Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Proses menua adalah suatu proses multifaktorial, yang akan diikuti oleh
penurunan fungsi-fungsi fisiologis organ tubuh yang progresif dan menyeluruh, disertai
penurunan kemampuan mempertahankan komposisi tubuh, serta respon tubuh terhadap
stress. Menopause merupakan suatu bagian dari proses menua yang ireversibel yang
melibatkan sistem reproduksi wanita.1
Berdasarkan data statistik dari Departemen Kesehatan pada tahun 2009
penduduk Indonesia telah berjumlah 201, 4 juta dan 100,9 juta diantaranya adalah
wanita, termasuk 14,3 juta orang wanita berusia 50 tahun ke atas. Pada tahun 2000
jumlah penduduk wanita berusia 50 tahun keatas telah mencapai 15,5 juta orang dan
diperkirakan pada tahun 2020 jumlah perempuan hidup dalam usia menopause tersebut
terus bertambah jumlahnya menjadi 30,3 juta tentunya hal ini perlu mendapatkan
perhatian bagaimana kesehatan reproduksinya karena pada masa ini akan terjadi
perubahan fisik dan psikologis yang dapat menimbulkan berbagai macam keluhan pada
kesehatan.14
Untuk perubahan fisiologis pada menopause dipengaruhi oleh beberapa faktor
mencakup perubahan Hipotalamus Pituitari Axis, perubahan ovarium, perubahan steroid
adrenal, perubahan endometrium, dan perubahan hormonal.15
Pada menopause pun dapat terjadi keluhan dan gejala yang dapat dilihat pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Yaitu, perubahan efek estrogen terhadap perubahan
pola haid, gejala vasomotor, gangguan tidur dan rasa lelah, atrofi urogenital, gejala
somatik, osteoporosis, kelainan kardiovaskular, penambahan berat badan dan distribusi
lemak, perubahan dermatologik, perubahan gigi, dan perubahan payudara. Disertai
pemeriksaan penunjang untuk membantu mendiagnosis lebih lanjut.15
Oleh karena itu perlu untuk membahas mengenai menopause sehingga wanita
yang sudah mulai memasuki usia akan terjadinya menopause mengetahui gejala dari
menopause itu sendiri.
2

1.2. Tujuan Penullisan


Tujuan penulisan referat ini adalah:
a. Mengetahui definisi, diagnosis dan terapi pada menopause
b. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran
c. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior (KKR) di
bagian ilmu kandungan dan kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang dan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
Bari.

1.3. Manfaat Penulisan


Menambah wawasan dan pemahaman mengenai menopause terutaman
mengenai diagnosis dan terapinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Menopause


Menopause adalah fase fisiologis yang ditandai dengan penghentian permanen
periode menstruasi karena hilangnya fungsi folikel ovarium. Selama transisi
menopause, wanita mengalami berbagai perubahan diantaranya fisik, psikologis,
dan sosial yang dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Menopause
menimbulkan beberapa gejala yaitu : hot flushes, keringat malam, kekeringan
vagina, depresi, mudah tersinggung, sakit kepala, dan gangguan tidur.1, 4, 5, 6
Menopause adalah keaadan dimana ovarium manusia menjadi tidak responsif
terhadap gonadotropin seiring dengan pertambahan usia, dan fungsinya menurun
3

sehingga daur seksual menghilang. Menopause terjadi pada usia kurang lebih 51
tahun. Klimakterium adalah suatu masa yang sifatnya fisiologis peralihan antara
masa reproduksi dan masa senium. Masa klimakterium terdiri dari masa
pramenopause, menopause dan pascamenopause. Pramenopause yaitu 4-5 tahun
sebelum menopause, mulai ada keluhan klimakterium tetapi estrogen masih
dibentuk. Pascamenopause yaitu 3-5 tahun setelah menopause.4, 5, 7

