Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Bank adalah lembaga atau institusi yang melakukan tiga tugas pokok yaitu menerima
simpanan, Meminjamkan uang dan melakukan jasa pengiriman uang. Pada masa Rasulullah
SAW ketiga bagian ini telah di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari walaupun ketiga
fungsi perbankan tersebut tidak dilakukan oleh satu institusi perbankan seperti lazimnya
sekarang. Ketiga fungsi perbankan tersebut di lakukan oleh para individu-individu. Meskipun
individu-individu tersebut tidak mempraktekkan seluruh fungsi perbankan. Rasulullah SAW
yang mendapat gelar Al-amin, di percaya oleh masyarakat Mekah untuk menerima simpanan
harta mereka. Dalam konsep ini penerima titipan tidak berhak untuk memanfaatkan hartanya.
Kemudian salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Zubair bin al-Awwam ra.,
memilih untuk menerima harta yang dititipkan kepadanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan
yang mengakibatkan akibat yang berbeda ketika menerima harta tersebut sebagai titipan
amanah. Sebab dengan menerima harta yang dititipkan kepadanya maka ia wajib untuk
mengembalikannya serta yang paling penting harta tititpan itu dapat dimanfaatkan olehnya.
Pada zaman Rasulullah SAW. masih belum terdapat institusi bank, tapi ajaran islam sudah
memberikan filofsofi – filosofi dasar dan pedoman dalam aktivitas perekonomian. Dalam
makalah ini, akan dijelaskan praktik – praktik perbankan yang dilakukan oleh umat muslim di
timur tengah, di Negara-negara eropa da di Indonesia.

1.2. Identifikasi Masalah.

Pada identifikasi masalah ini, kami akan mencoba menjelaskan tentang:

1. Pengertian dari bank islam?

2. Perkembangan bank islam di indonesia?

3. Perkembangan bank islam di timur tengah?

4. Perkembangan bank islam di negara-negara Eropa?

5. perbedan bank syariah dan konvensional?

6. sistem operasional bank syariah?

7. perhimpunan dana bank syariah?

8. jenis pembiayaan bank syariah?

1
9. Produk-produk jasa dan akad dalam kegiatan Usaha Perbankan Syariah?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Menambah wawasan penulis dan pembacanya mengenai bank islam


2. Untuk lebih memahami tentang perkembangan bank islam di indonesia, di timur
tengah dan di negara-negara Eropa

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian bank Islam

Menurut undang-undang no 10 tahun 1998 bank islam adalah bank yang


melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Islam adalah bank yang yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara
bermu’malat sesuai ajaran agama Islam, dan berbeda dengan Bank konvensional atau Bank
non-Islam. Adapun istilah muamalat menurut Abd. Wahab Khallaf, adalah ketentuan-
ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik hubungan pribadi maupun
antara perorangan dengan masyarakat. Muamalat seperti yang dimaksud dalam pengertian
Bank Islam, meliputi kegiatan jual beli (ba’y); piutang (qara’ah); gadai (rahn); memindahkan
utang (hawalah), bagi untung dalam perdagangan (tijarah); jaminan (dhaman) persekutuan
(syirkah), dan selainnya. Berkenaan dengan itu, maka Bank Muamalah sebagaimana yang
didirikan di berbagai daerah, dapat pula disebut Bank Islam.

2.2 Perkembangan bank Islam di Indonesia.

Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an,
melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh
yang terlibat dalam pengkajian tersebut, untuk menyebut beberapa, di antaranya adalah
Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis.
Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di
antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti).
Sebagai gambaran, M Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi
Bank Syari’at Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan riba, sekaligus
berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna pengembangan usaha dan
ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebutkan dengan transaksi
pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudlarabah, musyarakah dan murabahah.

Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru dilakukan
tahun 1990. Pada tanggal 18 – 20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil
lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di
Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja
3
pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI
dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang
terkait.

