Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP


HIPERTENSI PADA WANITA USIA SUBUR DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG
SENGKUANG KOTA BATAM 2020

WIDIA SYAFITRI
61117125

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan masalah
kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang dan menjadi
penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya (Kemenkes
RI,2019). Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang
paling umum dan paling banyak terjadi di masyarakat sehingga menyita
perhatian nasional dan global saat ini (Kemenkes RI,2019) . Menurut WHO
pada tahun 2015 sedikitnya 893 juta kasus hipertensi dan diperkirakan pada
tahun 2025 menjadi 1,15 milyar atau sekitar 29% dari total penduduk dunia.
Prevalensi hipertensi di Asia Tenggara mencapai 36% (WHO,2013). Kejadian
hipertensi pada umur 18 tahun ke atas di Indonesia mengalami peningkatan
dari hasil penelitian Riskesdas 2013 yaitu 25,8% menjadi 34,1% pada tahun
2018, dengan predisposisi perbandingan wanita dengan laki-laki adalah
31,9% banding 31,3% (Riskesdas, 2018). Jumlah kasus hipertensi di Kota
Batam pada tahun 2018 yaitu sebanyak 36.405 orang dan mengalami
peningkatan di tahun 2019 yaitu mencapai 71.587 orang dengan jumlah
wanita lebih banyak yaitu 41.279 orang disbanding pria yaitu 30.305 orang
(Dinkes Kota Batam, 2018).
Penderita hipertensi cenderung pada wanita dibanding pria (Kemenkes,
2013). Terutama usia 15-49 tahun, pada usia ini disebut wanita usia subur.
Wanita Usia Subur (WUS) memiliki resiko lebih tinggi mengalami hipertensi
karena WUS kurang memperhatikan kesehatan, gaya hidup yang tidak sehat
seperti penggunaan obat-obat hormonal salah satunya yaitu penggunaan
kontrasepsi hormonal (Yeni, 2010).
Pemakaian kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan kejadian hipertensi
(Everett, 2008). Pemakaian kontrasepsi hormonal mengandung hormon
estrogen dan progesteron yang menyebabkan laju hipertropi jantung dan
respon presor angiotensin II meningkat dengan melibatkan jalur Renin
Angiotensin System. Pengeluaran hormon tersebut menyebabkan korteks
adrenal mensekresi hormon aldosteron yang meningkatkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal sehingga volume intravaskuler meningkat
(Fikriana, 2018).
Indonesia merupakan negara dengan penduduk tertinggi keempat di dunia
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat (Jayani, 2019). Menurut data
Kependudukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 penduduk
Indonesia berjumlah 255,5 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk di
Indonesia rata-rata 1,49% per tahun. Mengatasi permasalahan tersebut
pemerintah berupaya untuk mengurangi jumlah pertumbuhan penduduk
melalui program Keluarga Berencana (KB) (BKKBN, 2017). BKKBN Kepri
sudah berhasil menekan angka kelahiran dari 2,5% menjadi 2,3%
(BKKBN,2017).
Salah satu bentuk dukungan dari program Keluarga Berencana adalah
pelayanan kontrasepsi, pelayanan kontrasepsi terdiri dari beberapa metode
dengan salah satu metode kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah
kehamilan yaitu kontrasepsi hormonal (BKKBN,2013). Menurut data WHO
tahun 2013 penggunaan kontrasepsi hormonal tertinggi di ASEAN adalah
Thailand dengan persentasi sebesar 80%. Berdasarkan survei yang dilakukan
oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional tahun 2016,
didapati dari semua wanita usia subur yang menggunakan kontrasepsi
hormonal sebesar 13,46%. Persentasi pengguna suntik sebanyak 51,55%,
pil sebanyak 25,06% (BKKBN,2016). Berdasarkan data tersebut
penggunaan kontrasepsi oral/pil KB banyak digunakan masyarakat Indonesia
setelah metode kontrasepsi suntikan.
Ali Baziad (2008) mengatakan bahwa semua jenis kontrasepsi hormonal
menjadi kontraindikasi dalam arti setelah menghentikan kontrasepsi pil
biasanya tekanan darah akan normal kembali. Akan tetapi, apabila hal ini
tidak terjadi maka perlu diberi obat antihipertensi dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa WUS menggunakan kontrasepsi dalam jangka waktu
yang lama akan meningkatkan tekanan darahnya dan ketika berhenti memakai
kontrasepsi hormonal akan membuat tekanan darahnya kembali normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Hyejin Park (2013) mengenai Association
Between Oral Contraseptive Use and Risk of Hypertension and
Prehypertension in A Cross Sectional Study of Korean Women diperoleh hasil
bahwa terdapat hubungan antara kontrasepsi oral dan hipertensi pada wanita
korea dengan p=<0,001 dan memiliki nilai OR=1,96. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Kaunang, Kepel, dan Malonda (2015) tentang hubungan
antara penggunaan kontrasepsi pil dan hipertensi pada wanita usia subur
mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara penggunaan kontrasepsi
pil dan hipertensi pada wanita usia subur. Hipertensi terjadi sampai 2-3 kali
pada wanita yang menggunakan kontrasepsi pil.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sengkuang,
Batu Ampar, Kota Batam. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Batam
tahun 2019 wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sekuang termasuk penggunaan
kotrasepsi hormonal tertinggi di Kota Batam terutama kontrasepsi berupa pil
dengan prevalensi 36,9% dan kontrasepsi berupa suntikan yaitu 51,2%.
Tingginya penggunaan kontrasepsi hormonal meningkatkan resiko terjadinya
hipertensi pada wanita. Hal ini juga sejalan dengan angka kasus hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sengkuang yaitu ada 2.963 orang dengan
perbandingan pria dan wanita yaitu 1:2.
Berdasarkan permasalah yang telah dipaparkan diatas peneliti tertarik
melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kontrasepsi Hormonal terhadap
Resiko Hipertensi pada Wanita Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjung Sengkuang .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pengaruh penggunaan kontrasepsi
hormonal terhadap hipertensi pada wanita usia subur di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Sengkuang ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kontrasepsi
hormonal terhadap hipertensi pada wanita usia subur di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Sengkuang.
2. Tujuan Khusus
a.Untuk mengetahui distribusi frekuensi hipertensi pada wanita usia subur
di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sengkuang.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penggunaan kontrasepsi
hormonal pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Sengkuang.
c.Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap
hipertensi pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Sengkuang.
D. Manfaat Penelitian
1. Dalam keilmuan
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu .
Meningkatkan dan menambah referensi bidang kedokteran khususnya
mengenai pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap
hipertensi pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Sengkuang.
2. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu kedokteran dan informasi serta pengetahuan
mengenai pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap
hipertensi pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Sengkuang.
3. Bagi puskesmas
Hasil penelitian ini memberikan manfaat sebagai bahan pengetahuan
bagi tenaga kesehatan puskesmas untuk lebih mengetahui pengaruh
kontrasepsi hormonal dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Senkuang.

