Anda di halaman 1dari 18

PENELITIAN KUANTITATIF

HUBUNGAN PERILAKU KOMSUMTIF REMAJA PENIKMAT KOPI DENGAN


INTERAKSI SOSIAL
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah metode kuantitatif
Dosen pengampu : Widyaning Hapsari, M.Psi

Disusun oleh :

Iqbaal Fitra Wardana (183080012)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2020
A. LATAR BELAKANG

Era globalisasi pada abad 21 ini telah mengalami kemajuan yang pesat, hal ini terbukti dengan
adanya globalisasi ekonomi, teknologi, informasi, politik, budaya, dan lain-lain yang dirasakan
oleh masyarakat. Akibat dari perubahan sektor tersebut, kebutuhan hidup manusia ikut berubah.
hal ini disebabkan karena semakin kompleksnya aktivitas manusia sekarang ini, dimana tidak
hanya untuk memenuhi nilai konsumsi secara fungsional melainkan untuk memenuhi nilai
simbolik. Barang-barang yang semula sebatas kebutuhan sekunder dapat menjadi primer.
Perubahan konsumsi masyarakat disini dalam arti konsumsi masyarakat bukan hanya sekedar
memenuhi kebutuhan, akan tetapi juga pemenuhan kebutuhan yang memperhitungkan gengsi
atau prestise. Perilaku konsumtif ini telah menjadi bagian dari gaya hidup dalam kehidupan
masyarakat sekarang ini.

Gaya hidup merupakan pola-pola tindakan yang membedakan antara orang satu dengan orang
yang lain. Gaya hidup berarti pemburuan penampilan diri dimuka publik dan pemburuan citra
diri dipentas komunikasi massa. Seiring dengan perkembangan teknologi, iklan sebagai salah
satu media massa yang telah menjadi semacam saluran hasrat manusia dan sekaligus saluran
wacana mengenai konsumsi dan gaya hidup.

Di Indonesia sendiri terkait dari berbagai konsumsi dan gaya hidup yang populer, terdapat
sebuah gaya hidup coffe shop. Sebenarnya istilah coffe shop adalah istilah asing. Coffe shop
sama halnya dengan kedai kopi biasa, dan biasa disebut perkembangan istilah dari warung kopi.
Karena istilah coffe shop di kota-kota kecil atau di daerah cenderung tidak dipakai, karena pada
umumnya di kota-kota atau di daerah sering mengunakan istilah warung kopi.

Kopi sendiri merupakan minuman kegemaran di hampir setiap negara di dunia termasuk
Indonesia. Industri kopi di Indonesia dalam beberapa kurun tahun terakhir terus bergairah
dengan semakin bertambah dan meningkatnya produksi kopi olahan yang dihasilkan oleh
industri pengolahan kopi Strata Industri kopi dalam negeri sangat beragam, dimulai dari unit
usaha berskala home industri hingga industri kopi berskala multinasional. Produk-produk yang
dihasilkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kopi dalam negeri, namun juga
untuk mengisi pasar di luar negeri. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kopi di dalam
negeri merupakan pasar yang menarik bagi kalangan pengusaha yang masih memberikan
prospek dan peluang sekaligus menunjukkan adanya kondisi yang kondusif dalam berinvestasi
dibidang industri kopi. Peningkatan konsumsi kopi domestik Indonesia, selain didukung dengan
pola sosial masyarakat dalam mengkonsumsi kopi, juga ditunjang dengan harga yang terjangkau,
kepraktisan dalam penyajian serta keragaman rasa/cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen.
Dengan meningkatnya taraf hidup dan pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan di Indonesia
telah mendorong terjadinya pergeseran dalam pola konsumsi kopi khususnya pada kawula muda.
Generasi muda pada umumnya lebih menyukai minum kopi instant, kopi three in one maupun
minuman berbasis expresso yang disajikan di cafe. Sedangkan kopi tubruk (kopi bubuk) masih
merupakan konsumsi utama masyarakat/penduduk di pedesaan dan golongan tua. Budaya minum
kopi saat ini merupakan suatu trend baru yang muncul diberbagai kalangan masyarakat.
Meningkatnya permintaan akan kopi, memancing munculnya berbagai brand, cafe dan coffee
shop di kota-kota besar. Meskipun banyak brand yang bemunculan namun pangsa pasar
yangdituju berbeda-beda. Dalam hal ini budaya konsumsi kopi ini biasanya dilakukan
masyarakat di cafe dan coffee shop di kota-kota besar, dan di kedai atau warung kopi pada
masyarakat desa ataupun kotakota kecil. Budaya minum kopi awalnya itu minuman kopinya
berwarna hitam pekat, rasanya pahit dan panas. Selain itu, karena tempatnya berupa sebuah
warung yang suasana tempatnya juga panas dan penuh dengan orang-orang maka orang yang
minum kopi merasakan panasnya.

