Anda di halaman 1dari 14

HIPERTENSI

I. PENDAHULUAN

1. Latarbelakang

Hipertensi merupakan penyakit dominan dengan angka mortalitas dan morbiditas yang

tinggi. Perkembangan penyakit hipertensi yang berjalan perlahan dan terkadang tidak

menampakkan gejala membuat masyarakat tidak menyadari bahwa penyakit ini dapat

menimbulkan dampak yang sangat berbahaya seperti jantung, stoke bahkan kematian.

Oleh karena itu, penyakit ini disebut juga sebagai the silent killer (Dalimartha, 2008).

Hipertensi merupakan kondisi yang sering terjadi pada usia lebih dari 30 tahun.

Insiden penyakit ini meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini dikarenakan

kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun

sehingga kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya

kontraksi dan volumenya (Kadulli, 2012).

Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia. Meningkatnya

umur harapan hidup membuat jumlah lansia bertambah tiap tahunnya. Menurut Direktur

Bina Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan (Viora dikutip Sufa, 2013), mengatakan pada

2014 umur harapan hidup masyarakat Indonesia rata-rata akan mencapai 72 tahun.

Sebelumya pada 2004, umur harapan hidup hanya kisaran 66,2 tahun. Peningkatan usia

tersebut sering diikuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah kesehatan

lain dalam kelompok ini. Penyakit degeneratif yang banyak di jumpai pada kelompok

lansia salah satuya adalah hipertensi (Abdullah,2005 dikutip Kadulli, 2012).

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setalah stoke dan tuberculosis,

yakni mencapai 6,7 % dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes RI,

2010). Pada lansia hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk stoke dan gagal

jantung korener yang dapat menyebabkan kematian. Menurut WHO 2012, hipertensi
menyebabkan sekitar 51 % dari kematian akibat stroke dan 45% dari penyakit jantung

koroner (Muhammad, 2014). Untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas serta

mengontrol tekanan darah, perlu dilakukan penatalaksanaan pada penderita hipertensi

secara farmakologi dan nonfarmakologi.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi adalah faktor genetik, umur, jenis

kelamin, obesitas,asupan garam, kebiasaan merokok dan aktifitas fisik. Individu dengan

riwayat keluarga hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita

hipertensi. Hipertensi meningkat seiring bertambhanya usia, dan pria memiliki resiko

lebih tinggi untuk menderita hipertensi awal. Obesitas juga dapat meningkatkan kejadian

hipertensi. Asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran kelebihan dari

hormon natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah.

Kebiasaan merokok berpengaruh dalam meningkatkan resiko hipertensi walauun

mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti (armilawaty,& ridwan,

2007)

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap

narapidana anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Di Indonesia Seluruh Lembaga

Pemasyarakatan mengalami over kapasitas penghuni. Khususnya Lapas Narkotika Muara

Beliti dengan Kapasitas penghuni 289 Orang namun sekarang berisi 718 Orang dengan

tingginya penghuni lapas ini dapat meningkatkan faktor resiko para penghuninya untuk

terkena hipertensi.

Berdasarkan pertimbangan di atas, penulis memutuskan untuk membuat makalah

tentang hipertensi dan bagaimana penanganannya terutama di Lapas Narkotika Kelas IIA

Muara Beliti.
2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang

penyakit hipertensi dan bagaimana penanganannya di Lapas Narkotika Kelas IIA

Muara Beliti.

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian hipertensi

2. Mengetahui Etiologi Hipertensi

3. Mengetahui Klasifikasi Hipertensi

4. Mengetahui Patofisiologi Hipertensi

5. Mengetahui Manifestasi Klinis Hipertensi

6. Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Hipertensi

7. Mengetahui Komplikasi Hipertensi

8. Mengetahui hipertensi di Lapas Narkotika Kelas IIA Muara Beliti


II. PEMBAHASAN

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditandai dengan tekanan

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi 90 mmHg secara terus

menerus lebih dari satu periode (Mujahidullah, 2012; Udjianti, 2011).