4. Bagi peneliti selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi penelitian untuk peneliti
selanjutnya dengan ruang lingkup yang sama ataupun merubah variabel dan
tempat penelitian.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik dan diastolik lebih dari
120 mmHg dan tekana darah diastolik lebih dari 80 mmHg dengan dua kali
pengukuran dalam selang waktu lima menit ketika cukup istirahat/tenang.
Tekanan darah meningkat dalam jangka waktu yang lama (persisten).
Hipertensi yang tidak di deteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang
memadai dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner), dan otak (menyebabkan stroke) (Kemenkes,
2014).
Menurut WHO tahun 2015, sekitar 1,13 miliar orang di dunia menderita
hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. penderita
hipertensi meningkat setiap tahun, diperkirakan tahun 2025 terdapat 1,5 miliar
orang yang menderita hipertensi, dan di perkirakan setiap tahun 9,4 juta orang
meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya.
2. Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Derajat 1 140-159 90-99
Derajat 2 >160 >100
Sumber: JNC 7
Menurut The Sevent Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
(JNC7), klasifikasi tekanan darah pada dewasa terbagi menjadi kelompok
normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terdiri dari:
a. Primer(hipertensi yang tidak dapat diketahui penyebabnya)
Hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya. Hipertensi primer paling banyak diderita masyarakat,
sekitar 90% kasus hipertensi yang ada merupakan hipertensi primer
(Ridwan,2002). Hipertensi primer terjadi karena kondisi masyarakat
mengkonsumsi garam cukup tinggi, lebih dari 6.8 gram setiap hari, serta
karena faktor genetik (Junaid, 2010).
b. Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang diketahui penyebabnya. Hipertensi
sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan gangguan pembuluh
darah atau organ tubuh tertentu.5-10 %. Hipertensi sekunder disebabkan
oleh penyakit ginjal dan sekitar 1-2% karena kelainan hormonal atau
pemakaiaan obat tertentu (mis pil KB) (Junaidi, 2010).
Beberapa penyebab hipertensi sekunder:
1) Penyakit ginjal
a) Stenosis arteri renal
b) Pielonefritis
c) Glomerulonephritis
d) Tumor ginjal
e) Penyakit ginjal polikista (biasanya penyakit turunan)
f) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2) Kelainan hormonal
a) Hiperaldosteronisme
b) Sindrom cushing
c) Feokromositoma
3) Obat-obatan
a) Pil KB
b) Kortikosteroid
c) Siklosporin
d) Kokain
e) Penyalahgunaan alkohol
f) Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4) Penyebab lainnya
a) Koartosio aorta
b) Preeklamsia pada kehamilan
c) Porferia intermeiten akut
d) Keracunan timbal akut (Ridwan,2012)
3. Faktor resiko hipertensi
a. Faktor genetik: merupakan faktor bawaan yang menjadi pemicu timbulnya
hipertensi, terutama hipertensi pada hipertensi primer. Jika salah satu
anggota menderita hipertensi, ada 25% kemungkinan orang tersebut
terkena hipertensi. Apabila kedua orang tua menderita hipertensi,
kemungkinan seseorang menderita hipertensi naik 60%.
b. Jenis kelamin: hipertensi sering dijumpai oleh perempuan dibandingkan
dengan laki-laki, sebesar 5,8% pada laki-laki sedangkan pada perempuan
sebesar 27,5%, hipertensi banyak ditemukan pada wanita usia diatas 55
tahun sebaliknya hipertensi banyak ditemukan pada pria usia paruh baya
atau dewasa muda (Junaidi,2010)
c. Pemakaian kontrasepsi, yang memiliki kandungan ostrogen dan
progesteron yang berlebihan
d. Stress berat dan tidak terkendali
e. Gaya hidup yang tidak sehat, seperti mengkonsumsi makanan yang
berlemak,mengkonsumsi garam yang berlebihan,konsumsi alkohol yang
berlebihan, merokok, kurangnya aktivitas fisik (Junaidi,2010).
5. Gejala hipertensi
Hipertensi atau biasa disebut pembunuh diam-diam karena hipertensi sering
tidak disadari kehadirannya dan ummnya tidak menimbulkan gejala yang jelas.
Gejala seperti sakit kepala, pendarahan dari hidung, wajah kemerahan dan
kelelahan, sering dikaitkan dengan gejala hipertensi padahal tidak selalu
seseorang yang merasakan gejala tersebut dikatakan menderita hipertensi.
Hipertensi sering hadir tanpa gejala, tetapi tanda dan gejala umum pada
hipertensi adalah:
a. Mual dan muntah
b. Sakit kepala
c. Gelisah dan sesak napas
d. Pandangan menjadi kabur
e. Wajah merah dan mudah marah
f. Tengkuk terasa pegal atau berat
g. Susah tidur (Junaidi, 2010)
6. Patofisiologi hipertensi
Renin

Angiotensin I

Angiontensin I Converting
Enzyme (ACE)

Angiotensin II

Stimulasi sekresi
↑ sekresi hormone
aldosterone dan
ADH rasa haus
korteks adrenal

Urin sedikit, pekat, ↓Eksresi Nacl


dan ↑ osmolaritas (garam) dengan
mereabsorbsi di
tubulus ginjal

mengentalkan
↑Meningkatnya
konsentrasi Nacl di
pembuluh darah
Menarik cairan
intraseluler→ekstras
eluler
Di encerkan dengan↑
volume ekstraselular

