Anda di halaman 1dari 8

Budaya Ngopi Pada Masyarakat Berdasarkan

Teori Buadrillard

Disusun oleh:
Salmanira Fahala R. U. 19/444993/FI/04725

FAKULTAS FILSAFAT
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
A. Latar Belakang
Era globalisasi menjadi era perubahan secara global yang terjadi di seluruh dunia. Terdapat
perubahan yang sangat berbeda dnegan keadaan terdahulu. Pola perubahan hidup dalam
masyarakat menjadi salah satu perubahan yang terjadi pada masa yang akan datang. Pada aspek
sosial, ekonomi, dan sosial buidaya di masyarakat terjadi perubahan yang cukup besar karena
pengaruh dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Gaya hidup manusia seiring
berjalannya waktu mau tidak mau harus berubah, terutama dengan semakin banyaknya
kebutuhan hidup semakin menuntut peningkatan gaya hidup (life style). Dari peubahan gaya
hidup tersebut akhirnya menjadi cirri dari sebuah dunia modern atau yang bisa disebut
modernitas. Namun terdapat pola hidup yang mengkhawatirkan, yaitu pola hidup konsumtif yang
menjadi berkurangnya pola hidup produktif.
Kopi memang telah menjadi bagian erat dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama
lima tahun belakangan ini, dengan masuknya salah satu kedai kopi asing seperti Starbucks ke
Indonesia ternyata membawa pengaruh besar terhadap gaya hidup masyarakat urban. Untuk
menjadi objek konsumsi, suatu barang harus diubah menjadi tanda (Baudrillard, 2000: 200).
Kopi sudah lama menjadi minuman yang sering dikonsumsi oleh orang Indonesia. Terdapat
tradisi bahwa masyasrakat Indonesia pada saat pagi hari kopi menjadi minuman yang wajib ada
di atas meja makan untuk memulai hari, terutama untuk laki-laki. Tradisi minum kopi juga
sebagai teman untuk beraktivitas dan menjadi teman untuk berkumpul dan menjalin
silahturahmi. Kini, minum kopi—sering disebut ngopi—sudah masuk dalam kebiasaan anak
muda ketika berkumpul dengan teman-temannya, kencan, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Hal
tersebut membuat kebiasaan ngopi terus meningkat dan tanpa disadari minum kopi menjadi
bagian dari trend gaya hidup. Dari kejadian ini, kedai kopi tidak hanya sekedar kenikmatan kopi,
atau gaya hidup dan gaya khasnya saja, namun menjadi sebuah simbolik yang memiliki arti
tersendiri bagi masyarakat.
Dengan demikian, keadi kopi bukan hanya tempat jual beli, tetapi memiliki fungsi lain bagi
masyarakat bersangkutan. Penjelasan tersebutlah yang menjadi daya tarik kedai kopi yang
mempesona para penikmatnya. Dari siang hingga malam kedai kopi seperti tempat yang sangat
cocok untuk bertukar ide, berdiskusi, atau sekedar berbincang sembari ditemani segelas kopi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis ingin melakukan penelitian bagaimana pola
budaya ngopi di kalangan remaja dan pandangan Baudrillard terhadap budaya ngopi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah bahwa aktivitas
ngopi sudah menjadi pola budaya yang mengkhawatirkan yaitu perilaku konsumtif. Dengan
menjamurnya coffeeshop menjadi lahan baru tersendiri bagi pengusaha kopi, dimana mereka
berlomba-lomba membuat konsep yang bisa menarik pecinta kopi. Sehingga para pelanggan atau
pecinta kopi merasa ingin mencoba dari sajian kopi yang baru. Dari penjelasan tersebut diajukan
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pola budaya ngopi di masyarakat?
2. Bagaimana budaya ngopi menurut Buadrillard?

C. Pembahasan
Budaya Ngopi di Masyarakat
Gaya hidup dapat diartikan menjadi tindakan yang membantu memahami dan mengerti
untuk menggambarkan atau menjelaskan, tapi tidak berarti membenarkan apa yang orang
tersebut lakukan, mengapa mereka melakukan, dan apakah yang dilakukannya memiliki makna
bagi dirinya maupun orang lain. Ngopi menjadi perilaku suatu kebiasaan atau budaya masyarakat
saat ini dan bagian dari gaya hidup sebagian masyarakat. Menjamurnya kedai-kedai kopi yang
memiliki nama brand besar yang berada di pusat perbelanjaan atau mall seperti Starbucks, J‘Co
Donuts and Coffee, lalu Excelso dan lain sebagainya, mampu mengendalikan selera bagi
sebagian masyarakat ketika ingin melakukan kegiatan ngopi. Kedai kopi tidak hanya semata-
mata sebagai tempat untuk ngopi saja, melainkan saat ini telah menjadi tempat berkumpulnya
anak muda, tempat pertemuan (meeting), dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Ketika sedang meminum kopi atau ngopi, tampak berbagai individu atau kelompok
melakukan kegiatan, seperti menikmati suasana kedai kopi, mengerjakan tugas dan pekerjaan,
bercengkerama dengan teman-teman dan melakukan pertemuan (meeting) di kedai-kedai kopi
yang saat ini sudah berjamur di sepanjang jalan. Kedai kopi saat ini memiliki tempat yang
nyaman dan fasilitas yang mendukung untuk kegiatan tersebut. Interior dan desain kedai kopi
pun juga saat ini semakin beragam. Hal tersebut menjadi alasan pelanggan kedai kopi betah dan
merasa cocok dengan tempat, suasana, pelayanan, serta produk-produk dari kedai kopi itu
sendiri.
Seiring dengan berkembangnya jaman, kedai-kedai kopi mengalami perubahan untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan. Berdasarkan dengan melihat seberapa betahnya para
pelanggan dapat duduk berjam-jam di kedai kopi sambil melakukan kegiatannya. Kedai kopi
yang pada awalnya hanya menyajikan kopi, teh, dan camilan dari penggorengan panas dengan
minyak yang harus ditiriskan, kini kedai kopi juga menyediakan makanan berat seperti ricebowl
atau kue kering dan menu makanan lainnya. Untuk sebagian masyarakat kegiatan ngopi
dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam mengisi waktu luang. Hal tersebut dapat dilihat
dengan tidak pernah ada sepinya kedai-kedai kopi dari pelanggan setia.
Para penikmat kopi dalam memilih tempat ngopi menjadi pertimbangan tersendiri. Dari
memilih tempat yang masih kental tradisionalnya sampai memilih tempat yang modern. Namun
saat ini, sebagian masyarakat—terutama remaja—lebih memilih tempat ngopi yang hits atau
dapat disebut kekinian supaya mendapatkan tempat dan suasana yang nyaman dan menarik untuk
menjadi objek foto atau bahan untuk posting di media sosial.
Munculnya kedai-kedai kopi dengan berbagai brand, membuat para pemilik usaha kopi
berlomba-lomba untuk berinovasi dan melakukan pembaharuan serta memberikan promo-promo
agar dapat menarik pelanggan lebih banyak. Hal tersebutlah yang akhirnya mempengaruhi
sebgaian masyarakat dalam memilih tempat untuk ngopi. Saat seseorang sedang melakukan
kegiatan ngopi, kelompok pertemanan orang tersebut ikut memberikan pengaruh. Kelompok
tersebut salah satunya adalah kelompok primer yang ditandai dengan saling mengenal antara
anggota-anggotanya dan kerja sama yang memiliki sifat pribadi, contohnya keluarga, kelompok
sepermainan, dan lain-lain. Perilaku konsumsi pada kelompok pertemanan yang dimaksud ini
dapat berlaku dalam hal apapun seperti dari hobi, fashion, atau selera. Dalam suatu kelompok
seringkali terdapat kemiripan antara sati dengan lainnya, hal ini bukan sesuatu yang mengejutkan
karena suatu kelompok terbentuk dari loggika atau selera yang hamper sama.
Selanjutnya, dalam hal konsumsi juga terpengaruh oleh trend budaya. Suatu trend budaya
tidak aka nada habisnya untuk diperbincangkan karena akan terus berkembang bersamaan
dengan kemajuan zaman. Pada abad ke-21, masyarakat modern dapat merasakan dnegan
cepatnya masuk budaya baru dan pergantian trend budaya yang diikuti oleh sebagian besar
masyarakat, hal tersebut disebabkan oleh teknologi digital yang membuat masyarakat mudah
mengakses bermacam-macam platform untuk mengetahui berbagai informasi baik trend budaya,
ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Budaya saat ini dapat disebut dengan kultur digital. Kultur
digital merupakan sebutan yang tepat untuk situasi dan kondisi pada abad ke-21. Alasannya
karena hampir segala tindakan dan proses interaksi hari ini praktis bergantung pada teknologi
digital.
Kultur digital dapat dimisalkan seperti narkoba jenis baru yang memiliki sebuah zat adiktif
atau candu yang membuat manusia tidak dapat lepas dan ketergantungan dengan teknologi
digital. Untuk mereka—penikmat kopi—tidak ingin sampai disebut ketinggalan zaman karena
tidak mengikuti perkembangan budaya ngopi yang terjadi saat ini dengan tujuan untuk
memperlihatkan kepada para pengikutnya di akun media sosial. Ketika ngopi mereka tidak lupa
untuk memposting atau membuat story pada akun media sosial miliknya. Hal tersebut sudah
seperti kebiasaan, ketika seseorang pergi ke tempat tertentu—terutama tempat yang hits dan
aesthetic—mereka akan dengan segera membuat story atau status untuk menunjukan
eksistensinya. Dan yang terakhir, para pelanggan kedai tidak terlepas dari pengaruh yang
namanya promo atau potongan harga, mereka tergiur akan promo-promo tersebut karena sangat
menarik dan mereka menganggap sangat diuntungkan dengan adanya promo dan potongan harga
tersebut.

Budaya Ngopi Berdasarkan Teori Buadrillard


Berdasarkan pandangan Jean P. Baudrillard mengenai gaya hidup sebagai perilaku
konsumsi ini tentang teori masyarakat konsumsi yang simulacra dijadikan cara untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat konsumsi atas simbol atau tanda. Sebagai masyarakat yang memperoleh
banyak citra dan informasi yang ada, maka simulacra telah menciptakan citra menjadi suatu hal
yang diperhatikan dan diminati sebagian masyarakat saat ini. Pada zaman dimana perkembangan
teknologi yang cepat saat ini, teknologi memiliki peran penting dalam hal menciptakan
simulacra. Seperti, media sosial, pada saat ini media sosial tidak hanya memiliki fungsi sebagai
alat jejaring sosial yang menghubungkan satu sama lainnya walaupun berada dalam jarak dimana
tidak memungkinkan bertemu karena lokasi yang jauh, namun kini media sosial dijadikan suatu
alat atau tempat yang dapat menarik minat masyarakat dalam kegiatan ekonomi atau konsumsi.
Media sosial dipenuhi dengan berbagai iklan dengan potongan harga atau promo yang dapat
mendistorsi pikiran sehingga membuat sebagian masyarakat tertarik dan tidak ingin menyia-
nyiakan promo atau potongan harga tersebut.
Saat ini, Ngopi lebih menjadi sebuah gaya hidup dan bertransformasi menjadi budaya
populer. Melakukan kegiatan ngopi di sebuah kedai kopi tertentu secara sadar atau tidak sadar
yang akan membedakan diri individu dengan orang lain. Kegiatan ngopi tersebut telah menjadi
sebuah tindakan mendapatkan prestise supaya dapat menunjukkan bahwa hanya orang-orang
tertentu yang bisa melakukan hal tersebut. Budaya populer ngopi memiliki kaitan dengan budaya
konsumerisme, artinya sebagian masyarakat merasa kurang dan tidak puas dengan apa yang
dimiliki. Masyarakat kini tidak menganggap ngopi sebagai kebutuhan, namun terdapat keinginan
dan gengsi. Dari penjelasan tersebut, sifat konsumsi masyarakat cenderung tidak hanya
didasarkan atas kebutuhan hidup, namun juga didasarkan pada keinginan yang dapat memuaskan
hasrat.
Mengenai peulisan ini apabila melihat dari pemikiran Baudrillard tentang masyarakat
konsumsi, Baudrillard memfokuskan pada konsumsi ketika individu mengonsumsi maka kamu
ada, sehingga saat ini sistemnya adalah objek dengan objek. Artinya masyarakat kini tidak hanya
menjadi sebagai subjek melainkan menjadi objek yang mengobjekkan sesuatu seperti pada gaya
hidup ngopi yang sedang nge-trend akhir-akhir ini. Akibatnya, individu tidak mempunyai
kendali pada dirinya karena manusia tidak lagi dikelilingi oleh manusia, namun lebih seperti
manusia dikelilingi oleh simbol. Jadi, ketika seseorang membeli komoditas tidak berdasarkan
pada kebutuhan, tetapi berdasarkan pada nilai simbol (symbolic value) dan nilai tanda (sign
value). Kedua nilai tersebut menjadi pertimbangan alasan mengapa subjek memilih untuk
membeli berbagai komoditas yang ada pada kedai kopi tersebut. Adanya dorongan-dorongan dari
luar seperti kelompok pertemanan, trend budaya, serta iklan-iklan yang menawarkan berbagai
macam promo setiap harinya, menambah dorongan pada subjek untuk memenuhi hasrat tersebut.
Subjek yang mempunyai gaya hidup ngopi sebagai perilaku konsumsi berawal dari
memperoleh atau menonton simulasi-simulasi yang terdapat pada media sosial seperti instagram
atau youtube. Baik sengaja maupun tanpa sengaja, saat kita membuka platform instagram yang
menampilkan foto-foto yang menarik atau memutar video di youtube, didalam foto atau video itu
terdapat berbagai iklan yang disimulasikan oleh model-model yang ideal sehingga mampu
mengonstruksi pikiran imajiner terhadap sebuah realitas, tanpa menghadirkan realitas itu sendiri
secara esensial. Simulakra dapat dijadikan sebagai bentuk instrumen yang mampu merubah hal-
hal yang bersifat abstrak menjadi konkret dan begitu pula sebaliknya yang konkret menjadi
abstrak. Setelah sebagian masyarakat menerima simulasi- simulasi yang dibuat oleh kedai kopi,
lalu mereka akan menirukan apa yang mereka lihat pada simulasi tersebut. Seiring dengan
berjalannya waktu hal tersebut terus dilakukan secara berkelanjutan sehingga menjadikan subjek
kehilangan kesadaran atau jati dirinya yang disebut Baudrillard yaitu ekstasi. Ekstasi merupakan
kemabukan pada diri manusia yang membuatnya menjadi tidak sadar dan pada tahap ini,
manusia sudah tidak lagi menjadi subjek melainkan menjadi sebuah objek dari objek. Hal
tersebut mampu menciptakan sebuah stratifikasi sosial pada masyarakat, Baudrillard biasa
menyebutnya distingsi, yaitu jarak sosial yang diakibatkan oleh pilihan selera (Yugantara, 2020).

D. Penutup
Gaya hidup ngopi telah menjadi trend di masyarakat saat ini, sehingga untuk sebagian
masyarakat ngopi merupakan gaya hidup baru yang didalamnya terdapat perilaku konsumsi atas
simbol dan tanda sebagai representasi diri. Hal tersebut dapat terlihat dari beberapa aspek yang
sesuai dengan konsep mengenai perilaku konsumsi yakni subjek memiliki kecenderungan
membeli komoditas tidak berdasarkan kebutuhan (need), melainkan membeli komoditas
berdasarkan pada hasrat (desire) untuk memenuhi kebutuhan atas simbol dan tanda. Secara
emosional, subjek memiliki tujuan untuk memperoleh prestise, menjaga images, serta
meningkatkan kepercayaan diri. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi logika konsumsi
masyarakat yaitu kelompok pertemanan, trend budaya, promo-promo yang menarik, dan
sensibilitas yang dimiliki oleh masing-masing individu terhadap suatu brand atau simbol.
Dalam beraktivitas melakukan ngopi, sebaiknya dilakukan dengan kegiatan produktif
lainnya seperti meeting, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Alasannya, karena untuk secangkir
kopi terkadang harganya bisa terbilang mahal terutama untuk para remaja yang masih sekolah.
Selain itu, sebenarnya bisa saja ngopi dilakukan di rumah karena pengeluarannya jauh lebih
sedikit dan dapat menghindari keramaian—terutama pada situasi dan kondisi saat ini. Sehingga
pengeluaran yang sebelumnya habis karena ngopi, bisa ditabung atau untuk pengeluaran penting
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Muhammad. 2014. Teori Simulakrum Jean Baudrillard dan Upaya Pustakawan
Mengidentifikasi Informasi Realitas. Khizanah Al-Hikmah, Vol.2(1): 38-48.

Yugantara. Rachmad Susilo. Sulismadi. 2020. Gaya Hidup Ngopi Sebagai Perilaku Konsumsi.
Jurnal Agama Sosisal dan Budaya, 4(1): 126-137.

Afdholy, Nadya. 2019. Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban Pada Produk Kopi Ala Starbucks.
Jurnal Kajian Budaya dan Perubahan, 3( 1): 111-119.

Marbawani, Ganistria. 2018. Pemaknaan Nongkrong Bagi Mahasiswa Yogyakarta. Jurnal Kajian
Budaya dan Perubahan., 9(1): 1-15.

Anda mungkin juga menyukai