PROPOSAL TESIS
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
10
10
11
11
13
15
17
20
22
22
23
25
25
26
26
26
28
28
2.1.7.1 Customer
28
2.1.7.2 Producer
28
UNIVERSITAS INDONESIA
2.1.7.3 Enabler
28
2.1.7.4 Limiter
28
29
2.2.2 Engagament
30
31
33
36
37
38
39
40
42
42
40
42
43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Analisis PEST Ward dan Peppard (2002, p70-72)
22
28
24
34
35
38
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia
khususnya dalam dunia usaha atau bisnis. Begitupun semakin menjamurnya usaha kedai kopi
(coffee shop), yang telah tersebar di seluruh Indonesia. Coffee shop saat ini menawarkan
berbagai macam produk kopi dengan tampilan yang ekslusif dengan pendekatan yang lebih
friendly dan merakyat (Rosetta, 2006). Saat ini coffee shop identik dengan tempat yang nyaman,
suasana yang cozy, interior mewah, dengan dilengkapi beberapa fasilitas seperti lounge, caf,
bar, serta Wi-Fi. Produk utama yang dijual oleh toko-toko kopi termasuk minuman serta
makanan gratis. Minuman termasuk diseduh kopi dan teh; minuman espresso (cappuccino, cafe
latte); dingin minuman dicampur; air botol; minuman ringan; dan jus. produk makanan termasuk
kue-kue, roti item, makanan penutup, sandwich, dan permen. Banyak toko-toko kopi menjual
seluruh atau kopi bubuk biji untuk konsumsi rumah. Beberapa toko-toko kopi menjual kopi atau
peralatan espresso pembuatan, penggiling, mug, dan aksesoris lainnya. Sebagian besar toko kopi
melayani berkualitas tinggi, kopi premium yang dikenal sebagai kopi spesial.
Masyarakat Indonesia biasanya pergi untuk minum kopi setelah bekerja dan bersantai di mana
orang biasanya bertemu setelah bekerja atau untuk pertemuan bisnis. Sebaliknya, banyak budaya
di berbagai negara melihat kopi sebagai bagian dari mereka gaya hidup di mana mereka memiliki
kopi sebelum atau dalam perjalanan ke tempat kerja.Namun, Indonesia saat ini memiliki
pemahaman lebih tentang kopi, mengetahui jenis-jenis kopi yang mereka inginkan, bagaimana
proses penyeduhan kopi tersebut, dan terintegrasi ke dalam gaya hidup mereka.
Dapat dikatakan bahwa pasar kopi Indonesia ataqu negara-negara ASEAN, yaitu, pasar
domestik mulai tumbuh setelah raksasa kopi Amerika memasuki pasar. Hal ini mengubah
perspektif mengenai kopi dan gaya hidup serta mempengaruhi pengusaha lokal untuk memulai
usaha kedai kopi sendiri.
Karakteristik unik dari kedai kopi lokal Indonesia adalah puncak dari biji kopi lokal. Biji kopi
Indonesia ini yang digunakan oleh banyak pemilik kafe dan bahkan raksasa rantai kopi,
Starbucks yang menawarkan biji kopi dari Sumatera di respon terhadappermintaan konsumen
untuk biji kopi lokal yang baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak toko-toko yang
menawarkan kualitas tinggi kopi lokal Indonesia. Kota-kota besar seperti Jarkarta, Surabaya,
Bali, dan Bandung memiliki pertumbuhan yang cepat dari kedai kopi. Pemilik usaha kedai kopi
tersebut harussangat selektif bahan-bahan mereka, dan pemasaran yang terbaik. Strategi adalah
untuk menawarkan produk-produk berkualitas untuk memenangkan persaingan. Perkembangan
yang terjadi pada bisnis kedai kopi ini tidak terlepas dari masuknya Starbucks Coffee yang
UNIVERSITAS INDONESIA
merupakan coffee shop asal Amerika Serikat. Kemudian coffee shop lain bermunculan
meramaikan pasar. Persaingan antar coffee shop tidak hanya yang berasal dari luar negeri seperti
Gloria Jeans Coffee (Kanada) dan The Coffee Bean and Tea Leaf (Amerika Serikat) tetapi juga
dari coffee shop lokal seperti Excelso (Kapal Api Group) Excelso Coffee adalah salah satu lokal
yang popular rantai kopi dan sekarang memiliki total 19 kantor cabang. Ada juga Bengawan Solo
Coffee yang rantai kopi lokal dengan 37 cabang diciptakan oleh gairah dalam kopi dari Ipeng
Widjojo. Gairah dikualitas bahan lokal dan kontrol hati-hati dari pemanggangan. Proses tersebut
yang membuat Bengawan Solo Coffee menjadi ternama dan populer diantara coffee shop
lainnya. Begitu pula dengan Coffee Toffee merupakan rantai kopi lokal yang diluncurkan sendiri
pada tahun 2006 di Surabaya. Dengan cepat menangkap tren espresso dan cepat berkembang
menjadi lebih dari 100 cabang dalam waktu hanya 4 tahun. Bisnis kedai kopi perlu pemahaman
dan pengakuan dari konsumen untuk ituuntuk bertahan hidup dan mengembangkan kualitas lebih
lanjut.
Kualitas produk dan pelayanan tidak lagi menjadi kunci utama untuk memenangkan pasar,
karena hampir semua coffee shop saat ini dapat menyediakan produk dengan kualitas layanan
yang baik. Ketatnya persaingan bisnis coffee shop tersebut, menuntut masing-masing perusahaan
coffee shop mempertahankan eksistensi dan kesetiaan pelanggan melalui strategi public
relations.
Sebuah survei yang dilakukan PRWeek menemukan bahwa public relations memiliki peringkat
lebih tinggi dalam efektivitas dibandingkan dengan iklan atau pemasaran pada sembilan aspek
yaitu: 1) citra merek, 2) reputasi perusahaan, 3) budidaya pemimpin pemikiran, 4)
pengembangan strategi, 5) meluncurkan produk baru, 6) membangun kesadaran, 7)
menghasilkan testimoni referensi (word of mouth) , 8) pengembangan pesan, dan 9) mengatasi
krisis.1
Dalam menjelaskan PR banyak ilmuwan yang mengacu kepada teori sistem untuk menjelaskan
struktur, operasional dan interaksi PR terhadap lingkungannya (Cutlip et al 2000; Grunig dan
Hunt 1984).2
Salah satu strategi PR yang dapat dilakukan adalah membangun dan mengelola customer
engagement (keterlibatan pelanggan).
1 L Deniss, Glen T. Public Relations Strategies and Tactics, Pearson, England: 2015 P. 50
2 Theaker Alison, Public Relations Handbook (Media Practice), 2001. P. 37
UNIVERSITAS INDONESIA
Keterlibatan pelanggan (customer engagement) dalam suatu organisasi adalah hal yang penting,
baik secara kognitif maupun afektif, karena keterlibatan yang terbangun pada pelanggan tersebut
akan dapat meningkat loyalitas pelanggan hingga membentuk citra positif terhadap organisasi
tersebut.
Terkait ketatnya persaingan tersebut salah satu coffee shop asal Amerika yaitu, Starbucks Coffee
dengan menggunakan strategi PR mencoba membangun customer engagement melalui program
ayo ke museum. Fenomena kurangnya minat masyarakat Indonesia untuk berkunjung ke
museum dijadikan sebuah momentum bagi Starbucks Coffee.
Starbucks menyadari bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan nilai-nilai
sejarah. Untuk melestarikan budaya serta nilai sejarah tersebut salah satu upaya pemerintah
adalah mendirikan museum. Museum dibangun untuk menjadi jendela informasi budaya dan
ilmu pengetahuan. Crispin (1993), museum merupakan wahana yang memiliki peranan strategis
terhadap penguatan identitas masyarakat termasuk masyarakat sekitarnya. Oleh karenanya
dengan pembangunan museum, diharapkan gerakan penguatan pemahaman, apresiasi dan
kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya masyarakat tidak saja akan semakin
terbangun khususnya pada masyarakat, tetapi juga akan tercermin dari banyaknya minat
masyarakat dalam skala lokal, regional, nasional bahkan internasional untuk mengunjungi
museum.
Namun upaya pendirian museum tersebut tidak disambut dengan meriah oleh masyarakat. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor termasuk globalisasi dan modernisasi. Globalisasi
memberikan dampak langsung yang mencairkan batas-batas geopolitik suatu negara telah nyata
membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya.
(John Naisbitt, 1994)
Rendahnya daya tarik berkunjung atau bermuseum ini mendorong Starcbuks Coffee Company
membangun keterlibatan pelanggannya untuk cinta budaya dan bermuseum melalui program ayo
ke museum. Program ini juga mendukung pemerintah untuk program Musem di Hatiku,
Starbucks Coffee bekerja sama dengan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman
Direktorat Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyelenggarakan program
ayo ke museum.
UNIVERSITAS INDONESIA
Program ayo ke museum adalah program khusus untuk pemegang Starckbucks Card. Setiap
transaksi pembayaran menggunakan Starbucks Card di hari Kamis, akan mendapatkan 2 tiket
musem yang ada di beberapa kota di Indonesia. Starbucks secara aktif mengajak masyrakat
mengenal budaya bangsa dan sejarah dengan mengujungi museum.
Customer engagement yang terbangun pada program ayo ke museum ini akan memberikan
outcome positif terhadap organisasi Starbucks, bisa berupa kesetiaan pelanggan dan citra merek
yang positi.
Melalui program ayo ke museum ini Starbucks berusaha membentuk persepsi di benak khalayak
bahwa Starbucks Coffee bukanlah coffee shop yang hanya berorientasi terhadap profit, namun
juga coffee shop yang peduli akan budaya,sejarah dan edukasi Indonesia. Pihak Strabucks
membangun persepsi konsumen yang untuk sebuah produk melalui jalur mereka dan memahami
perilaku mereka.
Program ayo ke museum ini juga sesuai dengan visi dan prinsip yang dimiliki oleh Starbucks
Coffee sebagai berikut:
to inspire and nurture the human spirit - one person, one cup and one neighboor
at a time
Untuk menginspirasi dan menumbuhkan semangat manusia - satu orang, satu
cangkir dan satu lingkungan pada suatu waktu.
Selain itu Starbucks juga memiliki beberapa prinsip diantaranya adalah:
1. Our Customers
Starbucks Coffee berusaha untuk selalu terhubung dengan pelanggannya, tertawa dan
berbagi walaupun hanya sesaat. Hal tersebut diwujudkan melalui hidangan minuman
yang sempurna, namun realitanya starbucks selalu memberikan yang lebih dari apa yang
dijanjikan. Karena hubungan yang terjalin benar-benar hubungan manusia.
2. Our Stores
Starbucks menyediakan tempat yang nyaman untuk berinteraksi, bertemu teman dan
istirahat dari kekhawatiran luar.
3. Our neighborhood
Setiap toko Starbucks adalah bagian dari masyarakat sehingga Starbucks menjalin
hubungan baik dengan tetangga atau lingkungan. Memiliki lingkungan yang harmonis
UNIVERSITAS INDONESIA
adalah hal yang positif untuk menyatukan antar satu mitra, pelanggan dan masyarakat
untuk saling berkonstribusi. Starbucks selalu melihat potensi baik pada setiap
lingkungannya, Starbucks akan selalu memimpin dengan standarnya yang tinggi.
Menurut Griffin (2005:31) pelanggan yang loyal ditunjukkan dalam bentuk pembelian produk
secara berulang dan merefrensikan produk kepada orang lain serta menunjukkan kekebalan
terhadap ketertarikan dari pesaing.
Selain loyalitas pelanggan ada aspek lain yang tidak kalau penting yaitu merek (brand), untuk
dapat bertahan dan sukses merek harus memiliki citra (image) yang baik di mata publik.
Begitupun dengan coffee shop, pembentukan citra merek yang baik di mata publik atau
konsumennya adalah sebuah andalan untuk memenangkan pasar dan menggaet calon konsumen
potensial serta mempertahankan pelanggan yang telah ada. Oleh karena itu coffee shop dituntut
untuk membangun citra merek yang posistif agar dapat meraihkan kesuksesan dengan pelanggan
yang setia.
Sejalan dengan visi serta prinsipnya melalui program ayo ke museum Starbucks memiliki
harapan agar masyarkat Indonesia khususnya custome (pelanggan)r Starbucks turut melestarikan
budaya dan bermuseum. Dalam program ayo ke museum Starbucks khususnya praktisi public
relations (PR) harus membuat komunikasi yang startegis agar tujuan program tersebut tercapai.
Keberhasilan sebuah program akan dipengaruhi oleh bagaimana praktisi PR menjalankan
fungsinya pada sebuah organisasi atau perusahaan . Fungsi tersebut sesuai dengan definisi PR
berikut.
The Public Relations Society of America (2012) memberikan definisi tentang Public Relations
(PR) yaitu:
Public relations is a strategic communication process that builds mutually
beneficial relationships between organizations and their publics.
Berdasarkan definisi diatas bahwa PR adalah proses komunikasi stategis dalam membangun
hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan masyarakatnya. Begitupun dengan
PR Starbucks dalam program ayo ke museum ini, untuk tercapainya tujuan program tersebut,
harus membuat komunikasi yang startegi dengan publik dan membangun hubungan baik dan
saling menguntungkan dalam hal ini adalah terciptanya citra positif pada merek Starbucks Coffee
dan pelanggan merasa lingkungannya diperhatikan.
UNIVERSITAS INDONESIA
Grunig dan Hunts (1984) yang menggambarkan empal model klasik dari public relations yaitu:
1. Press agentry / publisitas: kegiatan yang dirancang untuk mencapai perhatian media
yang menguntungkan;
2. Public information model / Informasi Publik: distribusi satu arah dari informasi yang
obyektif tentang suatu organisasi untuk publik. Model ini telah sering dikaitkan
dengan konsep PR sebagai propaganda;
3. Two-way asymmetrical model / Dua arah asimetris: sistem yang memungkinkan
organisasi untuk menempatkan informasi dan menerima umpan balik dari publiknya
tentang informasi tersebut. Namun, organisasi tidak selalu menanggapi umpan balik
yang dalam cara masyarakat telah meminta. Dengan model ini, sebuah organisasi
tidak akan mengubah keputusan sebagai hasil dari umpan balik, tapi mungkin bukan
berkonsentrasi pada menempatkan seluruh pilihan yang lebih disukai untuk publik
dengan cara yang lebih menguntungkan dan efektif;
4. Two-way symmetrical model / Dua arah simetris: model yang menganjurkan arus
informasi bebas dan setara antara organisasi dengan publiknya, yang mengarah ke
saling pengertian dan responsif. Hal ini dapat memberikan perubahan baik itu pada
organisasi maupun publiknya.3
Berdasarkan teori dan definisi mengenai nilai dari public relations (PR) diatas, bahwa
keterkaitan manajemen strategi merupkan hal penting dalam public relations. Praktisi PR
memiliki peran manajerial dan administratif secara komplit. PR juga memiliki akses kunci dalam
pengambilan keputusan. Namun kadang PR memiliki tugas yang tumpang tindih dengan
marketing karena ia juga disublimasikan pada pemasaran yaitu sebagai marketing komunikasi
(marketing communication) yang perhatiannya berorientasi pada pelanggan (customer). Namun
sublimasi
asimetris.
Fokus dan yang menjadi key public (publik kunci) dari program ayo ke museum adalah
customer. Sehingga hubungan dan keterlibatan pelanggan (customer engagement) menjadi dasar
dari keberhasilan program ayo ke museum Starbucks. Maka tujuan dari penelitian ini adalah
3 Grunig,J. E, Hunt, T, Managing Public Relations. New York: Holt, Rinehart, Winston. P. 24
UNIVERSITAS INDONESIA
untuk mengetahui bagaimana customer engagement yang dilakukan oleh Starbucks dalam
program ayo ke museum tersebut.
Penelitian ini akan menggunakan analisis studi kasus dan in-depth interview dengan pihak
Starbucks khususnya bagian yang menangani program ayo ke museum. Penelitian ini akan
menjelaskan bagaimana customer enggament yang terjadi pada program ayo ke museum..
Studi kasus ini melibatkan semua karakter dari program ayo ke museum tersebut. Analisis
studi kasus ini akan melihat secara spesifik bagaimana cara Starbucks berinteraksi dengan
mensosialisasikan program kepada customer.
1.2 Rumusan Masalah
Ketatnya persaingan bisnis saat ini, menjadikan kulitas dan layanan tidak lagi menjadi faktor
utama dalam kesuksesan. Pelaku bisnis saat ini mulai fokus pada pelanggannya. Membangun
hubungan dan keterlibatan pelanggan (customer angement) adalah salah satu upaya untuk
mempertahakan loyalitas pelanggan dan membentuk citra merek yang positif. Begitupun dengan
bisnis coffee shop yang mulai memperhatikan ketelibatan pelanggan (customer enggament)
untuk mempertahakan loyalitas pelanggan dan citra posisitf mereknya.
Ada dua isu yang mendasari penelitian ini. Pertama pelaku bisnis coffee shop berusaha dan
menggunakan berbagai strategi untuk memenangkan persaingan pasar.. Pada masalah ini
beberapa penelitian mengenai strategi untuk memenangkan pasar telah dilakukan dan berguna
untuk motivasi penelitian ini. Isu kedua, penelitian ini cenderung untuk menyelidiki bagaimana
coffee shop dapat meningkatkan loyalitas pelanggan dan membentuk citra merek yang positif.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ni cenderung mengeksplorasi, bagaimana strategi
yang dilakukan oleh Starbucks Coffee untuk memenangkan persaingan dan membangun citra
positif pada program ayo kemuseum?
1.3 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian ini adalah:
1. Bagaimana strategi public relations Starbucks Coffee dalam memenangkan persaingan
pasar pada program ayo ke museum?
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
organisasi pada media sosial. Kesuksesan kampanye pada media sosial ada
hubungannya dengan cunsomer engagement.
3. Tesis Fani Stiyanti (2012): Pengaruh Iklim Layanan dan Pelayanan Prima SDM
terhadap Customer Engagement pada Nasabah Bank ABC Kantor Cabang X Unit
Layanan Prioritas. Penelitian ini menunjukkan bahwa iklim layanan berpengaruh
positif dan signifikan memengaruhi customer engagement. Iklim layanan dan
pelayanan prima secara bersamaan memberikan pengaruh positif dan signifikan pada
customer engagement.
4. Jurnal M. Flynn (2012): An Exploration of Engagament: A Customer Perspective.
Penelitian menjelaskan bahwa keterlibatan pelanggan memiliki keterikatan dengan
keterlibatan karyawan. Tingkat keterlibatan pelanggan dipengaruhi oleh kepuasan,
komitment, tingkah laku pelanggan, merek dan kinerja karyawan.
5. Tesis Sri Matani : Startegi Public Relations dalam Membangun Citra Positif
Perusahaan (studi kasus: PR PT KIA Mobil Indonesia). Penelitian ini menunjukkan
bahwa secara umum pandangan konsumen terhadap citra PT. KIA Mobil Indonesia
(KMI) adalah positif. Kualitas produk dan jaringan pemasaran yang luas dan pelayan
purna merupakan factor-faktor kesuksesan beredarnya Mobil KIA di pasar Indonesia.
6. Tesis Ira Agustiana Halim (2012): Strategi Integrated Social Media Network Game:
Penggunaan Advergame dama Membentuk Customer Brand Engagement. Penggunaan
strategi sosial media yang terintegrasi dengan adverdgame mengindikasi keinginnan
Pocari Sweat untuk membangun hubungan komunikasi dan interaksi yang lebih dalam
untuk menyampaikan pesan edukasi. Dengan karakteristik yang dimiliki, Adverdgame
Explorion dan sosial media, Pocari Sweat berhasil mendorong para pemain untuk
melalui kelima tahapan engagement mulai tahapan lurking, casual, active, commited
hingga tahapan loyalist.
7. Tesis Ebru Kuzgun (2012): Brand Loyaltys Impact on Customer Engagament in
Virtual Brand Communities by the case of Turkish Market. Penelitian ini melaporkan
temuan menganalisis data dari 193 responden yang merupakan anggota dari berbagai
Fanpage pada Facebook. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dimensi loyalitas
merek dan keterlibatan pelanggan. Secara keseluruhan, penelitian ini menemukan
UNIVERSITAS INDONESIA
10
loyalitas merek sebagai pemicu langsung yang mengarah ke berbagai tingkat intensitas
keterlibatan pelanggan pada komunitas merek online.
8. Tesis, Pierre Magonette (2014): Competitive Advantage Through the Customer
Involvement in E-commerce Strategies. Penelitian mejelaskan temuan bagaimana
beberapa airline di Erope berhasil mendapatkan keuntungan dan sukses dengan
melibat pelanggan dalam e-commerce masing-masing airline.
Penelitian ini
UNIVERSITAS INDONESIA
11
4 Harlow dalam, Theaker Alison, Public Relations Handbook (Media Practice), 2001. p. 3
5 L Deniss, Glen T. Public Relations Strategies and Tactics, Pearson, England: 2015 P. 50
UNIVERSITAS INDONESIA
12
Dalam menjelaskan PR banyak ilmuwan yang mengacu kepada teori sistem untuk menjelaskan
struktur, operasional dan interaksi PR terhadap lingkungannya (Cutlip et al 2000; Grunig dan
Hunt 1984).6
Pada dasarnya menjelaskan suatu organisasi mengatur bagian-bagiannya atau subsistem yang
berdampak pada satu sama lain dan saling berinteraklsi dengan lingkungan organisasi.
Harmonisasi akan tercipta jika hubungan yang terbangun antara organisasi PR dan lingkungan
atau publiknya. Kedua bagian tersebut akan saling beradaptasi dan memungkinkan untuk
mengalami perubahan.
Secara khusus, organisasi merupakan bagian dari sistem sosial yang terdiri dari individu atau
kelompok, seperti karyawan, pensiunan, pemasok, distributor dan semua yang terlibat lainnya.
Sehingga PR sangat berperan untuk mengembangkan dan memelihara hubungan dengan
kelompok-kelompok tersebut agar apa yang menjadi tujuan organisasi dapat dicapai.
Praktisi PR membantu dan mendukung subsistem internal dalam berkomunikasi kepada
organisasinya sendiri maupun komunikasi dengan publik eksternalnya. Dalam hal ini PR dapat
meberikan konseling, menasihati apa dan bagaimana berkomunikasi dan juga memberikan peran
implementasi dengan melakukan komunikasi atas nama subsistem.
2.1.1 Definisi Public Relations
Public Relations Associations di Meksiko (1978) menyatakan bahwa public relations adalah seni
dan ilmu sosial yang menganalisis tren, meprediksi konsekuen yang akan terjadi, konseling
pemimpin, melaksanakan program dan melayani oraganisasi serta kepentingan publik. (Wilcom
2001).
The Institute of Public Relations (IPR) pada 1987 membingkai definisi PR sebagai upaya
terencana dan berkelanjutan untuk membangun dan memelihari goodwill serta memahami
organisasi dan publiknya.7
UNIVERSITAS INDONESIA
13
Dari definisi yang diberikan oleh IPR dapat diambil beberapa elemen penting dalam PR yaitu,
sesuatu yang direncanakan, berkelanjutan dan dipelihara, agar saling pengertian dan
memberikan informasi.
Namun IPR juga menambahkan definisi PR yang lebih luas yaitu, PR adalah disiplin yang
berkaitan dengan reputasi organisasi baik produk, jasa ataupun individu dengan tujuan mencapai
pemahaman dan dukungan. Jika disederhanakan, PR adalah tentang reputasi, hasil dari apa yang
organisasi lakukan dan apa persepsi orang lain tentang organisasi tersebut.8
PR news juga menerbitkan definisi PR bahwa, public relations adalah manajemen fungsi yang
mengevaluasi sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan prosedur dari individu atau
organisasi dengan kepentingan umum, dan rencana dan mengeksekusi program aksi untuk
mendapatkan pemahaman publik dan kesabaran . (Dennis, 2015)
Di antara banyak definisi mengenai public relations, J. Grunig dan Hunt dalam Managing
Public Relations menyatakan bahwa public relations adalah "manajemen komunikasi antara
organisasi dan publiknya.9" Hal ini juga meletakkan dasar profesi tepat dalam manajemen, yang
bertentangan dengan pendekatan bersaing jurnalistik atau pendekatan berbasis promosipemasaran dan periklanan yang berfokus terutama pada konsumen. Bagian komponen dari
definisi PR oleh Grunig dan Hunt adalah sebagai berikut:
1. Manajemen. Tubuh pengetahuan tentang cara terbaik untuk mengkoordinasikan
kegiatan suatu perusahaan untuk mencapai efektivitas;
2. Komunikasi. Tidak hanya mengirim pesan ke penerima, tetapi juga memahami pesan
orang lain melalui mendengarkan dan dialog;
3. Organisasi. Setiap kelompok yang terorganisasi dengan tujuan yang sama; dalam
banyak kasus, itu adalah bisnis, perusahaan, lembaga pemerintah, atau sebuah
kelompok nirlaba;
4. Publik. Setiap kelompok (s) dari orang yang diselenggarakan bersama oleh
kepentingan bersama. Mereka berbeda dari penonton di bahwa mereka sering
8 Theaker Alison, Public Relations Handbook (Media Practice), 2001. p. 5
9 L Denis, Glen T, Public Relations Strategies and Tactics, Pearson Education Limited, England: 2015,
11st ed. Chapter:1
UNIVERSITAS INDONESIA
14
mengorganisir diri dan tidak perlu membiasakan untuk pesan; publik berbeda dari para
pemangku kepentingan dalam bahwa mereka tidak selalu memiliki saham keuangan
mengikat mereka untuk tujuan atau konsekuensi dari organisasi tertentu. khalayak
sasaran, di sisi lain, adalah publik yang menerima pesan khusus yang ditargetkan yang
disesuaikan dengan kepentingan mereka.10
Sebagai "manajemen komunikasi antara organisasi dengan publiknya," PR telah secara radikal
berangkat dari akar sejarah dalam publisitas dan jurnalisme untuk menjadi manajemen disiplinyang, yang didasarkan pada penelitian dan strategi.
2.1.2 Fungsi Public Relations
Pada tahun 1982, Public Relations Society Of America (PRSA) mengadopsi definisi PR untuk
mengidentifikasi tujuannya: "PR membantu organisasi dengan publiknya agar saling beradaptasi
satu sama lain" [1] Dalam pernyataan resmi PRSA memberikan dan menjelaskan fungsi public
relations sebagai berikut:
1. Public relations membantu secara kompleks, masyarakat yang heterogen dan majemuk
untuk mencapai keputusan dan berfungsi lebih efektif dengan berkontribusi untuk saling
pengertian antara kelompok-kelompok dan lembaga. Hal ini akan menghasilkan
kebijakan publik yang harmoni dan seimbang antara publik dan swasta;
2. Public relations melayani berbagai organisasai dalam masyarakat seperti bisnis, serikat
pekerja, instansi pemerintah, sukarela, yayasan, rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi
dan lembaga-lembaga keagamaan. Agar tujuan setiap lembaga tercapai dengan baik
maka, masing-masing harus menjalin hubungan baik dengan publiknya seperti karyawan,
anggota, pelanggan, masyarakat lokal, pemegang saham dan lembaga lain, dan dengan
masyarakat pada umumnya.
3. Manajemen masing-masing lembaga perlu memahami sikap dan nilai-nilai dari publik
mereka dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi mereka. Tujuan sendiri dibentuk
oleh lingkungan eksternal. Praktisi public relations bertindak sebagai penasihat bagi
manajemen dan sebagai mediator, membantu untuk menerjemahkan tujuan pribadi
menjadi wajar, kebijakan yang dapat diterima publik dan tindakan.11
UNIVERSITAS INDONESIA
15
Dengan demikian, bidang public relations telah berkembang untuk mencakup pembangunan
hubungan penting antara organisasi dan publik utama melalui tindakan dan komunikasi.
Perspektif ini mendefinisikan fungsi manajemen dan menawarkan wawasan ke dalam peran dan
tanggung jawab profesional public relations.
Fungsi PR sangat penting untuk keberhasilan dan tercapainya tujuan setiap organisasi dan semua
aspek yang terlibat di dalamnya, apakah pemegang saham, karyawan ataupun pelanggan.
Meskipun banyak orang yang beranggapan bahwa fungsi PR hanya publisitas, namun
berdasarkan definisi dan tujuan yang dijelaskan diatas dapat dilihat bahwa publisitas adalah sub
fungsi dari keseluruhan tujuan PR.
2.1.3 Model Public Relations Grunig dan Hunt
Model PR yang disarankan James Grunig dan Hunt (1984) ini dapat digukanan untuk
mengetahui bagaimana sejarah PR dan model-model ini juga menjelaskan fungsi dari PR. Empat
model PR menurut Grunig dan Hunt tersebut adalah sebagai berikut:
1. Press agentry / model publisitas
Model ini adalah jenis kegiatan PR yang ada pada mayoritas orang yaitu publisitas. Pada
model ini PR bertujuan untuk mengamankan cakupan untuk klien, dan kebenaran
bukanlah hal yang mutak dibutuhkan. Jenis atau model PR ini adalah yang paling umum
di showbusiness, selebriti PR, yang mana individu dipromosikan melalui liputan media.
Grunig dan Hunt menjelaskan bahwa 'praktisi di organisasi ini sibuk untuk mendapatkan
dan merebut perhatian di media untuk klien mereka '(1984: 25).