Menurut WHO tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg,

sedangkan hipertensi adalah tekanan darah ≥ 160/95. Tekanan darah diantara normal

dan hipertensi disebut borderline hypertension. Batasan ini tidak membedakan usia

dan jenis kelamin (Udjianti, 2011).

2. Etiologi Hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya diklasifikasikan menjadi 2 tipe (Ardiansyah,

2012), yaitu:

a. Hipertensi primer

Hipertensi primer atau hipertensi essensial adalah hipertensi yang 90% tidak

diketahui penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor yang diperkirakan berkaitan

dengan berkembangnya hipertensi ini diantaranya adalah genetik, jenis kelamin

dan usia, diet, berat badan/obesitas serta gaya hidup merokok dan konsumsi

alkohol.

b. Hipertensi sekunder (5-10%)

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya diketahui,

biasanya disebabkan seseorang mengalami/menderita penyakit lain. Beberapa

gejala atau penyakit yang menyebabkan hipertensi jenis ini antara lain:

penyempitan aorta congenital, penyakit parenkim dan vascular ginjal, penggunaan


kontrasepsi hormonal (estrogen), gangguan endokrin, kegemukan, stress,

kehamilan, luka bakar, peningkatan volume intravascular dan merokok.

3. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2011):

a. Pria usia <45 tahun dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah pada waktu

berbaring ≥ 130/90 mmHg

b. Pria usia > 45 tahun dinyatakan hipertensi bila tekanan darahnya > 145/95 mmHg

c. Pada wanita tekanan darah ≥ 160/95 mmHg dinyatakan hipertensi

Table 2.1

Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup: perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥180 ≥110
Hipertensi sistol terisolasi ≥140 <90
Sub grup: perbatasan 140-149 <90
(Sumber: Andriyani, 2012: 18)

4. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di

pusat vasomotor pada medulla di otak. Jaras saraf simpatis yang bermula dari pusat

vasomotor ini, berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla

spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan lewat impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke

ganglia simpatis, selanjutnya neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan


dilepaskannya norefinefrin akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah (Smeltzer

& Bare, 2002).

Pada saat bersamaan system saraf simpatis merangsang pembuluh darah, kelenjar

adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula

adrenal meseksekresi efinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal

mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriksi

pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal

(Smeltzer & Bare, 2002). Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak

pada substrat protein plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah

oleh converting enzym dalam paru menjadi angiotensin II kemudian menjadi

nagiotensin III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasikontriktor yang kuat pada

pembuluh darah dan merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron.

Aldosteron sangat bermakna dalam hipertensi terutama pada aldosteronisme primer.

Angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau penghambat pada ekskresi

garam (Na) melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Hal ini mengakibatkan

peningkatan tekanan darah (Udjianti, 2011)

Skema 2.1
Patofisiologi Hipertensi

Faktor predisposisi & Presipitasi Hipertensi

Mengubah penampang arteri Pusat vasomotor di medula otak

Afterload Sel saraf simpatis

Vasokontriksi p. darah Pembuluh darah


Aliran darah ke ginjal Tahanan perifer
Kelenjar adrenal

Renin
Epinefrin

Angiotensin I

Angiotensin II

Angiotensin III

Tekanan darah

Aldosteron

Retensi Na & H2O

Volume intravaskuler
(Smeltzer & Bare, 2002; Udjianti, 2011)

5. Manifestasi Klinis Hipertensi

Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun-

tahun, dan berupa (Corwin, 2009):

a. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan darah intrakranium.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.

c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat

d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hipertensi


Menurut Potter dan Perry (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi

adalah:

a. Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin meningkatnya pembuluh darah.

