Anda di halaman 1dari 15

KAPITALISME PADA LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

Diajukan kepada Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto untuk Memenuhi


Salah Satu Syarat Ujian Komprehensif

Oleh:

SASA SESILIA
NIM. 1522102041

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI)

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

PURWOKERTO

2019
KAPITALISME PADA LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

A. PENDAHULUAN

Lembaga penyiaran publik saat ini telah bergeser fungsi, dari penyampaian

informasi dan edukasi menjadi industri. Baik media massa cetak atau

elektronik setiap hari mengunjungi masyarakat dengan mengguanakan

berbagai sarana, oleh karena itu media massa memiliki fungsi yang amat

strategis, dalam upaya pengembangan ataupun pembinaan masyarakat

termasuk informasi yang bernilai sejarah. Sering terjadi media massa menjadi

acuan dan kebenaran suatu peristiwa.

Kebudayaan industri menyamarkan jarak antara fakta dan informasi,

antara informasi dan hiburan, antara hiburan dan eksistensi politik.

Masyarakat tidak sadar akan intraksi dan tanda. Hal ini membuat kerap kali

berjuang dan ingin mencoba hal baru yang ditawarkan oleh tantangan

simulasi, membeli, memiliki dan macam-macam.

Industri penyiaran di Indonesia menunjukan perkembangan yang sangat

pesat belakangan ini. Regulasi bidang penyiaran yang membawa berbagai

perubahan memberikan tantangan baru bagi pengelola media penyiaran.

Menurut Turnomo Rahardjo dalam kenyataan saat ini, program-program

media akan lebih memberi penekanan pada apa yang diinginkan publik (what

the public wants) dari pada apa yang dibutuhkan publik (what the public

needs).1

Media massa sering kali hanya dipandang sebagai institusi sosial, politik

dan budaya belaka. Akan tetapi, perkembangan dewasa ini memperlihatkan


1
Maryani, Eni, Media Dan Perubahan Sosial, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010),
hlm.i.

2
media tidak lagi dilihat semata-mata institusi sosial politik, melainkan juga

sebagai institusi ekonomi.2

Kontrol sosial tidak lepas dari adanya globaisasi. Dalam era globalisasi

tumbuh dan berkembangnya konsumerism ini merupakan fenomena sosial

budaya yang tidak lepas kaitannya dari dampak globalisasi dan sistem

kapitalisme modern dengan bedasar kepada tata nilai materialistis.3 Budaya

konsumemerism berjalan seiring dengan revolusi tekhnologi dan

kebuadayaan. Media, tekhnologi dan bentuk-bentuk kebudayaan lain

didalamnya memainkan peran penting masyarakat sehingga perkembangan

tekhnologi informasi mutakhir turut pula membawa perubahan mendasar

pada berbagai tatanan ekonomi, politik, dan sosial budaya dalam skala global.

Bedasarkan uraian tersebut, penulis akan membahas sedikit tentang

pergeseran fungsi informasi dan edukasi menjadi industri. Dengan rumusan

masalah bagaimana lembaga penyiaran publik bisa beralih fungsi menjadi

determinasi kapitalistik ?

Dalam penyusunan makalah ini, penulis memiliki beberapa tujuan yang

akan dicapai yakni :

1. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian komprehensif

2. Untuk mengetahui fungsi lembaga penyiaran publik yang sebenarnya

3. Untuk mengetahui pers dalam perspektif kritis

B. Pengertian dan Fungsi Lembaga Penyiaran Publik

1. Pengertian Lembaga Penyiaran Publik


2
Elvinaro Ardianto, Dkk., Komunikasi Massa, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media :
2014), hlm., 3.
3
Morissan, Manajemen Media Penyiaran, (Jakarta : Kencana : 2008), hlm., 443.

3
Lembaga Penyiaran Publik yaitu lembaga penyiaran yang

berbentuk badan hukum, didirikan oleh negara, yang bersifat independen,

netral, tidak komersil dan berfungsi memberikan layanan untuk

masyarakat.4

Lembaga penyiaran publik terdiri atas RRI, TVRI dan Lembaga

Penyiaran Publik Lokal baik secara kelembagaan maupun dalam

penyelenggaraan penyiaran, bersifat independen, netral dan tidak

komersial.

