Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI KLINIK
“Epidemiologi Penyakit Menular dan Non Menular
(Penyakit Tidak Menular Hipertensi)”

Dosen Pengampu:
Nia Handayani, S.Tr.Kep. M.KM

Tugas ini disusun Untuk


Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah
Epidemiologi Klinik

Disusun oleh:Kelompok 6 (B6)

Pramudya Wandayani 1911604107 Muhammad Fadhil Askari 1911604112


Nabilla Nur Amaliyah 1911604108 Muhammad Bentara Nanta S 1911604113
Aprimansah 1911604109 Ananda Moh Farid 1911604114
Rahma Nazifah Afriadi 1911604110 Muhammad Naufal Parigi 1911604115
Febiyati Vika Rahmita 1911604111 Rizqy Hakim 1911604116

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab utama
kematian di dunia, yang bertanggung jawab atas 68% dari 56 juta kematian
yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM yang menjadi
masalah kesehatan yang sangat serius saat ini yakni hipertensi (Triyanto,
2014). Menurut WHO (2013) hipertensi bertanggung jawab setidaknya 45%
dari kematian akibat penyakit jantung (total mortalitas penyakit jantung
iskemik dan 51% kematian akibat stroke). Hipertensi merupakan penyakit
tidak menular, penyakit degeneratif ini banyak terjadi dan mempunyai
tingkat mortalitas yang cukup tinggi serta mempengaruhi kualitas hidup dan
produktifitas seseorang.
Berdasarkan data World Health Organisation (2013) dari 50%
penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan,
dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Tiap tahunnya, 7 juta orang di
seluruh dunia meninggal akibat hipertensi. Masalah kesehatan global terkait
hipertensi menyebabkan biaya kesehatan yang tinggi. Dua pertiga hipertensi
hidup di negara miskin dan berkembang.
Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di
Indonesia yakni sebesar 25,8% (Kemenkes, 2014). hipertensi esensial di
Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 554.771 kasus (67,57%) lebih rendah
dibanding tahun 2011 sebesar 72,13% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2012).
Salah satu penyebab hipertensi yakni kebiasaan merokok. Zat nikotin
yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan epinefrin yang dapat
menyebabkan terjadinya penyempitan dinding arteri. Zat lain dalam rokok
diantaranya yakni karbon monoksida (CO) yang mengakibatkan jantung akan
bekerja lebih berat untuk memberi cukup oksigen sel-sel tubuh. Rokok
menyebabkan kenaikan tekanan darah yang berperan membentuk
arterosklerosis dengan meningkatkan penggumpalan sel-sel darah (Wijaya
dan Putri, 2013).
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria lebih
banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio
sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk
kenaikan tekanan darah diastolik. Hal ini disebabkan pria memiliki gaya
hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan
dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi
pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadi hipertensi pada
wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor
hormonal. Menurut hasil penelitian Pradetyawan (2014) ada hubungan jenis
kelamin dengan kejadian hipertensi (p=0,033). Nilai Odd Ratio sebesar 0,272
berarti bahwa responden dengan jenis kelamin perempuan mempunyai
kemungkinan mengalami hipertensi 0,272 kali lebih besar daripada
responden dengan jenis kelamin laki-laki (Pradetyawan (2014).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari


makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apa Pengertian Hipertensi?
b. Apa Saja Klasifikasi dari Hipertensi?
c. Bagaimana Epidemiologi dari Hipertensi?
d. Bagaimana Patofisiologi Hipertensi?
e. Bagaimana Etiologi Hipertensi?
f. Apa saja Faktor Resiko Hipertensi?
g. Apa saja Tanda dan Gejala Hipertensi?
h. Bagaimana Mekanisme Hipertensi?
i. Bagaimana Penatalaksanaan Hipertensi?
j. Apa saja Komplikasi Hipertensi?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hipertensi


Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan
peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013; Ferri,
2017). Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis
penyakit yang mematikan di dunia dan faktor risiko paling utama terjadinya
hipertensi yaitu faktor usia sehingga tidak heran penyakit hipertensi sering
dijumpai pada usia senja/ usia lanjut (Fauzi, 2014), sedangkan menurut Setiati
(2015), hipertensi merupakan tanda klinis ketidakseimbangan hemodinamik
suatu sistem kardiovaskular, di mana penyebab terjadinya disebabkan oleh
beberapa faktor/ multi faktor sehingga tidak bisa terdiagnosis dengan hanya
satu faktor tunggal (Setiati, 2015).

