Anda di halaman 1dari 25

MANAGEMEN PERAWATAN LUKA MODERN METODE MOIST

WOUND HEALING (MWH ) PADA LUKA KAKI DIABETES

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Luka


Preseptor Akademik: Risma Dumiri Manurung, S.Kep., Ns, M.Biomed

Disusun Oleh :
EPPI MARIATI HASIBUAN
P0752032107

POLITEKNIK KESEHATAN NEGERI MEDAN


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI NERS
2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan, kesehatan yang
terganggu dapat mengganggu siklus kehidupan seseorang. Terganggunya
kesehatan mengakibatkan munculnya tuntutan –tuntutan tertentu bagi
seseorang dalam rangka menjaga agar dirinya tetap sehat. Tuntutan ini dapat
berupa pengobatan teratur, munculnya batasan batasan dalam mengkonsumsi
makanan, olahraga teratur, terapi fisik teratur hingga mengubah gaya hidup.
Salah satu penyakit yang menuntut penderitanya melakukan pengobatan yang
rutin dan teratur yaitu Diabetes Melitus (DM). Penyakit DM ditandai dengan
meningkatkanya kadar glukosa dalam darah akibat adanya gangguan
metabolisme glukosa dalam tubuh. Organ pancreas penderita DM memiliki
kelemahan dalam memproduksi hormon insulin, akibatnya distribusi glukosa
darah ke organ tubuh lainnya terhambat sehingga kadar glukosa dalam darah
meningkat. (Zychowska dalam Kintoko, 2017)
Estimasi terakhir IDF (International Diabetes Federation), 382 juta
orang yang hidup dengan diabetes di dunia terjadi pada tahun 2013, pada
tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta
orang, diperkirakan dari 382 juta orang tersebut 175 orang diantaranya belum
terdiagnosis sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi
tanpa disadari dan tanpa pencegahan. (Pusat Data dan Informasi kementerian
kesehatan RI, 2014)
Peningkatan jumlah kejadian DM juga meningkatkan angka kejadian
komplikasi DM, salah satunya adalah neuropati berupa berkurangnya sensasi
di kaki dan sering dikaitkan dengan luka pada kaki. Menurut Sheehan dalam
Tiara Shinta (2012), 2,5% penderita DM berkembang menjadi luka kaki
diabetes pertahunnya dan 15% dari penderita luka kaki diabetes akhirnya
menjalani amputasi. Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik
Diabetes Melitus yang paling ditakuti oleh para penderita Diabetes Melitus
karena dapat mengakibatkan terjadinya cacat bahkan kematian. kaki diabetik
adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau akibat
sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang ataupun besar di tungkai
dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi dapat berupa ulkus,
infeksi atau gangren.
Ulkus kaki diabetik diawali dengan cedera pada jaringan lunak kaki,
pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau di daerah kulit yang kering, atau
pembentukan sebuah kalus. Cedera tidak dirasakan oleh pasien yang
kepekaan kakinya sudah menghilang dan bisa berupa cedera termal, misalnya
berjalan tanpa menggunakan alas kaki di jalan yang panas, cedera kimia atau
cedera traumatik seperti melukai kulit ketika menggunting kuku kaki,
menginjak benda asing dalam sepatu, atau menggunakan kaus kaki yang tidak
sesuai (Smeltzer & Bare, 2002). Luka kaki diabetik termasuk luka yang sukar
sembuh. American Podiatric Medical Association (2014) menyebutkan
bahwa penanganan luka kaki diabetik terdiri dari lima faktor yaitu :
Perawatan luka, Mengurangi beban tekanan (off loading), Debridement,
Pengobatan dan Pengendalian gula darah.
Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan
luka kaki diabetik, yaitu faktor intrinsic dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik
terdiri dari usia, status penyakit dan pengendalian gula darah, status nutrisi,
dan status vaskuler. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu perawatan luka yang
tidak tepat, pembedahan yang buruk, drug treatment, psikososial yang
merugikan dan infeksi (Suriadi, 2004). Perawatan yang tidak benar
menyebabkan infeksi dan memperlambat penyembuhan (Smeltzer & Bare,
2002). Oleh karena itu Perawatan luka merupakan salah satu tindakan
keperawatan penting yang harus dilakukan pada pasien dengan kaki diabetik
karena penderita DM mengalami luka yang lebih lama dibanding yang bukan
penderita, hal ini karena luka pada kondisi DM termasuk dalam luka kronis.
(Nagori & Solanki dalam kintoko et all, 2017). Akibat perpanjangan fase
penyembuhan luka yaitu haemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodeling
(Enoch dan leaper dalam kintoko et all, 2017). Perawatan luka yang efektif
dan tepat menjadi bagian yang penting untuk memastikan Penanganan ulkus
diabetik yang optimal, beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada
perawatan luka, balutan basah kering dengan normal salin menjadi standar
baku perawatan luka. Ada berbagai macam pendekatan yang digunakan
dalam merawat luka dari pendekatan yang sifatnya tradisional sampai dengan
modern. Prinsip utama dalam mananejemen perawatan luka adalah
pengendalian infeksi karena infeksi dapat menghambat proses penyembuhan
luka. (Boediardja S.A., dkk, 2009 dalam Damsir, 2018).
Manajemen luka sebelumnya tidak mengenal adanya lingkungan
luka yang lembab. Manajemen perawatan luka yang lama atau disebut juga
dengan metode konvensional dimana hanya membersihkan luka dengan
normal salin atau larutan NaCl 0,9% dan ditambahkan dengan
Metronidazol/antasid atau kasa yang dibasahioleh madu.. Tujuan dari balutan
konvensional ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi (Rainey, 2002).
Menurut Morison (2003), pada balutan konvensional ketika akan merawat
luka pada hari berikutnya, kassa akan menempel pada luka, menyebabkan
rasa sakit pada klien dan menambah luka baru akibat dari kasa yang
menempel tersebut, di samping itu juga sel-sel yang baru tumbuh juga akan
rusak. Untuk itu diperlukan pemilihan metode balutan luka yang tepat untuk
mengoptimalkan proses penyembuhan luka. Dalam makalah ini akan dibahas
lebih dalam tentang manajemen perawatan luka metode balutan modern
(metcofazin) pada luka kaki diabetes.
1.2 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menggambarkan secara lebih
terperinci mengenai manajemen perawatan luka modern termasuk
perbandingan teknik perawatan luka modern dan konvensional dan intervensi,
berdasarkan evidence based practice.
1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat keilmuan


