PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bimbingan dan konseling tidak hanya mengatasi individu yang memiliki masalah,
namun bimbingan dan konseling juga mengatasi individu yang sedang berkembang, pada
dasarnya individu akan selalu berkembang seiringnya waktu berjalan. Kemudian akan
semakin banyak permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi oleh individu dalam
mengahadapi masalah kehidupan. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik dan sekaligus
calon konselor maka sangat dibutihkan unutk memiliki pemaham tentang penyebab yang
dapat mempengaruhi seseorang, baik dari segi lingkungan hidup ataupun dari segi sifat
Kualitas seseorang tidak dapat diukur hanya dari kognitifnya saja, akan tetapi
kualitas seseorang bisa dikatakan berkualitas apabila seseorang tersebut sudah siap secara
mengembangkan bakat, memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan yang paling penting
kesiapan moral. Seseorang bisa dikatakan berkualitas apabila memiliki moral yang baik
mengenai assessing kebutuhan dan sumber manusia, untuk membahas tentang beberapa
manusia sebagai klien. Maka dari itu makalah ini akan membahas manusia sebagai klien.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
Agar dapat mengetahui apa saja yang terdapat dalam Assessing Kebutuhan dan Sumber
Manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Okun (1984) mengungkapkan 4 asumsi dasar yang terjadi dalam tahapan hidup
manusia, yakni:
Masa awal anak-anak (3-6 tahun) ketika seorang bayi tumbuh dan memasuki
masa awal anak-anak maka lingkungan sosial disekiatarnya berubah dengan cepat,
ketika anak tumbuh maka ia mendapat yang baru, saudara dan juga teman bermain
adalah dua peran yang didapat seorang anak yang memasuki masa awal anak-anak.
Dalam peran tersebut si anak diharapkan mampu berbagi berkerjasama dan
berkomunikasi. Tugas perkembangan pada masa awal anak-anak berkisar tentang
hal-hal yang berhubungan dengan pencapaian “autonomy”. Menurut Erikson (1963)
autonomy adalah sebuah dasar dimana anak mempunyai rasa tanggung jawab. Ketika
dasar ini sudah dapat dicapai maka anak siap untuk bertanggung jawab secara
independen. Hal ini merupakan sebuah tanda anak sudah mengerti tanggung jawab
dan berbagai konsekuensi dari tindakan yang ia lakukan.
Akhir masa kanak-kanak (6-12 tahun) pada akhir masa kanak-kanak dunia
sosial anak semakin berubah, seringkali terjadi anak mendapatkan ekspektasi peran
baru, yakni sebagai kakak laki-laki atau kakak perempuan. Menurut Erikson (1963)
kunci pada tahapan ini adalah konsep inisiatif dan industry. Dalam inisiatif dan
industry memerlukan perencanaan dan organisasi tugas perkembangan inisiatif
memerlukan kepercayaan diri dan kekuatan mental untuk melupakan kegagalan yang
pernah terjadi dan membalas kegagalan tersebut dengan mengerahkan segenap akal-
pikiran, kegembiraan dan penuh antusias. Hal yang perlu diwaspadai pada tahap ini
adalah munculnya rasa rendah diri atau minder yang seringkali muncul pada anak.
Pada tahap ini anak seringkali membandingkan diri mereka , kepunyaan mereka dan
kemapuan serta pencapaian mereka dengan anak-anak seusianya.
Masa remaja awal (12-15 tahun) masa ini dikenal sebagai periode yang paling
kritis dalam tahap perkembangan manusia. Gelombang psikologis berubah dalam
banyak hal dan bersamaan dengan ekspektasi atau tuntutan untuk menjadi dewasa
yang kemudian menimbulkan ketidakseimbangan. Dua perubahan penting dalam
ekspektasi peran terjadi pada tahap masa remaja awal. Coleman (1962) masa remaja
awal merupakan periode dimana pengaruh keluarga dan sekolah mulai berkurang.
