Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal.
Menurut Nurarif A.H. & Kusuma H. (2016), hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah sistolik sekitar 140 mmHg atau tekanan diastolik sekitar 90
mmHg. Hipertensi merupakan masalah yang perlu diwaspadai, karena tidak ada
tanda gejala khusus pada penyakit hipertensi dan beberapa orang masih merasa
sehat untuk beraktivitas seperti biasanya. Hal ini yang membuat hipertensi
sebagai silent killer (Kemenkes, 2018), orang-orang akan tersadar memiliki
penyakit hipertensi ketika gejala yang dirasakan semakin parah dan memeriksakan
diri ke pelayanan kesehatan.
Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gejala yang muncul sesuai dengan gejala
gagal jantung kiri diikuti gagal jantung kanan, terjadi di dada karena peningkatan
kebutuhan oksigen (Mansjoer, 2009). Menurut Brashers dalam Syandi (2008)
masalah kesehatan dengan penyakit Congestive Heart Failure (CHF) masih
menduduki peringkat yang tinggi. CHF merupakan salah satu penyebab
mortalitas dan morbiditas yang tinggi. WHO (2013) melaporkan bahwa sekitar
3000 penduduk Amerika menderita CHF. Kajian epidemiologi menunjukkan
bahwa ada 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita
Congestive Heart Failure (CHF) terjadi 700.000 perawatan di rumah sakit
pertahun. Sedangkan di Eropa dan Jepang masing-masing terdapat sekitar 6 juta
dan 2,5 juta kasus dan hampir 1 juta kasus baru didiagnosa tiap tahunnya di seluruh
dunia.

B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui resiko Komplikasi Gagal Jantung yang terjadi pada pasien
Hipertensi
BAB II
ANALISA JURNAL

A. JURNAL UTAMA
1. Judul Jurnal
Faktor Risiko Yang Mempercepat Terjadinya Komplikasi Gagal Jantung Pada Klien
Hipertensi
2. Peneliti
Nurul Janah, Norsa Sari, Triyulina, Supiati, Rina Erlianti
3. Desain Penelitian
Cross Sectional
4. Populasi, Sampel, Tehnik Sampling :
Populasi dalam penelitian ini adalah klien hipertensi yang melakukan perawatan, baik
rawat jalan maupun rawat inap di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Adapun besar sampel dihitung berdasarkan rumus sampel untuk desain crossectional,
estimasi satu proporsi ditetapkan 97 responden, teknik sampling yang digunakan
adalah kuota sampling yaitu klien hipertensi yang ditemui saat melakukan perawatan,
baik rawat jalan maupun rawat inap di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung pada Bulan Nopember - Desember 2012
5. Instrument Penelitian
Kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti dan tidak dilakukan uji validitas dan
reliabelitas. Untuk variabel kejadian penyakit jantung koroner diukur menggunakan
lembar observasi dimana data diambil dari rekam medis
6. Uji Statistik
Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% dengan α = 0.05, dengan bantuan
perangkat lunak komputer

B. JURNAL PENDUKUNG
1. Judul Jurnal : Faktor Risiko Yang Mempercepat Terjadinya Komplikasi Gagal
Jantung Pada Klien Hipertensi
2. Hubungan Kadar Asam Urat dengan Kejadian Gagal Jantung Akut pada Pasien
Hipertensi
3. Hasil Penelitian :
Hasil penelitian pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara usia
saat pertama menderita hipertensi dengan kecepatan timbulnya komplikasi gagal
jantung pada klien hipertensi, tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
kecepatan timbulnya komplikasi gagal jantung pada klien hipertensi, tidak ada
hubungan antara terkontrolnya hipertensi dengan kecepatan timbulnya komplikasi
gagal jantung pada klien hipertensi. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut, maka
disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk membandingkan jumlah risiko yang
dimiliki oleh pasien terhadap timbulnya komplikasi gagal jantung.

C. ANALISA PICO ( ANALISA JURNAL UTAMA)


1. PROBLEM
Apakah ada hubungan faktor resiko yang mempercepat terjadinya komplikasi gagal
jantung pada klien hipertensi. Populasi dalam penelitian ini adalah klien hipertensi
yang melakukan perawatan baik rawat jalan maupun rawat inap RSUDAM Provinsi
Lampung.

2. INTERVENSI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempercepat
terjadinya komplikasi gagal jantung pada klien hipertensi di RSUDAM Provinsi
Lampung. Teknik pengumpulan primer diperoleh dengan cara memberikan kuesioner
kepada responden, sedangkan dara sekunder diperoleh dengan membaca data-data
yang terdapat dalam status medik klien.

3. COMPARISON
1) Jurnal yang di analisa:
Faktor Risiko Yang Mempercepat Terjadinya Komplikasi Gagal Jantung Pada
Klien Hipertensi.
Hasil penelitian pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara
usia saat pertama menderita hipertensi dengan kecepatan timbulnya komplikasi
gagal jantung pada klien hipertensi, tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan kecepatan timbulnya komplikasi gagal jantung pada klien hipertensi, tidak
ada hubungan antara terkontrolnya hipertensi dengan kecepatan timbulnya
komplikasi gagal jantung pada klien hipertensi. Sesuai dengan hasil penelitian
tersebut, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk membandingkan
jumlah risiko yang dimiliki oleh pasien terhadap timbulnya komplikasi gagal
jantung
2) Jurnal pembanding
Tekanan Darah Dengan Kejadian Infark Pasien Acute Coronary Syndrome.
Hasil penelitian bahwa pasien dengan tekanan darah sistole rata-rata tinggi
memiliki kejadian infark 7.5 kali lebih besar dari sistole normal. Sementara pasien
dengan tekanan diastole rata-rata tinggi memiliki kejadian infark 6.5 kali lebih
besar dari tekanan diastole normal. Tekanan darah sistole dan diastole tinggi pada
pasien ACS harus dimonitor dan dikontrol oleh perawat secara intensif selama 24
jam pertama untuk mencegah atau mengurangi risiko kejadianinfark.

4. OUTCOME
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Distribusi
Frekuensi klien hipertensi berdasarkan usia saat pertama didiagnosis hipertensi
adalah sebagian besar atau sebanyak 72,2% dari 97 responden mulai menderita
hipertensi diatas usia 40 tahun.
2) Distribusi frekuensi klien hipertensi berdasarkan jenis kelamin didapatkan
sebagian besar atau sebanyak 53,6% dari 97 responden berjenis kelamin laki-laki.
3) Distribusi frekuensi klien hipertensi berdasarkan terkontrol atau tidaknya
hipertensi didapatkan sebagian besar atau sebanyak 67% dari 97 responden
memiliki hipertensi yang tidak terkontrol.
4) Tidak ada hubungan antara usia saat pertama menderita hipertensi dengan
kecepatan timbulnya komplikasi gagal jantung pada klien hipertensi.
5) Tidak ada hubungan antara jenis kelamin klien hipertensi dengan kecepatan
timbulnya komplikasi gagal jantung pada klien hipertensi.
6) Tidak ada hubungan antara terkontrolnya hipertensi dengan kecepatan timbulnya
komplikasi gagal jantung pada klien hipertensi, diharapkan peneliti selanjutnya
untuk membandingkan jumlah risiko yang dimiliki oleh pasien terhadap
timbulnya komplikasi gagal jantung.
BAB III
TIJAUAN TEORI

A. HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Kushariyadi, 2008). Hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas
140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan
tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus diukur dalam posisi duduk
dan berbaring (Baradero M, dkk, 2008).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg
dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan
perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin
tingginya tekanan darah (Muttaqin A, 2009).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu
periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Kontriksi arteriole
membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding
arteri (Udjianti WJ, 2011).

2. Klasifikasi
Hipertensi dapat di bagi menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi
diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti
peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut.
Tekanan sistolik berkaitan tekanan dengan tingginya pada arteri apabila jantung
berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan
maksimum dalam arteri tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai
tekanan atas yang nilainya lebih besar (Garnadi, Y. 2012).
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti pengkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-
anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil
menyempit secara tidak normal, sehimgga memperbesar tahanan terhadap
aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastolik. Tekanan darah
diastolit berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan
relaksasi diantara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan
pengingkatan pada tekanan sistolik dan diastolik. Berdasarkan penyebabnya
hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu hipertensi esensial (primer) dan hipertensi
sekunder. Hipertensi esensial (primer) merupakan hipertensi yang disebabkan
oleh gaya hidup yang tidak baik seperti makan yang tidak terkontrol
sehingga menyebabkan berat badan berlebih atau bahakn terjadi obesitas
dimana hal tersebut dapat mencetus terjadinya hipertensi. Hipertensi sekunder
merupakan tekanan darah tinggi yang akibat dari seseorang yang mengalami
penyakit seperti gagal jantung, gagal ginjal, dan kerusakan system hormon
dalam tubuh (Pudiastuti, 2011). Kehamilan, tumor, serta penyempitan arteri
renalis atau penyakit parenkim ginjal juga dapat mengakibatkan terjadinya
hipertensi sekunder (Sucipto, 2014).

3. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respons peningkatan curah jantung atau peningkatan
tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi:
1) Genetik : Respons neurologi terhadap stres atau kelainan ekskresi atau
transpor Na.
2) Obesitas : Terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3) Stres karena lingkungan.
4) Hilangnya elastisitas jaringan dan aterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Pada orang lanjut usia, penyebab hipertensi disebabkan terjadinya perubahan pada
elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah, kehilangan elastisitas pembuluh darah, dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. Setelah usia 20 tahun
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% tiap tahun sehingga
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume. Elastisitas pembuluh darah
menghilang karena terjadi kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi (Aspiani, 2014).
Sekitar 90% hipertensi dengan penyebab yang belum diketahui pasti disebut
dengan hipertensi primer atau esensial, sedangkan 7% disebabkan oleh
kelainan ginjal atau hipertensi renalis, dan 3% disebabkan oleh kelainan hormonal
atau hipertensi hormonal dan penyebab lain (Muttaqin A, 2009). Sebagai factor
predisposisi dari hipertensi esensial adalah penuaan, riwayat keluarga, asupan
lemak jenuh atau natrium yang tinggi, obesitas, ras, gaya hidup yang
menuntut sering duduk dan tidak bergerak, stress, merokok (Kowalak JP, Welsh
W, Mayer B, 2011).

4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Klien dengan hipertensi sangan sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan
ketika saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respons vasokonstriksi pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal
menyebabkan pelepasan renin. Renin yang dilepaskan merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002).

5. Tanda dan Gejala


Klien yang menderita hipertensi terkadang tidak menampakkan gejala hingga
betahun-tahun. Jika ada gejala menunjukkan adanya kerusakan vaskular,
dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasikan oleh
pembuluh darah bersangkutan. Perubahan petologis pada ginjal dapat
bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan
azetoma (peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin). Pada pemeriksaan
fisik, tidak dijumpai kelainan apa pun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi
dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat,
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema dan
diskus optikus).
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan
iskemik transien (transient ischemic attack, TIA) yang bermanifestasi sebagai
paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan ketajaman
penglihatan (Smeltxer, 2002). Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita
hipertensi tidak sama pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa
gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai
berikut :
a. Sakit kepala
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c. Perasaan berputar seperti ingin jatuh
d. Berdebar atau detak jantung cepat
e. Telinga berdenging

6. Komplikasi
a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis
apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi berkurang.
Arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik


tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada
hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium
mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat
menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan.

c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksisk dan
kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar
melalui urine sehinga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema, yang sering djumpai pada hipertensi kronis.

d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna


(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat
tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron
disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

e. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklampsia. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir rendah akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat,
kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami
kejang selama atau sebelum proses persalinan

B. GAGAL JANTUNG
1. Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup (Ongkowijaya & Wantania, 2016).
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung
disebabkan oleh gangguan yang menghabiskan terjadinya pengurangan
pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas miokardial
(disfungsi sistolik) (Sudoyo Aru,dkk 2009) didalam (nurarif, a.h 2015).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh
untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan
tekanan pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspani, 2016).

