Anda di halaman 1dari 11

Tren Budaya Nongkrong di Coffe Shop bagi Remaja Indonesia Sebagai

Budaya Populer
Oleh: Suci Ashari1902056043
Ilmu Komunikasi A 2019

Pendahuluan

Nongkrong adalah kegiatan yang akrab dilakukan bagi anak-anak muda untuk
mengisi waktu luang sebagai hiburan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), arti kata nongkrong adalah sebuah istilah dimana aktivitas berkumpul
bersama teman-teman di suatu tempat dan melibatkan pembicaraan segala macam
hal, mulai dari yang remeh sampai yang serius.

Dewasa ini, aktifitas nongkrong di coffee shop menjadi populer di kalangan


remaja. Coffe shop sebagai tempat dengan deretan utama sasaran tempat
nongkrong anak muda. Adanya fenomena ini tak lepas dari internalisasi budaya
melalui media massa dan Internet akibat kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi informasi telah memengaruhi berbagai aspek dalam


kehidupan dan menimbulkan berbagai fenomena baru. Penyebaran informasi
melalui media massa dan internet menjadikan penyebaran berbagai informasi
khusus nya kebudayaan menjadi lebih cepat diserap dan diterima oleh masyarakat.

Melalui teknologi media massa dan media siber seperti media sosial
merupakan salah satu media yang mampu menginternalisasi tren dalam
budaya-budaya populer. Ini dikarenakan tingkat konsumsi masyarakat khusus nya
di Indonesia terhadap media konvensional maupun internet cukup tinggi dengan
rata-rata 5 jam per hari nya dengan ebagian besar konsumen nya adalah remaja
generasi Z yang akrab dengan teknologi dan informasi.
Menurut Studi Nielsen pada 2018 tentang tingkat penggunaan media massa
konvensional dan internet bahwa durasi menonton TV di Indonesia rata-rata 4 jam
53 menit dalam per hari, disusul dengan internet 3 jam 14 menit per hari nya.
Adanya durasi mengkonsumsi media ini, menjadikan penggiat bisnis dunia
hiburan menyebarkan beberapa nilai-nilai budaya mulai dari film, lagu, fashion,
sampai penyebaran konten-konten di media sosial yang berpeluang menjadi viral.
Aktivitas-aktivitas penyebaran budaya tersebut menjadikan fenomena trending
nya sebuah budaya termasuk budaya nongrkong di coffee shop bagi anak remaja.

Budaya nongkrong di coffee shop semakin menjadi popular dan tempat


favorit bagi kalangan remaja sejak empat tahun belakangan.
Hasil riset dari TOFFIN, sebuah perusahaan penyedia solusi bisnis berupa barang
dan jasa di industri hotel.resto dan cafe di Indonesia menunjukkan jumlah kedai
kopi terus meningkat tiga kali lipat dari tahun 2016 sampai 2019 mencapai hampir
3.000 gerai dari hanya sekitar 1.000 gerai. Data tersebut menunjukkan adanya
minat masyarakat yang mulai tinggi akan berkunjung ke gerai kopi atau coffee
shop.

Sementara itu, tingkat konsumsi kopi domestik di Indonesia juga meningkat.


Dari data tahunan Konsumsi Kopi Indonesia 2019/2020 yang dikeluarkan oleh
Global Agricultural Information Network menunjukkan konsumsi kopi domestik
naik 13,9 persen dibandingkan konsumsi pada 2018/2019.

Riset tentang perkembangan bisnis kedai kopi di Indonesia yang dilakukan


oleh TOFFIN melalui indepth interview ada tujuh faktor yang mendorong
menjamur nya gerai-gerai kopi di Indonesia, yaitu:

1. Kebiasaan (budaya) nongkrong sambil ngopi.

2. Meningkatnya daya beli konsumen, tumbuhnya kelas menengah, dan harga


RTD Coffee di kedai modern yang lebih terjangkau.
3. Dominasi populasi anak muda Indonesia (Generasi Y dan Z) yang menciptakan
gaya hidup baru dalam mengonsumsi kopi.