2.2 Klasifikasi Menopause


Berdasarkan waktu terjadinya, menopause dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Menopause alami (normal). Menopause alami terjadi seiring dengan
bertambahnya usia, ovarium akan mengalami penurunan fungsi yang
mengakibatkan terjadinya penurunan produksi hormon estrogen dan
progesterone. Sebagai kompensasinya, tubuh pun bereaksi dengan melakukan
penyesuaian-penyesuaian, diantaranya adalah dengan berhentinya menstruasi.
Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun.
2. Menopause dini (Surgical menopause/Premature menopause) dapat terjadi
karena buatan, akibat operasi seperti pada pengangkatan ovarium atau akibat
obat-obatan seperti pada terapi radiasi maupun kemoterapi untuk pengobatan
tumor pada perempuan yang masih berovulasi. Atau karena kegagalan
ovarium premature pada usia 40, 30, bahkan 20 tahun. Angka kejadian dari
premature menopause meningkat karena perkembangan dari treatment kanker
pada anak, remaja, ataupun wanita usia reproduktif. Hal yang sama juga
terjadi pada peningkatan insiden dilakukannya histerektomi.
3. Menopause terlambat. Bila seorang perempuan masih mendapatkan haid di
atas usia 52 tahun maka disebut dengan menopause terlambat. Pada
menopause terlambat diperlukan penelusuran yang lebih lanjut..
Kemungkinan penyebab bisa berupa konstitusional, fibroma uteri, dan tumor
yang menghasilkan estrogen. Pada perempuan dengan karsinoma
endometrium, sering dijumpai adanya menopause yang terlambat.8,9

2.3. Etiologi Menopause


4

Penyebab menopause adalah “matinya” (burning out) ovarium. Sepanjang


kehidupan seks seorang wanita, kira-kira 400 folikel primordial tumbuh menjadi
folikel matang dan berovulasi, dan ratusan ribu ovum berdegenerasi. Pada usia
sekitar 45 tahun, hanya tinggal sedikit folikel primordial yang harus dirangsang
oleh FSH dan LH. Produksi esterogen dari ovarium menurun saat jumlah folikel
primordial mendekati nol. Ketika produksi esterogen turun dibawah nilai kritis,
esterogen tidak dapat lagi menghambat produksi gonadotropin FSH dan LH.
Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH (terutama FSH) diproduksi sesudah
menopause dalam jumlah besar dan kontinu, tetapi ketika folikel primordial yang
tersisa menjadi atretik, produksi esterogen oleh ovarium benar-benar turun menjadi
nol.2, 3

Gambar 2.1. Sekresi estrogen sepanjang kehidupan seks perempuan 2

Pada gambar 1 memperlihatkan:


1) Peningkatan kadar sekresi estrogen pada masa pubertas
2) Variasi siklik selama siklus seks bulanan
3) Peningkatan sekresi estrogen lebih lanjut selama beberapa tahun pertama
masa reproduksi
4) Penurunan progresif sekresi estrogen menjelang akhir masa reproduksi
(kehidupan seksual)
5) Hampir tidar ada sekresi estrogen atau progesterone sesudah menopause.2, 3

Sistem hormonal mengatur komposisi tubuh, deposisi lemak, massa otot,


kekuatan otot, metabolism, berat badan, dan keadaan fisik. Perubahan hormonal
akan menyertai perkembangan usia seseorang. Beberapa manifestasi dari proses
5

menopause disebabkan oleh defisiensi hormonal yang diakibatkan oleh


menurunnya produksi hormone estrogen ovarium karena berkurangnya jumlah
folikel yang aktif sampai menghilangnya produksi estrogen ovarium akibat sudah
tidak ada sama sekali folikel yang masih aktif di ovarium. Keadaan defisiensi
estrogen ini dapat berakibat pada munculnya keluhan jangka pendek ataupun
keluhan jangka panjang.1,9

2.4. Fisiologi Menopause


Siklus Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14
hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus.
Ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi, yaitu:
1. Siklus Endomentrium
Siklus endometrium terdiri dari empat fase, yaitu :
a. Fase menstruasi
Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai
pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase
ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase
menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun
atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel
Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung
sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10
siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan
endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau
menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi
setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir
saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal
dari folikel ovarium.
c. Fase sekresi/luteal
6

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari
sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium
sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti
beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan
sekresi kelenjar.
d. Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10
hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus
luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring
penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi
spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi
nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan
menstruasi dimulai.2,3

2. Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat
pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon).
Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel
primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi,
satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan
estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang
terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel
yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum
mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi
baik hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi,
korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan
fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.2,3

3. Siklus Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan
progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah
ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone
7

(Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone


(FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi
estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu
hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai
puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak
terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut,
oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi
menstruasi.2,3

Klimakterium
Klimakterium adalah suatu masa di mana seorang perempuan lewat dari masa
reproduksi ke transisi menopause hingga tahun pascamenopause, terjadi pada umur
rata-rata 45-65 tahun.4, 5
Pramenopause adalah masa sebelum berlangsungnya perimenopause, dimana
terjadi pada usia rata-rata 40-50 tahun dengan dimulainya siklus haid yang tidak
teratur, memanjang, sedikit, atau banyak, yang kadang-kadang disertai dengan rasa
nyeri. Pada wanita tertentu telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan
sindroma prahaid. Dari hasil analisis hormonal dapat ditemukan kadar FSH dan
estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi dapat mengakibatkan
terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan sehingga kadang-kadang dijumpai
kadar estrogen yang sangat tinggi. Keluhan yang muncul pada fase premenopause
ini ternyata dapat terjadi baik pada keadaan sistem hormon yang normal maupun
tinggi, sedangkan keluhan yang muncul pasca menopause umumnya disebabkan
oleh kadar hormon yang masih normal maupun tinggi, hingga kini belum
diketahui.6
Perimenopause merupakan masa perubahan antara pramenopuse dan
pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur. Pada
kebanyakan wanita siklus haidnya > 38 hari dan sisanya 18 hari. Sebanyak 40%
wanita mengalami siklus haid yang anovulatorik. Pada sebagian wanita, telah
muncul keluhan vasomotorik, atau keluhan sindrom prahaid. Kadar FSH, LH dan
estrogen sangat bervariasi. Disini juga terlihat bahwa keluhan klimakterik dapat
terjadi tidak hanya pada kadar hormon yang rendah saja.6
8

Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi
(>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar estrogen rendah. Pada
wanita gemuk kadar estrogen biasanya tinggi. Bila seorang wanita tidak haid
selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol < 30
pg/ml, maka wanita tersebut dapat dikatakan telah mengalami menopause.6
Pasca menopause adalah masa setelah menopause sampai senium yang
dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi (>35 mIU/ml)
dan kadar estrodiol yang rendah mengakibatkan endometrium menjadi atropi
sehingga haid tidak mungkin terjadi lagi. Namun, pada wanita yang gemuk masih
dapat ditemukan kadar estradiol yang tinggi. Hampir semua wanita pasca
menopause umumnya telah mengalami berbagai macam keluhan yang diakibatkan
oleh rendahnya kadar estrogen.6
Seorang wanita disebut senium bila telah memasuki usia pasca menopause
lanjut sampai usia > 65 tahun.6
9

Gambar 2.2. Fase Klimakterium

Gambar 2.3. Masa Perimenopause – Pascamenopause – Senium 4


10

Gambar 2.4. Kadar FSH dan LH dari bayi baru lahir sampai pascamenopause 4

Gambar 2.5. Perubahan hormonal pada masa menopause

2.5. Gejala Klinis Menopause


Tidak semua perempuan menopause mempunyai keluhan. Sekitar 18% tanpa
keluhan, 56% dengan keluhan dalam 1-5 tahun setelah menopause dan 26% setelah
lebih dari 5 tahun.9,12
Sindroma menopause terwujud dalam bentuk:
1. Gangguan neurovegetatif/vasomotor-hipersimpatokinetik.
Gejala: Gejolak panas (hot flushes), keringat banyak, rasa kedinginan, sakit
kepala, telinga berdenging, berdebar-debar, susah bernafas, dll. 4, 5, 12, 13
11

Hot flushes beberapa derajat dan berkeringat, dipandang sebagai ciri khas
klimakterium yang dialami oleh sebagian besar perempuan pasca menopause,
berupa dimulainya kulit kepala, leher dan dada kemerahan secara mendadak
disertai perasaan panas yang hebat dan kadang-kadang diakhiri dengat
berkeringat banyak. Lamanya bervariasi dari beberapa detik hingga beberapa
menit bahkan satu jam walaupun jarang. Frekuensinya dapat jarang, sehingga
berulang setiap beberapa menit. Lebih sering dan berat dimalam hari
(menyebabkan sering terbangun dari tidur) atau saat-saat stress. Di cuaca dingin
lebih jarang, lebih ringan dan lamanya lebih pendek dibandingkan dilingkungan
yang lebih hangat. Perempuan pramenopause menderita hot flushes kurang lebih
15-25% dan frekuensinya lebih tinggi pada pramenopause yang menderita
sindroma prahaid. Segera setelah menopause frekuensi menjadi 50% dan setelah
4 tahun pascamenopause akan menjadi 20%. Angka kejadian ini bervariasi
setiap bangsa ataupun ras.1,4