↑ volume darah

↑ volume darah

↑tekanan darah

↑tekanan darah

Gambar 2.1 Patofisiologi Hipertensi


7. Penatalaksanaan Hipertensi
Pengobatan hipertensi dibagi menjadi dua kategori :
a. Pengobatan non-farmakologis
Merupakan pengobatan yang tidak menggunakan obat-obatan yang
diterapkan pada hipertensi, melainkan melalui pencegahan dengan
metode pola hidup sehat dan bahan-bahan alami :
1) Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan
disarankan menurunkan berat badan sampai bata ideal dengan jalan
membatasi makan dan mengurangi makanan berlemak
2) Mengurangi konsumsi garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium
atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan
kalsium, magnesium, dan kalium yang cukup)
3) Mengurangi konsumsi kopi dan alkohol
4) Olahraga ringan secara teratur. Penderita hipertensi essensial tidak
perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya tetap
terkendali
5) Berhenti merokok
6) Mengontrol stress
Selain itu penderita hipertensi harus mengkonsumsi makan-
makanan yang bergizi, dengan cara meningkatkan asupan makanan
nabati, khususnya makanan yang mengandung kalium, karbohidrat
kompleks, serat, kalsium, magnesium, vitamin C, dan asam lemak
esensial. Smentra itu mengurangi mengkonsumsi makanan dengan
lemak jenuh dan karbohidrat sederhana untuk tetap menjaga tekanan
darah tetap normal (Junaidi,2010)
Makanan yang boleh dikonsumsi penderita hipertensi :
1) Seledri
2) Bawang putih
3) Bawang bombai
4) Kacang-kacangan
5) Minyak yang mengandung asam lemak esensial
6) Ikan air dingin seperti salmon, tenggiri
7) Sayuran berdaun hijau (yang kaya magnesium dan kalsium)
8) Jeruk sitrus dan Jambu (Junaidi 2010)
Tabel 2.2 Makanan yang tidak boleh dikonsumsi penderita hipertensi
No. Jenis makanan Contoh
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh Otak, ginjal, paru, minyak kelapa
2. Makanan olahan menggunakan Biscuit, craker, keripik, dan
garam natrium makanan kering yang asin
3. Makanan dam minuman dalam Sarden, sosis, korned, sayuran serta
kaleng buah buahan dalam kaleng, serta
soft drink
4. Makanan yang diawetkan Dendeng, asinan buah/sayur, abon,
ikan asin, dan selai kacang
5. Susu full cream Mentega, margarine, keju
mayonnaise, daging merah
(sapi/kambing), kuning telur dan
kulit ayam
6. Bumbu masakan Terasi, saus tomat, saus sambal,
dan tauco serta bumbu penyebab
lainnya yang mengandung garam
natrium
7. Alkohol Durian dan tape merupakan
makanan yang mengandung
alkohol
Sumber : modifikasi data Kurniawan A (2002), RIDWAN,(2012)
b. Pengobatan Farmakologis
1) Golongan diuretik
Diuretik membantu menurunkan tekanan darah dengan cara
membuang air dan garam sehingga mengurangi volume air didalam
tubuh. Diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara melebarkan
pembuluh darah. Sementara itu perlu diingat bahwa diuretik
menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga
dianjurkan tambahan kalium atau obat penahan kalium. Obat
diuretik sangat efektif diberikan pada penderita kulit hitam, tua,
orang gemuk, penderita gagal jantung, atau gagal ginjal menahun.
Macam-macam obat diuretik:
a) Tiazid
Obat pertama yang diberikan untuk pengobatan hipertensi,
obat tiazid adalah benroflumetiazid, klorotiazid, klortalidon,
hidroklorotiazid (HCT), indapamid, metiklotiazid, metolazon,
politiazid. Dosis yang dianjurkan 20-50 mg, diberikan
sebanyak 1 hingga 2 kali sehari. Dosis tinggi bisa
meningkatkan kadar gula darah, kolestrol dan asam urat
b) Loop
Terdiri dari bumetamid, asam etakrinik, furosemide, dan
torsemid. Loop lebih efektif dari tiazid. Efek samping loop
menimbulkan dehidrasi atau kurang cairan.
2) Penghambat adrenergik
a) Alfa-bloker , menjadi pilihan pada penderita hipertensi dengan
DM
b) Beta-bloker, contoh obat beta-bloker : acebutolol, atenolol,
betaxolol, carteolol, propranolol, timolol, labetolol. Efek
sampingnya mudah lelah, keringat dingin pada telapak, sulit
tidur (insomnia), cemas, peningkatan denyut jantung, impotensi,
hipoglikemia, serta meningkatkan lemak
c) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor)
Efek samping ACE-Inhibitor sangat kecil seperti batuk
kering, meningkatnya kadar kalium dalam darah (hiperkalemi).
Contoh obat-obatannya adalah captopril, enalapril, fosinopril,
ramipril, lisinopril, benazepril.
d) Angiotensin II Receptor Blocker (ARB). Obat-obatan ARB
adalah candesartan, eprosartan, candesartan, eprosartan,
losartan, olmesartan, telmisartan dan valsartan. Efek samping
penggunaan ARB adalah pusing, hidung tersumbat, sakit pada
kaki dan punggung, diare, serta sulit tidur.
e) Antagonis kalsium. Obat-obatnya adalah amlodipine, diltiazem,
felodipin, isradipin, nicardipin, nifedipin dan verapamil.
f) Vasodilator yang lansung bekerja pada saraf pusat adalah
clonidine, guanabenz, guanadrel, guanfacin, metildopa,
reserpine.
g) Vasodilator lain, contohnya adalah fenoldopam, hidralasin,
minoxidil. (Junaidi, 2010)
8. Komplikasi Hipertensi
Menurut Irwan (2016) komplikasi hipertensi berdasarkan target organ:
a.Serebrovaskular: Stroke, Transient Ischemic Attacks, Demensia Vaskuler,
Enselopati
b. Mata: Retinopati Hipertensif
c.Kardiovaskuler: Penyakit jantung Hipertensif, Disfungsi atau Hipertropi
Ventrikel Kiri, Penyakit Jantung Koroner, disfungsi baik sistolik maupun
diastolik dan berakhir pada gagal jantung (heart failure)
d. Ginjal: Nefropati Hipertensi, Albuminuria, penyakit ginjal kronis

