TEKNOLOGI KARBOHIDRAT
OLEH:
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh manusia yang befungsi
untuk menghasilkan energi bagi tubuh manusia. Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama
kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meski terdapat
persamaan-persamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Semua karbohidrat terdiri atas unsur
Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi menjadi dua golongan yaitu karbohidrat
sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida yang
merupakan molekul dasar dari karbohidrat, disakarida yang terbentuk dari dua monosa yang
dapat saling terikat, dan oligosakarida yaitu gula rantai pendek yang dibentuk olh galaktosa,
Karbohidrat kompleks terdiri atas polisakarida yang terdiri atas lebih dari dua ikatan
monosakarida dan serat yang dinamakan juga polisakarida nonpati. Karbohidrat selain berfungsi
untuk menghasilkan energi, juga mempunyai fungsi yang lain bagi tubuh. Fungsi lain
karbohidrat yaitu pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme
Pati merupakan salah satu polimer alami yang tersusun dari struktur bercabang yang
disebut amilopektin dan struktur lurus yang disebut amilosa. Pati diperoleh dengan cara
mengekstraksi tanaman yang kaya akan karbohidrat seperti sagu, singkong, jagung, gandum, dan
ubi jalar. Pati juga dapat diperoleh dari hasil ekstraksi biji buah-buahan seperti pada biji nangka,
dipergunakan dalam industri seperti kertas, lem, tekstil, permen, glukosa, dekstrosa, sirop
fruktosa, dan lain-lain. Pati alami seperti tapioka, pati jagung, sagu dan pati-patian lain
mempunyai beberapa kendala jika dipakai sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun
non pangan. Jika dimasak pati membutuhkan waktu yang lama (hingga butuh energi tinggi), juga
pasta yang terbentuk keras dan tidak bening. Disamping itu sifatnya terlalu lengket dan tidak
tahan perlakuan dengan asam. Kendala-kendala tersebut menyebabkan pati alami terbatas
penggunaannya dalam industri. Padahal sumber dan produksi pati-patian di negara kita sangat
berlimpah, yang terdiri dari tapioka (pati singkong), pati sagu, pati beras, pati umbi-umbian
selain singkong, pati buah-buahan (misalnya pati pisang) dan banyak lagi sumber pati yang
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pebuatan malakah ini diantaranya sebagai berikut:
tenggara.
Secara garis besar, makronutrien ini terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu karbohidrat
memberikan energi namun cepat membuat perut kembali lapar. Jenis ini biasanya
membuat perut kenyang lebih lama. Gandum utuh dan makanan yang mengandung serat
Dari ketiganya, glukosa memegang peranan paling besar dalam menghasilkan energi bagi tubuh.
Glukosa mengalir di dalam darah sehingga disebut juga sebagai gula darah. Sementara itu,
galaktosa umumnya terdapat di dalam susu serta produk olahannya. Sedangkan fruktosa dapat
Monosakarida. Ada tiga jenis monosakarida yang mempunyai arti gizi yaitu glukosa,
fruktosa dan galaktosa. Glukosa, dinamakan juga sebagai gula anggur, terdapat luas di alam
dalam jumlah sedikit yaitu dlama sayur, buah, sirup jagung, sari pohon dan bersamaan dengan
fruktosa dalam madu. Glukosa memegang peranan sangat penting dalam ilmu gizi. Glukosa
merupakan hasil akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa dan laktosa pada hewan dan manusia.
Dalam proses metabolisme, glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di dalam tubuh
dan di dalam sel merupakan sumber energi. Fruktosa, dinamakan sebagai gula buah yang
merupakan gula paling manis. Gula ini terutama terdapat dalam madu bersama glukosa dalam
buah, nektar bunga dan juga di dalam sayur. Galaktosa, terdapat di dalam tubuhsebagai hasil
pencernaan laktosa.
2. Disakarida
Sama seperti monosakarida, disakarida adalah jenis karbohidrat sederhana. Sejatinya,
disakarida dibentuk dari dua molekul monosakarida yang saling mengikat. Contoh disakarida
Disakarida. Ada tiga jenis yang mempunyai arti gizi yaitu sukrosa, maltosa dan laktosa.
Sukrosa, dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Gula pasir terdiri atas 99 % sukrosa dibuat dai
kedua macam bahan makanan tersebut melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Gula merah
dibuat dari kelapa, tebu atau enau melalui proses penyulingan tidak sempurna. Sukrosa juga
banyak terdapat di dalam buah, sayuran dan madu. Bila dihidrolisis atau dicernakan, sukrosa
pecah menjadi satu unit glukosa dan fruktosa.Maltosa (gula malt) tidak terdapat bebas di alam.
Maltosa terbentuk pada setiap pemecahan pati. Bila dicernakan atau dihidrolisis, maltosa pecah
menjadi dua unit glukosa. Laktosa (gula susu) hanya terdapat dalam susu dan terdiri atas satu
unit glukosa dan satu unit galaktosa. Banyak orang, terutama yang berkulit berwarna (termasuk
orang Indonesia) tidak tahan tehadap susu sapi, karena kekurangan enzim laktase yang dibentuk
di dalam dinding usu dan diperlukan untuk pemecahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Kekurangan laktase ini menyebabkan ketidaktahanan terhadap laktosa. Laktosa yang tidak
dicerna tidak dapat diserap dan tetap tinggal dalam saluran pencernaan. Hal ini mempengaruhi
jenis mikroorganisme yang tumbuh, yang menyebabkan gejala kembung, kejang perut dan diare.
3. Oligosakarida
Oligosakarida. Oligosakarida terdiri atas polimer dua hingga sepuluh monosakarida.
Sebetulnya disakarida termasuk dalam oligosakarida, tetapi karena peranannya dalam ilmu gizi
dan polisakarida nonpati.Pati, merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian dan
umbi-umbian. Beras, jagung dan gandum mengandung 70-80 % pati, kacang-kacang kering
sepeti kacang kedelai, kacang merah dan kacang hijau mengandung 30-60% pati, sedangkan
ubi, talas, kentang dan singkong mengandung 20-30% pati. Proses pemasakan pati disamping
menyebabkan pembentukan gel juga akan melunakkan dan memcah sel, sehingga
menjadi glukosa. Pada tahap petengahan akan dihasilkan dekstin dan maltosa. Dekstrin,
merupakan produk antara pada pencernaan pati atau dibentuk melalui hidrolisis parsial pati.
Glikogen, dinamakan juga pati hewan karena merupakan bentuk simpanan karbohidat di
dalam tubuh manusia dan hewan, yang terutama terdapat di dalam hati dan otot. Dua pertiga
bagian dari glikogen disimpan di dalam otot dan selebihnya dalam hati. Glikogen dalam otot
hanya dapat digunakan untuk keperluan energi di dalam otot tersebut, sedangkan glikogen
dalam hati dapat digunakan sebagai sumber energi untuk keperluan semua sel tubuh.
2. Polisakarida nonpati/ Serat. Serat mendapat perhatian kaena peranannya dalam mencegah
Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi bahan pangan yang banyak
mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan makanan pokok dan makanan
tambahan pada beberapa daerah di Indonesia seperti Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi terutama di
Sulawesi Tenggara. Sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan yang
antara lain dapat diolah menjadi bahan makanan seperti bagea, mutiara sagu, kue kering, mie,
Konawe, Kolaka dan sebagian kecil di Kecamatan Rumbia Kabupaten Bombana. Sagu
merupakan makanan pokok yang cukup populer bagi sebagian masyarakat Sulawesi Tenggara
khususnya yang bermukim di Jazirah Kendari yang merupakan kawasan darat Sulawesi
Tenggara. Kebutuhan pangan pokok masyarakat Sulawesi Tenggara berupa kerbohidrat hampir
30 persen lebih bersumber dari tepung sagu. Namun demikian , luas pertanaman sagu di daerah
ini sudah menyusut sedemikian rupa, yang pada awal tahun 1980-an seluas 10.000 Ha menjadi
hanya sekitar 4.000 Ha pada tahun 2017. Hal ini disebabkan karena banyaknya areal sagu yang
dikonversi menjadi areal persawahan, lokasi pemukiman dan yang paling marak saat ini adalah
masuk pada wilayah konsesi pertambangan. Sagu di Sulawesi Tenggara tumbuh pada tiga
macam kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda, yaitu pada tanah kering, tanah rawa dan di
pinggir sungai. Tanaman sagu ditemukan paling banyak pada kondisi tanah rawa dan paling
Pati atau tepung sagu dan produk olahannya dapat dikelompokkan juga sebagai pangan
fungsional. Dengan kata lain sagu disamping sebagai salah satu sumber pangan tradisional
potensial, juga merupakan pangan fungsional yang dapat dikembangkan dalam diversifikasi
pangan untuk mendukung ketahanan pangan lokal dan nasional. Hal ini atas dasar pertimbangan
bahwa sagu memiliki nilai gizi tidak kalah dengan sumber pangan Iainnya seperti beras, jagung,
ubi kayu, dan kentang. Nilai gizi sagu dibandingkan dengan bahan pangan Iainnya Kandungan
karbohidrat sagu lebih tinggi dibandingkan dengan beras dan beberapa pangan sumber
karbohidrat Iainnya. Kandungan kalori sagu tidak jauh berbeda dengan beras dan jagung, bahkan
melebihi kentang, sukun, ubi kayu, ubi jalar, dan yams (gembili dan uwi/ubi). Hal ini
menunjukkan bahwa sagu sangat berpotensi menggantikan beras yang selalu menjadi sumber
karbohidrat utama di Indonesia. Selain itu, sumber mineral Iainnya seperti nilai kandungan
Kalsium dan Besi lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Selain dari nilai karbohidrat yang
mendekati nilai karbohidrat beras, sagu juga unggul dalam hal kandungan serat, nilai Indeks
glikemik. Pati sagu mengandung: 3,69-5,96 persen serat pangan (Achmad, dkk., 1999).
misalnya dikonsumsi dalam bentuk makanan pokok seperti papeda. Disamping itu sagu juga
dikonsumsi sebagai makanan pendamping seperti sagu lempeng, sinoli, bagea dan Iain-Iain.
Kandungan kalori sagu tidak jauh berbeda dengan beras dan jagung, bahkan melebihi
Masyarakat Maluku mengonsumsi sagu sebagai bahan pangan tradisional dalam bentuk
makanan pokok (papeda, sinoli, tutupola, sagulempeng, dan buburne) maupun camilan (sarut,
bagea, sagu tumbu, dan sagu gula). Di Sulawesi Selatan dan Tenggara, makanan ini dikenal
dengan nama kapurung dan sinonggi. Sedangkandi Sangihe Talaud dikenal dengan nama
rirange. Di daerah Riau dikenal berbagai makanan tradisional seperti sagu gabah, sagu
rendang, sagu embel, laksa sagu, kue bangkit, sagu opor, kerupuk sagu, dan lain-lain
Struktur Dasar
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, yang terdiri atas amilosa dan
amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1Æ 4) unit glukosa.
Derajat polimerisasi (DP) amilosa berkisar antara 500−6.000 unit glukosa, bergantung pada
sumbernya. Adapun amilopektin merupakan polimer α-(1Æ4) unit glukosa dengan rantai
samping α-(1Æ 6) unit glukosa. Ikatan α(1Æ6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit dalam
suatu molekul pati, berkisar antara 4−5%. Namun, jumlah molekul dengan rantai cabang, yaitu
amilopektin, sangat banyak dengan DP berkisar antara 105 dan 3x106 unit glukosa (Jacobs dan
Delcour 1998).
Modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik melalui beberapa cara, antara lain
(Herawati 2008).
Proses modifikasi pati juga dapat dilakukan secara kimia melalui cross linking, substitusi
atau kombinasi keduanya dengan menggunakan bahan kimia sebagai bahan pembantu reaksi
selama proses pengolahan. Berdasarkan proses tersebut, pati termodifikasi dapat dikelompokkan
menjadi pati
Faktor Yang Memengaruhi Proses Modifikasi Pati
ukuran partikel, suhu, waktu reaksi, konsentrasi substrat, konsentrasi pereaksi, dan kombinasi
proses lainnya.
Ukuran Partikel
Ukuran partikel sangat erat kaitannya dengan laju reaksi. Menurut Saraswati (1982),
semakin kecil ukuran pati maka semakin cepat reaksi berlangsung karena ukuran partikel yang
kecil akan meningkatkan luas permukaan serta kelarutannya dalam air. Berdasarkan tinjauan
nano teknologi, Tinjauan nano kristal tersebut sangat penting terkait dengan perubahan struktur
serta modifikasi yang dapat dilakukan untuk menghasilkan Gugus OH yang terdapat pada pati
dapat disubstitusi dengan gugus lain, di mana satu unit anhidroglukosa ada empat
fosfatisasi fosfat, asetilasi fosfat, esterifikasi asetat dengan anhidrat asetat, esterifikasi asetat
dengan vinil asetat, asetilisasi adipat, asetilisasi gliserol, penggunaan hidroksi-propil, hidroksi-
propilasi fosfat, hidroksi-prolilasi gliserol, dan perlakuan natrium oktenil suksinat (Hustiany
2006).
Modifikasi Pati
Modifikasi pati dilakukan untuk mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati secara alami.
Modifikasi pati dapat dilakukan dengan cara pemotongan struktur molekul, penyusunan kembali
struktur molekul, oksidasi atau dengan cara substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg
1989). Secara garis besar, teknologi proses produksi pati termodifikasi disajikan pada Gambar 2.
2.4 Aplikasi Karbohidrat Termodifikasi Dalam Industri Pangan
Bihun yang berbahan baku tepung beras merupakan makanan yang berasal dari Cina (bie
= beras, hun = tepung). Bihun tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain
dengan berbagai sebutan seperti bihon, bijon, bifun, mehon, dan vermicelli. Ada produk olahan
beras lain yang mempunyai bentuk hampir sama dengan bihun yaitu soun. Namun keduanya
mempunyai perbedaan, misalnya bihun terbuat dari bahan dasar amilosa dan dalam
pembuatannya dikukus atau direbus, sedangkan soun terbuat dari bahan dasar amilopektin dan
Produk bihun dari pati sagu yang dikenal dengan nama mi golosor berkembang di Jawa
Barat khususnya daerah Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Produk ini juga beredar secara terbatas di
Riau dan daerah sekitarnya. Proses pembuatannya yang tradisional dan tidak memiliki standar
menyebabkan kualitas dan keamanannya rendah, baik dari segi sanitasi maupun penggunaan
bahan baku yang tidak layak untuk dikonsumsi, seperti pewarna dan pengawet yang bukan
HMT merupakan proses pemberian kondisi panas terhadap pati pada suhu di atas suhu
gelatinisasi pati (80-120OC) dalam kondisi kandungan air terbatas (<35%) yang lebih rendah
dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mengalami gelatinisasi Pembuatan pati
sagu termodifikasi HMT (Heat Moisture Treatment). Pati sagu dianalisis kadar airnya terlebih
dahulu. Sejumlah pati sagu yang diberi perlakuan HMT diatur kadar airnya sampai 28% dengan
cara menyemprotkan air. Pada proses pengaturan kadar air digunakan dua jenis air yang berbeda
yaitu akuades dan AMDK (Air minum dalam kemasan) untuk melihat pengaruh air yang
HMT merupakan proses pemberian kondisi panas terhadap pati pada suhu di atas suhu
gelatinisasi pati (80-120OC) dalam kondisi kandungan air terbatas (<35%) yang lebih rendah
dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mengalami gelatinisasi Pembuatan pati
sagu termodifikasi HMT (Heat Moisture Treatment). Pati sagu dianalisis kadar airnya terlebih
dahulu. Sejumlah pati sagu yang diberi perlakuan HMT diatur kadar airnya sampai 28% dengan
cara menyemprotkan air. Pada proses pengaturan kadar air digunakan dua jenis air yang berbeda
yaitu akuades dan AMDK (Air minum dalam kemasan) untuk melihat pengaruh air yang
Pati basah yang telah mencapai kadar air 28% ditempatkan di dalam loyang bertutup dan
diaduk. Pati didiamkan dalam refrigerator selama satu malam untuk penyeragaman kadar air.
Pati basah dalam loyang dipanaskan dalam oven bersuhu 110 0 C selama 4 jam. Pati diaduk setiap
Pembuatan binder dilakukan dengan mencampurkan pati sagu alami dengan 1 liter air
dengan 5 gram STPP terlarut di dalamnya dalam panci besar dan dipanaskan di atas kompor
hingga pati tergelatinisasi sempurna. Komposisi binder dalam adonan untuk menghasilkan
bihun dengan kualitas terbaik. Dalam hal ini dilakukan dua perlakuan komposisi binder dalam
adonan yaitu menggunakan binder sebanyak 20% dan 30% dari total pati untuk adonan. jumlah
air yang digunakan dalam pembuatan binder sebanyak 40% dari total pati untuk adonan.
Adonan dibuat dengan mencampurkan binder dengan pati kering dan guar gum yang
telah dicampur kering terlebih dahulu di dalam mixer dan terjadi proses pencampuran secara
otomatis sampai tercampur merata dan dapat menyatu saat digenggam. Proses berikutnya adalah
Lubang cetakan (die) yang digunakan berukuran kecil sehingga ukuran untaian bihun yang
dihasilkan menyerupai produk bihun yang umum beredar di pasaran. Hasil cetakan diusahakan
keluar secara vertikal untuk mencegah menempelnya antar untaian bihun. Proses pencetakan
bihun ini bersifat kontinyu. Adonan yang keluar dari die diletakkan di atas tray.
Produksi bihun dari sagu tersubstitusi pati sagu termodifikasi HMT dari skala 100 gram
menjadi 2,5 kg disertai dengan optimalisasi formulasi dan identifikasi tahap kritis proses
produksi bihun pada skala 2,5 kg. Diagram alir pembuatan bihun dari sagu tersubstitusi pati
sagu termodifikasi HMT skala 100 gram dapat dilihat pada Gambar 9.
Adonan yang telah menjadi untaian bihun dikukus dengan menggunakan steam
blancher. Bihun dengan alas tray yang berlubang dimasukkan ke dalam steam blancher. Waktu
pengukusan yang paling baik adalah selama 2 menit. Pada penelitian ini dilakukan tiga perlakuan
waktu pengukusan bihun, masing-masing yaitu
waktu pengukusan 1, 2 dan 3 menit.
Bihun kemudian dikeringkan dalam tray dryer selama 1 jam. Setelah kering, bihun
didiamkan beberapa saat di suhu ruang untuk menurunkan suhunya. Setelah suhu mendekati
suhu ruang, bihun dapat dikemas di dalam kemasan plastik. Diagram alir pembuatan bihun sagu
dapat dilihat pada Gambar 10.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Karbohidrat yang penting Secara garis besar, makronutrien ini terbagi menjadi 2 (dua)
jenis yaitu karbohidrat sederhana (simple carbs) dan karbohidrat kompleks (complex carbs).
Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida yang merupakan molekul dasar dari
karbohidrat, disakarida yang terbentuk dari dua monosa yang dapat saling terikat, dan
oligosakarida yaitu gula rantai pendek yang dibentuk oleh galaktosa, glukosa dan fruktosa.
Karbohidrat kompleks terdiri atas polisakarida yang terdiri atas lebih dari dua ikatan
Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi bahan pangan yang banyak
mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan makanan pokok dan makanan
tambahan pada beberapa daerah di Indonesia seperti terutama di Sulawesi Tenggara. Pati atau
tepung sagu dan produk olahannya dapat dikelompokkan juga sebagai pangan fungsional.
Modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik melalui beberapa cara, antara lain pengeringan,
ekstrusi, pemanasan, pendinginan, pemasakan maupun perlakuan fisik lainnya Proses modifikasi
pati juga dapat dilakukan secara kimia melalui cross linking, substitusi atau kombinasi keduanya
dengan menggunakan bahan kimia sebagai bahan pembantu reaksi selama proses pengolahan.
Adapun Pemanfaatan atau aplikasi dari karbohidrat termodifikasi pati sagu yaitu sebagai bahan
Achmad, F.B., P.A. Williams, J.L. Doublier, S. Durand, and A. Buleon. 1999. Physicochemical
Characterization of Sago Starch. Journal Carbohydrate Polymers. 38: 361-370.
Cornelia, M., Syarief, R., Effendi, H., dan Nurtama, B. 2011. Pemanfaatan Biji Durian (Durio
zibenthinus Murr.) dan Pati Sagu (Metroxylon sp.) dalam Pembuatan Bioplastik, J. Kimia
Kemasan. 35(1): 20-29
Herawati, H. 2008a. Peluang pengembangan alternatif produk modified starch dari tapioka.
Seminar Nasional Pengembangan Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Surakarta, 7
Agustus 2008.
Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan Enkapsulasi
Komponen Flavor. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch, with retention
of the granular structure: a review. J. Agric. Food Chem. 46(8): 2895−2905.
Nursalam. 2015. Analisis produksi dan efisiensi alokatif usaha pengolahan sagu di Kabupaten
Kolaka Timur. Tesis Magister, Pascasarjana Universitas Halu Oleo, Kendari.