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT Bank
Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember
1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp
106.126.382.000,-. Sampai bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Kelahiran Bank Islam di Indonesia relatif terlambat dibandingkan dengan negara-


negara lain sesama anggota OKI. Hal tersebut merupakan ironi, mengingat pemerintah RI
yang diwakili Menteri Keuangan Ali Wardana, dalam beberapa kali sidang OKI cukup aktif
memperjuangkan realisasi konsep bank Islam, namun tidak diimplementasikan di dalam
negeri. KH Hasan Basri, yang pada waktu itu sebagai Ketua MUI memberikan jawaban
bahwa kondisi keterlambatan pendirian Bank Islam di Indonesia karena political-will belum
mendukung.
Selanjutnya sampai diundangkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BMI merupakan satu-satunya
bank umum yang mendasarkan kegiatan usahanya atas syariat Islam di Indonesia. Baru
setelah itu berdiri beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI membuka cabang Syariah pada
tanggal 28 Juni 1999, Bank Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti
(BSB), anak perusahaan Bank Mandiri, serta pendirian lima cabang baru berupa cabang
syariah dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Per bulan Februari 2000, tercatat di
Bank Indonesia bank-bank yang sudah mengajukan permohonan membuka cabang syariah,
yakni: Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD
Aceh.

Di samping itu, dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008


tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri
perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan
mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang
impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima
tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung
perekonomian nasional akan semakin signifikan

4
2.3. Perkembangan bank islam di timur tengah

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel


islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk
sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada
tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank
dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima
bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara
langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para
penabung. Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.

Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank
tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek
pembangunan di negara-negara anggotanya.

Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank
of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979).

2.4. Perkembangan bank Islam di Negara Eropa

Di Eropa tercatat sebagai bank syariah yang pertama kali beroperasi adalah The
Islamic Bank International of Denmark di kota Copenhagen. , pada tahun 1983. Sepanjang
perjalanan waktu, kajian akademis maupun praktek operasional mengenai ekonomi Islam dan
perbankan syariah terus dikembangkan. Saat ini telah masuk sistem perekonomian yang baru
di Negara-negara Eropa, yaitu sistem ekonomi syariah yang dimulai pada tahun 2000-an dan
terus berkembang secara positif sampai sekarang. Ini menjadi sistem alternative pada makin
turunnya reputasi kapitalis di Negara-negara Eropa. Pemerintah di Negara-negara tersebut
sangat mendukung segala program dan upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak ekonomi
syariah dikarenakan jelasnya tujuan pada sistem ini dalam menangani permasalahan-
permasalahan yang berkaitan erat dengan ekonomi seperti sosial, yang baurannya merupakan
rakyat lemah.

5
Sistem ekonomi syariah terus berkembang dengan munculnya satu-per-satu lembaga-
lembaga syariah. Perbankan syariah di Eropa telah berdiri sejak 2004 dan memiliki 50 ribu
nasabah menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap industri tersebut. Lima bank
murni syariah kini beroperasi di London termasuk lembaga multinasional seperti HSBC yang
menjadi pemain kunci sektor perbankan syariah. London pun menjadi pintu masuk menuju
Eropa.

Sebagai contoh, kita lihat di negara Inggris, yang merupakan negara di Eropa yang
pertama sekali menerapkan sistem ekonomi syariah. Pada dasarnya, Inggris bukanlah negara
Muslim. Namun, negeri Ratu Elizabeth itu tercatat sebagai negara yang paling maju dalam
hal ekonomi syariah. Sebuah studi mencatat, Inggris  sebagai negara yang memiliki bank
terbanyak bagi umat muslim di antara negara Barat lainnya. Aset perbankan syariah yang
mencapai 18 miliar dolar AS (12 miliar pounds) melebihi aset bank syariah seperti di
Pakistan, Bangladesh, Turki, dan Mesir. Hal tersebut pun didukung oleh 55 universitas dan
lembaga pendidikan lainnya di Inggris yang memiliki pendidikan keuangan syariah. Jumlah
tersebut lebih banyak dibanding negara-negara lainnya. Dan para ahli ekonomi syariah dari
beberapa universitas di negara tersebut pun didatangkan untuk menjadi pembicara dalam
seminar maupun pelatihan di berbagai belahan dunia.

Meski ekonomi syariah tak berasal dari Negara-negara Eropa, tapi keuangan syariah
telah menemukan tempatnya di Negara-negara Eropa. Tercatat, banyak negara-negara besar
dunia di Eropa (selain Inggris) telah memakai sistem ini, seperti Perancis, Jerman, Italia.