B. Wanita Usia Subur


Wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang organ reproduksinya masih
bekerja dengan baik (sejak mendapat haid pertama dan sampai berhenti haid)
dengan rentang usia antara 15- 49 tahun dengan status belum menikah, sudah
menikah, ataupun janda yang masih berpotensi mempunyai keturunan
(Depkes,2010).
Pernikahan terbanyak pada wanita usia subur (WUS) usia 15-19 tahun
sebesar 40,1%, sementara pada usia 20-24 tahun sebesar 39,8%. Wanita usia
subur (WUS) memiliki riwayat pertama kali hamil pada usia 20-24 tahun
dengan persentase 45% kemudian diikuti rentang usia 15-19 tahun sebesar
33,1% dan rentang usia 25-29 tahun sebesar 16,4%. Hal ini berarti bahwa
semakin muda seorang perempuan menikah atau hamil maka akan semakin
besar potensi melahirkan dan memiliki anak jika tidak dicegah (Lely, 2016).
C. Kontrasepsi Hormonal
1. Definisi Kontrasepsi Hormonal
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak dan
jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, Pemerintah
mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan
(Sulistyawati, 2013).
Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma
(konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke
dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014).
Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode kontrasepsi yang
paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi (Baziad,
2008). Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi dimana estrogen dan
progesteron memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui
hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap folikel dan proses ovulasi
(Manuaba, 2010).
2. Jenis-jenis kontrasepsi hormonal
a. Kontrasepsi oral
1) Pengertian kontrasepsi oral
Pil kontrasepsi mencakup pil kombinasi yang berisi hormon estrogen
dan progesteron, dan pil hanya progesteron. Semua pil kontrasepsi ini
disingkat COC dan POP oleh tenaga kesehatan., dan pil kombinasi oleh
wanita disebut “pil” sedangan pil progesteron disebut “pil mini”
(Everett, 2008).
2) Jenis jenis kontrasepsi oral menurut Siti dan Mega (2013) :
a) Minipil
Minipil adalah salah satu metode kontrasepsi yang hanya
mengandung progesterone saja, dimana minipil juga disebut
sebagai pil menyusui, dosis minipil 0,03-0,05 mg per tablet
(1) Jenis- jenis minipil :
(a) Kemasan isi 28 pil : mengandung 75 mikro gram
desogestrel
(b) Kemasan isi 35 pil : mengandung 300 mikro gram
levonogestrel atau 300 mikro noretindron
(2) Cara kerja minipil menurut Siti dan Mega (2013) adalah:
(a) Mencegah implantasi
(b) Menghambat ovulasi
(c) Mengentalkan lender serviks
(d) Mengubah motilitas tuba sehingg transportasi sperma
terganggu
(3) Keuntungan mini pil menurut Siti dan Mega (2013):
(a) Dosis progeteronnya rendah
(b) Tidak menurunkan produksi ASI
(c) Cocok untuk wanita yang tidak bisa mengkonsumsi
estrogen
(d) Cocok untuk perempuan yang menderita diabetes mellitus
(4) Kerugian penggunaan minipil menurut Siti dan Mega
(2013):
(a) Efektivitas berkurang ketika menyusui
(b) Pemakaian bersamaan dengan obat tuberkulosis akan
membuat efektivitas berkurang
(c) Angka kegagalan akan meningkat bila penggunaan tidak
teratus dan konsisten
(d) Harus diminum setiap hari dalam waktu yang sama
(e) Tidak melindungi dari penyakit menuluar seksual
termasuk AIDS dan HIV
(5) Indikasi penggunaan minipil menurut Siti dan Mega (2013)
(a) Wanita usia reproduksi (20-35 tahun)
(b) Pasca keguguran
(c) Tekanan darah kurang dari 180/110 mmHg atau masalah
pembekuan darah
(d) Pasca persalinan dan tidak sedang menyusui
(6) Kontraindikasi minipil menurut Siti dan Mega (2013):
(a) Wanita usia lebih dari 35 tahun yang mengalami
perdarahan yang tidak diketahui penyebabnya
(b) Wanita yang diduga hamil
(c) Tidak menerima terjadinya gangguan haid
(d) Riwayat kehamilan ektopik dan kanker payudara
(e) Wanita yang sedang mengkonsumsi obat-obatan untuk
tuberculosis dan epilepsy
(7) Waktu mulainya pemakaiaan minipil menurut Siti dan Mega
(2013):
(a) Dapat digunakan setiap saat,dengan catatan tidak sedang
hamil
(b) Bila pemakaian pertama dimulai setelah hari ke lima haid
maka jangan melakukan hubungan seksual selama dua
hari
(c) Bila menyusui antara 6 minggu dan 6 bulan
pascapersalinan dan tidak haid, minipil dapat dimulai
setiap saat.
(d) Bila lebih dari 6 minggu pascapersalinan ,dan sudah
haid,minipil dapat dimulai hari pertama sampai ke lima
siklus haid
(e) Bila sebelumnya menggunakan kontrasepsi hormonal lain
dan ingin mengganti ke metode mini pil, maka suntik dapa
di berikan tanpa menunggu datangnya haid dengan catatan
wanita tersebut tidak sedang hamil
(f) Bila sebelumnya menggunakan metode suntikan dan ingin
mengganti ke metode mini pil, minipil dapat segera
diberikan tanpa menunggu haid, dengan catatan wanita
tidak hamil
(g) Bila sebelumnya menggunakan metode IUD dan ingn
mengganti ke mini pil, minipil dapat diberikan pada hari
1-5 siklus haid. Lakukan pengangkatan IUD
b) Pil kombinasi
Pil kombinasi dalah pil yang mengandung hormone estrogen
dan progesterone, harus diminum setiap hari pada jam yang
sama (Siti&Mega, 2013).
(1) Jenis-jenis pil kombinasi menurut Sulistyawati (2013)
adalah sebagai berikut:
(a)Monofasik: terdiri dari 21 tablet mengandung hormone
aktif estrogen dan progesterone dalam dosis yang sama
dengan 7 tablet tanpa hormone aktif berisi zat besi
(b)Bifasik: terdiri dari 21 tablet mengandung hormone aktif
estrogen dan progesterone dalam 2 dosis yang berbeda
dengan 7 tablet tanpa hormone aktif tapi berisi zat besi
(c)Trifasik: terdiri dari 21 tablet mengandung hormone aktif
estrogen dan progesterone dalam 3 dosis yang berbeda