Dengan dijelaskannya penanganan luka menggunakan teknik modern
metode Moist Wound Healing (MWH) dapat dijadikan sebagai bahan acuan
dalam memberikan perawatan yang berkualitas. Terutama pemberian
perawatan yang berdasarkan evidence based practice.
1.3.2 Manfaat praktis
Berdasarkan guideline yang telah dibuat dalam makalah ini, maka perawat
dapat secara langsung mempraktekan bagaimana memberikan asuhan
keperawatan terbaik kepada pasien diabetes yang memerlukan perawatan
luka berdasarkan evidence based practice yang telah disusun. Selain itu,
perawat juga dapat berkolaborasi dengan profesi lain, karena dari guideline
yang telah dibuat terdapat beberapa asuhan terhadap pasien yang harus
dilakukan secara kolaborasi.
BAB II
PENELUSURAN EVIDENCE

2.1. Pertanyaan Klinis


Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis uraikan diatas
maka dapat dirumuskan masalah dalam pertanyaan klinis “Pada pasien
luka kaki diabetes apakah perawatan luka dengan metode modern Moist
Wound Healing (MWH) jika dibandingkan dengan perawatan luka
metode konvensional dapat mempercepat penyembuhan luka?”.

Moist Wound Healing


1. Defenisi Moist Wound Healing
Perawatan luka dengan metode mempertahankan kelembaban luka
dengan menggunakan balutan penahan kelembaban yang bertujuan
untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan pertumbuhan
jaringan terjadi secara alami dengan prinsip “Moist Wound Healing”
hal tersebut menjadi dasar munculnya pembalut luka modern. (Sinaga
& Tarigan, 2012).
Moist Wound Care mendukung terjadinya proses penyembuhan
luka sehingga terjadi pertumbuhan jaringan secara alami yang bersifat
lembab dan dapat mengembang apabila jumlah eksudat berlebih, dan
mencegah kontaminasi bakteri dari luar. (Ose, Utami, & Damayanti,
2018).

2. Prinsip Moist Wound Healing


Prinsip Moist Wound Care antara lain pertama, dapat mengurangi
dehidrasi dan kematian sel karena sel-sel neutropil dan makrofagtetap
hidup dalam kondisi lembab, serta terjadi peningkatan angiogenesis
pada balutan berbahan oklusive. (Merdekawati & Rasyidah, 2017).
Prinsip kedua, yaitu meningkatkan debridement autolysis dan
mengurangi nyeri.Pada lingkungan lembab enzim proteolitik dibawa
ke dasar luka dan melindungi ujung syaraf sehingga dapat mengurangi
atau menghilangkan rasa nyeri saat debridemen. (Fatmadona &
Oktarina, 2016).
Prinsip ketiga, yaitu meningkatkan re-epitelisasi pada luka yang
lebar dan dalam. Proses epitalisasi membutuhkan suplai darah dan
nutrisi. Pada krusta yang kering dapat menekan/menghalangi suplai
darah dan memberikan barier pada epitelisasi. (Fatmadona & Oktarina,
2016).