Mengkonsumsi kopi telah menjadi kebutuhan dan kebiasaan. Salah satu contohya, yakni
kebiasaan ngopi di warung kopi yang menjadi salah satu kebutuhan bagi sebagian masyarakat
yang ingin mengisi waktu luang. setelah menjalani rutinitas. Ngopi adalah adalah istilah yang
digunakan sebagaian warga Indonesia saat sedang santai dan menikmati makanan ringan. Namun
istilah ngopi ini juga bisa pada arti yang sebenarnya yaitu “minum secangkir kopi”. Serta adanya
budaya ngopi dan menghias batang rokok dengan ampas/sisa kopi sehingga menghasilkan rokok
yang indah dipandang dan nikmat dihisap karena adanya perpaduan aroma kopi dan rokok.

Semula kebiasaan ngopi didominasi oleh orang dewasa dan orang tua, tapi kini dalam
perkembangannya remaja yang sebagian besar pelajar mulai terpengaruh dan mengikuti
kebiasaan ngopi. Sekarang ini coffe shop sedang tren dikalangan remaja di kota-kota besar.
Remaja dikota-kota besar cenderung lebih bersantai dan minum kopi di coffe shop atau kedai
kopi. Menikmati kopi dikedai sekarang ini, bukan hanya sekedar tuntutan selera atau kebutuhan,
Melainkan bagi sebagian remaja perkotaan sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Remaja yang
hidup di kota-kota besar seperti Surabaya dapat menikmati kopi yang ada di mall atau pusat
perbelanjaan seperti Starbucks, Excelso, Coffee Luwak, J’Co Donuts and Coffee, dll.

Gaya hidup yang dilakukan oleh para remaja peminum kopi ini mempengaruhi
perubahan perilaku dan sikap yang masih dalam masa perkembangannya.
Terutama gaya hidup remaja dalam perilaku konsumtif yang mereka lakukan
menimbulkan suasana santai. Gaya hidup ini sudah menjadi bagian dari kebutuhan
yang ingin mereka capai dan sudah melekat bagi remaja peminum kopi dalam
kegiatan sehari-hari mereka.

Budaya minum kopi saat ini sudah tumbuh menjadi gaya hidup seiring dengan
berkembangnya zaman. Kopi sudah tumbuh menjadi gaya hidup masyarakat urban.
Karena rasa dan aroma khas kopi, menjadikan kopi sebagai minuman yang banyak
dipilih untuk segala suasana. Keunikan kopi, bagaimana rasa dan aroma minuman
ini mampu mencairkan suasana sekaligus membuat komunikasi berjalan lebih
lancar. Hal tersebut nampak pada interaksi yang terjadi saat remaja penikmat kopi
nampak dari suasana keakraban antara sesama penikmat kopi. Ada ikatan saling
ketergantungan diantara satu orang dengan hubungan timbal balik antar pribadi
identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain. Perilaku ini biasanya
ditunjukan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa
hormat terhadap orang lain. Interaksi sosial biasanya merupakan sifat relatif untuk
menanggapi orang lain dengan cara yang berbeda-beda.