dengan 7 tablet tsnps hormone sktif tapi berisi zat besi.
(2) Kelebihan pil kombinasi
(a) Efektivitasnya: hampir 100% daya guna teoritis, daya
guna pemakaian 95-98%
(b) Siklus menstruasi jadi teratur
(c) Keluhan dismenorea primer berkurang atau hilang (Siti
dan Mega 2013)
(3) Kekurangan pil kombinasi
(a) Merepotkan, karena harus diminum setiap hari
(b) Kadang-kadang setelah menghentikan pemakaian pil bisa
menyebabkan amenorea persisten
(c) Meningkatkan berat badan dan tekanan darah
(d) Tidak boleh diberikan pada ibu menyusui (Siti&Mega,
2013)
(4) Indikasi pil kombinasi menurut Siti dan Mega (2013)
(a) Usia reproduksi
(b) Gemuk atau kurus
(c) Nyeri haid hebat
(d) Pasca keguguran
(e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui
(f) Anemia akibat haid yang berlebihan
(5) Kontraindikasi pil kombinasi menurut Siti dan Mega (2013)
(a)Hamil atau dicurigai hamil
(b)Menyusui ekslusif
(c)Riwayat DM dan hipertensi
(d)Tidak dapat menggunakan teratur setiap hari
(6) Menurut Siti dan Mega (2013) waktu penggunaan pil
kombinasi:
(a) Pasca persalinan dan keguguran
(b) Hari pertama haid
(c) Setelah 6 bulan pemberian ASI ekslusif
(d) Setiap saat selagi haid dengan catatan sedang tidak hamil
b. Suntik/injeksi
1) Pengertian kontrasepsi suntikan
Kontrasepsi suntik merupakan kontrasepsi yang berupa cairan yang
berisikan hormon progesteron ataupun kombinasi estrogen dan
progesteron yang disuntikkan dalam tubuh wanita secara periodik
(BKKBN,2012).
2) Jenis-jenis kontrasepsi suntikan
Berdasarkan waktu penyuntikan metode kontrasepsi suntik terbagi
menjadi dua, yaitu suntik satu bulan dan suntik tiga bulan atau dikenal
dengan nama progestin Siti dan Mega (2013).
a) Suntik Tiga Bulan
Suntik progestin merupakan kontrasepsi suntikan yang
mengandung hormon progesteron (Handayani,2010)
(1) Jenis-jenis metode suntik tribulan menurut Siti dan Mega
(2013):
(a) Depomedroksiprogesteron asetat (DMPA), mengandung
150 mg DMPA yang diberikan setiap tiga bulan dengan
cara disuntik intramuscular (di daerah bokong)
(b) Depo noretisteron enantat (Depo Noristerat), mengandung
200 mg noretindron enantat, diberikan setiap dua bulan
dengan cara disuntik intramuskular.
(2) Cara kerja suntikan tiga bulan menurut Siti dan Mega (2013):
(a) Menghalangi terjadinya ovulasi dengan cara menekan
pembentukan releasing factor dan hipotalamus
(b) Kentalnya leher serviks, menyebabkan terhambatnya
penetresi sperma melalui serviks uteri
(c) Menghambat implantasi ovum dalam endometrium
(3) Keuntungan suntik tribulan atau progestin menurut Siti dan
Mega (2013):
(a) Sangat efektif mencegah kehamilan jangka panjang
(b) Tidak mempengaruhi hubungan suami istri
(c) Pemakaiannya sederhana (injeksi hanya 4 kali dalam
setahun)
(d) Cocok untuk ibu menyusui
(e) Efektivitas yang sangat tinggi, angka kegagalan kurang dari
1%. Asalkan penggunaannya teratur sesuai jadwal yang
ditentukan.
(4) Kekurangan kontrasepsi tribulan menurut Siti dan Mega
(2013):
(a) Adanya gangguan haid seperti amenore yaitu tidak datang
haid selama menggunakan suntik tribulan.
(b) Munculnya jerawat pada wajah atau badan, jika di
gunakan dalam jangka panjang
(c) Bertambahnya berat badan 2,3 kilogram pada tahun
pertama dan 7,5 kilogram pada enam tahun pemakaiaan
(5) Wanita yang dapat menggunakan kontrasepsi suntikan
progestin DMPA menurut Sulistyawati (2012):
(a) Usia reproduksi
(b) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang
memiliki efektivitas yang tinggi
(c) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai
(d) Anemia defisiensi besi
(e) Tidak bisa menggunakan kontrasepsi yang mengandung
estrogen
(f) Ibu yang tidak memiliki riwayat darah tinggi
(6) Yang tidak dianjurkan menggunakan kontrasepsi tribulan
Menurut Siti dan Mega (2013):
(a) Wanita hamil atau dicurigai hamil
(b) Wanita yang menderita kanker payudara atau riwayat
kanker payudara
(c) Diabetes mellitus yang disertai komplikasi
(7) Waktu yang dianjurkan menggunakan kontrasepsi suntik
tribulan Menurut Siti dan Mega (2013)
(a) Hari pertama sampai ke-7 haid
(b) Bila suntikan pertama dimulai setelah hari ke-7 haid dan
tidak hamil. Pasien tidak boleh melakukan hubungan
seksual selama 7 hari.
(c)Pada pasien pasca persalinan >6 bulan, menyusui, belum
haid, maka suntikan bisa diberikan dengan memastikan
wanita tidak hamil
(d) Bila ingin mengganti metode kontrasepsi lain ke
kontrasepsi suntikan, selama wanita tersebut
menggunakan kontrasespsi sebelumnya dengan benar,
tidak perlu menunggu haid. Dengan catatan wanita
tersebut tidak hamil, bila ragu lakukan uji kehamilan
terlebih dahulu
(e)Bila sebelumnya menggunakan kontrasepsi non
hormonal dan ingin mengganti ke metode hormonal,
maka suntik dapa di berikan tanpa menunggu datangnya
haid dengan catatan wanita tersebut tidak sedang hamil.
(f) Bila ingin mengganti metode IUD ke metode suntikan,
maka suntikan pertama diberikan pada hari 1-7 siklus
haid.
b) Suntik kombinasi 1 bulan
Menurut Siti dan Mega (2013) kontrasepsi suntik 1 bulan
merupakan kontrasepsi yang diberikan tiap bulan secara
intramuskular, yang terdiri dari kombinasi hormon estrogen dan
progesteron.
(1) Jenis-jenis metode suntik satu bulan menurut Siti dan Mega
(2013)
(a) Suntikan kombinasi 25 mg Depo Medroroksi progesteron
Asetat dan 5 mg estradiol
(b) Sipionat injeksi intramuskuler (IM) sebulan sekali
(Cyclofem) dan 50 mg noretindron enantat dan 5 mg
estradiol valerat yang diberikan IM sebulan sekali.
(2) Cara kerja suntik satu bulan menurut Siti dan Mega (2013)
(a) Menekan ovulasi
(b) Lendik servik mengental dan sedikit sehingga
spermatozoa sulit menembusnya