2. Etiologi
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan
sebagai berikut : (Aspani, 2016)
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus
arteriosus paten
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,
gagal jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya
kardiomiopati.
Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
2) Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Infark miokardium menyebabkan pengurangan kontraktilitas,
menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya
kembang ruang jantung .
3) Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal
jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard,
serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial
maupun aritmia ventrikel.
4) Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after
load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menyebabkan beban
tekanan (after load).
5) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :
demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
3. Manifestasi Klinis
a. Gagal Jantung Kiri
1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi
oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau
“gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
(PND).
3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah
menjadi batuk berdahak.
4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.
6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih di malam hari)
7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala seperti:
gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas,
sianosis, kulit pucat atau dingin dan lembab.
8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.
b. Gagal Jantung Kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan
jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga
tidak dapat mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali
dari sirkulasi vena.
1) Edema ekstremitas bawah
2) Distensi vena leher dan escites
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar.
4) Anorexia dan mual
5) Kelemahan

4. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya
sebagai organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada
tingkat awal disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika
cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis
tertentu pada penurunan curah jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya
tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer
yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal
akibat aktifitas neurohormon dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-
mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan
normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila
curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal,
maka volume sekuncup yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah
jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas
(perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload
(besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila
salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan
beban kerja jantung pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan
secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal jantung
ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut.
Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal
jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional, model M paling sering dipakai dan ditanyakan Bersama
EKG)
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT Scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal
f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi
ginjal terapi diuretic
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan
indikasi
j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan
hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus gagal jantung
6. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik, angiotensin
converting enzym inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor
blocker (ARB), glikosida jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian
laksarasia pada pasien dengan keluhan konstipasi.
b. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring, perubahan gaya hidup,
pendidikan kesehatan mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta
pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor resiko.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tidak ada hubungan antara usia saat pertama menderita hipertensi, jenis kelamin klien
hipertensi dan terkontrolnya hipertensi dengan kecepatan timbulnya komplikasi gagal
jantung pada klien hipertensi.

B. SARAN
Diharapkan peneliti selanjutnya untuk membandingkan jumlah risiko yang dimiliki
oleh pasien terhadap timbulnya komplikasi gagal jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.

Mahananto, F., & Djunaidy, A. (2017). Simple Symbolic Dynamic of Heart Rate Variability
Identify Patient with Congestive Heart Failure. Procedia Computer Science, 124, 197–
204.https://doi.org/10.1016/j.procs.2017.12.147.

Nugroho, F. A. (2018). Perancangan Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Jantung dengan


Metode Forward Chaining. Jurnal Informatika Universitas Pamulang, 3(2), 75.
https://doi.org/10.32493/informatika.v3i2.1431.

Nurdamailaila.(2017). Congestive Heart Failure (Gagal Jantung. diakses pada tanggal


20/08/2019 melalui https://nurdamailaia.blogspot.com/2017.

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Dalimartha, Ana. 2008. Care Your Self Hipertensi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Dourman, Karel. 2011. Waspadalah Jantung Anda Rusak. Jakarta: Cerdas Sehat.

Depkes. 2007. Hipertensi di Indonesia Tersedia (http://www.depkes.go.id) Gyse’le S.


Bleumink, et al. 2004. Quantifying the heart failureepidemic: prevalence, incidence rate,
lifetime risk and prognosis of heartfailure, Rotterdam: Erasmus.

Medical Centre Hananta, Yudha. 2011. Deteksi Dini dan Pencegahan Hipertensi dan Stroke.
Yogyakarta: Media Pressindo.

Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika. Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta


Kedokteran Jilid 1. Jakarta: Balai Penerbit.
FKUI Maryono. 2007. Gagal Jantung.
Tersedia (http://www.scribd.com/materi1).
Palmer, Anna. 2002. Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, Bare. 2001. Keperawatan Medikal
Bedah, Vol.2. Jakarta: EGC.
W.Darmawan. 2011. Hubungan umur jenis
kelamin, riwayat hipertensi dengan
kejadian gagal jantung kongestif di Poli
Jantung RSPAD Gatot Subroto. Jakarta:
FK Universitas Pembangunan Nasional
Veteran

Anda mungkin juga menyukai