Para remaja penikmat kopi biasanya terjalin komunikasi, bertukar informasi dan
menjalin keakraban antara sesama penikmat kopi. Pada dasarnya setiap individu
adalah makhluk sosial yang senantiasa hidup dalam lingkup masyarakat baik itu
lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis yang di dalamnya saling
mengadakan hubungan timbal balik antara individu satu dengan individu lainnya.
Salah satu ciri bahwa kehidupan sosial itu ada yaitu dengan adanya interaksi,
interaksi sosial menjadi faktor utama di dalam hubungan antar dua orang atau lebih
yang saling mempengaruhi. Hinigharst (Sarwono, 2006), seorang remaja harus
memiliki interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya. Interaksi sosial di
kalangan remaja yaitu interaksi yang terjadi antara remaja dengan teman sebaya,
remaja dengan lingkungan keluarga dan remaja dengan orang tua. Lingkungan
keluarga adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh anak dalam proses
perkembangan sosialnya yaitu kebutuhan akan rasa aman, dihargai, disayangi,
diterima dan kebebasan untuk menyatakan diri dalam keluarga (Ali & Asrori,
2012).

Disini lah manfaat kedai kopi selain tempat untuk menikmati cita rasa minuman
kopi, dapat sebagai wadah tempat bagi remaja untuk berkomunikasi satu sama lain.
Demikian pula seseorang individu remaja ketika ingin menikmati kopi memiliki
motif yang tidaklah sama. Artinya tentu ada sebuah tujuan yang mereka inginkan
ketika melakukan gaya hidup semacam itu. Apakah sekedar untuk mengikuti tren
gaya hidup coffe shop ataukah untuk kepentingan lain. Fenomena ini tidak jauh
dari apa yang terjadi dikalangan para remaja penikmat kopi, sehingga penulis
tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai “hubungan perilaku konsumtif
remaja penikmat kopi dengan interaksi sosial”.

Latar Belakang Part 2

Manusia merupakan makhluk sosial, yang secara individual membutuhkan orang


lain. Ia dituntut hidup bersama dan berdampingan dengan orang lain dalam upaya
mencapai tujuan hidupnya. Tanpa bantuan orang lain, manusia tidak dapat
mengaktualisasikan dirinya sehingga tidak dapat meneruskan keberlangsungan
hidupnya untuk mencapai posisi sebagai makhluk sosial.
Dalam sebuah kehidupan, dalam kaitanya dengan manusia sebagai makhluk sosial,
interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial. Dengan
demikian, interaksi sosial merupakan kunci kehidupan sosial dimana dalam proses
tersebut terjadi hubungan sosial yang dinamis baik antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok.
Apabila dua orang saling bertemu interaksi sosial dimulai saat itu. Mereka saling
menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi.
Aktifitas- aktifitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.
Walaupun mereka tidak saling berbicara atau tidak saling menukar tanda-tanda,
disitulah interaksi sosial telah terjadi, oleh karena masing-masing sadar akan
adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan
maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan.

interaksi sosial sendri dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, salah satunya
interaksi yang terjadi di coffe shop. Sebenarnya istilah coffe shop adalah istilah
asing. Coffe shop sama halnya dengan kedai kopi biasa, dan biasa disebut
perkembangan istilah dari warung kopi. Karena istilah coffe shop di kota-kota
kecil atau di daerah cenderung tidak dipakai, karena pada umumnya di kota-kota
atau di daerah sering mengunakan istilah warung kopi. sejak dulu tujuan orang
datang ke warung kopi tidak hanya untuk melepas dahaga dan menikati rasa
nikmatnya kopi, namun juga untuk bersosialisasi sekaligus mencari tahu inormasi
yang berkembang ditempat tinggalnya. Di warung kopi lah informasi terkumpul
dan disana pula orang-oraang saling berinteraksi sambil menikmati minumannya.

Budaya minum kopi saat ini sudah tumbuh menjadi gaya hidup seiring dengan
berkembangnya zaman. Karena rasa dan aroma khas kopi, menjadikan kopi
sebagai minuman yang banyak dipilih untuk segala suasana. Keunikan kopi,
bagaimana rasa dan aroma minuman ini mampu mencairkan suasana sekaligus
membuat komunikasi berjalan lebih lancar.