(c) Membuat endometrium kurang baik untuk implantasi
(d) Menghambat transport ovum dalam tuba falopi
(3) Kelebihan kontrasepsi suntik 1 bulan menurut Siti dan Mega
(2013)
(a)Resiko terhadap kesehatan kecil
(b)Tidak berpengaruh terhadap hubungan seksual
(c)Dapat digunakan dalam jangka panjang
(d)Pemberian aman, efektif, dan mudah
(e)Efektivitas kontrasepsi satu bulan sangat tinggi mencapai
0,1- 0,4 per 100 perempuan, selama tahun pertama
pemakaiaan.
(4) Kekurangan kontrasepsi suntik 1 bulan menurut Siti dan Mega
(2013):
(a) Berubahnya pola haid, yaitu tidak teratur, perdarahan
bercak atau spoting, perdarahan sela sampai sepuluh hari
(b) Bila digunakan bersamaaan denga obat-obatan epilepsy
( renitoin dan barbiturate) atau obat Tuberculosis
(rifampisin), maka akan mengurangi efektifitasnya
(c) Menyebabkan efek samping yang serius seperti serangan
jantung, stroke, pembekuan darah pada paru atau otak, dan
kemungkinan timbulnya tumor hati
(d) Pemulihan kesuburan lama setelah menghentikan
pemakaiaan suntik 1 bulan
(5) Indikasi kontrasepsi suntik 1 bulan menurut Siti dan Mega
(2013):
(a)Usia reproduksi
(b)Menyusui ASI pascapersalinan >6 bulan
(c)Pascapersalinan dan tidak menyusui
(d)Anemia
(e)Nyeri haid hebat
(f) Riwayat kehamilan ektopik
(g)Sering lupa menggunakan kontrasepsi pil
(6) Kontraindikasi kontrasepsi suntik 1 bulan menurut Siti dan
Mega (2013):
(a)Hamil atau diduga hamil
(b)Umur >35 tahun dan merokok
(c)Wanita yang mempunyai riwayat penyakit store, jantung,
tekanan darah tinggi ( 180/110 mmHg)
(d)Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala
ringan
(7)Waktu mulai menggunakan suntik 1 bulan menurut Siti dan
Mega (2013):
(a) Hari pertama sampai ke-7 haid
(b) Bila suntikan pertama dimulai setelah hari ke-7 haid dan
tidak hamil. Pasien tidak boleh melakukan hubungan
seksual selama 7 hari
(c) Pada pasien pascapersalinan 6 bulan, menyusui, belum
haid, maka suntikan bisa diberikan dengan memastikan
wanita tidak hamil
(d) Pada pasien pascapersalinan >6 bulan, menyusui, serta
telah mendapatkan haid, suntikan pertama diberikan
pada hari pertama 1-7 siklus haid
(e) Pada pasien pasca persalin <6 bulan dan menyusui, maka
tidak boleh diberikan suntik kombinasi
(f) Ibu pasca keguguran, suntikan kombinasi dapat
diberikan dalam waktu 7 hari
(g) Bila sebelumnya menggunakan kontrasepsi non
hormonal dan ingin mengganti ke metode hormonal,
maka suntik dapa di berikan tanpa menunggu datangnya
haid dengan catatan wanita tersebut tidak sedang hamil
D. Hubungan kontrasepsi hormonal dengan hipertensi
Hipertensi juga dapat disebabkan oleh gangguan hormonal atau
pemakaian obat seperti penggunaan pil KB. Sekitar 1-2% hipertensi terjadi
akibat kelaianan hormonal atau pemakaian obat. Hipertensi yang 23
disebabkan oleh hal tersebut dinamakan hipertensi sekunder (Sutomo,
2009).
Hipertensi atau tekanan darah >140/90 mmHg dijumpai pada 2-4% wanita
pemakai kontrasepsi pil, kejadian hipertensi meningkat sampai 2-3 kali lipat
setelah 4 tahun penggunaan pil kontrasepsi yang mengandung estrogen. Jika
tekanan darah >160/95 mmHg sebaiknya jangan diberikan pil kontrasepsi
yang mengandung esterogen, bila tekanan darah >220/120 mmHg,
semua jenis kontrasepsi hormonal merupakan kontraindikasi, setelah
penghentian pil kontrasepsi, biasanya tekanan darah akan normal kembali,
tetapi bila hal ini tidak terjadi perlu diberi obat antihipertensi (Baziad,2008).
Kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi tekanan darah pada seseorang
baik hormon estrogen maupun hormon progesteron. Estrogen dapat
meningkatkan retensi elektrolit didalam ginjal, sehingga reabsorbsi natrium
dan air meningkat yang menyebabkan hipervolemi dan curah jantung
meningkat mengakibatkan tekanan darah meningkat. Sementara itu progesteron
dapat merendahkan kadar HDL-Kolesterol dan meninggikan kadar LDL
Kolesterol sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis kadar LDL-Kolesterol
tinggi dalam darah yang dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan pembuluh darah (Hartanto,
2010).
Pengguna kontrasepsi oral dalam jangka waktu lebih dari 24 bulan
berisiko 1,96 kali terkena hipertensi dibandingkan dengan mereka yang
tidak pernah memakai kontrasepsi oral (Kim&Park, 2013)
No. Peneliti / jurnal Judul Desain penelitian Hasil penelitian
1. Pradana, Muhammad Deri,2018 Pengaruh Lamanya Cros-Sectional Terdapat hubungan yang bermakna dari
Penggunaan Kontrasepsi observasi lama pemakaiaan pil KB kombinasi
Hormonal(Pil Kombinasi) terhadap peningkatan tekanan darah p =
terhadap Tekanan Darah 0,009 (p<0,05)
pada Wanita Usia Subur di
Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Bangun Purba
2. Septya S. Kaunang, Billy J. Hubungan antara Observasi,Case hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
Kepel, Nancy S.H. Penggunaan Kontrasepsi Control terdapat hubungan antara penggunaan
Malonda,2014 Pil dengan Kejadian kontrasepsi pil dengan kejadian hipertensi
Hipertensi pada Wanita menunjukkan nilai p<0,05 (p = 0,001),dan
Usia Subur di Wilayah hasil perhitungan statistik diperoleh OR >1
Kerja Puskesmas Bahu yaitu OR=3,458 (CI(95%)= 1,613–7,413)
Kota Manado
3. Hetti Rusmini, Mardheni Hubungan Lama Cross Sectional Ada hubungan lama pemakaian
Wulandari, Syaeppudin, 2015 Pemakaian Kontrasepsi Pil kontrasepsi pil KB dengan kejadian
KB dengan Kejadian hipertensi pada Wanita Usia Subur di BPS
Hipertensi pada Wanita Ade Yulianti AMd.Keb Desa Parungsari
Usia Subur di BPS Ade Kabupaten Lebak Provinsi Banten tahun
Yulianti Amd.Keb Desa 2015 dengan p-value = 0,000 dan OR =
Parungsari Kabupaten 7,280.
Lebaj Provinsi Banten
Tahun 2015
E. Penelitian Terkait