4. Kehadiran media sosial yang memudahkan pebisnis kedai kopi melakukan


aktivitas marketing dan promosi.

Dari hasil riset di atas ada beberapa poin yang dapat kita sorot yaitu,
pertambahan yang signifikan dari gerai kopi di Indonesia dikarekanakan
kebiasaan baru budaya nongrkong sambil ngopi, dominasi anak muda generasi Y
dan Z menciptakan gaya hidup baru mengkonsumsi kopi, kehadiran media sosial
sebagai wadah pebisnis untuk marketing dan sekaligus menjadikan nya budaya
yang populer.

Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa nongkrong di coffee shop telah
menjadi gaya hidup baru di kalangan remaja Indonesia. Coffee shop telah menjadi
tempat yang bukan hanya sekedar meminum kopi untuk kepuasan fisik tetapi
sudah bergeser menjadi tempat yang prestise, pemunuhan kepuasan batin, dan
menghasilkan budaya baru yang kekinian bagi anak muda.

Coffe Shop yang Beralih Fungsi dan Aktifitas Nongkrong di Kalangan


Remaja

Coffee shop atau kedai kopi pada awal nya muncul di daerah Turki pada
tahun 1475 ada nya coffee shop pada masa itu karena kopi adalah unsur penting
dalam kebudayaan Turki. Sangking pentingnya bahkan ada hukum yang
mengatakan jika seorang suami tidak memberikan pasokan kopi yang cukup
untuk istrinya, maka istrinya berhak menceraikan sang suami. Sampai akhrinya
kopi menjadi kedai-kedai yang tersebar di seluruh Turki sampai Inggris, keseluruh
Eropa, hingga Amerika. Keberadaan coffee shop umum nya tumbuh pesat di
daerah urban atau perkotaan. Masyarakat perkotaan yang lekat dengan aktifitas
yang padat dan mobilitas tinggi dan memerlukan adanya tempat untuk
menghilangkan penat dari aktifitas padat yang dijalani. Bagi anak remaja
perkotaan,

Aktifitas nongkrong lebih sering dilakukan oleh remaja di perkotaan.


Perkotaan menawarkan destinasi tempat yang modern dengan akses yang mudah.
Nongkrong pada awal nya dapat dilakukan di mana saja namun seiring
berkembangnya zaman, kehidupan masyarakat perkotaan pun mulai mengalami
perubahan gaya hidup. Salah satunya, manifestasi gaya hidup saat ini adalah
kebiasaan nongkrong di kafe bagi anak remaja. Gaya hidup yang mengalir melalui
secangkir kopi menjadikan kafe sebagai pilihan gaya hidup yang bisa didapatkan,
diisi ulang, atau bahkan ditingkatkan (Tucker, 2011: 6-7).

Tempat coffee shop menawarkan berbagai pilihan dengan gaya hidup baru
yang lebih cair. Artinya, coffee shop menjadi bagian dari gaya hidup yang lekat
hubungan nya dengan bersantai, tidak kaku, dan melepas ketegangan pola hidup
di perkotaan. Akhirnya, tanpa disadari aktifitas ini menjadi tempat ketiga setelah
rumah dan tempat belajar dengan berbagai alasan tertentu. Ini menjadi fenomena
yang menarik dan berdampak bagi kehidupan sosial kita, terutama soal perubahan
gaya hidup, pola konsumsi, dan bentuk interaksi yang terjadi.

Nongkrong di coffee shop lambat laun telah menjadi budaya bagi remaja di
perkotaan. Menurut Nur (2003:1) Budaya anak muda dan perkotaan (Youth
Culture and Urban), yaitu budaya yang dinikmati untuk bersenang-senang
diantara teman sebaya, dengan menekankan pada penampilan dan gaya di
kalangan remaja perkotaan. Pemandangan di coffee shop pun menjadi lumrah
ketika anak remaja berjam-jam menghabiskan waktu di coffee shop. Tidak sedikit
mereka yang menjadikan coffee shop agenda kunjungan rutin harian atau
mingguan.
Fenomena ini menjadikan ada nya peralihan fungsi dari coffee shop yang hanya
sebatas tempat membeli kopi menjadi tempat yang diminati remaja sebagai bagian
dari gaya hidup dan sosialisasi mereka di masyarakat. Adanya pergeseran atau
perubahan fungsi dari sebuah tempat makan, seperti cafe ataupun restoran
mengakibatkan adanya fenomena sosial dan budaya baru di dalam masyarakat
karena perubahan perilaku dari masyarakat tersebut (Sholahuddin dalam
Nurdianah, 2019)

Mengapa Nongkrong di Coffee Shop Menjadi Budaya Populer?

Budaya populer menurut McDonald dalam Popular Culture (Strinati,


2004:18)
sebagai sebuah power dinamis, yang menghancurkan batasan kuno, tradisi, selera
dan mengaburkan segala macam perbedaan menghasilkan apa yang disebut
budaya homogen, Fitryarini (2012:3). Budaya populer muncul karena adanya
kapitalis yang menggunakan media dan prilaku konsumsi masyarakat. Strinati
(1995) menyebut konsumsi budaya populer oleh orang banyak sering
menimbulkan kekawatiran baik intelektual, pemimpin politik atau pembaru moral
dan sosial.

Hadir nya media massa dan media baru memberikan konsep baru dalam
budaya populer. Salah satu bentuk unternalisasi budaya populer di media massa
adalah lewat film. Film mempunyai pengaruh besar dalam menyebarkan
nilai-nilai kebudayaan. Begitupula dengan media baru yang menyediakan ruang
interaksi dan algoritma berdasarkan minat individu masing-masing.

Budaya nongkrong di Coffee Shop di Indonesia sendiri mulai terasa dari


transformasi budaya minum kopi dalam film “Filosofi Kopi”. Filosofi Kopi
adalah film yang pertama kali di Indonesia yang mengangkat tema kopi kedalam
film komersil/bioskop. Flim ini merupakan sebuah film adaptasi dari sebuah
cerpen yang kemudian dijadikan novel oleh Dee Lestari. Di dalam film ini terurai
detail
Proses panjang hadir nya kopi dimulai dari nol hingga disajikan ke secangkir
gelas kepada konsumen. Film ini juga menampilkan kehidupan masyarakat urban
atau kota dengan gaya hidup nongkrong di coffee shop dengan suasana coffee
shop yang menarik. Film ini juga mengambarkan bagaimana gaya hidup
masyarakat khususnya remaja dan kaum muda dengan esensi menyeruput kopi di
coffee shop yang membuat budaya nongkrong sembari ngopi-ngopi itu menjadi
lebih keren. Film ini sukses meracuni audiens dan telah menampilkan dua sekuel
dari film pertama yang di tayangkan. Setelah film ini meledak, mendadak
orang-orang mulai menyukai kopi, menekuni cara membuat kopi (menjadi
barista), dan mulai membuka peluang usaha dalam dunia kopi. Film ini secara
signifikan membuka khazanah pengetahuan audiens tentang dunia kopi dan
pergeseran dari coffee shop itu sendiri menjadi icon modernisasi yang kekinian.

Setelah media massa melalui film Filosofi Kopi sukses metransfer budaya,
media sosial sebagai media baru pun turut andil dalam mendukung keperkasaan
budaya populer mulai dari membentuk identitas dan menimbulkan perilaku baru.
Instagram khusus nya memberikan kebebasan bagi nitizen untuk memposting
video dan foto daily acetivities, hal itu sangat dekat dengan anak muda.