2. Gangguan psikologis
Gejala: Kecapaian, vertigo, iritabilitas, ketakutan, insomnia, tegang, cemas,
libido berkurang, rasa kosong, kurang konsentrasi, sakit kepala, dipsnea. 4, 5, 12, 13
Gangguan psikiatrik. Pendapat bahwa menopause memiliki efek yang merugikan
pada kesehatan jiwa tidak didukung dalam kepustakaan psikiatrik. Pada awal
pascamenopause sering dijumpai kelelahan, gugup, nyeri kepala, insomnia,
depresi, iritabilitas, nyeri sendi dan otot, pusing berputar, dan berdebar-debar.
Namun, tampaknya hal-hal tersebut tidak memiliki hubungan kausal dengan
estrogen. Pada usia ini baik laki-laki maupun perempuan yang mengalami
keluhan adalah akibat dari peristiwa-peristiwa kehidupan sebelumnya.5,12
Stabilitas emosional selama perimenopause dapat diganggu oleh pola tidur yang
buruk, hot flushes sendiri berdampak buruk pada kualitas tidur. Perimenopause
bukanlah penyebab depresi, tetapi emosi yang labil dapat membaik dengan
pemberian hormone. Penyebab gangguan mood perimenopause, paling sering
karena depresi yang memang sudah ada sebelumnya, walaupun ada populasi
perempuan yang mood-nya sensitif terhadap perubahan-perubahan hormonal.3,4,12
Kognisi dan penyakit Alzheimer. Efek yang menguntungkan dari estrogen pada
kognisi khususnya pada memori verbal. Akan tetapi, pada perempuan sehat
12

efeknya tidak mengesankan, nilai klinisnya kecil. Perempuan tiga kali lebih
banyak yang menderita Alzheimer dibanding laki-laki. Estrogen mampu
melindungi fungsi sistem saraf pusat melalui melalui berbagai mekanisme.
Estrogen melindungi terhadap sitotoksitas neuron yang diinduksi oleh oksidasi,
menurunkan konsentrasi komponen amyloid P serum (glikoprotein pada
pengerutan neurofiblier penderita Alzheimer), meningkatkan pertumbuhan
sinaps dan neuron khususnya densitas spina dendritic, melindungi terhadap
toksisitas serebrovaskuler yang dipicu oleh peptide-peptida amyloid, memicu
pembentukan sinaps serta pertumbuhan dan ketahanan hidup neuron. 4,12

3. Gangguan organic
Gejala: Disparenia, pruritus vulva, pruritus vagina, stress inkontinensia, angina,
kekeroposan tulang, fraktur tulang. 3, 4, 5, 12, 13
Atrofi genitourinaria menyebabkan berbagai gejala yang mempengaruhi kualitas
hidup. Uretritis dengan dysuria, inkontinensia urgensi, dan meningkatnya
frekuensi berkemih merupakan gejala lanjutan dari penipisan mukosa uretra dan
kandung kemih. Karena kehabisan estrogen, vagina kehilangan kolagen, jaringan
adipose, dan kemampuan untuk mempertahankan air. Ketika dinding vagina
mengerut, rugae akan mendatar dan lenyap. Relaksasi vagina dengan sistokel,
rektokel, prolapses uteri, dan distrofi vulva bukan konsekuensi dari penurunan
estrogen. Penurunan pada kandungan kolagen kulit, elastisitas dan ketebalan
kulit yang terjadi oleh karena penuaan adalah akibat kekurangan estrogen.3,4
Penyakit jantung coroner. Di Amerika Serikat kematian karena penyakit jantung
coroner pada perempuan sekitar 3 kali lipat dari angka kematian karena kanker
payudara dan kanker paru. Satu dari lima perempuan menderita salah satu jenis
penyakit jantung atau pembuluh darah. Sebagian besar penyakit kardiovaskuler
disebabkan oleh ateroskelrosis pada pembuluh darah mayor. Faktor-faktor
resikonya sama dengan laki-laki, misalnya riwayat penyakit kardiovaskuler pada
keluarga, tekanan darah tinggi, merokok, diabetes mellitus, profil
kolesterol/lipoprotein yang abnormal, serta obesitas. Mortalitas akibat stroke dan
penyakit jantung coroner telah sangat berkurang karena perawatan medis dan
bedah serta tindakan-tindakan preventif, misalnya penghentian merokok,
13