3. Manfaat Moist Wound Healing


Dalam perawatan luka dengan teknik lembab memiliki beberapa
manfaat, antara lain seperti :
a. Nyeri minimal karena frekuensi penggantian balutan tidak setiap
hari tapi tiga sampai lima hari. Hal tersebut berfungsi untuk
menciptakan lingkungan luka tetap lembab, melunakkan serta
menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat,
yang kemudian terserap dan terbuang bersama pembalut, sehingga
tidak sering menimbulkan trauma dan nyeri pada saat penggantian
balutan (Kartika, 2015).
b. Cost-effective yaitu jumlah pemakaian alat, fasilitas, waktu dan
tenaga karena tidak setiap hari dilakukan rawat luka.
c. Infeksi minimal karena menggunakan konsep balutan oklusif atau
tertutup rapat.
d. Mempercepat penyembuhan luka dengan konsep lembab (Arisanty,
2014).

4. Manajemen Wound Dressing


Dressing luka merupakan suatu media untuk mengontrol eksudat
dan memberikan kelembapan yang sesuai. Oleh karena itu dressing
luka tidak hanya berfungsi untuk menutup luka, tetapi juga membantu
proses penyembuhan. Lebih jauh lagi, dressing membantu proses
tersebut baik secara aktif menyembuhkan luka maupun secara pasif
dengan cara memberikan lingkungan yang ideal untuk penyembuhan
luka. Dressing luka dapat ditemukan dalam berbagai bentuk seperti
lembaran pita atau cairan gel pemilihan dressing luka merupakan
bagian strategi untuk berperang melawan musuh penghalang
penyembuhan luka. (Sari, 2015).
5. Tujuan Pemilihan Balutan
Dalam pemilihan terapi topikal ada beberapa tujuan penting yaitu
tujuan jangka pendek yang dicapai setiap kali mengganti balutan dan
dapat menjadi bahan evaluasi keberhasilan dalam menggunakan satu
atau beberapa jenis terapi topical :
a. Menciptakan lingkungan yang kondusif dalam penyembuhan luka.
b. Meningkatkan kenyamanan client.
c. Melindungi luka dan kulit sekitarnya.
d. Mengurangi nyeri dan mengeluarkan udara dari ujung saraf.
e. Mempertahankan suhu pada luka.
f. Mengontrol dan mencegah perdarahan.
g. Menampung eksudat imobilisasi bagian tubuh yang luka.
h. Aplikasi penekanan pada area perdarahan atau vena yang statis.
i. Mencegah dan menangani infeksi pada luka.
j. Mengurangi stress yang ditimbulkan oleh luka dengan menutup
secara tepat.
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan menggunakan terapi topikal
yang tepat dan secara ideal. Satu luka dapat menggunakan lebih dari
satu jenis terapi topikal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Satu
hal yang perlu ditekankan adalah dengan menggunakan bahan terapi
topikal ini pasien tidak harus mengganti balutan sehari tiga kali bahkan
lebih namun pasien dapat menggantinya 3 hari sekali atau bahkan lebih
lama. (Arisanty, 2016).

1) Manajemen Eksudat (E)


Eksudat atau cairan luka adalah cairan yang dihasilkan oleh
tubuh akibat rusaknya kesatuan dari bagian kulit. Cairan yang
dikeluarkan dapat berupa produksi darah, pus atau nanah, serosa
atau mineral tubuh, dll. Pada kondisi ini tugas tenaga kesehatan
adalah mengontrol eksudat agar tidak merusak daerah sekitar luka
dan dapat tetap menciptakan kondisi lembab. Tujuan pemilihan
terapi topikal dengan memperhatikan jumlah eksudat yang keluar
adalah sebagai berikut:
a) Mempertahankan kondisi lembab.
b) Mengurangi risiko komplikasi pada daerah sekitar luka .
c) Mencegah masuknya kuman.
d) Membantu proses autolisis debridement
e) Sebagai barrier atau lapisan pelindung.
Beberapa contoh jenis dressing berdasarkan jumlah eksudat:
a) Transparan film.
b) Hydrocolloid lembaran calcium alginate.
c) Hydrocellulose.
d) Polyurethane foam (Arisanty, 2016).