Ketika ekspektasi dalam keluarga dan sekolah saling bertentangan maka
memungkinkan terjadi “bind situation” yang akan memicu timbulnya kecemasan.
Menuru Erikson (1963) masalah dalam tugas perkembangan utama dari remaja
awal adalah konflik identitas dan kebingungan peran. Integritas dari peran baru,
emosi yang labil, nila-nilai baru yang muncul dan berbagai aspirasi adalah bagian
dari krisis identitas. Kestabilan dan kenyamanan terhadap identitas diri berasal dari
kecocokan antara pengalaman masa lalu dan sekarang dari diri sendiri maupun orang
lain. Ketika kecocokan tersebut tidak ada maka prospek masa akan menjadi tidak
pasti dan memunculkan diskontinuitas. Pada masa remaja perubahan psikologis
puberitas datang bersamaan dengan pertentangan dan perubahan ekspektasi peran
yang menimbulkan diskontinuitas dan berujung pada identity diffusion atau
kebingungan identitas.
Tahap Eksplorasi, tahap ini terjadi pada pertengahan masa remaja hingga
menjelang masa awal dewasa dimana pada masa ini didominasi oleh pencarian
terhadap nilai-nilai baru, aspirasi dan motivasi. Pada tahap ini individu berusaha
untuk manjadi matang dalam hal fisik maupun psikologis.
Kunci dari sikap social pada tahap ini adalah melibatkan pergerakan dari
ketergantungan dalam berhubungan menjadi model reciprocal. Pada tahap ini
indivindu bereksprimen dengan hubungan baru pertemanan, kenalan, pendidikan dan
karier. Hal ini menuntut individu untuk belajar memberi dan menerima dalam
berbagai situasi berdasarkan mutuality dan cooperation yakni hal-hal yang bersifat
saling menguntungkan dan kerjasama. Kita dapat membagi tahap eksplorasi kedala
dua sub-tahap, yakni:
Masa remaja akhir (15-23 tahun). Peran social baru pada tahap ini sangat
banyak sehingga seringkali menimbulkan kebingungan. Misal pekerja, pemimpin,
bawahan, supervisor, dan rekan atau kolega. Ketika remaja mulai berpartisipasi
dalam peran tersebut serta ikut beraktifitas secara terorganisir dalam skala yang luas
mereka akan lebih dilihat sebagai orang dewasa, dari pada remaja. Pada tahap ini
peran-peran baru ini akan mulai berkompetisi dan bertentangan satu sama lain
sehingga akan menbuat individu menghadapi masalah yang jauh lebih kompleks
dalam mengatasi masalah dan membuat keputusan.
Dewasa awal (24-30 tahun) masa dewasa awal merupakan periode yang cukup
krusial dalam perkembangan individu dimana kecakapan individu akan diuji. Dua
peran sosial yang diuji dalam tahap ini adalah pernikahan dan keluarga. Peran baru
dalam pernikahan dan keluarga dikombinasikan sehingga muncul berbagi tugas dan
ekspektasi baru yang seringkali bertentangan sehingga memicu konflik. Menurut
Erikson (1963) berpendapat bahwa tugas utama dalam tahap ini adlah pencapaian
intimacy dan commitment. Keintiman mrupakan kapasitas dari bentuk konkret afilasi
kejujuran dari sebuah persatuan dimana persatuan tersebut kokoh meskipun
memerlukan pengorbanan yang besar dari masing-masing individu. Sementara
komitmen merupakan bagian utama dari keintiman. Komitmen merupakan kapasitas
seseorang untuk mengukur waktu, energy dan kepercayaan diri.
Tahap Realitas tahap ini manandai kulminasi dari aspek formatif utama dalam
perkembangan hidup individu. Levinson (1978) menunjukan beberapa aktifitas yang
menjadi karakteristik dari tahap ini yakni pengejaran individu terhadap mimpi-
mimpinya. Hal ini ditandai dengan menfokuskan usaha-usaha dengan kesempatan
yang ada dan hal-hal yang disukai.
