I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. LS
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tanjung Kelingking
Agama : Islam
No. RM : 002573
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada hari Senin, tanggal 18 oktober 2021 pukul 11.00 WIB secara
autoanamnesis dengan pasien di ruang poli umum.
Keluhan Utama : Mencret
III.PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sedang
BB = 76 kg,
TB = 165 cm,
Tanda vital :
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 109 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36oC
Status generalis
Kepala
Bentuk : Normocephali
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : tidak ada(-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterus -/-, reflek cahaya (+), pupil isokhor.
Telinga : bentuk normotia, serumen -/-, otorhea -/-
Hidung : nafas cuping hidung (-), mukosa hidung merah muda, sekret (-)
Mulut : bibir sianosis (-), stomatitis (-), tampak basah
Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea ditengah, Pembesaran Tiroid (-), JVP R + 3
Thoraks
- Inspeksi :
Bentuk : simetris kiri dan kanan (normochest)
Sela Iga : Normal, tidak melebar, tidak menyempit
- Palpasi :
Fremitus raba : sama pada paru kiri dan kanan
- Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
- Auskultasi :
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/- ,Wh -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Perut
Inspeksi : datar, ikut gerak napas.
Palpasi : Nyeri tekan (-). Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas
Atas : akral hanga, edema -/-, sianosis -/-
Bawah : akral hangat, edema +/+, sianosis -/-
DIAGNOSIS SEMENTARA
CKD (Cronic Kidney Disease)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (–)
V. PENATALAKSANAAN
DIRUJUK (+)
VI. PROGNOSIS
Ad functionam : Dubia et malam
Ad sanationam : Dubia et malam
Ad vitam : Dubia et malam
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumunya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom
klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada
penyakit ginjal kronik.
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,
berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
(imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit.1,73m 2
selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih
dari 60ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
II. EPIDEMIOLOGI
Faktor Resiko
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi,
obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun, individu dengan riwayat diabetes melitus,
hipertensi dan penyakit ginjal.
IV. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasari,
tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal
kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi
neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat,
sedangkan nefron yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi
lingkaran setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal Terminal
(GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas aksis renin –
angiotensin - aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal,
proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi :
- Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan produksi eritropoietin
sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit menimbulkan anemia ditandai dengan
penurunan jumlah eritrosit, penurunan kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit
darah. Selain itu CKD dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik pada CKD akan
mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari
menjadi 70 – 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis
- Sesak nafas
- Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan kemampuan ginjal
untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH
plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi
amonia karena kehilangan sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah
bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila
penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik. Asidosis metabolik
dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu
gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan
untuk meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis
- Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan penurunan
perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan
renin yang terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi
angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan tekanan darah.
- Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh ginjal sehingga
menyebabkan hiperlipidemia.
- Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam darah (hiperurikemia).
Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga
sendi akan terlihat membengkak, meradang dan nyeri
- Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon peptida natriuretik yang
dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk
disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang
disertai dengan retensi air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan
ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa kram,
diare dan muntah.
- Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga fosfat banyak yang
berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+
untuk membentuk kalsium fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan
mengendap di sendi dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)
- Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan hipokalsemia
merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari
tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat
konsentrasi fosfat di dalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi
meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma tidak berlebihan
dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal
tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya
konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu,
rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan perangsangan yang terus-
menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak
PTH. Kelaina yang berkaitan dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal
dan hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal dan tulang, juga
terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel darah dan gonad), diduga PTH
berperan dalam terjadinya berbagai kelainan di organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan dalam menyebabkan gangguan
metabolisme mineral. Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus.
Namun karena terjadi penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di
usus, hal ini memperberat keadaan hipokalsemia
- Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma meningkat, maka ion
hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel –sel ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion
K+ ke dalam plasma. Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan
peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga
menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem
saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan
hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
- Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan ginjal pada CKD
seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah
penyakit ginjal yang melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan
permeabilitas glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul protein
berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas melewati membran filtrasi.
Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu
dengan sindrom nefrotik.
- Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia pada CKD adalah
akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah.
Urea dalam urin dapat berdifusi ke aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi
glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari
10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala
iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas seperti amonia (fetor uremikum),
perikarditis uremia dan pneumonitis uremik. Gangguan pada serebral adapat terjadi pada
keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma uremikum.
Diagnosis
GEJALA KLINIS
Pada gagal ginjal kronik, gejala – gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak
ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan
laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi
peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita
menunjukkan gejala – gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti :
- Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik
- Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
- Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi menurun,
insomnia, gelisah
- Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
- Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal,
pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 % pasien masih
belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang
30 % pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo
atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
V. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas
dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya mempergunakan rumus Kockcroft-Gault,
yaitu:
Tabel Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit 6
VI. PENATALAKSANAAN
b. Transplantasi ginjal
PROGNOSIS
Penyakit CKD tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini, bertujuan
hanya untuk mencegah progresifitas dari CKD itu sendiri. Selain itu, biasanya CKD sering
terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala, sehingga
penanganannya seringkali terlambat.