2) Manajemen Infeksi (I)


Hal lain yang harus diperhatikan adalah ada tidaknya tanda
infeksi, apakah luka terkontaminasi, mengalami kolonisasi,
kolonisasi kritis atau terinfeksi. Adanya infeksi kuman ke dalam
luka dapat menimbulkan bau yang menyengat dan tidak
nyaman.Ketika menemukan bau, atasi dengan membunuh
bakterinya. Selain bau, tanda lain adanya inflasi adalah warna dasar
luka, selain warna merah segar atau pink. Tenaga kesehatan harus
lebih hati-hati terhadap tanda infeksi. Gunakan terapi topikal yang
paling tepat untuk pasien. Tujuan pemilihan terapi topikal dapat
memperhatikan infeksi dan bau, adalah sebagai berikut :
a) Mempertahankan kondisi lembab.
b) Membantu proses proliferasi dan epitelisasi.
c) Mencegah penyebaran kuman.
d) Membantu proses autolysis debridement.
Beberapa contoh jenis dressing berdasarkan infeksi :
a) Silver ionized.
b) Metronidazole.
c) Tea tree oil.
d) Madu (Arisanty, 2016).

6. Balutan
1) Salep herbal tea tree oil
Salep herbal tea tree oil dapat digunakan untuk luka akut luka
kronis warna dasar luka merah kuning dan hitam salep ini
digunakan untuk pelaksanaan infeksi dan mengurangi sakit selama
perawatan saat ini sediaan tetes yang ada di indonesia dalam
bentuk serum dan salep.

2) Zinc oxide topical


Zinc oxide terdiri atas 1 atom zinc dan 1 atom oksigen yang
saling berikatan ada sekitar 300 enzim yang membutuhkan zinc
dalam kegiatannya, sebagai mineral esensial dalam pembentukan
sintesis DNA, sintesis protein pergantian, dan perbaikan jaringan.
Defisiensi zinc dapat menyebabkan gangguan dalam penyembuhan
luka terutama penurunan jumlah protein dan sintesis kolagen
selama proses penyembuhan luka saat proses penyembuhan luka
terjadi peningkatan kebutuhan gizi terutama pada fase inflamasi
dan proliferasi. Salah satu gen yang telah dikembangkan adalah
metcovazin zinc dapat digunakan untuk warna dasar luka hitam
kuning dan merah.
3) Hydroactive gel
Pada prinsipnya balutan topikal ini berfungsi untuk
menciptakan kondisi lembab atau rehidrasi pada luka yang kering,
misalnya nekrotik. Karena berbahan dasar air, balutan ini mudah
menguap saat aplikasi sehingga penting sekali menggunakan
balutan waterproof atau anti air sebagai larutan sekunder untuk
mencegah penguapan air yang berlebihan. Penguapan air yang
berlebihan dapat mengakibatkan kerja hidrogel tidak efektif. Gel
ini membantu dalam proses melunakkan dan membersihkan
jaringan yang mati sehingga balutan ini efektif untuk manajemen
warna dasar luka hitam, kuning, dan merah. Gel ini tidak memiliki
kemampuan menyerap eksudat, sehingga penggunaan utamanya
sebagai balutan primer harus disertai balutan sekunder sebagai
penyerap eksudat yang keluar.
4) Hydrocolloid
Sifat larutan topikal ini sangat oklusif terutama yang berbentuk
lembaran sehingga dapat mempertahankan kondisi lembab, yaitu
dengan mencegah masuknya air, oksigen, dan kuman ke dalam
luka dan dapat mempercepat proses penyembuhan serta mencegah
penyebaran infeksi. Hydrokoloid sangat mudah digunakan tidak,
menimbulkan trauma saat melepasnya, dan dapat memberikan efek
pelunakan jaringan yang keras. Kemampuan menyerap surat
berbeda-beda bergantung pada ketebalan dan bahan yang
digunakan. Beberapa referensi menyebutkan bahwa hydrocolloid
mampu menyerap eksudat minimal sehingga sedang. Hydrokoloid
baik digunakan untuk luka yang berwarna merah, abses atau luka
yang terinfeksi, bahkan untuk mengisi rongga merah atau pasta
bentuknya berupa lembaran tebal dan tipis, powder, bahkan pasta.
5) Transparent film
Transparan film dapat menyerap eksudat, namun dapat
mengurangi selulitis dan dapat menciptakan kondisi lembab
sehingga rasa nyeri berkurang. Transparan film dijadikan balutan
sekunder sebagai balutan anti air. Hydrogel transparan film dapat
mencegah penguapan, dapat menjadi balutan primer yang sangat
cocok digunakan pada luka stadium 1 yang tidak mengeluarkan
eksudat, misalnya pada saat terbakar matahari, terkena panci panas,
cellulitis dan iritasi kemerahan lain. Saat menggunakan balutan ini
kulit dalam keadaan kering sehingga dapat merekat kuat.
Transparan film baik digunakan untuk warna dasar luka merah
stadium 1.
6) Calcium alginate
Calcium alginate tersedia dalam bentuk lembaran dan memiliki
kemampuan menyerap eksudat yang sangat baik, sehingga dikenal
dengan sebagai absorben kuat. Umumnya, dressing ini menutup
luka beserta daerah sekitarnya supaya cairan dapat terserap dengan
baik akan tetapi dressing ini dapat menjadi jenuh sehingga perlu
dilakukan evaluasi untuk mengetahui kapan dressing harus diganti.
Oleh karena itu, penggantian dressing alginate yang tertunda pada
luka bersudut banyak dapat menyebabkan maserasi pada kulit di
sekitar luka. Kelebihan bahan topikal ini adalah mempercepat
proses granulasi dan setiap bercampur dengan cairan luka akan
berubah menjadi gel, sehingga mudah dilepas dan tidak
menimbulkan sakit saat penggantian balutan. Saat calcium alginate
kontak dengan luka yang mengandung cairan lupa terjadi
pertukaran ion, sehingga dapat menghentikan pendarahan pada
luka yang mudah berdarah dan meningkatkan hemostatis. Pada
penyembuhan luka alginate sangat cocok digunakan untuk luka
bakar derajat 2 hingga derajat 3.
7) Hydrocellulose
Hydrocellulose atau dikenal juga dengan hydrofiber merupakan
jenis terapi topikal yang terbuat dari selulosa dengan daya serap
sangat tinggi melebihi kemampuan daya serap calcium alginate.
Balutan ini memiliki kemampuan gel lock sehingga dapat mengikat
kuman dalam jumlah tertentu. Balutan ini berfungsi sebagai
balutan sekunder pada kondisi tertentu dapat menjadi balutan
primer.
8) Foam dressing
Foam dressing digunakan pada luka full thickness dengan
eksudat sedang hingga sangat banyak stadium 3 atau
4.Kontraindikasinya adalah luka partial atau luka nekrotik dengan
warna hitam bentuknya berupa lembaran mengisi rongga di daerah
siku.
9) Metronidazole powder
Jenis bahan topikal ini digunakan dari tablet metronidazol yang
dihancurkan. Bahan topikal ini dapat digunakan untuk mengurangi
bau.Bau yang ditimbulkan karena reaksi tubuh dengan kuman yang
masuk yang biasanya bersifat kontaminasi. Kuman yang masuk
dikurangi jumlahnya dengan menggunakan metronidazol yang
dapat membunuh kuman gram positif, gram negatif, dan kuman
anaerob.
Dressing luka yang ideal harus memenuhi kriteria berikut :
a) Dressing yang memberikan perlindungan optimal dari kekeringan
atau trauma lain
b) Dressing menyebabkan trauma dan nyeri yang minimal pada saat
pemakaian dan pelepasan
c) Dressing harus memiliki daya serap yang sesuai untuk menyerap
eksudat dan memberikan lingkungan lembab
Apabila perlu racing harus mengandung antimikroba untuk mengontrol
bacterial load (Arisanty, 2016).