Tabel 2.3 Penelitian Terkait


F. Kerangka Teori

Pertumbuhan
penduduk yang tinggi

Berdampak pada
perekonomian dan
kesejahteraan negara

Pemakaiaan
kontrasepsi

Kontrasepsi hormonal

Estrogen Progesterone

Kadar LDL
Retensi elektrolit meningkat dan HDL
meningkat menurun

Reasorbsi natrium dan Penyempitan


air meningkat pembuluh darah
(aterosklerosis)

hipervolemi

Curah jantung
meningkat

Keterangan Tekanan darah naik

= Diteliti

= Tidak diteliti
Gambar 2.2 Kerangka Teori
G.Hipotesis Kerja
Hipotesis kerja adalah suatu rumusan masalah hipotesis dengan tujuan untuk
membuat ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul.
Biasanya menggunakan rumusan pernyataan “jika…, maka…,” (Notoadmodjo,
2012).
Hipotesa Kerja penelitian ini adalah “Jika menggunakan kontrasepsi
hormonal, maka beresiko terjadi hipertensi”.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan konsep
yang satu dengan yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti
(Notoadmojo,2018).

(+) kontrasepsi
hormonal
Hipertensi (case)

(-) tidak kontrasepsi


hormonal

(+) kontrasepsi
Tidak hipertensi hormonal
(control)

(-) tidak kontrasepsi


hormonal

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


B. Hipotesa penelitian
1. Hipotesa Nol (Ho)
Tidak adanya pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap hipertensi
2. Hipotesa Alternatif (Ha)
Adanya pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap hipertensi
C. Desain Penelitian
Desain Penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh
jawaban terhadap pertanyaan penelitian.
Rancangan/Desain Penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah
survei, dengan desain kasus control (case control). Survei merupakan suatu
metode untuk menentukan hubungan-hubungan antarvariabel, penelitian ini
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang diajukan atau diberikan
langsung kepada responden. Case Control adalah penelitian yang dilakukan
dengan membandingkan dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok
kontrol. Studi kasus kontrol dilakukan dengan mengindentifikasi kelompok
kasus dan kelompok kontrol, kemudian secara retrospektif (penelusuran ke
belakang) diteliti faktor risiko yang mungkin dapat menerangkan apakah
kasus dan kontrol terkena paparan atau tidak
D. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini tidak diketahui.
2. Sampel
Sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi disebut sebagai sampel penelitian (Sastroasmoro,
Sdan Ismael, S., 2016). Yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada
populasi target dan populasi terjangkau , adapun kriteria inklusi antara
lain:
1) Wanita usia subur
2) Ibu yang menggunakan kontrasepsi
b. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi adalah subjek yang harus dikeluarkan dari stusi
karena sebagao sebab, yaitu dalam keadaan menderita penyakit kronis.
Untuk mengetahui besar sampel yang di butuhkan dari populasi
yang tidak di ketahui adalah dengan rumus lameshow, 1997.

z 2 ×p ( 1− p )
n=
d2
n = jumlah sampel yang di butuhkan
z = skor z pada kepercayaan 95% = 1,96
p = maksimum estimasi = 0,5
d = alpa (0,1) atau sampling error = 10%
bedasarkan rumus maka :

2
1 , 96 ×0,5( 1−0,5)
n= =96 ,04
0,12

Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah

sebanyak 96.

Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

accidental sampling. Pengambilan sampel secara accidental sampling ini

dilakukan dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitan (Notoatmodjo,

2010).

E. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sekuang.
2. Waktu Penelitian
Peneltian ini dilakukan mulai dari penyusunan proposal sampai dengan
penyusunan tugas akhir yaitu september 2020.