penurunan tekanan darah dan penurunan kolesterol, serta pencegahan primer


khususnya penghentian merokok dan penurunan berat badan.3,4,12
Osteoporosis, karena estrogen memiliki efek fisiologik yang luas di luar sistem
reproduksi maka penurunan drastis esterogen ovarium pada menopause
mempengaruhi sistem tubuh lain, terutama tulang. Estrogen membantu
pembentukan tulang yang kuat, melindungi wanita pramenopause dari
osteoporosis yang menyebabkan penipisan tulang. Penurunan esterogen
pascamenopause meningkatkan aktivitas osteoklas pelarut tulang dan
menurunkan aktivitas osteoblast penghasil tulang. Akibatnya adalah
berkurangnya kepadatan tulang dan meningkatnya insidens fraktur tulang.1,12
Tulang adalah organ yang sangat aktif, mempunyai proses berkelanjutan yang
disebut remodeling tulang, yang melibatkan resorpsi (aktivitas osteoklastik) dan
formasi (aktivitas osteoblastik) yang konstan. Osteoblast ataupun osteoklas
berasal dari progenitor-progenitor sumsum tulang, osteoblast dari sel-sel induk
mesenkimal, dan osteoklas dari turunan sel darah putih hematopoietic. Sitokin
terlibat dalam proses perkembangan ini, sebuah proses yang diregulasi oleh
steroid-steroid seks. Penuaan dan hilangnya estrogen, keduanya menyebabkan
aktivitas osteoklastik berlebihan. Penurunan asupan dan atau absorpsi kalsium
menurunkan kadar kalsium terionisasi dalam serum. Hal ini menstimulasi
sekresi hormone paratiroid (PTH) untuk memobilisasi kalsium dari tulang
melalui stimulasi langsung pada aktivitas osteoklastik. Peningkatan PTH juga
menstimulasi produksi vitamin D untuk meningkatkan absorpsi kalsium usus.
Defisiensi estrogen berhubungan dengan responsivitas tulang yang lebih besar
terhadap PTH. Kadar PTH berapa pun, lebih banyak kalsium yang diambil dari
tulang, meningkatkan kalsium serum, yang pada gilirannya menurunkan PTH
dan menurunkan vitamin D serta absorpsi kalsium oleh usus.3, 4, 12

2.6. Diagnosis Menopause


Diagnosis menopause dapat ditegakkan baik dengan cara sederhana maupun
dengan cara yang canggih. Perempuan menopause ada yang mengalami gejala dan
juga yang tidak. Bila pasien sudah lebih dari satu tahun memasuki menopause,
pemeriksaan hormone tidak mutlak. Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan
usia 48-49 tahun, haid mulai tidak teratur, darah haid mulai sedikit atau banyak,
14

haid berhenti sama sekali, timbul keluhan klimakterik atau tanpa keluhan
klimakterik.1, 9
Anamnesis dan pemeriksaan:
 Anamnesis harus mencakup riwayat keluarga, riwayat pemakaian obat-obatan
serta riwayat sosial ekonomi.
 Meneliti faktor-faktor risiko untuk terjadinya:
 Kanker endometrium
 Kanker payudara
 Kerapuhan tulang/osteoporosis: Pemeriksaan densitometer
 Penyakit kardiovaskuler.
 Pemeriksaan fisik diagnostik lengkap
 Pemeriksaan laboratorium terutama untuk lipid, gula darah, kalsium, fungsi hati
dan ginjal.
 Pap’s Smear, kalau mungkin dengan mammogram
 Bila perlu lakukan biopsy endometrium terutama bila ada riwayat perdarahan
pervaginam yang tidak teratur.1, 5, 9
Diperlukan pemeriksaan hormonal (FSH dan E2) dan pemeriksaan
densitometer untuk melihat densitas tulang. Diagnosis pasti ditegakkan bila usia
>40 tahun, tidak haid >6 bulan, dengan atau tanpa keluhan klimakterik, kadar FSH
>40 mIU/ml, E2 <30 pg/ml.1, 9