2.2. Sumber Penelusuran dan Kata Kunci


Penelusuran jurnal yang yang berhubungan dengan penerapan
intervensi menggunakan internet online data base yaitu: Google
scholar. Penelusuran disajikan dalam tabel dibawah ini:
No Judul Peneliti Tujuan Populasi dan Metode Hasil
. Sampel penelitian
1. Efektifitas Sri Penelitian ini Populasi dari Metode Hasil dalam
Perawatan Anggriani, bertujuan penelitian ini penelitian ini penelitian ini
Luka Modern Hj. Hariani, untuk adalah semua adalah adalah responden
Dressing Ulfa meningkatkan pasien ulkus kuantitatif laki-laki dengan
Dengan Dwianti fungsi kualitas diabetes melitus dengan desain derajat luka
Metode Moist hidup, untuk yang didapatkan penelitian diabetes melitus
Wound mengontrol pada data rekam quasy yaitu derajat 4
Healing Pada infeksi, untuk medik di Klinik eksperimen. dan responden
Ulkus Diabetik mempertahank Perawatan Luka perempuan
Di Klinik an status ETN Centre dengan derajat
Perawatan kesehatan, pada bulan luka diabetes
Luka Etn untuk Januari sampai mellitus yaitu
Centre mempertahan februari 2018 derajat 4.
Makassar kan status Sampel dalam
(2019) kesehatan, penelitian ini
untuk sejumlah 30
mencegah responden
amputasi, dan dengan tehnik
mengurangi pengambilan
biaya. sampel
dilakukan
menggunakan
accidental
sampling.
2. Proses Nadya Putri Tujuan Sampel Metode Proses
Penyembuha Nabila, penelitian ini penelitian ini penelitian ini penyembuhan
n Luka Pauzan mencoba berjumlah 2 adalah ulkus diabetikum
Ulkus Efendi, mengetahui orang. Kualitatif pada kedua
Diabetikum Husni bagaimana dengan responden
Dengan gambaran pendekatanSt mengalami
Metode proses udi Kasus. kemajuan, total
Modern penyembuhan skor akhir
Dressing Di luka ulkus responden satu
Klinik diabetikum bernilai 30 dan
Maitis dengan responden dua
Efrans metode bernilai 28.
Wound Care modern Responden dua
(2017) dressing di mengalami
Klinik Matias proses
Efrans Wound penyembuhan
Care Kota ulkus diabetikum
Bengkulu. lebih bagus
disbanding
responden satu
yang disebabkan
oleh faktor usia.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kajian Teori