Pada tahap realisasi menyeimbangkan keluarga, karier dan hobi mungkin sesuatu
yang tidak mudah. Menjaga keintiman psikologis dalam pernikahan, menjaga
kesehatan fisik dan mental, menjaga hubungan dengan anak merupakan tanatangan
pada tahap ini. Tahap ini biasanya terjadi pada usia 30an hingga awal 40an.
Realitatas adalah tahap dimana individu sering mampu mencapai level tertinggi
fungsi dan efektifitas. Kunci pada tahap ini adalah menemukan konsep dari konsep
peran dan penerimaan peran. Pada tiap peran sosial ada dua aspek yang terstruktur
dalam interaksi yang menegaskan tiap peran. Ekspetasi peran merupakan faktor
eksternal dari peranan sikap. Sementara sikap individu juga bisa di interpretasikan
sebagai peran dalam perspektik internal.
Pada tahap realisasi seseorang seringkali memiliki kesempatan yang besar untuk
menginterprestasikan peran utama mereka dan juga memodifikasi maupun menolak
peran yang ada yang dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan mereka dan nilai-nilai
yang mereka yakini, hal ini disebut “role freeom”. Konseling bertujuan untuk
membantu seseorang mencapai role freedom lebih dari psikoterapis yang bertujuan
untuk merekonsilisasi status quo dari seorang individu. Tugas perkembangan utama
pada tahap ini adalah kemampuan untuk memanfaatkan kekuatan dan sumber yang
ada untuk mencapai tujuan dan nilai hidup yang utama. Kemampuan ini disebut
dengan generativity.
Tahap Ujian merupakan tahap akhir kehidupan, perkembangan optimal pada tahap
ini adalah pencapaian “ego integrity” yang diungkapkan oleh Erikson (1963).
Integritas adalah kemampuan untuk menerima diri apa adanya dan menerima apa
yang terjadi pada diri mereka. Integritas meliputi kedamaian dalam hati termasuk
penerimaan diri terhadap kematian sebagai bagian dari tahapan hidup. Bahaya yang
akan muncul pada tahap ini adalah keputusasaan yang mana merupakan lawan dari
integritas. Erikson (1963) menyatakan bahwa keputusasaan merupakan bentuk
penolakan seseorang terhadap hidup. Havighurst (1972) mendefinisikan tahap ini
sebagai periode untuk belajar. Tahap ini merupakan periode untuk menghadapi
masalah baru yang tak terpecahkan.
Semua coping style atau gaya meniru diatas mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Dalam konseling, mengidentifikasi gaya meniru apa yang
digunakan oleh klien akan berguna untuk membantu mereka mendapatkan cara
paling nyaman dalam menghadapi masalah dengan pendekatan baru.
B. Gaya Interpersonal
Sikap interpersonal kita peljari dari keluarga semasa kanak-kanak, dimana
pada waktu itu kita belum bisa menganalisa keefektifan dari apa yang kita
pelajari. Karen Harney (1950) membagi gaya interpersonal kedalam tiga
kategori:
1) Bergerak mendekat pada orang lain, pada gaya interpersonal ini ketika
seseorang mengalami stress ia cenderung bergerak mendekati orang lain
untuk mendiskusikan masalah mereka, berbagi perasaan, rasa takut mereka
dan mencari dukungan emosional dari orang lain.
2) Bergerak menjauh dari orang lain, pada gaya interpersonal ini seseorang
menjauh dari orang lain ketika ia berada dalam situasi yang stressful. Gaya
ini juga sering disebut dengan “strong silent type”.
3) Bergerak berlawanan dari orang lain, pada gaya interpersonal ini
seseorang mengatasi stress dengan cara berlawanan dengan orang lain
dengan cara yang agresif dan menyakitkan. Gaya ini merupakan contoh dari
fenomena “frustrasion-aggresion” dimana seseorang yang merasa frustasi
melampiaskan rasa frustasinya kepada orang sekitar dengan cara yang
agresif.