Budaya populer dalam konten media sosial bermula dari sebuah tren di media
sosial dan menjadi soft culture, kemudian beranjak pada tahap meniru, mencoba
hingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu kemudian berkembang dan
bertransformasi menjadi gaya hidup baru. Fenomena ini didasarkan
atas observation learning theory (Bandura,1977). Observation learning
theory adalah pembelajaran yang muncul pada konteks sosial, orang belajar dari
mengobservasi, menirukan dan mencontoh dari orang lain (Schultz., & Schultz,
2009). Bandura, (1977) mengemukakan bahwa orang-orang belajar dari
mengobservasi contoh dari orang di sekitarnya, dari yang baik maupun buruk.
Observational learning atau modeling adalah faktor penting dalam proses belajar
manusia. Dalam proses modeling, konsep reinforcement yang terjadi pada orang
lain dapat memperkuat perilaku individu (Asfar., Asfar., & Halamury, 2019).
Dari fenomena yang tersebut, perubahan perilaku nongkrong di Coffee Shop
sebagai bagian dari gaya hidup dikarenakan masyarakat Indonesia sangat
mengikuti tren yang ada pada saat ini. Tren ini muncul dikarenakan seseorang
terpengaruh oleh pencetus dari tren tersebut. Setelah itu, banyak masyarakat
belajar mengobservasi dan menirukan perilaku tersebut yang muncul dari
lingkungan sekitarnya.

Pada akhirnya, nongkrong-nongkrong di coffee shop menjadi tren remaja


hingga saat ini sehingga dikatakan salah satu fenomena dari budaya yang populer
akibat produk dari media massa dan di dukung penyebaran nya oleh media baru
khusus nya media sosial Instagram.

Wajah Baru Coffee Shop: Menarik Minat Remaja Nongkrong di Coffee Shop
Sebagai Gaya Hidup Baru

Zaman dulu, pilihan kopi di Indonesia belum banyak. Kopi hanya disajikan
hitam original tanpa embel-embel apapun. Pemanisnya hanya gula dan susu kental
manis. Dari segi pembuatan dan penyajiannya pun cenderung sederhana. Kini,
kopi dibuat dan disajikan dengan cara yang beragam, baik dari jenis sampai
metode pengolahannya yang bermacam-macam.

Perbedaan lain kopi dulu dan sekarang adalah tempat minum kopi sekarang y
letak nya tidak di warung-warung, gerobak, atau kaki lima pinggir jalan.
Melainkan di kedai-kedai kopi keren. Kedai-kedai disulap menjadi semenarik dan
senyaman mungkin, rumah-rumah disulap menjadi se aesthetic mungkin dengan
tata ruang yang memanjakan mata. Tak hanya menjual kopi, ada juga kedai-kedai
yang memiliki galeri seni, menjual bunga, alat-alat selancar, toko permainan,
sampai toko musik.

Coffee shop masa kini telah menampilkan wajah baru yang menjadikan
aktifitas nongkrong-nongkrong lebih nyaman dan berulang. Ada beberapap faktor
dari daya tarik coffee shop masa kini yang menarik minat remaja dan kaum muda
milenial :
1. Faktor Kenyamanan

Coffee shop masa kini menawarkan tempat yang lebih dari hanya sekedar
tempat membeli kopi, namun mereka juga menghadirkan konsep suasana yang
cozy, mengandung keakrabban dan membuat pengunjung semanyaman mungkin
betah berlama-lama. Minat yang tinggi mengunjungi coffe shop dimanfaatkan
bagi mereka pebisnis di dunia ini untuk menghadirkan fasilitas-fasilitas yang
mungkin menambah daya tarik lebih seperti fasilitas WIFI, ruangan ber AC,
suasana yang tenang dengan alunan musik santai.

2. Media Aktualisasi diri

Remaja yang mengikuti tren merupakan salah satu bentuk aktualisasi diri
yang mana mereka mencoba untuk menunjukkan bahwa mereka ada dan tidak
tertinggal oleh zaman. Suatu bentuk pengakuan eksistensi diri.

Untuk anak muda saat ini, pergi dan nongkrong di coffee shop merupakan
sebuah budaya populer tersendiri di mana ketika berada di dalam coffee shop
tersebut selain membeli makan dan minuman tetapi juga membeli nilai-nilai
prestise yang ditimbulkan dari kepopuleran budaya ngafe tersebut sehingga tak
jarang anak muda masa kini nongkrong di coffee shop hanya untuk memperoleh
status sosial yang dianggap tinggi oleh orang lain.

Tindakkan ini tak luput dari aktifitas mengunggah momen mereka ke media
sosial instagram dengan menampilkan brand kopi tertentu yang di beli. Perilaku
mengunggah poto makanan atau minuman dengan menampilkan brand kopi yang
cukup terkenal banyak dilakukan oleh anak muda saat ini, dengan mengunggah
foto brand tersebut. Hal itu seperti ingin menunjukkan kepada orang banyak
bahwa mereka sedang berada di sebuah tren yang sedang happening yaitu
nongkrong di kafe.

Tak jarang coffee shop saat ini menawarkan design interior dan konsep yang
instagrammable dan konsep itu terus di update sesuai perkembangan trend yang
digandrungi anak muda. Misal nya suasana vintage atau monokrom. .Oleh
karenanya, kafe saat ini sarat dimaknai sebagai ruang yang tidak hanya sebatas
pada penyediaan kopi sebagai simbol keberadaan sebuah ruang, namun kafe telah
menjadi satu penanda momentum di mana kebudayaan baru mulai terbentuk
(Palupi, 2016:134)

Nilai-nilai Konsumerise dalam Budaya Nongkrong di Coffee Shop\

Gaya hidup nongkrong di Coffee shop bagi remaja sudah menjadi investasi rutin
sendiri di setiap bulan nya. Perilaku nongkrong di coffee shop tersebut
diaktualisasikan dengan tindakan memperbarui status untuk menunjukkan bahwa
hanya orang-orang tertentu yang bisa melakukan hal tersebut. Budaya popular
mengonsumsi kopi berkaitan erat dengan budaya konsumerisme, di mana
masyarakat merasa kurang dan tidak puas dengan apa yang dimiliki. Masyarakat
akan membeli sesuatu bukan berdasarkan kebutuhan, melainkan keinginan bahkan
gengsi. Budaya konsumerism tersebut yang menyebabkan masyarakat mengikuti
gaya hidup mewah dan santai sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan leisure
class di kedai kopi.

Masyarakat leisure class yang diartikan oleh Veblen sebagai kelas pemboros
di mana masyarakat akan mengeluarkan banyak uang untuk menghabiskan waktu
luang. Dengan menghabiskan uang dan waktu luang maka akan muncul suatu
aktivitas konsumsi yang berlebihan. Menurut Veblen bahwa konsumsi yang
berlebihan dapat diartikan sebagai pemakaian uang dengan tujuan untuk
meningkatkan status sosial.
Kesimpulan

Budaya populer nongkrong di coffee shop tak luput dari pengaruh media
massa dan media baru dalam menginternalisasikan kebudayaan yang hendak
disebarkan. Nongkrong di coffee shop yang menjadi tren saat ini di persepsikan
oleh anak remaja perkotaan sebagai bagian dari gaya hidup yang prestise dan
wadah pengaktualisasian diri yang menanamkan nilai-nilai konsumerisme di
tengah anak-anak remaja. Sehingga, coffee shop pada saat ini telah mengalami
pergeseran fungsi bukan hanya sebagai nilai guna (use values) tetapi juga sebagai
(sign values) yang mengarah pada tanda. Sifat nya lebih personal dan menjadi
bagian dari proses konsumsi tersendiri bagi anak remaja.

Daftar Pustaka

Ahmad Fauzi, I Nengah Punia, dan Gede Kamajaya. 2019. Budaya


Nongkrong Anak Muda di Kafe (Tinjauan gaya Hidup Anak muda di Kota
Denpasar). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

Solikatun,Kartono, dan Argyo Demartoto. 2015. Perilaku Konsumsi Kopi


Sebagai Budaya Masyarakat Konsumsi: Studi Fenomenologi Pada Peminum Kopi
di Kedai Kopi Kota Semarang. Jurnal Analisa Sosiolog. 4(1): 60 –74

Yofiendi Indah Indainanto, Faiz Albar Nasution. 2020. Magister Ilmu Komunikasi,
Universitas Dipenogoro. Vol.14 (No. 1 ) : no. 102 - 110.

Anda mungkin juga menyukai