PICO Unsur

P Luka kaki diabetik, ulcus diabeticum


I Perawatan luka modern, moist wound
healing
C Perawatan luka konvensional,
conventional wound care
O Mempercepat penyembuhan luka

Perawatan luka dengan metode konvensional dengan berbagai cara seperti


menggunakan Kasa lembab + Nacl 0,9% , Untuk mengurangi bau pada luka
perawat menambahkan obat metronidazole /antacida tablet yang dihaluskan
dan ditaburkan keatas luka sebelum ditutup dengan kasa lembab Nacl 0,9%
atau dilakukan pengkompresan dengan kasa yang sudah dibasahi madu. Selain
itu dilakukan juga pembuangan jaringan nekrotik pada luka.

Teknik perawatan luka saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat
dimana perawatan luka sudah menggunakan perawatan modern “Moist Wound
Healing” (MWH) seperti alginate, metcovazin, foam, hdryocolloid, dan
hydrogel. Balutan modern (metcovazin) adalah salah satu topical therapy yang
terbuat dari bahan zinc, nistatin dan metronidazole dan bentuknya salep dalam
kemasan serta memiliki prinsip kerja dengan menjaga kelembaban dan
kehangatan area luka, membuang jaringan mati, benda asing dan partikel,
balutan dapat mengontrol kejadian infeksi/melindungi luka dari trauma dan
invasi bakteri, mempercepat proses penyembuhan luka, nyaman digunakan,
mengurangi nyeri, proteksi periwound, support autolysis debridement,
menghindari trauma saat membuka balutan dan mengurangi bau tidak sedap
sedangkan balutan konvensional (cairan normal saline NaCl 0,9% dan balutan
kasa) adalah larutan yang dipakai sebagai agen pembersih luka, larutan
istonik, tidak mengganggu proses penyembuhan luka, tidak merusak jaringan,
menjaga kehangatan dan cenderung lebih kering sehingga proses
penyembuhan luka terhambat.

Prinsip balutan moderen dan balutan konvensional sama yaitu menjaga


kelembaban, kehangatan dan mencegah dari trauma. Namun balutan
konvensional kurang dapat menjaga kelembaban karena NaCl akan menguap
sehingga kasa menjadi kering. Kondisi kering menyebabkan kasa lengket pada
luka sehingga mudah terjadi trauma ulang. Kekurangan cairan normal saline
NaCl dan balutan kasa dalam menjaga kelembaban lingkungan luka
menyebabkan masa perawatan luka yang lama. Balutan moderen adalah
pilihan yang baik untuk meningkatkan proses penyembuhan/ perkembangan
luka diabetik.

Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Riani dan Handayani (2017) di RSUD
Bangkinang menunjukkan perawatan luka dengan menggunakan metode
MWH lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional
Nacl 0,9% + madu asli, penelitian menggunkan metode quasy exsperimen
dengan sample 20 orang ( 10 orang dengan menggunakan Nacl 0.9% + Madu,
10 Orang menggunakan MWH).

Penelitian selanjutnya dilakukan Affan (2013) di Asri Wound Care Centre


Medan menunjukkan adanya perbedaan antara kelompok intervensi yang
diberi terapi metcovazin dan kelompok control tanpa menggunakan terapi
metcovazin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi metcovazin efektif
mempercepat proses penyembuhan luka.

3.2 Evaluasi
3.3.1 Kekuatan

Kekuatan penggunana EBP perawatan luka dengan menggunakan MWH adalah


balutan dalam kondisi lembab merupakan cara yang efektif unutk penyembuhan
luka, balutan luka dengan kondisi lembab tidak menghambat aliran oksigen,
nitrogen dan zat – zat lainya. Kondisi lembab lingkungan yang baik unutk sel sel
tubuh tetap hidup dan melakukan reflikasi secara optimum, karena pada dasarnya
sel dapat hidup dilingkungan yang lembab atau basah ( kecuali sel kuku dan
rambat, sel sel ini menrupakan sel mati). Kelebihan perawatan modern dengan
balutan modern mengurangi biaya pada pasien, mengefektifkan jam perawatan
perawat di rumah sakit, bisa mempertahankan kelembapan luka lebih lama ( 5-7
hari), mendukung penyembuhan luka menyerap eksudat dengan baik, tidak bau
dan tidak menimbulkan nyeri pada saat ganti balutan.