C. Gaya Kognitif
Penelitian dalam psikologi kognitif oleh Witkin (1978) menunjukan bahwa
orang yang mempunyai cara yang berbeda dalam mengoraganisasikan persepsi
dan informasi dan gaya kognitif yang berbeda mempunyai implikasi yang
penting bagi sikap seseorang secara umum. Dalam penilitian ini ada dua gaya
kognitif yang berlainan, yakni:
1. Field dependent adalah mereka yang berada pada beberapa tingkatan
kesulitan dalam memisahkan dan mendiskriminasikan bagian atau aspek
dari stimulus. Orang yang berada pada area ini secara kognitif kurang
fleksibel.
2. Field independent adalah orang-orang yang pada satu sisi dapat
membedakan variabel-variabel dan fakta-fakta dalam situasi yang kompleks.
Orang yang berada pada area ini cenderung memiliki respon yang lebih
fleksibel, mereka lebih terbuka pada ide-ide, saran dan inovasi baru.
Dalam beberapa kondisi tertentu individu cenderung terikat dalam satu atau
lebih strategi meniru (Goode, 1963) yakni:
B. Stress
Secara sederhana stress bisa diartikan sebagai ancaman terhadap kepuasan
akan kebutuhan dasar. Stress tidak selalu berbahaya, dalam kenyataanya stress
dalam ruang hidup seorang individu memicu munculnya sikap dan pembelajaran
baru. Perkembangan kesehatan meliputi belajar mengatasi faktor-faktor pemicu
stress dan menjauhi hal-hal yang menimbulkan stress. Kita dapat menguji tiga
aspek utama dari situasi stress dalam ruang hidup individu (Torrance, 1965)
yaitu meliputi; intensitas, durasi, dan keadaan individu. Tiga faktor ini
mempengaruhi bagaimana stress berdampak pada tiap individu dan bagaimana
cara individu mengatasi dan memodifikasi tingkat stress.
Intensitas faktor yang paling nyata dan paling cepat dalam memunculkan
reaksi stress meliputi intensitas. Ketika mahluk hidup menghadapi stimulus yang
memicu stress maka reaksi umumnya adalah jelas dan terang. Reaksi terhadap
stress berat biasanya dikarakteristikan kedalam komponen psikologis yang kuat
meliputi meningkatnya detak jantung dan pola pernapasan. Meningkatnya
tekanan darah, berkeringat, meningkatnya pengeluaran zat adrenalin dan zat
kimia lainya. Orang yang mengalami stress berat, rasa sakit dan takut biasanya
kehilangan kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Stress
berat akan menjadi sesuatu yang bersifat merusak dan melemahkan seseorang
apabila hal tersebut dialami pada saat yang tak terduga dan tidak mampu diatasi
(Cohen & Ahearn, 1980). Stress berat yang tidak terkontrol dapat memicu rasa
“panik” serta disfungsi psikologis menengah hingga berat. Pengalaman masa
perang, bencana alam, sakit secara tiba-tiba, kontaks dengan kekerasan kriminal,
pemerkosaan, penyerangan, dan pembunuhan adalah contoh dari hal yang
memicu reaksi stress berat.
Durasi, faktor lain yang memicu stress adalah durasi. Berlawanan dengan
apa yang kita percaya selama ini, eksposure terhadap stress pada jangka yang
relative lama maupun menengah atau bahkan pada level stress yang sangat
rendah dapat berakibat fatal. Hal ini biasanya terjadi pada anak-anak. Lazarus
(1966) menemukan bahwa strategi meniru dalam menghadapi stress berat jangka
pendek dipelajari lebih awal dari pembelajaran terhadap cara mengatasi stress
kronik pada level rendah. Gejala-gejala yang timbul pada stress kronik hampir
sama pada gejala yang timbul pada stress berat. Namun karena stress kronik
relatif ringan maka gejalanya muncul setelah periode waktu yang cukup lama,
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Sikap tempramen, tidak sensitif terhadap
orang lain, masalah pencernaan dan suasana hati yang labil akan semakin
memperpanjang stress kronik yang dialami oleh individu. Untuk
mengidentifikasi sumber dari stress kronik tingkat rendah dalam ruang hidup
klien, konselor perlu mempertimbangkan untuk melakukan eksplorasi terhadap
peranan, hubungan, dan tugas-tugas klien tersebut.