2.2 Klasifikasi Hipertensi


Menurut Join National Comitten on Detection Evolution and
Treatment of High Blood Pressure VIII dalam Bell et al, (2015)
mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa berusia 18 tahun atau ke
atas sebagai berikut :

Tabel 2.2.1 Klasifikasi Hipertensi

Klasifkasi Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 ≥160 ≥100
(Bell, Twiggs and Olin, 2015).

Mean Arterial Pressure (MAP) adalah hasil rata-rata tekanan darah


arteri yang dibutuhkan untuk sirkulasi darah sampai ke otak. Supaya
pembuluh darah elastis dan tidak pecah, serta otak tidak mengalami
kekurangan oksigen/ normal, MAP yang dibutuhkan yaitu 70-100 mmHg.
Apabila < 70 atau > 100 maka tekanan darah rerata arteri itu harus
diseimbangkan yaitu dengan meningkatkan atau menurunkan tekanan darah
pasien tersebut (Wahyuningsih, 2016; Baird, 2016).

Rumus menghitung MAP :

Sistol+ 2 ( diastol )
MAP=
3

Hipertensi juga dapat dikategorikan berdasarkan MAP (Mean Arterial


Pressure).Rentang normal MAP adalah 70-100 mmHg (Wahyuningsih, 2016;
Hamilton, 2017).

Tabel 2.2.2 Kategori Hipertensi berdasarkan MAP merujuk pada


JNC VIII (2014)

Kategori Nilai MAP


Normal <93
Pre hipertensi 93-105
Hipertensi stage 1 106-119
Hipertensi stage 2 120 atau >120
Hipertensi Krisis 133 atau >133
(Wahyuningsih, 2016 ; Hamilton, 2017).

2.3 Epidemiologi Hipertensi


Prevalensi hipertensi diperkirakan terus meningkat, dan diprediksi
pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa diseluruh dunia menderita
hipertensi, sedangkan di Indonesia angkanya mencapai 31,7%. Hipertensi
dikenal juga dengan tekanan darah tinggi dan sering disebut sebagai “silent
killer” karena terjadi tanpa tanda dan gejala, sehingga penderita tidak
mengetahui jika dirinya terkena hipertensi. Hasil penelitian mengungkapkan
sebanyak 76,1% tidak mengetahui dirinya mengalami hipertensi
(KEMENKES, 2013 dalam Hermanto, 2014).

2.4 Patofisiologis Hipertensi

Hipertensi terjadi karena adanya perubahan pada struktur dan fungsi


sistem pembuluh darah perifer yang bertanggung jawab atas perubahan
tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, yaitu suatu keadaan
dimana hilangnya elastisitas jaringan ikat dan menurunnya relaksasi otot polos
pembuluh darah sehingga mengakibatkan penurunan kemampuan daya regang
dan distensi pembuluh darah. Hal ini menyebabkan aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi sistema darah yang
dipompa jantung sehingga tekanan darah dan nadi istirahat menjadi tinggi
(Smeltzer & Bare, 2002 dalam Dwi, 2015).
Mekanisme pengaturan konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada sistem otak.Pusat vasomotor bermula 18
pada saraf simpatis yang berlanjut ke arah bawah menuju korda spinalis dan
keluar melalui kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis yang berada di
toraks dan abdomen.Rangsangan dari pusat vasomotor bergerak ke bawah
ganglia simpatis dalam bentuk impuls yang bergerak melalui saraf
simpatis.Pada titik ini posisi neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dengan
dilepaskannya norepinefrin bermanifestasi pada berkonstriksinya pembuluh
darah.Respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor dapat
dipengaruhi oleh berbagai macam sistem seperti rasa cemas dan takut.Pada
waktu yang bersamaan, respon rangsangan emosi menstimulasi sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah dan kelenjar adrenal yang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medula adrenal mensekresi
epinefrin kemudian menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, begitu juga
dengan korteks adrenal yang mensekresi kortisol dan steroid yang
memperkuat efek vasokonstriksi pada pembuluh darah (Handayani, 2014).
Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan penurunan aliran darah
ke ginjal yang menyebabkan pelepasan renin.Renin kemudian merangsang
pembentukan angiotensin I lalu diubah menjadi angiotensin II.Angiotensin II
merupakan vasokonstriktor kuat yang merangsang sistem sekresi oleh korteks
adrenal.Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal
menyebabkan peningkatan volume intravaskular.Keadaan diatas itulah yang
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Handayani, 2014).
Jika ditinjau dari pertimbangan gerontologis, hipertensi dapat
dihubungkan dengan perubahan struktur dan fungsional sistem pembuluh
darah perifer yang bertanggung jawab atas perubahan tekanan darah pada
lanjut usia. Perubahan tekanan darah pada lanjut usia dapat disebabkan karena
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot
polos pada pembuluh darah, keadaan ini menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya
kemampuan arteri dan aorta dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung yang mengakibatkan terjadinya penurunan curah
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2002 dalam
Handayani, 2014).