2.5. Perbedaan bank syariahh dan konvensionl

Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan,
terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang
digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti NPWP, KTP, proposal,
laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi terdapat banyak perbedaan mendasar di
antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang
dibiayai dan lingkungan kerja.

Berikut kami sajikan perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional dalm
table berikut :

6
Bank islam Bank konvensional
1. Melakukan investasi-investasi yang halal 1. Investasi yang halal dan haram
saja 2. Memakai perangkat bunga
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli 3. Profit oriented
atau sewa 4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
3. Profid dan falah oriented hubungan debitor-debitor tidak terdapat
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentu dewan sejenis
hubungan kemitraan
5. Perhimpunan dan penyaluran dana harus
sesuai dangan fatwa dewan pengawas
syariah
2.6. Sistem operasional perbankan syariah

Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar
bagi operasional bank islam secara keseluruhan. Scara syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah
al-mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik
dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank
akan bertindak sebagai mudharib/ pengelola, sedangkan penabung brtindak sebagai shahibul
maal/ penyandang dana. Antara keduanya diadakan akkad mudharabah yang menyatakan
pembagian keuntungan masing-masing pihak.

Meskipun demikian, dalam perkembangannya, para pengguna dana bank islam tidak
saja membatasi dirinya pada satu akad, yaitu mudharabah saja.sesuai dengan jenis dan nature
usahannya, mereka ada yang memperoleh dana dengan system pengkkongsian, system jual
beli, sewa menyewa dan lain-lain. Oleh karena itu, hubungan bank islam dengan nasabahnya
menjadi sangat kompleks karena tidak hanya berurusan dengan satu akad, namun dengan
berbagai jenis akad.

2.7. Perhimpunan dana bank syariah

Bagi bank konvensional, selain modal, sumber dana lainnya cenderung bertujuan
untuk ‘menahan’ uang, berbeda dengan bank syariah. Bank syariah tidak melakukan
pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya.
Misalnya pada tabungan, beberapa bank memperlakukannya seperti giro, sementara itu ada
pula yang memperlakukannya seperti eposito, bahkan ada yang tidak menyediakan produk
tabungan sama sekali.

7
Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas :

a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dalam
perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat
dilakukan melelui musyarakah fi sahm sy-syarikah atau equity participation
pada saham perseroan bank.
b. Titipan
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana
adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan
prinsip ini ialah al-wadi’ah. Al-wadi’ah merupakan titipan murni yang setiap
saat dapat di ambil jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua
jenis wadi’ah: wa’diah yad al-amanah ( pihak yang mnerima titipan tidak
boleh menggunkan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pihak
penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya
penitipan) dan wadi’ah yad adh-dhamanah ( pihak yang menerima titipan
boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan.
Tentu, pihak bank dalm hal ini mendapakan hasil dari pengguna dana. Bank
dapat memberikan insentif kepada penitip dalm bentuk bonus).
c. Investasi
Prinsip lain yang digunakan adalah prinsip investasi. Akad yang sesuai dengan
prinsip ini adalah mudharabah. Tujuan dari mudharabah adalah kerja sama
antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) dalam hal
ini bank. Secara garis besar, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu
mudharabah muthlaqoh yaitu shahibul maal tidk memberikan batasan-batasan
atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib di beri wewenang penuh
mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu, tempat, jenis usahha dan jenis
pelayanannya. Contoh perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah time
deposit biasa. dan mudharabah muqayyadah yaitu shahibul maal memberikan
batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bias mengelola
dana tersebut seuai dengan batasan yang diberikan oleh shahibul maal.
Misalnya hanya untuk jenis usaha tertentu saja, tempat tertentu, waktu tertentu
dan lain-lain. Contoh perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah special
investment.