2.7. Terapi Menopause


Pada wanita pascamenopause, sumber estrogen utama adalah jaringan adipose
dan organ selain ovarium, sedangkan estrogen disintesis dari dehidroepiandrosteron
dari korteks adrenal. Terdapat beberapa pilihan efektif yang dapat dipertimbangkan
untuk meringankan gejala menopause. Terapi hormonal seringkali merupakan
pilihan terapi paling efektif, namun tidak selalu diperlukan. Terapi esterogen dapat
meringankan gejala hot flushes. Terapi progesterone saja juga dapat digunakan
pada wanita yang menolak pemberian esterogen.1, 11
 Prinsip pengelolaan menopause :
 Estrogen hanya digunakan bila ada indikasi, dengan dosis rendah dan dalam
waktu sesingkat mungkin sesuai dengan keluhan.
15

 Estrogen dapat digunakan untuk mengobati/mencegah gangguan vasomotor,


atrofi genital, osteoporosis serta penyakit jantung arteriosklerosik.
 Bila uterus utuh sebaiknya estrogen dikombinasikan dengan progestin pada
setiap akhir siklus (7-10 hari).
 Preparat estrogen topical baik untuk kasus atrofi vulvovagina.
 Bila timbul perdarahan pervaginam, harus diperiksa dengan teliti.
 Setiap tahun pasien yang diobati dengan preparat estrogen harus diperiksa
keadaan panggul, mammae, tekanan darah dan pemeriksaan sitology.
 Terapi estrogen tidak boleh diberikan pada wanita dengan estrogen dependent
tumor.
 Sebelum terapi hormonal pengganti dilaksanakan, pasien harus diberikan
penerangan mengenai keuntungan dan kerugiannya.5,11

 Pemberian hormon pengganti


 Indikasi :
1) Belum merupakan kebijakan umum bahwa setiap wanita menopause
mendapatkan hormone pengganti sebagai upaya pencegahan sindroma
menopause.
2) Indikasi utama adalah pada wanita dengan pengangkatan (pembedahan)
kedua indung telur pada usia reproduksi, serta wanita dengan risiko
osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler, disamping wanita yang
mendapatkan keluhan/gejala sindroma menopause yang banyak macamnya
serta dirasakan mengganggu kehidupan sehari-hari.

 Kontraindikasi :
1) Perdarahan per vaginam yang belum diketahui sebabnya.
2) Thrombosis emboli vaskuler akut.
3) Riwayat kanker payudara dan kanker endometrium.1,5

Absolut Relatif

 Kanker payudara dengan esterogen  Penyakit hati kronik


reseptor  Hipertrigliseridemia berat
16

 Kanker endometrium  Endometriosis


 Perdarahan vagina belum terdiagnosis  Riwayat penyakit tromboemboli
 Penyakit tromboemboli aktif  Penyakit kantung empedu
 Riwayat melanoma maligna
Tabel 1. Kontraindikasi Terapi Sulih Hormon1

 Jenis estrogen yang dipakai :


a) Estrogen alami: estradiol 17-beta, estrone, estriol.
b) Estrogen konjugasi: estro sulfat, equilin, equilenin.
c) Estrogen sintesis: etinil estradiol, mestranol, dietilstillbestrol, dienestrol. 5, 11

 Jenis progesterone yang dipakai :


a) Progesterone alami: 17-alfa hidroksi progesterone valerat, kaproat.
b) Progesterone sintesis: MPA.5, 11
17

PEMBERIAN PREPARAT DOSIS

Estrogen Oral Estrogen konjugasi 0,3 mg, 0,625 mg, 0,9 mg, 1,25 mg,

2,5 mg

Estradiol ‘micronized’ 1 mg, 2 mg

Estropipat 0,625 mg, 1,25 mg, 2,5 mg, 5 mg

Etinil estradiol 0,02 mg, 0,05 mg, 0,5 mg

Quinestrol 100 µg

Klorotrianisen 12 mg, 25 mg

Dietilstilbestrol 1 mg, 5 mg

Estrogen Sistemik Estradiol transdermal 0,05 mg, 0,1 mg

Estradiol valerat injeksi 20mg/10ml, 40mg/10ml, 4mg/10ml

Poliestradiol fosfat injeksi 40 mg

Estrogen Vagina Estrogen konjugasi 0,625 mg/gram (salep)

Estradiol ‘micronized’ 0,1 mg/gram

Estropipat 1,5 mg/gram

Progesteron Oral MPA 2,5 mg, 5 mg, 10 mg

Megestrol asetat 20 mg, 40 mg

Noretindron 0,35 mg

Noretindron asetat 5 mg

Progesteron Injeksi Depoprovera 100 mg/ml, 400 mg/ml

Tabel 2. Preparat estrogen dan progestin yang diperbolehkan sebagai terapi hormone
pengganti5

 Pola pemakaian :
 Pemberian secara berkala (sekuensial)
18

Pemakaian estrogen selama 21-25 hari, dikombinasikan dengan pemakaian


progesterone selama 10-12 hari.

Ada beberapa cara pemberian :


a) Cukup diberikan estrogen saja selama 3 minggu (terutama estriol), kemudian 1
minggu istirahat. Masa istirahat ini untuk melihat ada tidaknya keluhan. Bila
keluhan hilang, dosis dapat diturunkan.
b) Pemberian estrogen selama 4 minggu, ditambah progesterone hari 1-14.
c) Pemberian estrogen hari 1-21 dan ditambah progesterone hari ke 10-21.
d) Pemberian estrogen selama 4 minggu dan ditambah progesterone hari ke 12-
25.
e) Pemberian estrogen hari 1-14 dilanjutkan pemberian progesterone hari ke 15-
21.5

 Pemberian berkesinambungan (continuous)


Pemberian terus menerus tanpa sela dengan maksud untuk mencegah
terjadinya perdarahan lecut (withdrawl bleeding).1,5,11

 Hal-hal yang dapat timbul selama pengobatan :


 Perdarahan bercak
Bila disebabkan dosis estrogen rendah, dosis dinaikkan ½ tablet. Bila karena
dosis progesterone tinggi, maka dosisnya dikurangi.
 Perdarahan banyak
Perdarahan banyak biasanya disebabkan estrogen tinggi. Tindakan yang
dilakukan adalah kuretase dan pemeriksaan PA untuk menyingkirkan
keganasan. Bila hasil PA menunjukkan hyperplasia, maka pengobatan
dilanjutkan dengan pemberian progesterone dengan dosis 2x50mg selama 3
bulan. Setelah 3 bulan dilakukan kuretase ulang, bila sembuh pengobatan
dilanjutkan selama 3 bulan lagi untuk mencegah residif. Bila ternyata kambuh
lagi, maka sebaiknya pertimbangkan histerektomi.
 Mual
19

Disebabkan karena dosis estrogen yang tinggi. Dapat diatasi dengan


mengurangi dosis atau dengan cara pemberian obat setelah makan. Bila tetap
ada keluhan, pikirkan cara pemberian obat dengan metode lain (misalnya
transdermal).
 Sakit kepala, nyeri payudara, lekore, peningkatan berat badan
Disebabkan karena dosis estrogen yang tinggi/penggunaan terapi hormonal
pengganti terlalu lama. Dapat diatasi dengan mengurangi dosis. Bila keluhan
masih ada, dapat dicoba dengan preparat estrogen lemah (estriol). Bila masih
ada keluhan, sebaiknya pemberian estrogen dihentikan.5,11,12

 Terapi tambahan
Terdiri dari diet dan olahraga. Sebagian besar pasien dengan sindroma
klimakterium mengalami hipokalsemia, hiperkolesterolemia serta memiliki
risiko terjadinya kanker endometrium. Untuk mencegah hipokalsemia, perlu
intake kalsium 1.000-1.500 mg/hari (setara dengan 1 liter susu perhari), olahraga
rutin. Pemberian preparat estrogen selama beberapa tahun akan menurunkan
kejadian patah tulang 50-60% dan mencegah penyakit kardiovaskuler 45-50%.5,6