2. Fungsi Lembaga Penyiaran Publik

RRI, TVRI dan Lembaga Penyiaran Publik Lokal berfungsi

sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan

perekat sosial, serta pelestarian budaya bangsa, dengan senantiasa

berorientasi kepada kepentingan seluruh lapisan masyarakat. 5

LPP atau Lembaga Penyiaran Publik ini menjalankan fungsi

pelayanannya untuk kepentingan masyarakat, melibatkan partisipasi

publik, berupa keikutsertaan di dalam siaran, evaluasi, iuran penyiaran,

dan sumbangan masyarakat, sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Lembaga Penyiaran Pubik Lokal bertujuan menyajikan program

siaran yang mendorong terwujudnya sikap mental masyarakatyang

beriman dan bertakwa, cerdas, memperkukuh integrasi nasional dalam

4
Diambil dari aplikasi KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) pada Kamis, 20 Juni 2019,
pukul 14.20 WIB.
5
Diambil dari PP. Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan
Penyiaran, Lembaga Penyiaran Publik, Bab II, pasal 3 ayat (1).

4
rangka membangun masyarakat mandiri, demokratis, adil dan sejahtera

serta menjaga citra positif bangsa.6

Tujuan dan fungsi lembaga penyiaran publik maupun lembaga

penyiaran swasta tidaklah jauh berbeda. Menurut effendy mengemukakan

fungsi media massa secara umum yaitu7 :

a. Informasi (information)

Fungsi memberikan informasi ini diberikan bahwa media massa adalah

penebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai

informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan

sesuai dengan kepentingannya. Khalayak sebagai makhluk sosial akan

selalu merasa haus akan informasi yang terjadi di masa kini.

b. Pendidikan (education)

Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya (mass

education). Karena media massa banyak menyajikan hal-hal yang

sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan media

massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang

berlaku bagi pemirsa, pembaca atau pendengar.

c. Hiburan (entertaiment)

Hampir semua media menjalankan fungsi sebagai hiburan. Televisi

adalah media yang mengutamakan sajian hiburan. Hampir tiga

perempat bentuk siaran televisi setiap hari merupakan tayangan

6
Diambil dari PP. Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan
Penyiaran, Lembaga Penyiaran Publik, Bab II, pasal 3 ayat (2).
7
Elvinaro Ardianto, Dkk., Komunikasi Massa, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media :
2014), hlm., 18.

5
hiburan. Begitupun radio, tidaklah jauh berbeda dengan televisi yang

jam siarnya lebih cenderung kepada fungsi hiburan.

Perbedaan fungsi mempengaruhi lembaga penyiaran publik dan

lembaga penyiaran swasta ialah terletak pada fungsi mempengaruhi.

Lembaga penyiaran publik yang fungsi utamanya adalah memberikan

layanan masyarakat, dengan cara memberikan informasi dan edukasi

melalui aktifitas jurnalistik yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang

produktif atau umat yang terdidik.

Lain dengan lembaga penyiaran swasta, mereka (baca : penyiaran

swasta), berlomba mempengaruhi khalayak dengan tujuan pencapaian

rating, guna terciptanya sistem ekonomi dalam lembaga penyiaran

tersebut. Dengan banyaknya reting pada suatu produksi penyiaran, maka

akan banyak para pemilik modal untuk memasang iklan pada prduksi

siaran tersebut.

Namun kini lembaga penyiaran publik telah bergeser fungsi dari

penyampai informasi dan edukasi menjadi industri. Implikasinya proses

produksi berubah, dari orientasi layanan menjadi bisnis. Bukan pada

bagaimana literasi di akumulasikan.

C. Kapitalisme

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa kapitalisme

merupakan sistem dan paham ekonomi (perekonomian) yang modalnya

(penanaman modalnya, kegiatan industrinya) bersumber pada modal

6
pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri persaingan dalam

pasaran bebas.8

Pemikiran Chomsky untuk memahami kapitalisme dan

konglomerasi media juga penting, terutama karena analisinya

menyediakan kita contoh bagaimana lingkar dalam (inner ring) media

mengontrol berita. Beliau menulis bahwa :

“the elite media, sometimes called the agenda-setting media


because they are he big resources, they set the framework in which
everyone else operates”.9
Lantaran peristiwa-peristiwa layak berita (newsworthy) ditentukan

oleh media yang dimiliki oleh korporasi-kororasi besar, maka tak heran

kalau citra publik tentang realitas, sekurang-kurangnya sebagian,

didefinisikan oleh pihak yang kaya dan kuat. Itulah sebabnya isu

kepemilikan korporat media terus menjadi diskusi hebat dan debat hangat.