Umur

Degenerasi atau
penebalan dinding arteri

Cardiac Outut↑

Tahanan Perifer

Kondisi ini berjalan cukup lama

Hipertensi
Bagan 2.4.1 Patofisiologi Hipertensi(Sumber : Widyaningrum, 2012)

2.5 Etiologi Hipertensi


Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi
terbagi atas dua bagian, yaitu :

a. Hipertensi Primer (Esensial)


Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi dewasa antara
90% - 95%.Hipertensi primer, tidak memiliki penyebab klinis yang dapat
diidentifikasi, dan juga kemungkinan kondisi ini bersifat multifaktor
(Smeltzer, 2013; Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014).
Hipertensi primer tidak bisa disembuhkan, akan tetapi bisa dikontrol
dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini, faktor genetik mungkin berperan
penting untuk pengembangan hipertensi primer dan bentuk tekanan darah
tinggi yang cenderung berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun
(Bell, Twiggs, & Olin, 2015).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan tekanan darah
dan disertai penyebab yang spesifik, seperti penyempitan arteri renalis,
kehamilan, medikasi tertentu, dan penyebab lainnya.Hipertensi sekunder
juga bisa bersifat menjadi akut, yang http://repository.unimus.ac.id 12
menandakan bahwa adanya perubahan pada curah jantung (Ignatavicius,
Workman, & Rebar, 2017).

2.6 Faktor Risiko Hipertensi


Faktor risiko hipertensi dbagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor yang
tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak
dapat diubah antara lain umur, jenis kelamin, dan genetik. Faktor risiko yang
dapat diubah antara lain kebiasaan merokok, konsumsi serat, stres, aktivitas
fisik, konsumsi garam, 11 kegemukan, kebiasaan konsumsi alkohol dan
dislipidemia (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

2.7 Tanda dan GejalaHipertensi


Tanda dan gejala hipertensi Sebagian besar penderita hipertensi tidak
menampakkan gejala hingga bertahun-tahun. Gejala yang paling sering
muncul pada pasien hipertensi jika hipertensinya sudah bertahun-tahun dan
tidak diobati antara lain seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak
nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur, serta mengalami penurunan
kesadaran (Nurarif, 2015).

2.8 Mekanisme Hipertensi


Mekanisme terjadinya hipertensi Mekanisme yang mengontrol
kontriksi dan relaksasi pembuluh darah dimulai dari jaras saraf simpatis yang
berada dipusat vasomotor medula spinalis.Jaras saraf simpatis dari medula
spinalis berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis
menuju ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
disampaikan ke ganglia simpatis melalui impuls yang kemudian neuron
preganglion mengeluarkan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah. Pelepasan norepinefrin akan menyebabkan
terjadinya kontriksi pembuluh darah (Price & Wilson, 2013).

Saraf simpatis sebagai perangsang pembuluh darah sebagai respon


terhadap emosi, juga mengakibatkan tambahan pada aktivitas
vasokonstriksi.Medula adrenal mengeluarkan epinefrin, kortisol, dan steroid
lainnya yang menyebabkan vasokonstriks.Vasokonstriksi merangsang
pengeluaran renin akibat penurunan aliran darah ke ginjal. Sekresi renin akan
merangsang pelepasan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angitensin II dan merangsang korteks adrenal mengeluarkan aldosteron.
Hormon aldosteron akan menyebabkan retensi natrium 12 dan air oleh tubulus
ginjal sehingga meningkatkan volume intravaskular (Price & Wilson, 2013).