Hal ini disebabkan karena perubahan struktur pembuluh darah besar,

mengakibatkan lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi

lebih kaku, sehingga terjadi peningkatan pada tekanan darah.

b. Stres

Stres dapat mengakibatkan stimulasi simpatis yang meningkatkan frekuensi

denyut jantung, curah jantung dan resistensi vaskuler. Efek simpatis inilah yang

menyebabkan peningkatan tekanan darah.

c. Etnik

Insiden hipertensi pada ras Afrika Amerika lebih tinggi dibandingkan

keturunan Eropa. Faktor genetic dan lingkungan adalah faktor yang mempengaruhi

kejadian ini.

d. Jenis kelamin

Pada remaja pria dan wanita tidak ada perbedaan tekanan darah yang berarti.

Pria cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibanding wanita setelah

pubertas.

Menurut Ardiansyah (2012) wanita berisiko lebih tinggi untuk mengalami

hipertensi setelah menopause.

e. Variasi harian

Tekanan darah akan lebih tinggi bila diukur pada siang hari antara pukul

10.00-18.00. Pada malam dan pagi hari tekanan darah cenderung lebih rendah.
f. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan bisa dikaitkan dengan hipertensi sekunder. Obat

pencegah kehamilan, steroid, obat anti infeksi dapat meningkatkan tekanan darah

serta beberapa jenis obat dapat meningkatkan kadar insulin. Dalam kadar tinggi

insulin dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.

g. Aktivitas dan berat badan

Peningkatan kebutuhan oksigen saat beraktivitas akan meningkatkan tekanan

darah. Bila berat badan meningkat, beban kerja jantung juga meningkat, sehingga

meningkatkan resiko terjadinya hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume

darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang

tidak obesitas.

h. Merokok

Merokok akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah, sehingga saat

seseorang merokok tekanan darahnya akan meningkat.

7. Komplikasi Hipertensi

Menurut Ardiansyah (2012), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita

hipertensi adalah:

a. Stroke

Stroke dapat timbul akibat perdarahan karena tekanan tinggi di otak atau akibat

embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Pada hipertensi kronis stroke dapat

terjadi apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan

menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya menjadi

berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah,

sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

b. Infark Miokardium
Infark miokardium dapat terjadi apabila arteri koroner yang mengalami

arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila

terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh

tersebut. Saat seseorang menderita hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel,

kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi sehingga terjadi iskemia

jantung yang menyebabkan infark. Hipertrofi ventrikel juga dapat menimbulkan

perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel, sehingga

terjadi disritmia, hipoksia jantung dan peningkatan risiko pembentukan bekuan

darah.

c. Gagal Ginjal

Kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler glomerulus

dapat menyebabkan gagal ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan

mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, neuron akan terganggu dan dapat berlanjut

menjadi hipoksia dan kematian. Rusaknya membrane glomerulus juga

menyebabkan protein keluar melalui urine, sehingga tekanan osmotik koloid

plasma berkurang. Hal ini menyebabkan edema yang sering dijumpai pada

hipertensi kronik.

d. Ensefalopati

Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna

(hipertensi yang meningkat cepat). Ensefalopati dapat menyebabkan koma serta

kematian karena kolapsnya neuron-neuron si saraf pusat. Hal ini terjadi karena

tekanan yang sangat tinggi akibat kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan

kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang interstisium di seluruh susunan saraf

pusat.

8. HIPERTENSI DI LAPAS NARKOTIKA KELAS IIA MUARA BELITI


Penatalaksanaan hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan mortalitas serta

mengontrol tekanan darah di bawah 140/90 mmHg (Muttaqin, 2012).

Lapas Narkotika Kelas IIA Muara Beliti yang saat ini berpenghuni 718 Orang.

Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan bulanan kesehatan dan perawatan tahun

2020 terdapat sebanyak 36 Orang yang mengalami sakit hipertensi. Angka yang cukup

tinggi tersebut menjadi perhatian khusus bagi tenaga kesehatan. Sehingga dilakukan

penanganan khusus penderita hipertensi dengan menggabungkan terapi farmakologi

dan nonfarmakologi.

