PENDAHULUAN
1
Universitas Muhammadiyah Palembang
2
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum:
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara hipertensi dengan peningkatan tekanan intraokuler.
2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi
Hipertensi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah secara
persisten dalam dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
pada saat kondisi cukup istirahat tenang dimana tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
(Kemenkes RI, 2014).
2.1.2. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi dibedakan atas usia individu. Tekanan
darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh,
umur, dan tingkat stres yang dialami. Klasifikasi hipertensi
berdasarkan kelompok usia yaitu pada bayi dikatakan tekanan darah
normal apabila memiliki tekanan darah 80/40 mmHg dan hipertensi
apabila memiliki tekanan darah 90/60 mmHg (Tambayong, 2000).
Pada anak usia 7-11 tahun memiliki tekanan darah normal
100/60 mmHg dan hipertensi apabila memiliki tekanan darah 120/80
mmHg. Pada remaja 12-17 tahun memiliki tekanan darah normal
115/70 mmHg dan hipertensi apabila memiliki tekanan darah 130/80
mmHg (Tambayong, 2000).
Pada orang dewasa usia 20-45 tahun memiliki tekanan darah
normal 120-125/75-80 mmHg, diakatakan hipertensi apabila memiliki
tekanan darah 135/90 mmHg. Pada usia 45-65 tahun tekanan darah
normalnya yaitu 135-140/85 mmHg dan hipertensi dengan tekanan
darah 140/90-160/95 mmHg. Pada usia >65 tahun tekanan darah
normalnya yaitu 150/85 mmHg dan hipertensi apabila memiliki
tekanan darah 160/95 mmHg (Tambayong, 2000).
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
5
Universitas Muhammadiyah Palembang
6
2.1.3. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan:
1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih, pada usia 18 tahun ke atas dengan penyebab yang tidak di
ketahui. Pengukuran dilakukan 2 kali atau lebih dengan posisi
duduk, kemudian diambil reratanya, pada dua kali atau lebih
kunjungan (Chandra, 2014).
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus
hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada
sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan
2.1.5. Patofisiologi
Tekanan darah merupakan hasil dari curah jantung (cardiac
output) dan tahanan perifer. Faktor yang berperan pada hipertensi
primer adalah faktor hormonal pada sistem renin-angiotensin-
aldosteron (renin aldosterone angiotensin system RAAS), sistem
syaraf otonom, tahanan perifer, asupan garam (NaCl) (Rilantono,
2012).
2. Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadi stroke,
karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini
terjadi pada pembuluh darah otak, maka terjadi pendarahan otak
yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat
sumbatan dari gumpalan darah yang macet dipembuluh yang
sudah menyempit.
3. Kerusakan ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran
darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring
kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal
menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali
kedarah.
4. Kerusakan pengelihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di
mata, sehingga mengakibatkan pengelihatan menjadi kabur atau
buta. Pendarahan pada retina mengakibatkan pandangan menjadi
kabur, kerusakan organ mata dengan memeriksa fundus mata
untuk menemukan perubahan yang berkaitan dengan hipertensi
yaitu retinopati pada hipertensi. Kerusakan yang terjadi pada
bagaian otak, jantung, ginjal dan juga mata yang mengakibatkan
penderita hipertensi mengalami kerusanan organ mata yaitu
pandangan menjadi kabur.
2.2.3. Fisiologi
Gambar 2.6. Teori vakuolisasi mengenai transport aqueous melewati dinding dalam kanalis
Schlemm: 1. Stadium non-vakuola; 2. Stadium awal lipatan dalam dari permukaan basal di
sel endotel; 3. Stadium pembentukan struktur makrovakuola; 4. Stadium pembentukan
kanal vakuola transelular; 5. Stadium oklusi dari lipatan basal.