3.3.2 Kemamputerapan

Setelah dilakukan telaah literature penerapan luka metode MWH dapat dterapkan
pada luka kronik seperti luka diabetik. Perawatan luka metode MWH dengan
menggunakan metcovazin dapat di aplikasikan di rumah sakit, klinik maupun di
rumah oleh tenaga kesehatan maupun oleh keluarga yang sebelumnya telah
diajarkan tekhnik perawatan luka dengan metode MWH menggunakan
metcovazin

3.3 Strategi perubahan yang dilakukan

Penelitian evidence based practice terkait perawatan luka modern metode MWH
dengan metcovazin yang terbukti efektif dalam penyembuhan luka kaki diabetic
menjadi dasar bagi perawat dalam melakukan perubahan dimana sebelumnya
perawatan luka menggunakan metode konvensional diubah ke metode MWH.
Dengan tahapan perubahan :

1. Sosialiasi / Pelatihan / Workshop tekhnik Moist wound healing metode


MWH kepada tenaga kesehatan terkait seperti dokter, perawat, farmasi,
dan bagian manajemen rumah sakit bekerja sama dengan penyedia alkes
dan pemateri yang ahli di bidang perawatan luka.
2. Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung aplikasi perawatan luka
metode MWH seperti mengadakan metcovazin.
3. Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) perawatan luka MWH oleh
komite medik dan komite keperawatan kemudian di sosialisasikan
kembali.
4. Menerapkan SOP perawatan luka MWH di unit terkait berikut evaluasinya
oleh komite medik dan komite keperawatan.
5. Perawat di unit terkait melakukan sosialisasi pada keluarga pasien dengan
luka kaki diabetic sebelum pasien pulang (Discharge Planning)

3.4 Kriteria evaluasi keberhasilan program

1. Tindakan perawatan luka sudah dilakukan sesuai dengan Standar Operasional


Prosedur (SOP) perawatan luka MWH.

2. Pemendekkan lama hari rawat pasien dengan kasus luka kaki diabetik.

3. Kepuasan pasien meningkat.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
Prinsip balutan moderen dan balutan konvensional sama yaitu menjaga
kelembaban, kehangatan dan mencegah dari trauma. Namun balutan
konvensional kurang dapat menjaga kelembaban karena NaCl akan
menguap sehingga kasa menjadi kering. Kondisi kering menyebabkan
kasa lengket pada luka sehingga mudah terjadi trauma ulang. Kekurangan
cairan normal saline NaCl dan balutan kasa dalam menjaga kelembaban
lingkungan luka menyebabkan masa perawatan luka yang lama. Balutan
moderen adalah pilihan yang baik untuk meningkatkan proses
penyembuhan/ perkembangan luka diabetik.

1.2 Saran
1. Bagi Pihak Rumah Sakit
Pihak rumah sakit dalam hal ini pihak-pihak manajemen dan komite
medik, keperawatan dan komite tenaga kesehatan supaya terus
bersinergi dalam memberikan pelayanan yang efektif dan efisien
dengan memperhatikan pelayan berbasis Evidence Based Practice
(EBP) terbaru.
2. Tenaga Kesehatan terutama Perawat
Perawat diharapkan selalu mengupgrade keilmuannya khususnya di
bidang perawatan luka.
Format Pengkajian Luka Bates Jensen

Item Pengkajian
1. Ukuran 1 = Panjang X Lebar < 4cm²
2 = Panjang X Lebar 4 s.d<16 cm²
3 = Panjang X Lebar 16,1 s.d <36cm²
4 = Panjang X Lebar 36,1 s.d < 80cm²
5 = Panjang X Lebar > 80 cm
2. Kedalaman 1 = tidak ada eritema pada kulit yang utuh
2 = hilangnya sebagaian kulit termasuk epidermis dan atau dermis
3 = hilangnya seluruh bagian kulit terjadi kerusakan atau nekrosis pada
subkutan; dapat menembus ke dalam tapi tidak melampaui fasia;
dan atau campuran sebagian dan seluruh kulit hilang dan atau
lapisan jaringan tidak dapat dibedakan dengan jaringan granulasi.
4 = dikaburkan dengan nekrosis
5 = kehilangan seluruh kulit dengan kerusakan yang luas, jaringan
nekrosis atau otot yang rusak, tulang atau struktur penyokong

3. Tepi luka 1 = tidak dapat dibedakan, bercampur, tidak dapat dilihat dengan jelas
2 = dapat dibedakan, batas luka dapat dilihat dengan jelas, berdekatan
dengan dasar luka
3 = dapat dibedakan dengan jelas, tidak berdekatan dengan dasar luka
4 = dapat dibedakan dengan jelas, tidak berekatan dengan batasluka,
bergelombang ke bawah, menebal
5 = dapat dibedakan dengan jelas, fibrotik, berskar atau hyperkeratosis