Semula kebiasaan ngopi didominasi oleh orang dewasa dan orang tua, tapi kini
dalam perkembangannya remaja yang sebagian besar pelajar mulai terpengaruh
dan mengikuti kebiasaan ngopi. Sekarang ini coffe shop sedang tren dikalangan
remaja di kota-kota besar maupun didesa-desa. Menikmati kopi dikedai sekarang
ini, bukan hanya sekedar tuntutan selera atau kebutuhan, Melainkan bagi sebagian
remaja sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Gaya hidup yang dilakukan oleh
para remaja peminum kopi ini mempengaruhi perubahan perilaku dan sikap yang
masih dalam masa perkembangannya. Terutama gaya hidup remaja dalam perilaku
konsumtif yang mereka lakukan menimbulkan suasana santai dan juga keakraban
antara sesama penikmat kopi. Selain itu biasannya para remaja penikmat kopi
terjalin komunikasi dan saling bertukar informasi ditempat coffe shop atau kedai
kopi tersebut.

Demikian pula seseorang individu remaja ketika ingin menikmati kopi memiliki
motif yang tidaklah sama. Artinya tentu ada sebuah tujuan yang mereka inginkan
ketika melakukan gaya hidup semacam itu. Apakah sekedar untuk mengikuti tren
gaya hidup coffe shop ataukah untuk kepentingan lain. sehingga dengan motif
tersebutlah apakah menjadi penyebab ada dan tidaknya interaksi sosial. Fenomena
ini tidak jauh dari apa yang terjadi dikalangan para remaja penikmat kopi, sehingga
penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai “hubungan perilaku
konsumtif remaja penikmat kopi dengan interaksi sosial”.

Pengertian Interaksi Sosial


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, interaksi berarti aksi
timbal balik.
1

Sedangkan sosial adalah berkenaan dengan masyarakat,


perlu adanya komunikasi.2
Seorang ahli dalam bidang sosiologi juga
memaparkan defenisi tesntang interaksi sosial yakni Soerjono
Soekanto yang mengatakan bahwa interaksi sosial adalah proses sosial
mengenai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan
kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem
dan hubungan sosial.3
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa masyarakat sejatinya tidak dapat dipisahkan dengan interaksi
sosial karena individu dengan individu lainnya terhubung dengan
interaksi sosial.
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat penelitian bahasa Departemen Pendidikan

Nasional (Jakarta: 2008) hlm. 594. 2 Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 1522 3 Soejono Soekanto,
Sosiologi: Suatu Pengantar, hlm. 78.
Aspek-Aspek Interaksi Sosial
Aspek-aspek yang mendasari terjadinya interaksi sosial, yaitu
(Anorogo dan Widiyanti , 1990) :
a. Adanya Kontak Sosial
Dalam hubungan kontak sosial memiliki tiga bentuk yaitu
hubungan antar perorangan, hubungan antar orang dengan kelompok,
hubungan antar kelompok. Hubungan ini bisa terjadi bila kita
berbicara dengan pihak lain secara berhadapan langsung maupun tidak
langsung.
b. Adanya Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan
seseorang pada orang lain, yang biasanya proses penyampaiannya dengan
menggunakan bahasa. Walaupun ada juga yang menggunakan
bahasa atau hanya dengan isyarat saja. Dalam kehidupan sehari-hari
kita melihat komunikasi ini dalam berbagai bentuk, misalnya bergaul
dengan teman, percakapan antara dua orang, pidato, berita yang
dibacakan oleh penyiar, buku cerita, koran, dan sebagainya. Terdapat
lima unsur dalam proses komunikasi yaitu :
1) Adanya pengirim berita
2) Penerima berita
3) Adanya berita yang dikirimkan
4) Ada media atau alat pengirim berita
5) Ada sistem simbol yang digunakan untuk menyatakan berita
Faktor interaksi
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada beberapa
faktor berikut ini :
a. Imitasi
Gabriel Tarde (Dayakisni & Hudaniah, 2009 ) menyatakan bahwa
seluruh kehidupan sosial manusia didasari oleh faktor-faktor imitasi.
Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk
melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik.
b. Sugesti
Soekanto (1990; dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009) menyatakan
bahwa proses sugesti dapat terjadi apabila individu yang memberikan pandangan tersebut adalah
orang yang berwibawa atau
karena sifatnya yang otoriter.
c. Identifikasi
Identifikasi di dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi
indentik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun
bathiniah.
d. Simpati
Simpati merupakan suatu bentuk interaksi yang melibatkan adanya
ketertarikan individu terhadap individu lainnya. Soekanto (1990;
dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009 ) menyampaikan bahwa
dorongan utama pada simpati adalah adanya keinginan untuk
memahami pihak lain dan bekerja sama.

2. Definisi perilaku konsumtif


Dahlan (dalam Sumartono, 2002) perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang ditandai oleh
adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang paling mahal yang
memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar besarnya, serta adanya pola hidup manusia
yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan
semata.
Aspek-aspek perilaku konsumtif
Aspek-aspek perilaku konsumtif menurut Lina dan Rosyid (dalam Imawati dkk, 2013) adalah:
a. Pembelian Impulsif (Impulsive buying)
Aspek ini menunjukkan bahwa seorang berperilaku membeli semata mata karena didasari oleh
hasrat yang tiba-tiba / keinginan sesaat, dilakukan tanpa terlebih dahulu mempertimbangkannya,
tidak memikirkan apa yang akan terjadi kemudian dan biasanya bersifat emosional
b. Pemborosan (Wasteful buying)
Perilaku konsumtif sebagai salah satu perilaku yang menghambur hamburkan banyak dana tanpa
disadari adanya kebutuhan yang jelas serta perilaku membeli yang tidak hanya satu barang tapi
lebih dari satu barang
c. Mencari kesenangan (Non rational buying)
Suatu perilaku dimana konsumen membeli sesuatu yang dilakukan semata mata untuk mencari
kesenangan dan kepuasan serta konsumen membeli karena faktor hobi.

Faktor perilaku konsumtif

Perilaku konsumtif menurut Kotler (1997) dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

a. Faktor Budaya

Faktor budaya memiliki pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perilaku.

Faktor budaya antara lain terdiri dari:

1. Peran budaya. Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling14

mendasar. Seorang anak mendapatkan kumpulan nilai, persepsi, preferensi dan

perilaku dari keluarganya dan lembaga-lembaga penting lain.

2. Sub budaya. Setiap budaya terdiri dari sub budaya yang lebih kecil yang

memberikan ciri-ciri sosialisasi khusus bagi anggota-anggotanya. Sub budaya

terdiri dari bangsa, agama, kelompok ras, dan daerah geografis.

3. Kelas sosial pembeli. Pada dasarnya semua masyarakat memiliki strata sosial.

Strata tersebut biasanya terbentuk system kasta di mana anggota kasta yang
berbeda dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan

kasta mereka. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial.

b. Faktor Sosial

Sebagi tambahan atas faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi

oleh faktor-faktor sosial antara lain:

1. Kelompok Acuan. Individu sangat dipengaruhi oleh kelompok acuan mereka

sekurang-kurangnya dalam tiga hal. Kelompok acuan menghadapkan

seseorang pada perilaku dan gaya baru. Mereka juga mempengaruhi perilaku

dan konsep peribadi seseorang dan menciptakan tekanan untuk mengetahui

apa yang mungkin mempengaruhi pilihan produk dan merk actual seseorang.

Tingkat pengaruh kelompok acuan terhadap produk dan merk berbeda-beda,

pengaruh utama atas pilihan merk dalam barang-barang seperti perabot dan

pakaian.

2. Keluarga. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting

dalam masyarakat, dan telah menjadi obyek penelitian yang ekstensif. Anggotakeluarga
merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Keluarga

primer terdiri dari orang tua dan saudara kandung. Dari orang tua individu

mendapatkan orientasi atas agama, politik, ekonomi, ambisi peribadi, harga diri,

dan cinta, meskipun pembeli tidak berinteraksi secara intensif dengan

keluarganya maka pengaruh keluarga terhadap perilaku pembeli dapat tetap

signifikan.

3. Peran dan Status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh

seseorang. Setiap peran akan mempengaruhi beberapa perilaku pembelian. Setiap

peran memiliki status. Individu memilih produk yang mengkomunikasikan peran

dan status mereka dalam masyarakat.

c. Faktor Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi,

karakteristik pribadi tersebut terdiri dari:

1. Usia dan Tahap Siklus Hidup. Orang membeli barang dan jasa yang berbeda

sepanjang hidupnya. Tahap siklus hidup, situasi keuangan dan minat produk

berbeda-beda dalam masing-masing kelompok. Pemasar sering memilih

kelompok berdasarkan siklus hidup sebagai pasar sebagai sasaran mereka,

beberapa peneliti baru telah mengidentifikasikan tahap siklus hidup

psikologis. Orang dewasa mengalami “perjalanan dan transformasi”

sepanjang perjalanan hidupnya. Pemasar memberikan perhatian yang besar

pada situasi hidupnya. Pemasar memberikan perhatian yang besar pada situasi

hidup yang berubah, bercerai dan dampak mereka terhadap perilaku konsumtif.

2. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya.

Pekerja kerah biru akan membeli pakaian kerja, sepatu kerja. Direktur

perusahaan akan membeli pakaian yang mahal, perjalanan dengan pesawat

udara. Pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok pekerjaan yang

memiliki minat di atas rata-rata atas produk dan jasa mereka. Sebuah

perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya untuk kelompok

pekerjaan tertentu.

3. Keadaan Ekonomi. Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan

ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan yang dapat

dibelanjakan (tingkat, kestabilan, pola, waktu) tabungan dan aktiva

(presentase yang lancar atau likuid), hutang, kemampuan untuk meminjam

dan sikap atas belanja dan menabung. Pemasar barang-barang yang peka

terhadap harga terus memperhatikan trend penghasilan pribadi, tabungan, dan

tingkat bunga. jika indikator ekonomi menandakan resesi, pemasar dapat


mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, melakukan penempatan

ulang, dan menetapkan kembali harga produk sehingga mereka dapat terus

menawarkan nilai pada pelanggan sasaran.

4. Gaya Hidup. Orang-orang yang berasal dari sub budaya, kelas sosial, dan

pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup

individu merupakan pola hidup di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas,

minat, dan opini. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang”,17

yang berinteraksi dengan lingkungannya. Pemasar mencari hubungan antara

produk dan gaya hidup kelompok. Misalnya sebuah pabrik computer

menemukan sebagian besar pembeli computer berorientasi pada prestasi,

sehingga pemasar dapat mengarahkan merk pada gaya hidup achiever.

Copywriter iklan kemudian dapat menggunakan kata-kata dan symbol yang

menarik bagi achiever.

5. Kepribadian dan Konsep Diri. Setiap orang memiliki kepribadian yang

berbeda yang mempengaruhi perilaku pembelian. Kepribadian merupakan

karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan

tanggapan yang relative konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya.

Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti

percaya diri, dominasi otonomi, ketaatan, kemampuan bersosialisasi, daya

tahan, dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat menjadi variabel yang

berguna dalam menganalisa perilaku konsumen. Jika jenis kepribadian dengan

pilihan produk atau merk yang berkaitan dengan kepribadian adalah konsep

diri (citra pribadi) seseorang. Pemasar berusaha mengembangkan citra merk

yang sesuai dengan citra pribadi sasaran.

d. Faktor Psikologis
Pilihan pembelian dipengaruhi oleh enam faktor psikologis utama yaitu:

1. Motivasi. Motivasi berasal dari kata motif, merupakan kekuatan yang terdapat

dalam diri individu yang menyebabkan individu bertindak atau berbuat. Setiap

orang selalu mempunyai motivasi untuk memenuhi kebutuhan danmemuaskan keinginannya,


motivasi juga merupakan dasar dorongan

pembelian atau penggunaan terhadap suatu produk.

2. Persepsi. Individu yang termotivasi pasti akan siap bereaksi, tapi bagaimana

individu yang termotivasi tersebut bertindak? Adalah dipengaruhi oleh

persepsi mengenai situasi dan kondisi tempat ia tinggal. Perbedaan persepsi

konsumen akan menciptakan proses pengamatan dalam melakukan pembelian

atau penggunaan barang atau jasa.

3. Konsep Diri. Konsep diri dapat didefinisikan sebagai cara bagaimana

seseorang dapat melihat dirinya sendiri dalam waktu tertentu sebagai

gambaran tentang apa yang dipikirkannya. Setiap orang memiliki suatu

konsep tentang dirinya yang berbeda-beda, sehingga memungkinkan adanya

pandangan-pandangan atau persepsi yang berbeda-beda pula terhadap suatu

produk, baik berupa barang ataupun jasa.

4. Kepribadian. Kepribadian dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk dan sifat

sifat yang ada dalam diri individu yang sangat berpengaruh pada perubahan

perubahan perilakunya. Kepribadian konsumen sangat ditentukan oleh faktor

internal dirinya, seperti motif, IQ, emosi spiritualitas, maupun persepsi dan

faktor-faktor eksternal, seperti lingkungan fisik, keluarga, masyarakat. Pada

dasarnya kepribadian mempengaruhi persepsi dan perilaku membeli.

5. Pengalaman Belajar. Belajar sebagai suatu proses yang membawa

perubahan dalam performance sebagai akibat dari latihan atau pengalaman

sebelumnya. Jadi perilaku konsumen dapat dipelajari karena sangat


dipengaruhi oleh pengalaman dan proses latihan .

6. Sikap dan Keyakinan (agama). Sikap merupakan suatu penilaian kognitif

seseorang terhadap suka atau tidak suka. Secara emosional tindakannya

cenderung kearah berbagai objek dan ide.

Pengertian Remaja

Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata

Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

dewasa (dalam Hurlock, 1999). Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat

ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan

fisik.

Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis masa

remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia

dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara 12-21

tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa,

dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja

pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan

dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan

berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.

Ciri-Ciri Masa Remaja

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) ciri-ciri masa remaja antara lain:
1. Masa remaja sebagai periode yang penting

Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan

penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya

penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah

terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari satu

tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan

demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan

meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi
pola perilaku dan sikap yang baru pada

tahap berikutnya.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar

dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan

pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung

pesat. Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga

menurun.

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah

masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak

laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini,

yaitu :
a. Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan
remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.
b. Remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian
diri dengan standar kelompok lebih penting daripada bersikap
individualistis.Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal
masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat
laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin
menjadi pribadi yang berbeda dengan oranglain.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak
rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku
merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan
mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan
bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain

sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih

dalam hal cita-cita. Semakin tidak realistik cita-citanya ia semakin

menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain

mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang

ditetapkannya sendiri.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah

untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan

kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, remaja mulai memusatkan

diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu


merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat

dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan

memberi citra yang mereka inginkan Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks
(1999) maka terdapat

tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju

kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu :

1. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan

perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang

menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai

mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis

dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini

ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan

menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

2. Remaja madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada

kecendrungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih

menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan

dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena

masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai

atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.

3. Remaja akhir (18-21 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan

pencapaian :

a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain


dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.

c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti

dengan keseimbangan antara kepentinagn diri sendiri dengan orang

lain.

e. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat

umum.

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri masa

remaja adalah bahwa masa remaja adalah merupakan periode yang penting, periode

peralihan, periode perubahan, usia yang bermasalah, mencari identitas, usia yang

menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik dan ambang masa kedewasaan.

Anda mungkin juga menyukai