Anda di halaman 1dari 5

III.

AKHLAK

AKHLAK DALAM BERGAUL


A. Akhlak
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keluhuran budi pekerti dan akhlak
mulia. Segala sesuatu yang semestinya dilakukan dan segala sesuatu yang semestinya
ditinggalkan diatur dengan sangat rinci dalam ajaran Islam, sehingga semakin banyak orang
mengakui bahwa islam merupakan ajaran agama yang sangat lengkap dan sempurna serta tidak
ada yang terlewatkan sedikit pun.
Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sehingga
setiap manusia dapat hidup secara damai, tenteram, berdampingan, saling memahami,
menghormati, dan menghargai satu sama lain, baik kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah,
kepada sesama atau teman sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya.
Rasulullah saw pernah bersabda:
(‫ي َوُم ْسلِم‬
ُّْ ‫)رَو ُّاهُ اْلاُ َخا ِر‬
َ ‫ق‬ ُُّ ْ‫اََِّّنَا بُعِث‬
ُِّ َ‫ت َّلَُتِ َُّم َم َكا ِرَُّم اَّْلَ ْخًل‬
Artinya: “Aku diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan akhlak terpuji”. (HR. Bukhari
Muslim).
1. Pembagian Akhlak
Islam adalah agama yang sangat mementingkan Akhlak dari pada masalah-
masalah lain. Akhlak terbagi menjadi dua yaitu:
a. Akhlaaqul Mahmudah (Akhlak yang Terpuji)
Yang termasuk akhlaaqul mahmudah: ikhlas, sabar, syukur, khauf (takut kemurkaan
Allah), Roja’ (mengharapkan keridhaan Allah), jujur adil, amanah, tawadhu (merendahkan
diri sesama muslim), bersyukur.
b. Akhlaaqul Madzmumah (Akhlak Tercela)
Yang termasuk akhlaaqul madzmuumah adalah: tergesa-gesa, riya (melakukan sesuatu
dengan tujuan ingin menunjukkan kepada orang lain), dengki (hasad), takabbur
(membesarkan diri), ujub (kagum dengan diri sendiri), bakhil, buruk sangka, tamak dan
pemarah.
2. Ciri-ciri Seseorang yang Memiliki Akhlak dalam Islam
a. Tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu.
b. Akhlaknya mencakup semua aspek kehidupan.
c. Berhubungan dengan nilai-nilai keimanannya, (sesuai surat Al-Maidah ayat 8 )
d. Berhubungan dengan hari kiamat atau tafakur alam.
e. Memandang segala sesuatu dengan fitrah yang benar.
3. Cara Pembentukan Akhlak yang Baik
a. Ilmu yang baik
b. Latihan ibadah, mengurangi maksiat, membentuk lingkungan yg baik,melatih amal atau
kerja kita, bergaul dengan orang soleh, mengambil hal positif dari lingkungan di sekitar
kita.)
4. Alasan pentingnya akhlak dalam islam:
a. Akhlak adalah faktor penentu derajat seseorang
b. Akhlak merupakan buah ibadah
c. Keluhuran akhlak adalah amal terberat di akhirat
d. Lambang kualitas masyarakat
e. Untuk membentuk akhlak yg baik

33
B. Pergaulan
1. Pengertian Pergaulan
Pergaulan berasal dari kata gaul. Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk
bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang
sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di
dunia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Tidak ada manusia
yang sama dimuka bumi ini, semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Manusia memiliki ciri,
sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya
dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah
laku. Allah mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan
kekuasaan-Nya.
2. Etika Pergaulan Menurut Islam
Seorang mukmin dalam menjalankan kehidupannya tidak hanya menjalin hubungan
dengan Allah semata (habluuminallah), akan tetapi menjalin hubungan juga dengan manusia
(habluuminannas). Saling kasih sayang dan saling menghargai haruslah diutamakan, supaya
terjalin hubungan yang harmonis.
Rasulullah Saw bersabda: “Tidak” dikatakan beriman salah seorang di antaramu,
sehingga kamu menyayangi saudaramu, sebagaimana kamu - menyayangi dirimu sendini”.
(HR. Bukhari Muslim).
Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah
menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Tidak ada
perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya kecuali ketakwaannya. Untuk itu, ada
beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim
menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah, yaitu:
a. Ta’aruf atau Saling Mengenal
Ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar
untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat,
kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.
b. Tafahum atau Memahami
Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul
dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia
sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita
dapat memilah siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita
jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh
agama teman dekat kita. Seperti “ seseorang yang bergaul dengan orang shalih ibarat
bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita
bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang
pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan
banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya,
ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada
keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).
c. Ta’awun atau Saling Menolong
Setelah mengenal dan memahami, perlu ditumbuhkan sikap ta’awun (saling
menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri
seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling
menolong dalam kebaikan dan takwa.
Rasullullah SAW telah mengatakan bahwa “bukan termasuk umatnya orang yang tidak
peduli dengan urusan umat Islam yang lainnya”.

34
3. Tata Cara Bergaul Dalam Islam
a. Bergaul dengan Orang Tua dan Guru
Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam pergaulan sehari-hari
adalah memahami dan menerapkan etika atau tata cara bergaul dengan orang tuanya.
Adapun yang dimaksud dengan orang tua, dapat dipahami dalam tiga bagian, yaitu:
1) Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus serta
membesarkan kita (ibu bapak).
2) Orang tua yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang telah diurus
dan dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang menjadi pilihan anaknya
dan disetujuinya. Orang tua ini, lazim disebut dengan “mertua”.
3) Orang tua yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan memahami
pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti hidup, dialah “guru” kita.
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua sangat bergantung pada situasi dan
kondisi, kemampuan, keperluan, perasaan manusiawi, dan adat istiadat setiap masyarakat.
Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai bentuknya, disebut dengan “biruul
walidain”. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga diungkapkan di dalam
bentuk kata ihsan, ma’ruf, dan rahmah.
Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan orangtua merupakan
suatu dosa besar dan wajib untuk selalu menjaga perasaan kedua orangtuanya. Segala
bentuk ucapan, perbuatan, dan isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtua atau salah
satunya merupakan perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan “ah”, “cis”, atau
“uff”, apalagi jika sampai membentaknya. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat
24:
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS. A1-lsra: 24)
Jadi, kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk selalu berbakti kepadanya
dan jangan sedikit pun melukai perasaan mereka, karena Allah tidak akan ridaho kepada
kita.Adapun yang berkaitan dengan orangtua dalam makna yang ketiga, yakni orangtua
dalam arti orang yang telah mengajarkan dan mendidik kita tentang pengetahuan dan
kehidupan. Mereka adalah guru, ustadz, dosen, kyai, dan sebagainya. Sebagai seorang
muslim, kita juga diperintahkan untuk menghormati dan memuliakan mereka.
b. Bergaul dengan yang Lebih Tua
Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban
masing-masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih tua
dari kita. Orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari kita, dapat dikategorikan menjadi 3
(tiga) bagian yaitu:
1) Orang yang umurnya lebih tua atau sudah tua
2) Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannya lebih tinggi, sekali pun bisa jadi
umurnya lebih muda
3) Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih banyak.
Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita bersikap wajar dan
menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib mengingatkan jika mereka
keliru dan berbuat kejahatan, dengan cara-cara yang lebih baik. Kita juga dilarang
memperlakukan mereka secara berlebihan, misalnya terlalu hormat dan tunduk melebihi
apa pun, sekalipun mereka salah. Hal ini sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling
mulia di antara kita bukan umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi
karena kualitas takwanya kepada Allah Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis
Rasulullah saw dalam riwayat Thabrani:
ُ‫ـْنظُُرُّاِ ََلُّق‬
ُّ‫ـلُ ْوبِ ُك ْم َُّواَ ُّْع َمالِ ُك ْم‬ ِ ِ ِ ِ ِ ُ ‫ـْنظُُرُّإِ ََل‬
َ‫ُّص َوِرُك ْم َُّوَّلَُّإ ََلُّاَ ْح َساب ُك ْم َُّوَّلَُّا ََلُّاَْم َوُّال ُك ْم َُّولَك ْنُّي‬ َ‫إِ َّنُّ هللاَُّت‬
َ‫ـ َع َاَلَُّّلَي‬
)‫َرَو ُّاهُُّالطَباَّن‬

35
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta
kekayaanmu, tetapi Allah melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal
perbuatanmu”. (HR. Thabrani)
c. Bergaul dengan yang Lebih Muda
Dalam menjalankan pergaulan sosial, Islam melarang umatnya untuk membeda-
bedakan manusia karena hal-hal yang bersifat duniawi, seperti harta, tahta, umur, dan
status sosial lainnya. Bersikap wajar sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntutan ajaran
agama dan tidak bertentangan dengan norma-norma kehidupan.
Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya lebih muda
dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya bahwa bukan
termasuk golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih muda. Rasulullah
saw bersabda:
(‫ف َحقُّ َكاِ َْي َُّنَ )الطَبانىرواه‬
ُّْ ‫ـ ْع ِر‬ ِ ‫ـرح ُّم ََن‬ ِ ُّ ‫لَي‬
َ‫صغ َُّْي َوَُِّلْ ي‬
َ ْ َ ْ َ‫س منَّا َم ُّْن َُِّلْ ي‬َ ْ
Artinya: “Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang lebih
kecil (lebih muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi /
dewasa)”. (HR. Thabrani)
d. Bergaul dengan Teman Sebaya
Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan oleh Islam, jika manusia bergaul
dengan sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan, keikhlasan, kesabaran, dan hanya
mencari keridaan Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda:

َ ُ‫صَِب‬
ُُّّ‫ُّعلَىُّاَذَ ُاه ْم‬ ْ َ‫َّاس َُّوُّي‬ ُ ِ‫ُّخ ْيُّاْمل ْؤِم َنُّالَّ ِذىَُّّلَ ُُُّيَال‬
َ ‫طُّلن‬ َ ‫ُّعلَىُّاَذَ ُاه ْم‬
َ ُ‫صَِب‬
ْ ‫َّاس َُّوي‬
َ َ ُ ِ‫يُّ ُُيَال‬
‫طُّالن‬ ُّْ ‫مل ْؤِم ُنُّال ِذ‬
ُ ُ
)‫رواهُّالرتميذي‬
Artinya: “Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia serta bersabar (tahan
uji) atas segala gangguan, mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak
bergaul dengan yang lainnya serta tidak tahan uji atas gangguan mereka”. (HR.
Tarmizi)
Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur, pendidikan,
pengalaman, dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan mulus. Mungkin saja
terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti terjadi salah pengertian atau bahkan ada
teman yang zolim terhadap kita serta suka membuat gara-gara dan masalah. Jika memiliki
masalah, bicarakanlah dengan sebaik-baiknya, sehingga masing-masing bisa saling
memahami dan saling memaafkan. Kita dilarang untuk bermusuhan, apalagi dalam waktu
yang cukup lama. Rasulullah Saw bersabda:
َُّ‫ُُّهَاُّالَّ ِذ ْيُّي‬
ُُّ‫ـْا َذأ‬ ُ ُ‫اُّو َخ ْي‬
َ ‫ُّه َذ‬
َ‫ض‬ ُ ‫ـُ ْع ِر‬
‫اُّوي‬
َ ‫ُّه َذ‬
َ‫ض‬ ُُّ ‫ـ ْع ِر‬ َ‫ـ ْلتَ ِقياَ ِنُّف‬
ُ‫ـي‬
ٍ ِ
َ‫ـ ْو َقُّثًَلَثُّأََيَّمُّي‬
َ‫َخاهُُّف‬
َ ‫ـ ْه ُجَرُّأ‬
ِ ِ ِ
َ‫َّلَ ََيلُّل ُم ْسل ٍمُّأَ ْنُّي‬
)‫لسًلَُِّمُّ متفقُّعليه‬ َّ ‫ِِب‬
Artinya: “Tidaklah halal bagi seorang muslim mendiamkan (tidak mengajak bicara) setiap
sesama yang muslim lebih dari tiga hari. Jika keduanya bertemu, lalu ingin
memalingkan muka, dan yang lain pun demikian juga. Dan yang paling baik di
antara keduanya adalah yang terlebih dahulu mengucapkan salam”. (HR.
Bukhari Muslim)
Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan siapa pun harus dilandasi kasih
sayang dan keikhlasan. Allah tidak akan menyayangi seseorang jika tidak menyayangi
sesamanya. Rasulullah saw bersabda:
)‫ـ ْر َْحْهُُّ متفقُّعليه‬
َ‫َّاسَُّّلَُّهللُّاي‬
َ ‫ـ ْر َح ُمُّالن‬
َ‫َُّّلََم ْنُّي‬
Artinya: “Siapa yang tidak menyayangi sesama manusia, niscaya tidak akan disayangi
oleh Allah”. (HR. Bukhari Muslim)

36
e. Bergaul dengan Lawan Jenis
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis hendaklah tidak didasarkan pada nafsu
(syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang dilarang agama. Islam
sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dalam pergaulan antara laki-laki
dengan perempuan. Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di
tempat-tempat yang memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun
bersama-sama sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani orang lain.
Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk senantiasa saling
menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih sayang yang tulus karena
Allah, bukan karena derajat, pangkat, harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya karena
Allah. Orang yang bersahabat, bergaul, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya
karena Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam
hal ini, Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka
berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun seperti itu”. (HR. Muslim)
f. Takaful (Saling Bertanggung Jawab)
Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau dipertanggung
jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu pihak menderita. Dalam
peribahasa diungkapkan: ‘Berat sama dipikul ringan sama dijinjing” Rasulullah saw
bersabda:
ِ ‫ـْن‬ ِ ِ ِ
)‫ضاُّ رواهُّالاخاري‬
ً ‫ـ ْع‬
َ‫ضهُُّب‬
ُ ‫ـ ْع‬ ُ‫الْ ُم ْؤم ُنُّللْ ُم ْؤم ِنُّ َكالْا‬
َ‫ـَيانُّيَ ُشدُّب‬
Artinya: “Seseorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu
bangunan, yang bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”. (HR.
Bukhari)
g. Tasamuh (Saling Toleransi)
Sikap toleransi dipandang sifat yang sangat baik untuk menciptakan kondisi
pergaulan yang lebih harmonis, dengan saling mengoreksi dan saling mengisi kekurangan
masing-masing, sehingga tidak ada seorang pun yang merasa dikecewakan atau disakiti
oleh teman bergaul lainnya.

37

Anda mungkin juga menyukai