Chomsky menulis bahwa pers arus utama (mainstream press)

terdiri dari “korporasi-korporasi besar yang sangat menguntungkan.

Karena dalam pandangannya media ini adalah organisasi komersial yang

memaksimalkan keuntungan, upayanya untuk mengejar keuntungan

mungkin mengintervensi jurnalisme jujur dan objektif yang bisa berakibat

mereka menjadi tidak sadar akan fakta-fakta penting yang justru

dibutuhkan untuk membuat pilihan-pilihan yang tepat tentang persoalan-

persoalan kebijakan sosial.10


8
Diambil dari aplikasi KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) pada Kamis, 20 Juni 2019,
pukul 14.30 WIB.
9
N. Chomsky, “What Makes Mainstream Media Mainstream” Diakses pada Kamis, 20
Juni 2019, pukul 14.30 WIB. From : http;//www.chomsky.info/articles/199710;htm.
10
Idi Subandi Ibrahim & Bacharuddin Ali Akhmad, Komunikasi dan Komodifikasi,
(Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia : 2014) hlm., 86.

7
Hal ini sejalan dengan pemikiran ekonomi politik dari seseorang

ativis Robert Mc Chesney, yang memandang bahwa media yang dimiliki

korporat mengancam kewajiban-keewjiban vital jurnalis yang justru

diperlukan bagi demokrasi yang sehat.

Seperangkat filter telah mengontrol isi informasi media, dimulai

dari ukuran media dan orientasi profit serta kepemilikan media, dan

berlanjut hingga campur tangan para pengiklan, sumber-sumber media dan

kelompok penekan serta ideologi “anti-komunisme” dan “fundamentalis

islam”.

Dalam perspektif moel propaganda, semua filter tersebut berperan

amat menentukan dalam menyaring sebagian besar informasi media yang

akan disajikan kepada para khalayaknya. Filter berita inilah yang akhirnya

menyelubungi bias media. Bias yang tersembunyi dan disengaja (hidden

and intended bias) akhirnya sulit dihindari karena media juga membawa

agenda tersembunyi kelompok-kelompok kepentingan tertentu yang

beroperasi dibalik media.11 Dalam hal ini adalah agenda tersembunyi dari

para elite politik, elite bisnis atau bahkan elite media itu sendiri.

Herman dan Chomsky menyebut lima filter yang penting untuk

memahami model propaganda media.12 Kelima filter tersebut adalah :

a. Ukuran, konsentrasi kepemilikan, kekayaan pemilik dan orientasi

keuntungan dari firma-firma media massa tebesar.

11
Idi Subandi Ibrahim & Bacharuddin Ali Akhmad, Komunikasi dan Komodifikasi,
(Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia : 2014) hlm., 107.
12
Ibid, hlm., 108.

8
b. Iklan sebagai sumber utama pemasukan dari firma-firma media massa

terbesar.

c. Kepercayaan media terhadap informasi yang disediakan pemerintah,

bisnis dan ahli yang didanai dan diakui oleh sumber-sumber primer

dan agen-agen kekuasaan ini.

d. Flak atau penangkis sebagai sarana pendisiplin media dan

e. Anti kommunisme sebagai semacam agama nasional dan mekanisme

kontrol.

D. Pers Dalam Perspektif Kritis

Para pengkaji media dan budaya kritis telah menggunakan

beberapa pendekatan untuk memahami arti penting sosio-kultural media

dalam kehidupan sehari-hari : media sebagai pembentuk, cermin,

pengemas, guru, ritual atau bahkan “Tuhan”.13 Diantara pendekatan ini

ada yang kompleks dan ada pula yang sederhana. Pendekatan-pendekatan

ini bisa digunakan untuk memahami dan menjelaskan berbagai topik yang

terkait dengan peran sosio-kultural media dalam kehidupan sehari-hari.

Secara ringkas digambarkan sebagai berikut :

a. Media sebagai Pembentuk

Beberapa pendekatan ada yang memandang media sebagai

pembentuk (construction atau shapers), yakni keyakinan bahwa isi yang

disebarkan oleh media memiliki kekuatan untuk memengaruhi masa

depan masyarakat. Perspektif ini memfokuskan pada cara-cara media

memengaruhi kita. Pendekatan media sebagai pembentuk telah memicu

13
Idi Subandi Ibrahim & Bacharuddin Ali Akhmad, Komunikasi dan Komodifikasi,
(Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia : 2014) hlm., 111.

9
kekhawatiran orang mengenai dampak kekuatan media terhadap

segmen masyarakat.

b. Media sebagai Cermin

Peran utama media menurut pandangan ini adalah untuk

mencerminkan kembali kepada kita peristiwa-peristiwa, perilaku,

identitas, hubungan sosial atau nilai-nilai yang penting. Arti pentin

keberadaan media dikarenakan cara-cara media menyebabkan

perubahan di masyarakat. Kayakinan bahwa media mencerminkan

masyarakat telah mendorong beberapa peneliti komnikasi untuk

mencoba mempelajari mengenai perubahan struktur, norma-norma

budaya atau politik di dalam masyarakat yang sesungguhnya dengan

mengkaji isi media.

c. Media sebagai pengemas atau Representasi

Baik pendekatan yang menatakan bahwa isi media membentuk

maupun mencerminkan masyarakat dianggap terlalu simplistik. Maka

muncullah pandangan untuk memahami hubungan diantara keduanya

sebagai hubungan sirkular yang melibatkan unsur-unsur kedua proses.

Pendekatan media sebagai cermin tetap berguna dalam mengingatkan

kita bahwa isi media sering berhubungan secara erat dengan kejadian-

kejadian nyata atau tren sosial dan nilai-nilai budaya yang tengah

berlaku di masyarakat.

Model Respresentasi Sirkular Media berguna untuk memahami arti

penting media secara sosio-kultural. Oleh karena itu, model sirkular

tentang representasi dan pengaruh media bisa menjadi titik pijak untuk

10
memahami proses terus-menerus berlangsungnya representasi media

secara selektif dan bagaimana hal tersebut dipengaruhi oleh kemasan

dan karakter masyarakat.

d. Media sebagai Guru

Dalam studi komunikasi, media tidak hanya berperan untuk

memberi informasi (to inform) melainkan juga untuk mendidik (to

educate) masyarakat. Seperti yang ditegaskan dalam Q.S Al-Imron :

104

ْ‫وف وَ ي َْأمُرُ ونَ ا ْلخَ ي ِْر ِإلَى َيدْعُ ونَ أُ َّم ٌة ِم ْن ُك ْم وَ ْلتَ ُكن‬
ِ ‫ۚ عَ ِن وَ َي ْن َهوْ نَ ِبا ْلمَعْ ُر‬

‫ا ْل ُم ْف ِل ُحونَ ُه ُم وَ أُو ٰلَئِكَ ا ْل ُم ْن َك ِر‬

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru


kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.14

Selain itu, fungsi media juga memiliki fungsi lain seperti

menghibur, memengaruhi, membujuk, dan bahkan memanipulasi

dengan cara mendistorsi fakta dengan bias dan stereotipe dalam

pemberitaannya.

e. Media sebagai Ritual

Media juga dlihat sebagai sebuah “agama sipil” dengan ritual-

ritualnya. Pendekatan ini memandang bahwa ritme media dalam

memberitakan atau menayangkan berita telah menjadi semacam

ritualisme yang menggantikan atau menggeser agama tradisional.

Selama 24 jam, televisi dan radio merncang berbagai tayangan dan

program acara pada jam-jam tertentu yang telah ditentukan sedemikian


14
Dikutip dari Al-Qur’an surat Ali-Imron (3), ayat 104.

11
rupa untuk menarik minat pemirsa agar selalu ditunggu-tunggu

khalayak. Tak jauh berbeda seperti saat mereka sedang menanti jadwal

ritual keagamaan yang mereka jalani secara rutin pada waktu-waktu

yang telah ditetapkan oleh ajaran agamanya dan dilakukan secara

bersama-sama (berjamaah).

f. Media sebagai Tuhan

Lebih dari sekedar guru atau media sebagai ritual masyarakat,

pendekatan ini melihat bahwa media seperti telah menggantikan peran

“Tuhan” dalam artian tradisional sebagaimana yang diyakni oleh

penganutnya. Pendekatan ini melihat bahwa media telah menjelma

menjadi “Tuhan kedua” atau bahkan “Tuhan Pertama” yang

memerintahkan jalan kebaikan dan menawarkan jalan pemecahan untuk

melawan keburukan berdasarkan versinya sendiri bagi masyarakat.