8
2. 8. Jenis pembiayaan bank syariah

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.
Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal yaitu :

1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan


produksi dalam artii luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi,
perdagangan maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Sedangkan menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal yaitu :
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan :
A. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi,
maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi
B. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utlility of place dari suatu
barang
2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital
goods) srta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
2.9. Produk-produk jasa dan akad dalam kegiatan Usaha Perbankan Syariah

Seperti bank konvensional pada umumnya, bank syariah pun mempunyai produk-
produk jasa dan akad pelengkap yang akan memudahkan nasabah serta bank dalam
melakukan transaksi. Disamping itu, beberapa akad dari produk jasa dan akad pelengkap ini
dapat menjadi fee based income atau pendapatan non pembiayaan bagi bank syariah. Apa
saja akad-akad itu?. Berikut pemaparannya :

1. Ijarah
Ijarah adalah akad sewa menyewa barang antara dua belah pihak. Aplikasi dalam
perbankan syariah adalah penyewaan safe deposit box atau kotak penyimpanan
barang-barang berharga oleh bank syariah kepada nasabah yang membutuhkan.
2. Rahn
Rahn atau gadai menjadi salah satu kelebihan bank syariah terhadap bank
konvensional, karena hanya bank syariah yang diperbolehkan untuk membuka
layanan gadai. Aplikasi dalam perbankan syariah dewasa ini adalah layanan gadai
emas, namun belakangan Bank Indonesia mulai membatasi aktivitas gadai emas di

9
bank syariah karena mengarah ke spekulasi. Padahal awalnya gadai emas tidak
ditujukan untuk investasi melainkan penyediaan dana darurat dan cepat layaknya
pegadaian.
3. Kafalah
Kafalah merupakan jaminan satu pihak terhadap pihak lain, dalam lembaga keuangan
lazim disebut sebagai bank garansi. Dalam bank syariah biasanya digunakan untuk
membuat garansi atas suatu proyek (performance bond), partisipasi dalam tender
(tender bond) atau pemabayaran lebih dulu (down payment bond).
4. Wakalah
Wakalah atau perwakilan merupakan pemberian kuasa dari satu pihak kepada pihak
lain. Akad wakalah dalam bank syariah diaplikasikan untuk jasa-jasa tertentu yang
membutuhkan perwakilan dari pihak ketiga. Contohnya adalah dalam pembukuan L/C
(letter of Credit), transfer, kliring, inkaso dan lain-lain.
5. Qardh
Qardh adalah peminjaman uang. Qardh merupakan akad tabarru’ dimana bank syariah
tidak boleh mengambil keuntungan akan tetapi boleh meminta pengganti biaya atas
pembukuan akad tersebut. Dalam perbankan syariah dapat diterapkan pada pinjaman
talangan haji, pinjaman tunai pada kartu pembiayaan syariah, pinjaman Qardhul-
hasan pada program CSR dan lain-lain.
6. Hawalah
Hawalah adalah pengambilalihan utang-piutang. Akad ini dapat diaplikasikan pada
fasilitas tambahan untuk nasabah pembiayaan yang ingin menjual produknya kepada
pembeli dengan jaminan pembayaran dari pembeli tersebut dalam bentuk giro
mundur. Ini lazim disebut Post Dated Check, namun disesuaikan dengan prinsip
syariah.
7. Sharf
Sharf adalah jual beli valuta uang asing yang tidak sejenis (dolar dengan rupiah,
rupiah dengan euro. dll). Jual beli valuta asing yang diperbolehkan hanya
menggunakan transaksi spot yaitu penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang
sama.

10
BAB III

PENUTUP

2.1 Kesimpulan
1. Bank Islam adalah bank yang yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara
bermu’malat sesuai ajaran agama Islam, dan berbeda dengan Bank konvensional atau
Bank non-Islam. Sedangkan menurut undang-undang no 10 tahun 1998 bank islam
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
2. Dapat disimpulkan juga sebagai berikut, Bank syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip
kehati-hatian. Di dalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam
bank-bank konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas
untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi
terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank
yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah

3.2 Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-bank-islam.html

http://jimmyromarten.blogspot.com/2013/02/sejarah-dan-perkembangan-bank-syariah.html

http://tbahran.blogspot.com/2012/06/perkembangan-sistem-ekonomi-syariah-di.html

syafi’I Antonio Muhammad, bank syariah, Jakarta: gema insane press, 2001.

http://syafaatmuhari.wordpress.com/tag/jasa-perbankan-syariah/

12

Anda mungkin juga menyukai