KUNJUNGAN PERTAMA Anamnesis


1 minggu Pemeriksaan Fisik
20

Pap Smear
Pemeriksaan Laboratorium
Konseling, informasi, edukasi

KUNJUNGAN KEDUA   Penilaian klinis


Penilaian laboratorium
4 minggu Pemberian terapi hormonal pengganti

KUNJUNGAN KETIGA   Penilaian klinis


Penambahan estrogen atau progesteron
3 bulan

KUNJUNGAN KEEMPAT   Penilaian klinis


6 bulan
KUNJUNGAN KELIMA   Penilaian klinis
Mammogram
12 bulan

KUNJUNGAN KEENAM   Penilaian klinis


Pemeriksaan laboratorium ulangan
setiap tahun Biopsi endometrium

KUNJUNGAN ULANG   Penilain klinis


Evaluasi hasil pengobatan

Penanganan Menopause5

BAB III
KESIMPULAN

1. Menopause adalah fase fisiologis yang ditandai dengan penghentian


permanen periode menstruasi karena hilangnya fungsi folikel ovarium.
2. Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan usia 48-49 tahun, haid mulai tidak
teratur, darah haid mulai sedikit atau banyak, haid berhenti sama sekali,
timbul keluhan klimakterik atau tanpa keluhan klimakterik.
3. Terapi menopause seringkali menggunakan hormonal namun tidak selalu
diperlukan. Terapi esterogen dapat meringankan gejala hot flushes. Terapi
progesterone juga dapat digunakan pada wanita yang menolak pemberian
esterogen.
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewondo, Pradana. Menopause, Andropause dan Somatopause Perubahan


Hormonal Pada Proses Menua dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010. Hal 2078-2082.
2. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Sebelum Kehamilan dan Hormon-Hormon
Perempuan dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Penterjemah: dr.
M. Djauhari Widjajakusumah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007.
Hal 1069-1085.
3. Sherwood, Lauralee. Sistem Reproduksi dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. Hal 810-870.
22

4. Noerpramana, NP. Perempuan Dalam Berbagai Masa Kehidupan dalam Ilmu


Kandungan Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011.
Hal 92-110.
5. Martaadisoebrata D. dkk. Menopause dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Obstetri dan Ginekologi, RSUP dr.Hasan Sadikin. Bagian II Ginekologi.
Bandung: SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran,
RSUP dr.Hasan Sadikin. 1997. Hal 47-53.
6. Kim M-J, Cho J, Ahn Y, Yim G, Park H-Y. Association between physical
activity and menopausal symptoms in perimenopausal women. BMC Women’s
Health. 2014. (Diakses 3 Maret 2020 pukul 19.00 WIB)
7. Ganong, W. F. Gonad: Perkembangan & Fungsi Sistem Reproduksi dalam Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2003. Hal 428-470.
8. Shuster, Lynne T. et al. “Premature Menopause or Early Menopause: Long-
Term Health Consequences.” Maturitas 65.2 (2010): 161. PMC.
9. Loho MF, Wantania J. Gangguan Pada Masa Bayi, Kanak-Kanak, Pubertas,
Klimakterium, dan Senium dalam Ilmu Kandungan. Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011. Hal 186-196.
10. Li, Ying et al. Use Acupuncture to Relieve Perimenopausal Syndrome: Study
Protocol of a Randomized Controlled Trial. Trials 15 (2014): 198. PMC.
11. Suherman, SK. Estrogen dan Progestin, Agonis dan Antagonisnya dalam
Farmakologi dan Terapi. Ed Ke 5. Jakarta : Dept Farmakologi dan Terapeutik
FKUI. 2007. Hal 455-467.
12. Burbos N, Morris EP. Menopausal symptoms. BMJ Clinical Evidence. 2011.
13. Aidelsburger, Pamela et al. “Alternative Methods for the Treatment of Post-
Menopausal Troubles.”  GMS Health Technology Assessment 8 (2012):
Doc03. PMC.
14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Republik
Indonesia.
15. Cunningham, F. Gary, et all.. Williams Gynecology. New York: Mc Graw Hill
Medical. 2008. Page; 554-577.
23

Anda mungkin juga menyukai