4.Terowongan 1 = tidak ada terowongan


2 = terowongan < 2 cm dimana saja
3 = terowongan 2-4 cm seluas < 50 % area luka
4 = terowongan 2-4 cm seluas > 50 % area luka
5 = terowongan >4 cm dimana saja
5. Tipe Jaringan 1 = tidak ada jaringan nekrotik
Nekrotik 2 = putih / abu-abu jaringan tidak dapat teramati dan atau jaringan
nekrotikkekuningan yang mudah lepas
3 = jaringan nekrotik kekuningan yang melekat tapi mudah dilepas
4 = melekat, lembut, eskar hitam
5 = melekat kuat, keras, eskar hitam

6. Jumlah 1 = tidak ada jaringan nekrotik


Jaringan 2 = < 25 % permukaan luka tertutup
Nekrotik 3 = 25 % permukaan luka tertutup
4 = > 50 % dan <75% luka tertutup
5 = 75% s. d 100% jaringan luka tertutup

7. Tipe Exudate 1 = tidak ada exudates


2 = berdarah
3 = serosangueneous, encer, berair, merah pucat atau pink
4 = serosa, encer, berair, jernih
5 = purulen, encer atau kental, keruh, kecoklatan/ kekuningan, dengan
atau tanpa bau

8. Jumlah 1 = tidak ada, luka kering


Exudate 2 = sangat sedikit, luka tampak lembab tapi exudates tidak teramati
3 = sedikit
4 = moderat
5 = banyak
9. Warna kulit 1 = pink atau warna kulit normal setiap etnis
sekitar luka 2 = merah terang dan atau keputihan biladisentuh
3 = putih atau abu-abu pucat atau hipopigmentasi
4 = merah gelap atau ungu dan atau tidak pucat
5 = hitamatauhiperpigmentasi

10. Edema 1 = tidak ada pembengkakan atau edema


Perifer /tepi 2 = tidak ada pitting edema sepanjang< 4 cm sekitar luka
Jaringan 3 = tidak ada pitting edema sepanjang ≥4 cm sekitar luka
4 = pitting edema sepanjang< 4 cm sekitar luka
5 = krepitus dan atau pitting edema sepanjang> 4 cm sekitar luka

11. Indurasi 1 = tidak ada indurasi


Jaringan Perifer 2 = indurasi < 2 cm sekitar luka
3 = indurasi 2-4 cm seluas < 50% sekitar luka
4 = indurasi 2-4 cm seluas ≥ 50% sekitar luka
5 = indurasi > 4cm di mana saja pada luka
12. Jaringan 1 = kulit utuh atau luka pada sebagian kulit
Granulasi 2 = terang, merah seperti daging; 75% s.d 100% luka terisi granulasi
dan atau jaringan tumbuh berlebih
3 = terang, merah seperti daging; <75% dan> 25% luka terisi granulasi
4 = pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan atau luka ≤ 25 % terisi
granulasi
5 = tidak ada jaringan granulasi

13. Epitelisasi 1 = 100 % luka tertutup, permukaan utuh


2 = 75 % s.d 100 % luka tertutup dan atau terdapat jaringan epitel
meluas sepanjang > 0,5 cm pada permukaan luka
3 = 50 % s.d 75% luka tertutup dan atau terdapat jaringan epitel meluas
sepanjang < 0,5 cm pada permukaan luka
4 = 25 % s.d 50 % luka tertutup
5 = < 25 % luka tertutup
Total Skor

Rentang Status Luka

1 5 10 13 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

JaringanS Regenarasi Degenerasi


ehat Luka Luka

Plotkan total skor pada rentang status luka dan beri tanda “X” pada garis danberi
tanggal di bawah garis. Plotkan
DAFTAR PUSTAKA

Affan, Muhammad (2014). Efektifitas terapi topikal terhadap proses


penyembuhan luka kronis di Asri Wound Care Centre Medan. USU
Nadya Putri, dkk. (2017). Proses Penyembuhan Luka Ulkus Diabetikum Dengan
Metode Modern Dressing Di Klinik Maitis Efrans Wound Care, Volume
10. No.
2.http://jurnal.poltekkes-kemenkesbengkulu.ac.id/index.php/jmk/article/
view/336. Diakses pada 20 November 2020

Sri Anggriani, dkk. (2019). Efektifitas Perawatan Luka Modern Dressing Dengan
Metode Moist Wound Healing Pada Ulkus Diabetik Di Klinik Perawatan
Luka Etn Centre Makassar, Volume 10. No.
1.https://core.ac.uk/download/pdf/236405478.pdf. Diakses pada 10 Januari
2020

Anda mungkin juga menyukai