Dengan demikian, khalayak atau pemirsa dianggap sebagai

penganut atau pengikut setia dari ritualisme tayangan atau program

acara tertentu di media. “Tuhan-tuhan” media ini adlah bintang atau

selebrits media, yakni figur kemasan budaya populer yang

mengkhotbahkan nilai dan gaya hidup tertentu yang harus diikuti oleh

pemirsa atau khalayak bile mereka ingin meraih harapan kebahagiaan

sebagaimana yang telah dijanjikan. Sembari mengemas acara, media

juga menjual harapan dan impian.

E. Problem Solving

Lembaga Penyiaran Publik yaitu lembaga penyiaran yang

berbentuk badan hukum, didirikan oleh negara, yang bersifat independen,

12
netral, tidak komersil dan berfungsi memberikan layanan untuk

masyarakat. Namun kini lembaga penyiaran publik telah bergeser fungsi

dari penyampai informasi dan edukasi menjadi industri. Implikasinya

proses produksi berubah, dari orientasi layanan menjadi bisnis. Bukan

pada bagaimana literasi di akumulasikan.

Chomsky menulis bahwa pers arus utama (mainstream press)

terdiri dari “korporasi-korporasi besar yang sangat menguntungkan.

Karena dalam pandangannya media ini adalah organisasi komersial yang

memaksimalkan keuntungan, upayanya untuk mengejar keuntungan

mungkin mengintervensi jurnalisme jujur dan objektif yang bisa berakibat

mereka menjadi tidak sadar akan fakta-fakta penting yang justru

dibutuhkan untuk membuat pilihan-pilihan yang tepat tentang persoalan-

persoalan kebijakan sosial.

Islam mendukung bagaimana lembaga penyiaran publik,

melakukan fungsi transformasi dan edukasi melalui aktifitas jurnalistik.

Tujuannya adalah mewujudkan masyarakat yang produktif (umat terdidik).

Semua mengalami hambatan karena kapitalisme mendesak prinsip-prinsip

dasar tersebut sehingga memaksa lembaga penyiaran berperilaku

industrialis.

Perubahan kecenderungan penyiaran menjadi industrialis karena

tuntutan biaya produksi. Mereka harus mencari biaya untuk menutup biaya

yang dibutuhkan melebihi anggaran yang telah diberikan oleh Negara.

Sementara pemerintah tidak menyediakan dana yang cukup, maka satu-

13
satunya cara mencari dana ialah dengan mengindustrialisasi lembaga

penyiaran.

Untuk mengatasinya, maka pemerintah perlu mengambil intervensi

untuk pembiayaan. Intervensi melalui penyusunan kebijakan penyiaran

yang berorientasi terhadap kepentingan masyarakat. Misalnya dengan

insentif alokasi dari APBN dan APBD untuk mendukung lembaga-

lembaga penyiaran, dengan catatan menggunakan seleksi yang ketat.

Karena bagaimanapun, lembaga penyiaran publik harus melaksanakan

fungsi edukasi publik, maka lembaga penyiaran publik berhak

memperoleh fasilitas dari negara.

F. Daftar Pustaka

Ibrahim Subandi Idi & Bacharuddin Ali Akhmad. 2014. Komunikasi dan
Komodifikasi, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia).
Eni Maryani, 2010. Media Dan Perubahan Sosial, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya)

Ardianto Elvinaro, Dkk. 2014. Komunikasi Massa, (Bandung : Simbiosa


Rekatama Media)
Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran. (Jakarta : Kencana )
Elvinaro Ardianto, Dkk. 2014. Komunikasi Massa, (Bandung : Simbiosa
Rekatama Media)
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) pada Kamis, 20 Juni 2019, pukul
14.30 WIB.

N. Chomsky. “What Makes Mainstream Media Mainstream”. Diakses pada


Kamis, 20 Juni 2019, pukul 14.30 WIB. From
http;//www.chomsky.info/articles/199710;htm.

Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran. (Jakarta : Kencana )

14
Eni Maryani, 2010. Media Dan Perubahan Sosial, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya).

15

Anda mungkin juga menyukai