F. Variabel Peneitian
1. Variabel Independen
Variabel independen (bebas) merupakan variabel yang menjadi sebab
timbulnya atau berubahnya variabel dependen, sehingga variabel independen
disebut juga variabel yang mempengaruhi (Notoatmodjo, 2012). Variabel
independen dari penelitian ini adalah pemakaian kontrasepsi hormonal.
2. Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang


menjadi akibat karena adanya variabel independen (Notoatmodjo, 2012).
Variabel dependen penelitian ini yaitu hipertensi.
G. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Operasioal Cara Ukur Alat Ukur Skala Kategori


Ukur
1 Hipertensi Peningkatan tekanan darah Pengukuran dilakukan Spygmomano Nominal 0 = Tidak Hipertensi
sistolik lebih dari 140 dengan posisi meter 1 = Hipertensi
mmHg responden duduk atau
dan tekanan darah diastolik berbaring (kemenkes,
lebih dari 90 mmHg pada 2014)
dua Sebelum diukur
kali pengukuran dengan responden duduk
selang beristirahat setidaknya
waktu lima menit dalam 5-15 menit
keadaan tenang (Kemenkes, (Kemenkes,2014)
2013)

2 Kontrasepsi Kontrasepsi hormonal Wawancara Kuesioner Nominal 0 = Tidak memakai


Hormonal merupakan jenis alat kontrasepsi hormonal
kontrasepsi yang mengubah 1 = Memakai kontrasepsi
produksi hormon pada hormonal
tubuh wanita untuk
mencegah konsepsi.
H. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari dosen
pembimbing dan izin penelitian dari lembaga pendidikan Universitas Batam
serta institusi terkait. Selanjutnya memberikan surat persetujuan dari tempat
penelitian kepada responden, dan seterusnya pengambilan data ke pihak yang
terkait dengan melakukan wawancara secara langsung dilapangan dan
melakukan pemeriksaan tekanan darah untuk memperoleh data dari hasil
pemeriksaan.
2. Alat Pengumpulan Data
Alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini
adalah sebebagai berikut:
a. Alat dan Bahan
1) Spygmomanometer
2) Kuesioner
3. Prosedur Penelitian
a. Informed Consent
Meminta kesediaan dari pasien atau pengguna kontrasepsi hormonal
untuk dijadikan sebagai responden. Kemudian peneliti melakukan
penilaiaan lebih lanjut terhadap pasien yang dijadikan responden penelitian.
Peneliti menyeleksi pasien yang memenuhi kriteria penelitian. Pasien yang
memenuhi kriteria akan melalui proses wawancara dan pengukuran tekanan
darah.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Wawancara
dilakukan secara lansung dan bertatap muka dengan responden.
c. Prosedur Pengukuran tekanan darah
1. Siapkan alat dan Memastikan pengukur tekanan darah berfungsi
dengan baik.
2. Meminta responden duduk dengan rileks.
3. Balutkan selubung tensimeter pada bagian tengah lengan sekitar 2-3
cm dari bagian lekuk siku bagian dalam atau yang sejajar dengan
jantung.
4. Pastikan selubung telah dibalutkan dengan kencang namun tidak
terlalu kencang.
5. Tutuplah katup pengatur udara pada pompa karet manset tensimeter
dengan cara memutar ke kanan sampai habis.
6. Untuk menentukan tinggi memberikan tekanan pada manset, tentukan
perkiraan sistolok dengan cara palpasi arteri radialis pasien, kemudian
pompa tensi sampai pulsasi arteri tersebut hilang. Lihat tekanan pada
manometer.
7. Turunkan tekanan manset secara perlahan. Perhatikan dimana
terdengar denyutan arteri brachialis. Itulah nilai tekanan sistol.
8. Turunkan terus hingga bunyi menghilang. Perhatikan nilai tekanan
manset, dan inilah yang disebut tekanan diastol
9. Lespaskan manset dari lengan pasien dan kempiskan sampai tekanan
manset menunjukkan angka nol (0)
10. Pada tensimeter Raksa, usahakan posisi manometer selalu vertikal.
11. Menginformasikan hasil pengukuran kepada responden
12. Dan mencatat hasil pada lembar observasi
I. Pengolahan Data
Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu diolah agar data menjadi
informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk
proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis. Setelah
data terkumpul maka dilakukan pengolahan data melalui tahapan Editing,
Coding, dan Tabulating.
1. Editing
Editing adalah memeriksa data hasil pengumpulan data, meliputi
kelengkapan data, kesinambungan data, dan keseragaman data.
2. Coding
Coding merupakan pemberian kode pada data hasil penelitian atau
menaruh angka (numerik) sebagai kode pada setiap data yang terdiri atas
beberapa kategori.
3. Tabulating
Tabulating yaitu membuat tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau
yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini
penyajian data dalam bentuk persentase yang menggambarkan kadar
hemoglobin normal dan abnormal.
J. Analisa Data
Data yang telah terkumpul dan diolah kemudian dianalisis dengan
menggunakan program SPSS. Analisis data meliputi:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian baik variabel bebas (pemakaian
kontrasepsi hormonal), maupun variabel terikat (hipertensi pada wanita usia
subur).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan melalui dua tahapan. Tahap pertama yaitu
mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, dimana
hasil pemeriksaan pengaruh pemakaian kontrasepsi hormonal terhadap
hipertensi pada wanita usia subur dianalisis menggunakan komputer SPSS
dengan menggunakan uji statistik Chi Square. Nilai signifikan apabila nilai
signifikan >0,05 (p>0,05) maka data dalan distribusi normal.
Tahapan kedua yaitu mengetahui besar risiko variabel bebas terhadap
variabel terikat. Pengukuran besar risiko pada penelitian ini dilakukan dengan
menghitung oods ratio, karena jenis penelitian ini adalah case control. Odds
Ratio (OR) adalah ukuran asosiasi paparan (faktor risiko) dengan kejadian
penyakit. Kriteri OR adalah:
a. OR < 1, yaitu faktor risiko mencegah sakit
b. OR = 1, yaitu risiko kelompok terpajan sama dengan kelompok tidak
terpajan
c. OR > 1, yaitu faktor risiko menyebabkan sakit
Oleh karena itu Ha pada penelitian ini diterima dan Ho ditolak bila OR> 1.

Anda mungkin juga menyukai