2.9 Penatalaksanaan Hipertensi


Penatalaksanaan hipertensi Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi
dua yaitu penetalaksanaan dengan terapi farmakologis dan non farmakologis.

a. Terapi farmakologis
Berbagai penelitian klinis membuktikan bahwa, obat anti hipertensi
yang diberikan tepat waktu dapat menurunkan kejadian stroke hingga 35-
40 %, infark miokard 20-25 %, dan gagal jantung lebih dari 50 %. Obat-
obatan yang diberikan untuk penderita hipertensi meliputi diuretik,
angiotensin-converting enzyme (ACE), Beta-blocker, calcium channel
blocker (CCB), dll. Diuretik merupakan pengobatan hipertensi yang
pertama bagi kebanyakan orang dengan hipertensi (Kementerian
Kesehatan RI, 2013).
b. Terapi non farmakologis
1) Makan gizi seimbang
Pengelolaan diet yang sesuai terbukti dapat menurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi.Manajemen diet bagi penderita hipertensi
yaitu membatasi gula, garam, cukup buah, sayuran, makanan rendah
lemak, usahakan makan ikan berminyak seperti tuna, makarel dan salmon
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
2) Mengurangi berat badan
Hipertensi Hipertensi erat hubungannya dengan kelebihan berat
badan.Mengurangi berat badan dapat menurunkan tekanan darah karena
mengurangi kerja jantung dan volume sekuncup (Aspiani, 2015). Penderita
hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas) dianjurkan
untuk menurunkan berat badan hingga mencapai IMT normal 18,5 – 22,9
kg/m2 , lingkar pinggang <90 untuk laki-laki dan <80 untuk perempuan
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).
3) Olahraga yang teratur
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang dan bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kinerja
jantung (Aspiani, 2015). Senam aerobic atau jalan cepat selama 30-45
menit lima kali perminggu dapat menurunkan tekanan darah baik sistole
maupun diastole. Selain itu, berbagai cara relaksasi seperti meditasi dan
yoga merupakan alternatif bagi penderita hipertensi tanpa obat
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
4) Berhenti Merokok
Berhenti merokok dapat mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karenan asap rokok yang mengandung zat-zat kimia beracun
seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok dapat
menurunkan aliran dara ke bebagai organ dan meningkatkan kerja jantung
(Aspiani, 2015).
5) Mengurangi konsumsi alkohol
Mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunan tekanan darah
sistolik.Sehingga penderita hipertensi diupayakan untuk menghindari
konsumsi alkohol (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
6) Mengurangi stres
Stres dapat memicu penurunan aliran darah ke jantung dan
meningkatkan kebutuhan oksigen ke berbagai organ sehingga
meningkatkan kinerja jantung, oleh karena itu dengan mengurangi stres
seseorang dapat mengontrol tekanan darahnya (Nurahmani, 2012).

2.10 Komplikasi Hipertensi


Tekanan darah yang tidak terkontrol dan tidak segera diatasi dalam
jangka panjang akan mengganggu pembuluh darah arteri dalam mensuplai
darah ke organorgan diantaranya jantung, otak, ginjal dan mata. Hipertensi
yang tidak terkontrol berakibat komplikasi pada jantung meliputi infark
jantung dan pembesaran ventrikel kiri dengan atau tanpa payah
jantung.Hematuria (urine yang disertai darah) dan oliguria (kencing sedikit)
merupakan komplikasi hipertensi pada ginjal.Komplikasi hipertensi juga
dapat terjadi pada mata berupa retinopati hipertensi.Stroke dan euchephalitis
merupakan penyakit yang terjadi pada organ otak sebagai akibat hipertensi
yang tidak ditangani dalam waktu lama (Wijaya & Putri, 2013).

BAB III
PEMBAHASAAN

3.1 Kasus
Penyakit tidak menular (PTM) saat ini menjadi banyak di
perbincangkan. Salah satu Penyakit tidak menular (PTM) adalah Hipertensi.
Hipertensi cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di
hitung dari tahun 2013 hingga tahun 2018 mengalami peningkatan yang
besar yaitu pada tahun 2013 penderita hipertensi yang tercatat sebesar 25.8%
dan pada tahun 2018 mengalami kenaikan menjadi 34.1%. Dari data yang di
peroleh, Bali termasuk 10 provinsi terbanyak penderita hipertensi (Riskesdas,
2018).Penderita hipertensi di dunia saat ini diperkirakan mencapai lebih dari
800 juta orang.Sebanyak 10-30% dari jumlah penduduk dewasa hampir di
setiap Negara. Berdasarkan data Lancet (dalam McMarthy, 2010).
Masalah yang umumnya muncul pada pasien hipertensi yaitu dapat
menyebabkan penurunan curah jantung, nyeri, asnietas dan bisa
menyebabkan banyak komplikasi penyakit.Prawesti, (2012) menemukan
dengan hasil lebih dari 50% responden mengalami ansietas yaitu 16
responden (55%).Komplikasi Hipertensi dialami lebih dari 50% responden
yang diuji yatu 18 responden (60%).Peningkatan tekanan darah sering
dijumpai pada orang yang memiliki banyak pikiran, memiliki kecemasan
berlebih dan tidak bisa mengatur emosi.Hipertensi juga dapat menyebabkan
kecemasan dan emosi sulit terkendali. Kati, Opod, dkk, (2018), melakukan
penelitian dengan mengambil sampel sebanyak 78 orang dengan hasil
sebanyak 10 responden (12,8%) tidak memiliki kecemasan, 23 responden
(29,5%) memiliki kecemasan ringan, 20 responden (25,6%) memiliki
kecemasan sedang, 21 responden (26,9%) memiliki kecemasan berat, dan 4
responden (5,1%) memiliki kecemasan berat sekali. Kematian di dunia
dilaporkan bahwa sekitar 51% dari jumlah kematian disebabkan oleh
hipertensi atau dapat dikalkulasikan sebanyak 900 juta jiwa yang mengalami
hipertensi dalam setiap tahunnya (World Health Organization, 2017).

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan
peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Prevalensi hipertensi diperkirakan terus meningkat, dan diprediksi pada
tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa diseluruh dunia menderita hipertensi,
sedangkan di Indonesia angkanya mencapai 31,7%.
Hipertensi terjadi karena adanya perubahan pada struktur dan fungsi
sistem pembuluh darah perifer yang bertanggung jawab atas perubahan
tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, yaitu suatu keadaan
dimana hilangnya elastisitas jaringan ikat dan menurunnya relaksasi otot polos
pembuluh darah sehingga mengakibatkan penurunan kemampuan daya regang
dan distensi pembuluh darah. Hal ini menyebabkan aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi sistema darah yang
dipompa jantung sehingga tekanan darah dan nadi istirahat menjadi tinggi.

Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi


terbagi atas dua bagian, yaitu :hipertensi primer (Esensial) dan hipertensi
sekunder. Faktor risiko hipertensi dbagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor yang
tidak dapat diubah (umur, jenis kelamin, dan genetic) dan faktor yang dapat
diubah (kebiasaan merokok, konsumsi serat, stres, aktivitas fisik, konsumsi
garam, 11 kegemukan, kebiasaan konsumsi alkohol dan dyslipidemia).

Gejala yang paling sering muncul pada pasien hipertensi antara lain
seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan
menjadi kabur, serta mengalami penurunan kesadaran.

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Y. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. (EGC, Ed.). Jakarta.
Bare & Smeltzer.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddart
(Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC.
Dinas kesehatan provinsi jawa tengah. 2012. Buku profil kesehatan kabupaten
jawa tengah tahun 2012. Semarang : Dinas kesehatan.
Ignatavicius, Workman, & Rebar. 2017. Medical Surgical Nursing: Concepts For
Interprofessional Collaborative Care (9th ed.). St. Louis : Elsevier, Inc.
Kemenkes RI. Hipertensi. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian
kesehatan RI. 2014; (Hipertensi):1-7.
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes Ri.

Nurrahmani, Ulfah. 2012. Stop Hipertensi. Yogyakarta : Familia.

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. 2011.
Medical-Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical
Problems, 8th Edition. United States of America: Elsevier Mosby.

Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher. 2014. Medical Surgical Nursing.


Assessment And Management Of Clinical Problems (9th ed.). St. Louis :
Elsevier Mosby.

Price, S.A., Wilson, L.M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.

Worl Organization Health. A global brief on Hypertension: silent killer, global


public health crises (World Health Day 2013). Geneva: WHO. 2013.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai