menjadi 2,5 kg disertai dengan optimalisasi formulasi dan identifikasi tahap kritis proses

produksi bihun pada skala 2,5 kg. Diagram alir pembuatan bihun dari sagu tersubstitusi pati

sagu termodifikasi HMT skala 100 gram dapat dilihat pada Gambar 9.

Adonan yang telah menjadi untaian bihun dikukus dengan menggunakan steam
blancher. Bihun dengan alas tray yang berlubang dimasukkan ke dalam steam blancher. Waktu
pengukusan yang paling baik adalah selama 2 menit. Pada penelitian ini dilakukan tiga perlakuan
waktu pengukusan bihun, masing-masing yaitu
waktu pengukusan 1, 2 dan 3 menit.
Bihun kemudian dikeringkan dalam tray dryer selama 1 jam. Setelah kering, bihun
didiamkan beberapa saat di suhu ruang untuk menurunkan suhunya. Setelah suhu mendekati
suhu ruang, bihun dapat dikemas di dalam kemasan plastik. Diagram alir pembuatan bihun sagu
dapat dilihat pada Gambar 10.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari makalah ini yaitu:

Karbohidrat yang penting Secara garis besar, makronutrien ini terbagi menjadi 2 (dua)

jenis yaitu karbohidrat sederhana (simple carbs) dan karbohidrat kompleks (complex carbs).

Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida yang merupakan molekul dasar dari

karbohidrat, disakarida yang terbentuk dari dua monosa yang dapat saling terikat, dan

oligosakarida yaitu gula rantai pendek yang dibentuk oleh galaktosa, glukosa dan fruktosa.

Karbohidrat kompleks terdiri atas polisakarida yang terdiri atas lebih dari dua ikatan

monosakarida dan serat yang dinamakan juga polisakarida nonpati.

Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi bahan pangan yang banyak

mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan makanan pokok dan makanan

tambahan pada beberapa daerah di Indonesia seperti terutama di Sulawesi Tenggara. Pati atau

tepung sagu dan produk olahannya dapat dikelompokkan juga sebagai pangan fungsional.

Modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik melalui beberapa cara, antara lain pengeringan,

ekstrusi, pemanasan, pendinginan, pemasakan maupun perlakuan fisik lainnya Proses modifikasi

pati juga dapat dilakukan secara kimia melalui cross linking, substitusi atau kombinasi keduanya

dengan menggunakan bahan kimia sebagai bahan pembantu reaksi selama proses pengolahan.

Adapun Pemanfaatan atau aplikasi dari karbohidrat termodifikasi pati sagu yaitu sebagai bahan

baku dalam industri pangan, seperti pembuatan bihun.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, F.B., P.A. Williams, J.L. Doublier, S. Durand, and A. Buleon. 1999. Physicochemical
Characterization of Sago Starch. Journal Carbohydrate Polymers. 38: 361-370.

Astawan, M. 2000. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Cornelia, M., Syarief, R., Effendi, H., dan Nurtama, B. 2011. Pemanfaatan Biji Durian (Durio
zibenthinus Murr.) dan Pati Sagu (Metroxylon sp.) dalam Pembuatan Bioplastik, J. Kimia
Kemasan. 35(1): 20-29

Herawati, H. 2008a. Peluang pengembangan alternatif produk modified starch dari tapioka.
Seminar Nasional Pengembangan Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Surakarta, 7
Agustus 2008.

Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan Enkapsulasi
Komponen Flavor. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch, with retention
of the granular structure: a review. J. Agric. Food Chem. 46(8): 2895−2905.

Koswara, 2006, Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.

Nursalam. 2015. Analisis produksi dan efisiensi alokatif usaha pengolahan sagu di Kabupaten
Kolaka Timur. Tesis Magister, Pascasarjana Universitas Halu Oleo, Kendari.

Saraswati. 1982. The Problems to be Solved in Starch Processing Technologies in Indonesia.


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.

Siregar, S. N. 2014. Karbohidrat. Jurnal Ilmu Keolahragaan Vol. 13 (2)

Anda mungkin juga menyukai