Keadaan Individu, keadaan kesehatan dari individu merupakan faktor
penting dari reaksi stress. Kebiasaan makan, tidur dan olahraga adalah aspek-
aspek penting dalam mengontrol stress. Kondisi fisik secara umum, usia, dan
catatan kesehatan juga merupakan faktor yang penting. Reaksi stress tiap
individu dipengarui oleh latar belakang pembelajaran sebelumnya dan catatan
pribadi tentang kegagalan dan kesuksesan. Dalam usaha memahami ruang hidup
klien dan menemukan hal yang menjadi sumber stress klien, konselor perlu
mendapat data tentang kesehatan umum klien dan data tentang latar belakang
pembelajaran sebelumnya.
Support atau dukungan adalah variabel lain yang akan membantu kita
memahami ruang hidup klien. Konsep support yang dimaksud disini adalah
dukungan yang meliputi faktor-faktor material dan relational. Dalam menaksir
ruang hidup klien atau orang yang berpotensi sebagai klien, tugas pertama
seorang konselor adalah memastikan level dukungan materi yang ada. Aspek
kedua dari support adalah dukungan sosial atau emosional. Dukungan semacam
ini hadir dari hasil hubungan yang bersifat positif dan merupakan bentuk
kepedulian terhadap hubungan sesama dalam ruang hidup tiap individu.
Salah satu keuntungan dari pendekatan system adalah membantu kita untuk
memahami sifat dari man-machine sebagaiman interaksi orang ke orang. Pada masa
komputerisasi seperti sekarang ini pendekatan sistem menjadi aspek yang sangat
penting dalam kehidupan manusia, pendekatan sistem menawarkan sebuah alat yang
sangat kuat untuk memahami pengaruh mesin terhadap sikap dan pengalaman
manusia.
a. Cybernetics
Cybernetics adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana proses
kognitif manusia yang mendapat stimulasi dari computer. Hal ini pertama kali
ditemukan oleh Nobert Wiener (1948) yang memperkenalkan studi masalah
control dan komunikasi antara manusia dengan pusat kontrol komputer. Ketika
kita bekerja dengan klien yang berada dalam keluarga, sekolah, komunitas dan
sebuah organisasi besar kita dituntut untuk memberikan control penuh terhadap
kecerdasan manusia terhadap proses kerja yang kuat dan persuasif dalam sistem
tersebut. Hal ini untuk memastikan bahwa seseorang memiliki kontrol penuh
dalam proses tersebut. Bidang cybernetics memberikan beberapa konsep penting
yang berguna untuk mengoperasikan semua jenis sistem manusia yang
kompleks. Konsep tersebut adalah: control, entropy, dan feedback.
Control, focus pada berbagai prosedur dan alat-alat yang mengatur berbagai
proses kerja dalam suatu system.
Entropy, menunjukan kecenderungan berbagai system untuk stagnan atau
“run down”. Dalam system manusia entropy seringkali diakibatkan oleh
pengikisan keyakinan dan kepercayaan secara berangsur-angsur didalam sistem
kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi.
Feedback, hanya mungkin terjadi ketika komunikasi antar komponen
berlangsung. Dalam analisa sistem kita mengenal bentuk hubungan yang
mungkinkan komunikasi sebagai “feedback loops”.
Penutupan
a. Kesimpulan
b. Saran