2. Public Information model / Model Infomasi publik
Model ini adalah jenis komunikasi yang memberikan informasi kepada orang dengan
mementingkan akurasi. Model ini tidak berusaha untuk membujuk penonton atau
perubahan sikap. Perannya adalah mirip dengan seorang wartawan di rumah (Grunig dan
Hunt 1984), merilis informasi yang relevan bagi mereka yang membutuhkannya. Praktisi
ini mungkin tidak tahubanyak tentang penonton, dan cenderung mengandalkan
komunikasi satu arah, dari pengirim ke penerima. Contoh pada model ini adalah seperti
pemerintah yang menyampaikan informasi kepada publik, dalam penyampaian mengenai
rincian dari keputusan komite ataupun alokasi anggaran.
3. Two way asymmetric PR / Dua arah asimetris PR
11 Public Relations Society of America (2009a) dalam The Saylor Foundation under a Creative Commons
Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 License. P.16
UNIVERSITAS INDONESIA
16
Model ini Model ini memperkenalkan gagasan komunikasi dua arah. Namun, asimetris
atau tidak seimbang karena perubahan dimaksud adalah sikap penonton atau perilaku
bukan dalam praktek organisasi. Hal ini juga digambarkan sebagai persuasif komunikasi
dan dapat ditunjukkan dalam kampanye kesehatan, misalnya. komunikasi persuasif
bergantung pada pemahaman tentang sikap dan perilaku dari publik yang ditargetkan,
sehingga perencanaan dan penelitian yang penting untuk jenis
Contohnya berupa komunikasi persuasif
publik hubungan.
kesehatan
UNIVERSITAS INDONESIA
17
didasarkan pada penelitian ilmiah sosial tetapi pada penyebaran informasi sederhana. Model dua
arah didasarkan pada penelitian, yang membuat mereka model manajemen dua arah.
Dari empat model tersebut, two-way symmetric PR adalah model yang dinilai paling ideal,
praktisi public relations dapat bertindak sebagai negosiator antara kepentingan organisasi dan
kepentingan publik tertentu (Grunig, 1992: 9). Model ini adalah peran diplomasi yang bertujuan
untuk memfasilitasi 'saling pengertian' dijelaskan di atas dan yang terkandung dalam definisi
hubungan umum yang disediakan oleh IPR. Namun L'Etang, menunjukkan bahwa praktisi public
relations tidak pernah tertarik untuk komunikasi dua arah yang simetris tersebut, selalu ada
majikan atau klien - dan, sebagai organisasi jarang bertindak melawan kepentingan mereka
sendiri, komunikasi masih asimetris (L'Etang 1996 c).13
2.1.4 Sub Fungsi dari Public Relations
Sebelum penulis menjelaskan lebih dalam mengenai PR, namun ada beberapa sub fungsi dari
PR yang akan dijelaskan. Fungsi seorang praktisi PR adalah profesi payung besar yang meliputi
berbagai sub fungsi. Di mana sub fungsi tersebut sering menjadi unit independen dalam suatu
organisasi, kadang-kadang laporan langsung kepada PR dan kadang-kadang melaporkan kepada
unit-unit organisasi lain seperti hukum, pemasaran, atau sumber daya manusia. Mengetahui sub
fungsi sangat penting untuk memahami bagaimana mengelola fungsi PR terpadu dan efektif.
Meskipun ada banyak sub fungsi yang membentuk public relations, namun kebanyakan orang
akan mengidentifikasi dua jenis utama, perusahaan dan lembaga. Perusahaan, atau "in-house,"
adalah bagian dari organisasi atau bisnis. Ini berfungsi untuk menciptakan hubungan antara
organisasi dan berbagai publiknya. Tipe kedua sub fungsi dikaitkan agensi PR yang tujuannya
adalah untuk membantu organisasi pada keahlian tertentu.
2.1.4.1 Jenis-Jenis Sub Fungsi Public Relations
Setiap sub fungsi mungkin berbeda sesuai dengan struktur organisasi dan ukurannya. Faktor
Organisasi sangat berkontribusi pada PR. Kadang-kadang sub PR fungsi tumpang tindih dan satu
departemen (atau bahkan satu orang) bertanggung jawab untuk banyak atau semua kegiatan ini.
organisasi besar, terutama mereka dengan beberapa lokasi melakukan bisnis internasional,
kadang-kadang akan memiliki beberapa unit yang mencakup salah satu subspesialisasi ini dalam
UNIVERSITAS INDONESIA
18
public relations. Sering kali fungsi PR terstruktur dengan penanganan masing-masing tanggung
jawab departemen terpisah, berikut adalah sub fungsi dari PR:
1. Manajemen Isu
Manajemen masalah atau isu ini bisa dibilang sub fungsi yang paling penting dari PR.
Manajemen isu dituntut berpikiran maju dalam pemecahan masalah, bertugas
mengidentifikasi masalah, tren, perubahan industri, dan isu-isu potensial lainnya yang
dapat mempengaruhi organisasi. Manajemen isu membutuhkan pengetahuan yang
tangguh, pemantauan lingkungan, industry, bisnis, dan strategi manajemen;
2. Media Relations
Hubungan media (media relations) merupakan sub fungsi yang paling terlihat dari PR
karena organisasi berhubungan langsung dengan media eksternal. Media relations adalah
fungsi teknis, berarti itu didasarkan pada keterampilan teknis memproduksi bahan public
relations, atau output. Output sering berhubungan dengan taktik, dan contoh-contoh
taktik termasuk siaran berita, podcast, brosur, berita dan video rilis untuk media
penyiaran, potongan surat langsung, foto, situs web, press kit, dan media sosial (media
digital);
3. Community Relations
Hubungan komunitas (community relations) sesuai namanya, sub fungsi community
relations bertanggung jawab untuk membangun dan mempertahankan hubungan dengan
komunitas organisasi. Biasanya wilayah ini menyiratkan sebuah komunitas fisik, seperti
di perbatasan fasilitas manufaktur dengan tetangga perumahan mereka;
4. Filantropi dan Corporate Social Responsibility (CSR)
Seringkali fungsi ini menyumbangkan dana atau layanan dan tanggung jawab sosial
perusahaan yang merupakan bagian dari upaya departemen public relations. PR pada sub
fungsi yang bertanggung jawab untuk pelaporan ini biasanya disebut unit CSR sering
dikombinasikan atau dikelola oleh PR;
5. Keuangan dan Investor Relations
Banyak yang tidak menyadari bahwa PR adalah fungsi bertanggung jawab untuk menulis
laporan tahunan organisasi, laporan laba kuartalan, dan berkomunikasi dengan investor
dan analis pasar. Pada beberapa PR biasanya membutuhkan pengalaman dengan
6.
19
membuat kampanye pemasaran yang sukses. Hal ini dapat membantu menciptakan
kesadaran produk terutama dalam perkembangan teknologi baru, di mana konsumen
perlu memahami dan membedakan antara merek dari alat.
Publisitas juga penting untuk meluncurkan produk atau layanan baru, yang mana PR
marketing unggul. Sementara tim pemasaran dapat membuat penawaran khusus dan
penjualan promosi, orang-orang publisitas akan mencari liputan media dan mengatur
peluncuran untuk itu. The Institute of Marketing mendefinisikan pemasaran sebagai:
proses manajemen yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi, mengantisipasi dan
memuaskan kebutuhan konsumen menguntungkan.
Dua kata penting di sini adalah 'konsumen' dan 'keuntungan'. Memahami konsumen
dan memproduksi produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan konsumen untuk
keuntungan dari pemasok adalah arena pemasaran tradisional. Kitchen (1997: 28)
menjelaskan, PR dan pemasaran adalah dua fungsi manajemen utama dalam sebuah
organisasi, tapi bagaimana mereka terorganisir tergantung pada persepsi manajerial,
organisasi budaya, dan preseden sejarah.
Komunikasi pemasaran juga dikenal sebagai komunikasi terpadu. Publisitas dan promosi
produk yang menargetkan konsumen publik tertentu adalah fokus sub fungsi ini. Strategi
PR dan taktik yang digunakan terutama melalui model press agentry dimaksudkan untuk
meningkatkan kesadaran dan membujuk konsumen untuk mencoba atau membeli produk
tertentu;
7. Government Relations and Public Affairs
Sub fungsi ini termasuk melobi urusan publik dari suatu organisasi. Bagaimana isu-isu
yang menarik bagi warga atau masyarakat tentang organisasi. Goverment relations
menangani dan menjaga hubungan dengan kedua lembaga pengawas dan pejabat yang
ditunjuk dan dipilih;
8. Internal Relations
Mempertahankan tenaga kerja yang efektif dan puas. Praktisi public relations yang
mengkhususkan diri dalam internal relations memiliki tanggung jawab utama
berkomunikasi dengan publik intra organisasi, eksekutif, manajemen, staf administrasi,
dan tenaga kerja.14
UNIVERSITAS INDONESIA
20
Mengetahui sub fungsi membantu untuk mengidentifikasi berbagai bentuk PR dan kombinasi
dalam praktek. Penting untuk mengetahui sub fungsi harus ada untuk bekerja dengan baik dan
terciptanya efektivitas dan efisiensi kerja dalam organisasi.
2.1.5 Public Relation dan Komunikasi
Sangat tidak mungkin untuk tidak berkomunikasi, manusia berkomunikasi sebelum dan setelah
mereka dapat menggunakan bahasa dengan menggunakan suara dan isyarat.
Windahl dan
Signitzer (1992) menunjukkan bahwa ada dua modelkomunikasi yaitu, model transmisi satu arah
dan konsep pertukaran dua arah. Model tersebut diadopsi dari Theodorsen dan Theodorsen
(1992: 6) yang mendefinisikan komunikasi sebagai 'transmisi informasi, ide, sikap, atau emosi
dari satu orang atau kelompok untuk lain (atau orang lain) terutama melalui simbol-simbol.15
2.1.5.1Gathering Information
Dalam hal ini praktisi public relations berfungsi untuk mengumpulkan informasi baik dari
internal dan lingkungan eksternal. Terdapat dua cara yang dapat digunakan PR untuk
mengumpulkan infomasi. Pertama, mereka menyadari lingkungan makro yang lebih luas.
Kedua, mereka memiliki pengetahuan tentang sikap dan perilaku dari berbagai publik organisasi
dalam lingkungan yang lebih luas.
Dalam teknisnya praktisi menggunakan cara yang sama dengan pembuatan rencana strategi pada
umumnya. Untuk hal ini menggunakan analisis lingkungan PEST seperti pada gambar di bawah
ini:
UNIVERSITAS INDONESIA
21
Gambar 1. Analisis PEST Ward dan Peppard (2002, p70-72)
Analisis lingkungan sangat berguna untuk tujuan jangka panjang, terkait dampak dan perubahan.
Elemen selanjutnya dalam pengumpulan informasi adalah mengetahui intelegensi atau
kecerdasan dari publik atau stakeholder (pemangku kepentingan).
Selain itu, praktisi public relations akan menyadari sikap dan perilaku dari berbagai pemangku
kepentingan (atau publik) dalam kaitannya dengan isu-isu yang lebih luas.
2.1.5.2 Komunikasi Organisasi
Komunikasi dalam organisasi atau komunikasi korporat diidentifikasi oleh Van Riel (1995)
menjadi tiga sebagai berikut:
1. Komunikasi Manajemen (management communication) pada dasarnya adalah tentang
kerjasama dan dukungan. Manajer organisasi perlu mendapatkan pemahaman dan
persetujuan dari intern pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen komunikasi eksternal adalah tentang mengkomunikasikan visi organisasi
untuk memenangkan dukungan dari pemangku kepentingan eksternal.
2. Komunikasi Pemasaran (marketing communication) digunakan untuk mendukung
penjualan barang atau jasa, termasuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan.
3. Komunikasi Organisasi (organizational communication) adalah istilah umum yang
mencakup public relations, public affairs, hubungan investor, komunikasi internal dan
iklan.
2.1.6 Startegi Public Relations
Strategi ini merupakan perencanaan keseluruhan organisasi serta. Meliputi bagaimana organisasi
serta menentukan apa yang Ingin dicapai oleh organisasi serta dan bagaimana keinginan tersebut
akan dicapai. Strategi merupakan jantung nya perencanaan public relations maupun masaran dan
bidang lainnya yang berkaitan. Strategi adalah keseluruhan rencana organisasi, meliputi apa yang
ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya.
Strategi komunikasi merupakan kumpulan dari metode, pelaku, sasaran dan capaian akhir (effect)
yang ditentukan sesuai dengan tujuan dari penggunaan strategi komunikasi. Dalam komunikasi
terdapat 3 metode yang digunakan untuk merubah sikap, pendapat, atau perilaku sesuai dengan
keinginan pengguna metode, yaitu informatif, persuasi, dan koersi. Sedangkan pengertian
strategi PR adalah: Alternatif optimal yang dipilih untuk ditempuh guna mencapai tujuan PR
dalam kerangka suatu rencana PR. Definisi strategi akan mengikuti tujuan strategi tersebut
UNIVERSITAS INDONESIA
22
diciptakan, dan diharapkan berdampak terhadap organisasi atau institusi yang menciptakan
strategi tersebut. (Ruslan, 2003: p. 110)
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa public relations bertujuan untuk menegakkan
dan mengembangkan suatu citra yang menguntungkan (favorable image) bagi perusahaan, atau
produk barang dan jasa terhadap para stakeholders-nya (khalayak sasaran yang terkait yaitu
publik internal dan publik eksternal). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka strategi kegiatan
public relations diarahkan pada upaya menggarap persepsi para stakeholder-nya sebagai tempat
akarnya sikap tindak dan persepsi mereka. Konsekuensinya, jika strategi penggarapan itu
berhasil, akan memperoleh sikap tindak dan persepsi yang menguntungkan dari stakeholder
sebagai khalayak sasarannya, yang pada akhirnya akan tercipta suatu opini dan citra yang
menguntungkan. Keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh public relations dalam
melaksanakan rencana membentuk citra, merupakan suatu strategi yang digunakan oleh public
relations dalam mencapai suatu tujuan yang dikehendaki oleh perusahaan atau organisasi yaitu
citra positif, ditandai dengan adanya respon yang baik, saling mempercayai, saling
menguntungkan dan saling pengertian antara perusahaan dengan publiknya. Citra yang positif
dari publik akan selalu memberikan keuntungan dalam jangka panjang terhadap perusahaan atau
organisasi, sehingga perusahaan atau organisasi harus selalu menjaga citra tersebut agar tidak
merosot atau jatuh di mata publiknya.
Smith, 2013 mejabarkan Sembilan tahap yang dilakukan dalam perencara strategis untuk public
relations, tahapnya sebagai berikut.
Phase One: FORMATIVE RESEARCH
Step 1: Analyzing the Situation
Step 2: Analyzing the Organization
Step 3: Analyzing the Publics
Phase Two : STRATEGY
Step 4: Establihing Goals and Objectives
Step 5: Formulating Action and Response Strategies
Step 6: Using Effective Communication
Phase Three : TACTICS
Step 7: Choosing Communications Tactics
Step 8 : Implementing the Strategic Plan
Phase Four : EVALUATIVE RESEARCH
Step 9 : Evaluating the Startegic Plan
UNIVERSITAS INDONESIA
23
UNIVERSITAS INDONESIA
24
1. Positioning, adalah proses dari pengaturan atau usaha bagaimana agar organisasi itu berbeda
dengan yang lainnya, memiliki keunikan tersendiri di mata publik. Hal ini juga termasuk
bagaimana
organisasi ingin terlihat dan diketahui oleh public sebagai suatu yang berbeda
UNIVERSITAS INDONESIA
25
4. Aliansi dan koalisi, ketika dua organisasi bergabung bersama dalam tujuan yang sama,
energi dikombinasikan menawarkan kesempatan nyata untuk inisiatif komunikasi
strategis. Hal ini organisasi juga mendapatkan dukungan dari luar.
5. Sponsorship, langkah proaktif bahwa organisasi dapat mengambil untuk mendapatkan
visibilitas dan menghargai antar masyarakat utama mereka.
2.1.6.2.2.2 Reactive (reaktif)
Langkah rekatif ini adalah langkah yang diambil jika terjadi suatu keadaaan yang diluar harapan
seperti krisi ataupun isu. Ketika sudah terjadinya akuisisi, organisasi sudah harus bersiap-siap
dalam posisi yang aktive kembali untuk menjalankan tujuan organisasi. Dalam merespon
tanggapan dari luar organisasi, organisasi seharusnya membangun sasaran. Membangun sasaran
dapat dimulai dengan memenangkan pengertian dan perhatian publik, membangun reputasi, yang
didalamnya juga membangun kepercayaan. Ronald D.Smith mengemukakan beberapa
pendekatan yang bisa dilakukan organisasi dalam memenangkan hati publik untuk membangun
kembali dari suatu krisis. Pendekatan tersebut adalah:
1. Pre-emptive Action Strategy, Salah satu tipe strategi yang berpengaruh adalah pre-emptive
action, ini dapat diambil sebelum pihak oposisi mengumumkan perlawanan kepada organisasi
kita.
2. Offensive Response Strategies; PR biasanya merencanakan reaksi offensive response
strategies seperti menyerang atau merespon dengan kritikan. Perlawanan ini dilakukan apabila
perusahaan itu sangat mengerti bahwa dalam posisi yang kuat.
3. Defensive Response; Cara lain strategi komunikasi dalam menanggapi penolakan,
pengecualian dan persaingan yang melibatkan reaksi perusahaan terhadap kritik.
2.1.6.2.3 Using Effective Communications
Sebelum menggunakan komunikasi yang efektif, PR harus mengidentifikasi publiknya. Dalam
tahap ini, mulailah memperlakukan publik sebagai audience, PR mengetahui siapa yang menjadi
publiknya dan mempertimbangkan beberapa elemen komunikasi yang efektif untuk berbicara
dengan publiknya. Untuk berkomunikasi dengan khalayak perlu ditentukan siapa yang akan
menyampaikan pesan, tampilan pesan seperti apa yang ingin disampaikan, bagaimana struktur
pesan yang akan disampaikan, kalimat yang akan digunakan dengan simbolsimbol yang seperti
apa. Hal ini sesuai merujuk pada apa yang dirumuskan oleh Aristoteles (384-322 SM) sering
disebut sebagai otoritas pertama pada komunikasi. karya-karyanya retorika, seni mempengaruhi
UNIVERSITAS INDONESIA
26
orang lain melalui kata yang diucapkan dan dikembangkan dengan pertumbuhan demokrasi di
Yunani Kuno dan masih sangat berpengaruh.
Aristoteles percaya komunikasi terdiri dari tiga unsur:
1. Ethos - sifat atau kualitas dari komunikator;
2. Logos - sifat, struktur dan isi pesan;
3. Pathos - sifat, perasaan dan pikiran dari penerima atau audiens.16
2.1.6.3 Tactic Phase
Fase ini terdiri dari penilihan taktik komunikasi yang akan digunakan dan melakukan
implementasi rencana strategis yang sudah disusun. Berhubungan dengan invientaris terhadap
berbagai pilihan komunikasi. Secara khusus praktisi PR mempertimbangakan empat kategori.
Pertama, komunikasi tatap muka dan peluang untuk keterlibatan secara pribadi. Kedua, media
organisasi yang dapat dikontrol langsung oleh organisasi. Ketiga, melalui media berita atau
media yang tidak dapat dikontrol. Keempat, iklan dan media promosi. Meskipun semua alat-alat
ini dapat digunakan oleh setiap organisasi, namun tidak semua alat tepat untuk masalah yang
ada. Berdasarkan tujuan yang tersedia, praktisi PR membentuk taktik menjadi komunikasi yang
kohesif. Setelah taktik komunikasi direncanakan maka selanjutnya dapat melakukan
implementasi terhadap rencana strategis tersebut.
2.1.6.4 Evaluative Research Phase
Dalam perencanaan komunikasi dimulai dengan riser dan diakhiri dengan riset pula. Riset yang
dilakukan pada fase terakhir adalah untuk mengetahui efektivitas berbagai taktik komunikasi
yang digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan.
2.1.7 Publik
Publik dalam organisasi merupakan individu atau sekumpulan orang yang berhubungan dengan
organisasi dan memiliki persamaan ketertarikan dan karakteristik. Publik menyadari situasi dan
hubungan yang terjalin dengan organisasinya. Rencana komunikasi yang baik harus dapat
mengindetifikasi berbagai jenis publiknya. Grunig dan Hunt (1984) mengelompokkan publik
menjadi empat yaitu, customer, producer, enabler dan limiter.17
16 Smith R, Strategic Planning for Public Relations, Routledge, New York. 2013 4th ed. P. 177
17 Smith R, Strategic Planning for Public Relations, Routledge, New York. 2013 4th ed. 62-63
UNIVERSITAS INDONESIA
27
2.1.7.1 Customer
Publik yang paling nyata itu adalah customer (pelanggan). Ia adalah individu atau kelompok
yang menerima atau menggunakan produk dan jasa dari organisasi. Customer ini terdiri dari
beberpa jenis yaitu, pembeli, potensial atau former customer (mantan pelanggan), klien, pelajar,
pasien, fans, patron (langganan), shopper, umat, members dan sebagainya.
2.1.7.2 Producer
Mereka adalah yang memberikan masukan untuk organisasi seperti, karyawan, relawan dan
serikat, vendor dan produser atas financial berupa investor, donatur dan stockholder.
2.1.7.3 Enabler
Jenis lain dari publik adalah enablers, yaitu kelompok yang berfungsi sebagai regulator dengan
menetapkan norma atau standar bagi organisasi seperti, asosiasi profesional atau agen
kepemerintahan, opinion leader yang dapat mempengaruhi customer seperti analisis dan grup
yang ikut membantu kesuksesan organisasi seperti media.
2.1.7.5 Limiter
Publik jenis ini adalah yang mengahalanhi kesuksesan organisasi seperti competitor, lawan atau
musuh. Namun publik yang tergolong enabler bisa menjadi limiter jika organisasi tidak lagi
dapat memberikan keuntungan untuknya bahkan mungkin tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan enabler.
Elemen utama pada keberhasilan sebuah komunikasi baik itu berupa program, promosi produk
maupun kampanye sangat dipengarhui oleh identifikasi publik yang spesifik, mengetahui key
public (publik kunci) dan strategic public (publik strategis).19 Publik kunci adalah orang atau
individu yang terlibat langsung dalam proses komunikasi.
18 Ibid.
UNIVERSITAS INDONESIA
28
UNIVERSITAS INDONESIA
29
Dan, afektif individu berkomitmen cenderung memiliki rasa "memiliki dan identifikasi yang
meningkatkan keterlibatan mereka dalam kegiatan organisasi, kesediaan mereka untuk mengejar
tujuan organisasi, dan keinginan mereka untuk tetap dengan organisasi" (Rhoades, Eisenberger,
& Armeli, 2001, hal. 825). Studi saat ini mendalilkan komitmen afektif adalah aspek keterlibatan
ditandai dengan ikatan emosional dan kebanggaan yang membawa upaya tambahan untuk
mempertahankan hubungan itu.
Meskipun engagement ini termasuk hal yang baru dalam literature akademis, namun organisasi
dan pimpinan mengembangkan minat dalam konsep keterliabatn (engagement). Engagement
dapat didefinisikan sebagai satu investasi pribadi menempatkan sebagainya agar suatu organisasi
untuk sukses (Macy & Schneider, 2008).
Organisasi yang ingin memahami bagaimana keterlibatan dapat menguasai wawasan bagaimana
untuk menghasilkan nilai tambah kontribusi agar pekerjaan lebih efektif. Akibatnya, dalam
lingkungan internal suatu organisasi, sumber daya manusia dan kepemimpinan / organisasi
departemen pengembangan mulai survei dan mengevaluasi keterlibatan antara karyawan lebih
mudah (Hewitt Associates LLC, 2005).
Untuk memaksimalkan keterlibatan pelanggan (customer engagement) maka organisasi perlu
untuk meningkatkan keterlibat karyawan terlebih dahulu.
Keterlibatan pelanggan dipandang sama dengan keterlibatan karyawan di mana pelanggan
dipandang sebagai kinerja melebihi harapan untuk membantu keberhasil organisasi atau
perusahaan.
2.2.2 Customer Engagament
Customer engagement telah menjadi konsep yang cukup popular untuk bisnis karena mereka
mencari cara-cara baru untuk mempertahankan dan memperoleh pelanggan, terutama selama
masa kemerosotan ekonomi (McEwen, 2004).
Selain itu, organisasi dapat melibatkan pelanggan mereka di seluruh saluran yang berbeda. Saat
ini, banyak organisasi melakukan bisnis di saluran yang berbeda, seperti internet, telepon, atau
dengan mengunjungi lokasi toko. Preferensi pribadi pelanggan dapat mendikte media yang
dianggap sebagai alat mencari produk atau melakukan bisnis transaksi (Kim, Ferrin, & Rao,
2009; Lee & Bellman, 2008).
Menurut Bowden (2009), customer engagement adalah sebuah proses psikologis, komitmen,
keterlibatan dan kepercayaan dengan mekanisme yang mendasari mendapatkan pelanggan baru
UNIVERSITAS INDONESIA
30
dari merek layanan serta mekanisme bagaimana membentuk loyalitas pelanggan serta
mempertahankan loyalitas tersebut untuk repurchase atau repeat order dari pelanggan.21
Yang menjadi dasar dari engagement (keterlibatan) adalah kognitif, emosional, dan komponen
psikologis dan dapat digunakan sebagai proxy perilaku pelanggan untuk mengevaluasi hubungan
pelanggan dengan perusahaan atau merek. Kemudian, engagement ini menjadi relevan untuk
mengevaluasi kinerja pelayanan berdasarkan sikap pelanggan terhadap perasaan percaya diri,
kepercayaan, integritas, kebanggaan, dan gairah dalam hubungan pelanggan terhadap merek
(McEwen, 2004). Studi saat ini berusaha untuk adaptasi mengenai kerangka pengukuran untuk
bagaimana keterlibatan karyawan terhadap keterlibatan pelanggan.
Customer enggament akan mudah diintegrasikan dalam proses pengembangan produk / layanan
baru ketika itu menyangkut inovasi. Pelanggan dianggap sebagai sumber daya bagi perusahaan.
"Kita perlu melibatkan pelanggan kamidalam pengembangan produk dan inovasi. Customer
engagement ini lebih berpengaruh terhadap loyalitas dan persepsi customer terhadap organisasi
dibandingkan produk / layanan.
Dengan membangun keterlibatan, antara karyawan dan pelanggan yang ditunjukkan dalam
bentuk ketekunan, kebanggaan, dan antusiasme serta investasi usaha untuk membantu bisnis
meraih sukses. Ketika karyawan berinteraksi dengan pelanggan, maka kebutuhan pelanggan akan
terpenuhi bahkan terlampaui. Karyawan yang setiap harinya mengahadapi pelanggan harusnya
termotivasi untuk menghasilkan pengalaman pelanggan yang berkesan sehingga pelanggan akan
setia dan kembali di masa depan.
Interkasi yang terjadi antara karyawan dan pelanggan perlu mempertimbangkan dimensi bersama
yaitu tingkat responsif dan kehandalan yang sama untuk membina hubungan harmonis seperti
diinginkan pelanggan.
Tidak semua publik yang terlibat akan positif namun juga ada yang menolak atau besikap
negative terhadap suatu merek, isu atau program. Terdapat tiga jenis keterlibatan publik yaitu: 1.)
Pendukung merek, program, ataupun isu dari sebuah organisasi (Supporters of a brand and/or
issue), 2.) Pencela (Detractors), 3.) Penanya (Questioners), individu yang berinteraksi dan
memiliki keinginan untuk mengetahui lebih mengenai merek, isu ataupun program.22
21 Bowden, J. L. H. (2009). The process of customer engagement: a conceptual framework. The Journal
of Marketing Theory and Practice, 17(1), 63-74.
UNIVERSITAS INDONESIA
31
Sehubungan dengan banyaknya jenis keterlibatan dan interaksi publik tersebut maka seorang PR
harus:
1. Meningkatkan hubungan keterlibatan dengan individu pendukung (supporters) untuk
mempertahankan dukungan;
2. Terlibat secara aktif dengan publik atau individu penanya (questioners) untuk memberikan
jawaban dan penjelasan serta membangun kredibilitas yang objektif untuk mendapatkan
dukungan dari mereka;
3. Berkomunikasi menjelaskan fakta secara tranparansi kepada publik pencela (detractors),
namun
akan membuang sedikit waktu dengan mereka karena PR akan kesulitan untuk
UNIVERSITAS INDONESIA
32
Di sisi positif, van Doorn et al.(2010) menyatakan keterlibatan pelanggan termasuk komitmen,
kepuasan, kepercayaan, dan citra merek yang berhubungan erat dengan keterlibatan karyawan.
Oleh karena itu, ukuran keterlibatan kerja karyawan akan disesuaikan dengan mencoba untuk
mengukur keterlibatan pelanggan.
2.2.3 Proses Customer Engagement
Pandangan umum dari seluruh denisi mengenai customer engagement adalah gagasan bahwa
terjadi interaksi yang berulang seperti pembelian yang langganan atau pemesenan yang berulang
menunjukkan adanya tingkat kertlibatan pelanggan.
Proses keterlibatan tersebut menyiratkan bahwa kedalaman atau keeratan keterlibatan pelanggan
dapat dikembangkan atau ditingkatkan (Bowden, 2009a).
Namun akan ada perbedaan antara pelanggan baru dengan pelanggan lama, yang mana secara
khusus pelanggan baru akan memiliki harapan dan pengetahuan serta informasi yang baru saat
pertama kali berinteraksi dengan organisasi. Selanjutnya pelanggan baru lebih mungkin untuk
memiliki dimensi atau pengaruh eksternal yang lebih besar dari pada pelanggan yang lama
(Patterson, 2000).
Bentuk pengolahan informasi yang berbeda antara pelanggan baru dan pelanggan lama karena
konteks dari pengalaman pelanggan, keakraban pelanggan, keahlian pelanggan, dan kognitif
struktur pengetahuan (Alba & Hutchinson, 1987; Bowden, 2009b; Johnson & Mathews, 1997;
Matilla & Wirtz, 2002; Soderlund, 2002).
Sebagaimana pelanggan tetap telah menetapkan kriteria yang stabil untuk mengevaluasi situasi
konsumsi dan mengandalkan jalan pintas mental yang membantu dalam pemecahan masalah atau
pengambilan keputusan yang dikembangkan melalui pengalaman sebelumnya (Huber, Beckman,
dan Hermann, 2004).
Seperti disebutkan sebelumnya, Bowden (2009) membayangkan keterlibatan konsumen sebagai
proses yang meliputi pemahaman tentang peran komitmen, keterlibatan, dan kepercayaan dalam
penciptaan pelanggan terlibat dan setia.
Bowden membagi dua jalur antara pelanggan baru (new customer) dan pelanggan yang
menggunakan produk atau jasa layanan (repeat customer). Pada pelanggan baru berdasarkan
pengetahuan yang tidak terstruktur terhadap produk maupun layanan, pelanggan baru akan
merasa puas berdasarkan pada perhitungan keuntungan yang didapatkan. Jika kepuasan telah ada
pada diri pelanggan baru maka iya akan memiliki kemungkinan untuk melakukan pemesan dan
UNIVERSITAS INDONESIA
33
kembali menggunakan produk tersebut sehingga akhirnya ia akan menjadi pelanggan yang setia
dan menjadi repeat customer. Lalu untuk pelanggan yang sudah pernah menggunakan produk
layanan yang ditawarkan oleh organisasi maka tingkat kepuasaannya bukan lagi berdasarkan
kalkulasi untung rugi saja namun akan menjadi affective commitment di mana hal ini sudah
menimbulkan kepercayaan (trust) terhadap organisasi sehingga secara langsung pelanggan
menjadi terlibat kepada organisasi dan bisa dikatakan pelanggan ini dapat menjadi wakil
organisasi seperti yang digambarkan pada kerangka berikut:
Keterliabatan pelanggan (customer engagement) dapat terbentuk dalam sebuah organisasi atau
perusahaan dengan menjalankan beberapa tahap berikut:
1. Mengembangkan proposisi nilai yang unik berdasarkan pada wawasan pelanggan yang
kuat;
2. Mengkomunikasikan proposisi nilai lebih produk atau layanan kepada pelanggan;
3. Keberhasilan proses komunikasi mengenai nilai lebih produk dan layanan ini akan
sangat bergantung pada keterlibatan karyawan. Dukungan atas keterlibatan karyawan
ini bagaimana ia memahami perannya sebagai bagaian yang menjadi factor atas
keberhasil suatu organisasi
Pelaksanaan tahap di atas, sangat berkaitan erat dengan peran karyawan sebagai actor atau
eksekutor. Pelanggan akan sangat mengaharapkan nilai lebih yang ditawarkan oleh organisasi.
Hal ini menjadi podasi dari terbangunnya kepercayaan pelanggan terhadap organisasi dan model
ini dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
UNIVERSITAS INDONESIA
34
Pada gambar empat secara jelas bahwa merek, budaya internal, pengalaman pelanggan dan
proposisi nilai pelanggan (customer value proposition) didefinisikan secara jelas dan selaras
untuk membuat pelanggan terlibat. Janji atau promosi nilai lebih produk atau layanan yang
ditawarkan organisasi serta budaya organisasi yang melekat pada karyawan sangat berpengaruh
kepada proses terciptanya keterlibatan pelanggan (customer engagement), yang nantinya akan
mengubah pelanggan baru menjadi pelanggan yang setia (repeat customer). Budaya organisasi
yang mempengaruhi tingkah laku karyawan dalam mengahadapi pelanggan. Customer Value
Proposition (CVP) adalah nilai atau manfaat yang ditawarkan kepada pelanggan. Manfaat ini
terwujud dalam bentuk sekumpulan produk atau jasa. Di mata pelanggan, value proposition ini
adalah sebagai solusi atau jawaban atas apa yang mereka butuhkan, atau pemecahan dari masalah
yang mereka hadapi. Singkatnya, value proposition akan menjadi alas an bagi para pelanggan,
kenapa mereka membeli produk atau jasa kita dan bukan membeli dari pesaing. CVP ini akan
membentuk kepuasan pelanggan yang akan menciptakan nilai yang berkesinambungan dan
menciptakan trust serta kesetiap pelanggan sehingga menjadi (repeat customer).
Dengan memahami keterlibatan pelanggan, organisasi dapat mendapatkan wawasan yang lebih
tentang harapan pelanggan, tujuan, sikap, dan perilaku. Model dengan mempertimbangkan driver
atau prediktor keterlibatan pelanggan dan karyawan. Dengan pemahaman yang lebih dalam dari
keterlibatan pelanggan, maka organisasi akan mendapatkan informasi betapa pentingnya
24 Tesis, Tesis Fani Stiyanti (2012): Pengaruh Iklim Layanan dan Pelayanan Prima SDM terhadap
Customer Engagement pada Nasabah Bank ABC Kantor Cabang X Unit Layanan Prioritas. Univesritas
Indonesia. P. 49
UNIVERSITAS INDONESIA
35
UNIVERSITAS INDONESIA
36
(Fornell dan Wernerfelt, 1988; Reichheld et al, 2000.). Hal-hal positif itulah yang menjadi
indikator keberhasilan yang paling diandalkan perusahaan (Zeithaml et al., 1996).
2.4 Brand Image (Citra Merek)
Melewar dan Crhistopher (2004) mengasumsikan tiga aspek kunci dari merek sebuah organisasi
yaitu, komunikasi dengan pesan yang konsisten; dukungan organisasi terhadap citra merek; dan
kontrol serta standardisasi untuk menambah nilai pada produk baru dan masuk ke pasar baru.26
Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap keberhasil dan efek dari citra merek.
Pertama, citra menentukan sikap dan perilaku masyarakat, sebuah citra positif akan menciptakan
dan mendukung sebuah perusahaan dan produknya. Kedua, citra merek adalah gabungan dari
penampilan dan perilaku, yang saling mendukung satu sama lainnya. Secara idak langsung citra
merek akan menjadi komunitor yang baik bagi perusahaan. Dalam ruang lingkup organisasi yang
internasional maka komplesitas tantangannya semakin besar, untuk mengurangi tantangan bisnis
tersebut maka citra merek sangat membantu akan hal itu. 27
Macrae (1991) berpendapat bahwa merek perusahaan dapat diterjemahkan ke dalam sebuah
misi
kebanggaan
bagi
staf
dalam
mengejar
keunggulan,
memajukan
perusahaan
26 Melewar and Crhistopher, Handbook of Corporate Communication and Public Relations Pure and
Applied, edited by Sandra M. Oliver, Routledge, London : 2004. Chapter 10. P. 157
27 Ibid, P. 158
28 Oliver Sandra, Public Relations Startegy, 2nd ed. Kogan Page Limited, London: 2007 P. 51
UNIVERSITAS INDONESIA
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma postpositivisme, paradigma ini memodifikasi kelemahan
kelemahan yang terdapat pada paradigma positivisme. Paradigma postpositivisme berpendapat
bahwa peneliti tidak bisa mendapatkan fakta dari suatu kenyataan apabila si peneliti membuat
jarak (distance) dengan kenyataan yang ada. Hubungan peneliti dengan realitas harus bersifat
interaktif. Oleh karena itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi, yaitu penggunaan bermacammacam metode, sumber data,dan data. (Tahir, 2011: 57-58)
UNIVERSITAS INDONESIA
38
Tujuan penelitian bertujuan untuk menjawab oertanyaan penelitian dan tujuan penelitian
(Saunders, 2007). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kulitatif.
Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui
prosedur statistic. Menurut Nauman, (2003:146) pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang
berusaha menangkap aspek-aspek dunia sosial yang sulit diukur dengan angka-angka. Bogdan
dan Taylor dalam Moleong (200:4) memberikan definisi bahwa penelitian kulitatif sebagai
penelitian yang dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian mislanya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lainnya, secara holistic dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Sesuai dengan karakteristik yang
melekat pada pendekatan kualitatif, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memahami
fenomena tentang strategi yang dilakukan atau langkah-langkah yang dilaksanakan public
relations Starbucks Coffee dalam mengelola keterlibatan pelanggan (customer engagement) dan
membangun citra positif melalui customer engagement tersebut.
Dalam literatur metode penelitian, ada terutama tiga jenis desain untuk mempertimbangkan.jenis
desain meliputi desain penelitian eksplorasi, explanatori dan deskriptif (Ghauri &Gronhaug,
2010). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif menggambarkan situasi dan
tujuan untuk menggambarkan profil akurat beberapa situasi atau peristiwa (Saunders et al.,
2007). Penelitian deskriptif dianggap dalam hal ini untuk memperjelas masalah menggunakan
wawasan baru, mempertanyakan teori-teori baru dan menilai baru konsep (Robson, 2002;.
Saunders et al, 2007).
Rakhmat (2004) menjelaskan tujuan penelitian deskriptif adalah untuk : a) mengumpulkan
informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada; b) mengidentifikasi masalah atau
memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang dilakukan; c) membuat perbandingan atau evaluasi;
d) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah-masalah yang sama
dan belajar dari pengalaman mereka untuk menerapkan rencana dan keputusan pada waktu yang
akan datang.
Dalam penelitian kualitatif yang menggunakan deskriptif analitik, dikenal studi kasus. Studi
kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan yang terperinci, memiliki
pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Studi ini
dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas,
atau individu. Metode studi kasus sebagai salah satu jenis pendekatan deskriptif merupakan
penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu lembaga atau
gejala tertentu dengan daerah atau subyek yang sempit. Penelitian studi kasus akan kurang dalam
jika hanya berpusat pada fase tertentu saja. Ia juga kurang tajam jika hanya mengkaji satu aspek
tertentu sebelum memperoleh gambaran umum tentang kasus tersebut. Sebaliknya studi kasus
UNIVERSITAS INDONESIA
39
akan kehilangan artinya kalau hanya ditujukan sekadar untuk memperoleh gambaran umum
namun tanpa aspek-aspek khusus yang perlu dipelajari secara intensif dan mendalam. Studi
kasus yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang
diselidiki. Meskipun demikian data yang diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga
dapat diperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik.
Dengan kata lain, data dalam studi kasus dapat diperoleh dari berbagai sumber namun terbatas
pada kasus yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus dengan single case analysis yaitu
analisis deskriptif tetang tindakan dan tahap yang dilakukan oleh praktisi public relations
Starbucks Coffee dalam membangun dan mengelola customer engagement pada program ayo ke
museum. Dari deskripsi dan temuan atas kasus tersebut, selanjutnya dilakukan analisis untuk
mengetahui apakah strategi atau langkah yang dilakukan public relations Starbucks Coffee telah
sesuai dengan penjabaran konsep yang ada.
3.2 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber utama penelitian kualitatif adalah kata-kata dan pengamatan akan tindakan (Lofland dan
Lofland dalam Moloeng, 2006). Dalam penelitian kualitatif dengan metode studi kasus dikenal
data primer dan data sekunder. Menurut Subagyo (1991), data primer adalah data yang didapat
langsung atau diperoleh langsung dari sumber-sumbernya. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari bahan kepustakaan, literatur, serta dokumen, arsip perusahaan yang mendukung
penelitian. Dalam penelitian ini, data primer didapatkan melalui wawancara mendalam dan
observasi terhadap obyek penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen
yang dinilai akurat dalam membantu analisis sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas dan
komprehensif tentang permasalahan yang diteliti. Data sekunder meliputi hasil media monitoring
pemberitaan media tentang program ayo ke museum yang dilaksanakan Starbucks Coffee dan
artikel pemberitaan media massa.
3.2.1 Data Primer
Data primer yaitu data-data yang dikumpulkan dan diperoleh langsung dari sumber-sumber asli,
yaitu informan yang berfungsi sebagai sumber data. Data primer dalam penelitian ini
dikumpulkan dari wawancara yang mendalam dan observasi.
3.2.1.1 Wawancara Mendalam (in-depth interview)
UNIVERSITAS INDONESIA
40
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin
memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan beberapa pertamyaan
berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2004:180). Wawancara mendalam merupakan wawancara
personal, langsung dan tidak terstruktur yang di dalamnya responden digali untuk
mengungkapkan motivasi, kepercayaan, sikap dan perasaan dasar atas sebuah topic oleh
pewawancara dengan keterampilan tinggi (Sugiyono, 2011: 188).
Teknik pengumpulan data primer di dalam penelitian adalah wawancara tidak terstruktur, yakni
wawancara bebas yang memungkinkan peneliti untuk mendapatkan keseluruhan gambaran
penelitian yang diharapkan. Kemudian peneliti menggunakan teknik indepth interview dengan
pertanyaan terbuka. Meskipun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada narasumber berasal
dari instrumen yang sudah ada, namun jawaban narasumber tidak bersifat tertutup.
3.2.1.2 Teknik Penetuan Informan
Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposif, dimana para
informan terlebih dahul diseleksi berdasarkan criteria-kriteria tertentu yang ditetapkan untuk
mencapai tujuan penelitian.
Dalam metode wawancara, ada beberapa kriteria yang harus dipatuhi agar data yang diperoleh
merupakan data yang valid dan sah. Dalam penelitian ini, peneliti memilih empat narasumber
yang mewakili studi kasus dari penelitian. Para narasumber tersebut adalah pihak-pihak yang
bersinggungan langsung program ayo ke museum yang dilaksanakan Starbucks Coffee.
Pemilihan keempat narasumber ini sesuai dengan karakteristik narasumber yang disampaikan
oleh Bungin (2009) bahwa narasumber dianggap kredibel dalam memberikan informasi karena
memenuhi unsur di bawah ini:
1. Narasumber telah cukup lama, intensif, dan menyatu dengan kegiatan yang akan diteliti.
Selain itu ia juga harus menghayati secara sungguh-sungguh akibat dari keterlibatannya
yang cukup lama dengan lingkungan atau kegiatan yang bersangkutan. Hal ini biasanya
ditandai dengan jawaban yang lancar dan hapal di luar kepala sesuatu yang ditanyakan oleh
peneliti.
2. Narasumber masih terlibat secara aktif atau penuh pada lingkungan atau kegiatan yang
menjadi perhatian peneliti.
3. Narasumber mempunyai cukup banyak waktu untuk diwawancarai.
UNIVERSITAS INDONESIA
41
4. Narasumber dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dipersiapkan terlebih
dahulu. Mereka tergolong apa adanya dalam memberikan informasi
Keempat informan yang dipilih oleh peneliti adalah:
a. Manager Public Relations(PR) Starbucks Coffee (Narasumber 1)
Manager Public Relations Starbucks Coffee dipilih menjadi narasumber karena program
ayo ke museum adalah program yang diusung oleh PR Starbucks Coffee. Beliau dianggap
menjadi pihak paling memahami semau perihal program ayo ke museum tersebut.
b. Staff Public Relations Starbucks Coffee (Narasumber 2)
Staff Public Relations Starbucks Coffee dijadikan narasumber karena beliau terlibat secara
aktif pada program ayo ke museum tersebut.
c. Salah satu karyawn Starbucks Coffee (Narasumber 3)
Staf Starbucks Coffee dijadikan narasumber kendati dianggap mengetahui program ayo ke
museum tersebut.
d. Pelanggan Starbucks Coffee (Narasumber 4)
Pelanggan Starbucks Coffee dijadikan narasumber kendati dianggap mengetahui secara
sekilas tentang program tersebut.
Selain wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi (pengamatan) secara
langsung di lapangan.
3.2.1.3 Observasi
Hal ini ditujukan untuk mendapatkan data atau bukti yang riil yang dapat menunjang hasil
penelitian. Menurut Nawawi & Martini (1991) dalam Bonifasius (2015), observasi adalah
pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu
gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian. Adapun Bungin (2009) menyebutkan bahwa
observasi atau pengamatan adalah suatu kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan
indera penglihatan sebagai alat bantu utamanya, selain panca indera lainnya seperti telinga,
penciuman, mulut dan kulit sebagai alat bantu yang lain.Observasi yang akan dilakukan oleh
observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti,
dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil
wawancara.
UNIVERSITAS INDONESIA
42
UNIVERSITAS INDONESIA
43
yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Dalam hal ini peneliti harus
menuju satu sumber untuk dibandingkan dengan sumber lain.
b. Triangulasi Pengamat
Triangulasi pengamat adalah adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil
pengumpulan data.
c. Triangulasi Teori
Triangulasi teori adalah penggunaan berbagai teori yang bervariasi untuk memastikan
bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat.
d. Triangulasi Metode
Triangulasi metode adalah penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal,seperti
membandingkan hasil dari metode wawancara dengan hasildari metode observasi.
Peneliti menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara, sementara data sekunder diperoleh dari penelusuran data laporan
kegiatan kehumasan selama program ayo ke museum berlangsung dan monitoring media.
3.7 Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma postpositivisme dengan metode kualitatif. Dengan
demikian, terdapat keterbatasan-keterbatasan seperti tidak ada prosedur standar dalam penelitian
dan sulit untuk melakukan generalisasi. Penelitian ini juga memiliki keterbatasan dalam
referensi, yaitu masih minimnya penelitian-penelitian dan jurnal sebelumnya tentang startegi
public relations dalam mengelola customer engagement untuk membangun citra organisasi.
Kelemahan lain adalah data yang didapatkan dari penelitian ini berasal dari data internal melalui
wawancara dan observasi. Tidak semua stakeholders menjadi narasumber peneliti.
UNIVERSITAS INDONESIA
44
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Eathar Abdul-Ghani, Kenneth F Hyde, and Roger Marshall (2012) ,"Consumer Engagement Or
Customer Engagement? Two Competing Views on a Phenomenon", in AP - Asia-Pacific
Advances in Consumer Research Volume 10, eds. , Duluth, MN :Association for Consumer
Research, 121-128
Bowden, J.L. (2009a). The process of customer engagement: A conceptual framework. Journal
of Marketing Theory, 17, 63-75.
Bowden, J.L. (2009b). Customer engagement: A framework for assessing customer-brand
relationships: The case of the restaurant industry. Journal of Hospitality Marketing &
Management, 18, 574-596
Brodie, R. J., Hollebeek, L. D., Juric, B. and Ilic, A. (2011). Customer engagement: Conceptual
domain, fundamental propositions, and implications for research. Journal of Service
Research. 14(3), 252-271.
Brodie, R. J., Ilic, A, Juric, B. and Hollebeek, L. D. (2013). Consumer engagement in a virtual
brand community: An exploratory analysis, Journal of Business Research, 66(1), 105-114
Goldhaber, G. M. 1993. Organizational Communication, 6th Edition. McGraw-Hill.
Grunig,J. E, Hunt, T, Managing Public Relations. New York: Holt, Rinehart, Winston. P. 24
Hollebeek, L. (2011a). Exploring customer brand engagement: Definition and themes. Journal
of Strategic Marketing, 19(7), 555-573.
Hollebeek, L. (2011b). Demystifying customer brand engagement: Exploring the loyalty nexus.
Journal of Marketing Management, 27, 785-807.
Harrision-Walker, J. (2001). The measurement of word-of-mouth communications and an
investigation of service quality and customer commitment as potential antecedents. Journal
of Service Research, 4, 6075.
Jefkins, F. 1992. Public Relations (Haris Munandar, Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Keller, Kevin Lave, 2008, Strategic Brand Management: Building, Measuring and Managing
Brand Wquity, 3rd ed. Pearson.
Kasali, R. 2009. Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.
Kuzgun Ebru, 2012. Brand Loyaltys Impact on Customer Engagement in Virtual Brand
Communities by the case of Turkish Market, Denamrk Copenhagen Business School.
L Deniss, Glen T. 2015. Public Relations Strategies and Tactics, England. Pearson
UNIVERSITAS INDONESIA
45
UNIVERSITAS INDONESIA