(Sumber : Khurana, 2007)
3) Variasi diurnal
Pada individu normal, TIO bervariasi antara 2-6 mmHg
selama 24 jam sebagai hasil dari produksi humor aquous dan
pergantian alirannya. Tekanan intraokular yang tinggi berkaitan
dengan fluktuasi yang tinggi dan fluktuasi variasi diurnal yang
lebih besar dari 10 mmHg dapat menimbulkan glaukoma. Puncak
TIO tertinggi pada masing-masing individu sangat beragam,
namun sebagian besar individu mengalami puncak TIO tertinggi
pada saat pagi hari.
Hubungan antara tekanan darah dan TIO sangat penting
pada terjadinya kerusakan saraf mata. Hipotensi sistemik,
terutama selama tidur dapat menyebabkan penurunan perfusi
saraf mata yang dapat menyebabkan kerusakan saraf mata.
4) Ras
Keterkaitan antara ras tertentu dengan TIO telah diperkuat
dengan adanya laporan yang menyatakan bahwa orang kulit hitam
mempunyai TIO lebih tinggi dibandingkan kulit putih.
5) Genetik
TIO pada populasi umum ada kaitannya dengan keturunan,
keadaan ini dibuktikan dengan terdapatnya kecenderungan TIO
yang lebih tinggi pada sejumlah keluarga penderita glaukoma.
6) Penyakit Sistemik
Baltimore Eye Study mengatakan bahwa hipertensi sistemik
berhubungan dengan penurunan risiko adanya glaukoma pada
pasien yang berusia <65 tahun dan peningkatan risiko glaukoma
pada pasien yang berusia lebih tua. Hipotesis dari penelitian ini
adalah pada pasien yang lebih muda, tekanan darah yang lebih
tinggi berhubungan dengan peningkatan perfusi pada nervus
optikus, tetapi dengan usia tua, terdapat efek negatif dari
hipertensi kronik pada mikrosirkulasi nervus optikus sehingga
meningkatkan kerentanan nervus terhadap perkembangan
neuropati optik glaukomatosa. Sebaliknya, Barbados Eye Studies
dicobakan pada dewasa muda yang sehat, orang tua, orang yang
aktivitasnya minimal atau tidak beraktivitas, atlet terlatih, dan
pada subjek dengan peningkatan TIO.
Penurunan TIO lebih besar pada individu yang terlatih
dibandingkan individu yang tidak melakukan aktivitas apapun.
Penurunan TIO lebih berhubungan dengan intensitas olahraga
dibandingkan dengan durasi olahraga. Olahraga dinamik
meningkatkan tekanan koloid dimana hal tersebut berhubungan
erat dengan penurunan TIO dan merupakan faktor determinan
yang penting dalam penurunan TIO.
9) Perubahan Postur
Ketika individu normal melakukan gerakan dari duduk
kemudian posisi supinasi (tidur) TIO naik sebanyak 6 mmHg.
Tekanan intraokuler naik lebih tinggi. Pada sebuah penelitian
individu normal yang ditempatkan pada posisi terbalik (kepala
berada di bawah) terdapat kenaikan TIO secara tajam, dari rata-
rata 16.8 mmHg menjadi 32.9 mmHg. Kenaikan TIO terjadi
sangat cepat mungkin disebabkan karena perubahan tekanan arteri
dan vena.
c. Tonometer Perkins
Merupakan aplanasi yang hampir sama dengan Goldmann.
Tonometer perkins dapat digunakan dalam berbagai posisi karena
bersifat portable, keakuratannya sama baik dalam posisi vertikal
maupun horizontal. Tonometer ini dapat digunakan pada bayi,
anak, dan di dalam kamar operasi serta pada kornea yang
mengalami astigmatisma. Gambaran yang dijumpai sama dengan
gambaran tonometer Goldmann.
Hipertensi
Hambatan keluar
aliran humor aquos
Peningkatan
tekanan intraokular
2.5. Hipotesis
H0 : Tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan peningkatan TIO.
H1 : Terdapat hubungan antara hipertensi dengan peningkatan TIO.
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang datang di poli mata.
30
Pengisian informed
consent