Menurut Ardiansyah (2012), penatalaksanaan hipertensi secara farmakologi dan

nonfarmakologi adalah sebagai berikut:

a. Farmakologi

Terapi obat pada penderita hipertensi dimulai dengan salah satu obat berikut:

1. Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg perhari dengan dosis tunggal ada pagi hari

2. Reserpin 0,1-0,25 mg sehari sebagai dosis tunggal.

3. Propanolol mulai dari 10mg dua kali sehari yang dapat dinaikkan 20 mg dua

kali sehari (kontraindikasi untuk penderita asma).

4. Kaptopril 12,5-25 mg sebanyak dua sampai tiga kali sehari (kontraindikasi

pada kehamilan dan penderita asma)

5. Nifedipin mulai dari 5 mg dua kali sehari, bisa dinaikkan 10 mg dua kali sehari

b. Nonfarmakologi

Langkah awal biasanya adalah dengan mengubah pola hidup penderita, yakni

dengan cara :

1. Menurunkan berat badan sampai batas ideal.

2. Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar

kolesterol darah tinggi.


3. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6

gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,

magnesium dan kalium yang cukup).

4. Mengurangi konsumsi alcohol.

5. Berhenti merokok.

6. Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat (penderita hipertensi esensial tidak

perlu membatasi aktivitas selama tekanan darahnya terkendali)

7. Latihan dan relaksasi (Muttaqin, 2012). Terapi komplementer yang dapat

menimbulkan efek relaksasi antara lain adalah masase kaki dengan

menggunakan aroma terapi (lavender) (Ramadhani, 2011) dan terapi relaksasi

nafas dalam (Trisna, 2012).

Penderita hipertensi di Lapas Narkotika Kelas IIA Muara Beliti mendapatkan

terapi farmakologi berupa kaptopril. Sedangkan untuk terapi nonfarmakologi

biasanya perawat mengajarkan latihan dan relaksasi nafas dalam serta masase kaki.

Selain itu perawat juga akan mengan jurkan untuk berhenti merokok dan olahraga

teratur.
III. PENUTUP

1. Kesimpulan

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditandai dengan tekanan

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi 90 mmHg secara

terus menerus lebih dari satu periode.

Faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi adalah usia, jenis kelamin, etnik,

stres, obat-obatan, aktivitas dan berat badan, dan merokok. Penatalaksanaan

hipertensi dapat dilakukan secara farmakologi dan nonfarmakologi. Di Lapas

Narkotika Kelas IIA Muara Beliti mendapatkan terapi farmakologi berupa

kaptopril. Sedangkan untuk terapi nonfarmakologi biasanya perawat mengajarkan

latihan dan relaksasi nafas dalam serta masase kaki. Selain itu perawat juga akan

mengan jurkan untuk berhenti merokok dan olahraga teratur.

2. Saran

Diharapkan dapat diadakan terapi farmakologi dan nonfarmakologi yang

lainnya yang dapat di terapkan di Lapas Narkotika Kelas IIA Muara Beliti, seperti

dengan meminum rumpang atau sayuran yang dapat menurunkan tekanan darah

sehingga tekanan darah pasien dapat terkontrol.


Daftar Pustaka

Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.

Dalimartha, S. 2008. Care Your Self Hipertension. Jakarta: Penebar Plus.

Hanifa, A. (2011). Prevelensi Hipertensi Sebagai Penyebab penyakit ginjal kronik.

Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21480/5/chapter%20I.pdf. di unduh 13 desember

2013.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:

Salemba Medika

Setiawan, Yahmin. (2012). Olahraga Untuk Lansia. http://www.lkc.or.id/ 2012/ 05/22/olahraga-

untuk-lansia/, diakses 16 Desember 2020.

Udjianti, Wajan. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai