Anda di halaman 1dari 42

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS

PADA SISWA DI SMP NEGERI 1 LAROMPONG


TAHUN 2019

KARTIKA
SDK 161016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
DATU KAMANRE
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini dengan semakin modernnya zaman, semakin banyak pula

masalah- masalah kesehatan yang muncul dari berbagai penyebab (Dai,

2013). Salah satunya ialah gastritis yang timbul akibat gaya hidup manusia.

Berdasarkan penelitian kesehatan dunia World Health Organization (WHO)

didapatkan hasil presentase dari angka kejadian Gastritis di dunia, di

antaranya Inggris 22%, Cina 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Prancis

29.5%. Di dunia insiden gastritis sekitar 1,8– 2,1 juta dari jumlah

penduduk setiap tahun (Depkes RI, 2009).

Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan

yang paling sering terjadi. Akhir-akhir ini peningkatan penyakit Gastritis atau

yang secara umum dikenal dengan istilah sakit “maag” atau sakit ulu hati

meningkat sangat pesat dan banyak di keluhkan masyarakat. Kejadian

penyakit gastritis terjadi karena pola hidup yang bebas hingga berdampak

pada kesehatan tubuh (Mustakim, 2009).

Menurut data dari World Health Organization (WHO), persentase dari

angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%,

Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis

sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya

gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap

tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada


populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih tinggi

daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik

(Kemenkes, 2015).

Di Indonesia angka kejadian gastritis cukup tinggi. Dari penelitian dan

pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI angka kejadian

gastritis di beberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6% yaitu

di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%,

Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7%

dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang kurang

sehat (Kemenkes, 2015).

Kasus kematian akibat penyakit gastritis di Indonesia hasil Survey

Kesehatan Nasional (SURKESNAS) tahun 2013 gastritis menjadi urutan ke 4

penyebab kematian umum di Indonesia setelah kanker. Dari survei yang

dilakukan pada masyarakat Jakarta pada tahun 2014 yang melibatkan 1.645

responden mendapatkan bahwa klien dengan masalah gastritis ini mencapai

60% artinya masalah gastritis ini memang ada di masyarakat dan tentunya

harus menjadi perhatian kita semua (Wijoyo, 2014).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, gastritis

menempati urutan kedua dari 10 penyakit tidak menular terbanyak di Sulawesi

Selatan pada tahun 2014 yaitu sebesar 80.767 kasus dan pada tahun 2015 mengalami

peningkatan sebesar 117.752 kasus (Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan 2017).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Luwu pada bulan Januari - Agustus tahun 2017 diperoleh data tentang

kejadian gastritis dari 22 puskesmas yang ada di Kabupaten Luwu, dimana


terdapat salah satu puskesmas yang memiliki angka kejadian gastritis cukup

tinggi yaitu dengan jumlah 987 orang penderita gastritis.

Banyak faktor yang dapat memengaruhi terjadinya gastritis diantaranya

yaitu pola makan, jenis makanan, stres, makanan pedas, panas asam terutama

alkohol, jika dari faktor tersebut dapat dikonsumsi terus menerus maka akan

menyebabkan terjadinya gastritis. Ketidaktahuan remaja yang mengalami

gastritis disebabkan oleh pengetahuan dalam mencegah terjadinya gastritis.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku

merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan

hasil bersama berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Perilaku

kesehatan merupakan respon seseorang terhadap objek yang berkaitan dengan

sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta

lingkungan (Notoatmodjo, 2012).

Penyakit gastritis dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dari

semua tingkat usia maupun jenis kelamin tetapi dari beberapa survey

menunjukkan bahwa gastritis paling sering menyerang usia produktif,

misalnya survei yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia (FKUI) belum lama ini, sekitar 60 persen penduduk Jakarta yang

termasuk dalam usia produktif sudah terkena maag (gastritis). Bahkan, pada

remaja sendiri sudah ada sekitar 27 persen yang menderita gastritis. Hal

tersebut diduga karena masih banyak masyarakat, khususnya para remaja,


yang menganggap sepele keberadaan penyakit gastritis tersebut (Wibowo,

2015).

Pada usia remaja sangat rentan terserang gejala gastritis, dari tingkat

kesibukan dan gaya hidup yang kurang memperhatikan kesehatan serta stres

yang mudah terjadi akibat pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bisa

menyebabkan munculnya gejala gastritis. Meskipun itu tidak jarang anak

remaja yang masih beranggapan bahwa gastritis timbul hanya karena faktor

asupan makanan atau telat makan. Seperti yang diungkapkan dalam penelitian

Desak (2014) yang menyatakan dalam penelitiannya menunjukan bahwa

sebagian besar usia remaja yang paling rentan terhadap kejadian gastritis

yaitu pada usia 12-15 tahun. Hal demikian dapat dikategorikan bahwa usia

tersebut berada pada tingkatan SMP.

Sehingga solusi yang harus dilakukan sebagai tenaga kesehatan

khusunya tenaga perawat professional yaitu dengan memberikan pendidikan

kesehatan kepada semua remaja sekolah tentang kejadian gastritis terutama

SMP, baik cara mencegahnya maupun cara menanganinya, dengan

pencegahan secara dini, agar dapat menurunkan angka kejadian gastritis

tersebut dan peran keluarga serta lingkungan juga mendorong penurunan

terjadinya gastritis, yaitu dengan cara hidup sehat (Williams & Wikins, 2012).

Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang sudah dijelaskan di atas,

maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang ”Hubungan Pola Makan Dengan

Kejadian Gastritis Pada Siswa di SMP Negeri 1 Larompong Tahun 2019”.


B. Rumusan masalah

Apakah ada hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada siswa

di SMP Negeri 1 Larompong tahun 2019..?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada siswa

di SMP Negeri 1 Larompong tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pola makan siswa di SMP Negeri 1 Larompong

tahun 2019.

b. Untuk mengetahui pola makan dengan kejadian gastritis pada siswa di

SMP Negeri 1 Larompong tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Responden

Dapat memberikan pemahaman kepada semua siswa tentang

pentingnya menjaga pola makan yang lebih baik dan benar agar kejadian

gastritis tidak muncul lagi khusunya bagi para siswa.

2. Manfaat Bagi Tempat Penelitian

Dapat memberikan masukan dan informasi bagi para pendidik

sekaligus memberikan pemahaman tetntang pentingnya menjaga pola

makan yang baik dan benar baik itu pendidik maupun kepada seluruh

peserta didik.
3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dan referensi dalam materi kuliah tentang

asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan kejadian Gastritis.

4. Manfaat Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan pemahaman

dalam mengembangkan kemampuan untuk mengaplikasikan teori dengan

kenyataan yang ada dalam suatu penelitian dan juga dapat di jadikan

bahan perbandingan bagi peneliti sebagai referensi untuk

mengembangkan penelitian selanjutnya.

5. Manfaat Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan kepada masyarakat

agar dapat menumbuhkan kesadaran serta mengubah kebiasaan pola

makan yang dulunya kurang baik menjadi lebih baik demi meningkatkan

derajat kesehatan yang maksimal.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Gastritis

1. Pengertian Gastritis

Gastritis berasal dari bahasa Yunani yaitu gastro, yang berarti

perut / lambung sedangkan itis artinya inflamasi / peradangan. Gastritis

dapat disebabkan adanya suatu iritasi dan infeksi atau peradangan pada

dinding mukosa lambung sehingga dinding lambung menjadi merah,

bengkak, berdarah dan berparut atau luka. Infeksinya bisa disebabkan

oleh bakteri / virus, sedangkan iritasi lambung bisa di sebabkan oleh

makanan yang terlalu asam dan pedas, obat-obatan yang dapat mengiritasi

lambung seperti aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) dan

minuman beralkohol (Ikawati, 2010).

Gastritis adalah gangguan pencernaan bagian atas yang secara

umum dikenal sebagai penyakit maag merupakan gangguan saluran cerna

yang cukup sering dikeluhkan, selain disebabkan disebabkan oleh faktor

organik, seperti adanya luka atau peradangan pada saluran cerna bagian

atas (lambung), gangguan ini juga dihubungkan dengan faktor psikologis

yang mendasarinya (Sukmono, 2011).

Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung.

Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung

samapai terlepasnya epitel mukosa superfisial yang menjadi penyebab


terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan

merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2012).

Gastritis merupakan suatu peradangan atau perdarahan mukosa

lambung yang dapat bersifat akut,kronis dan difus (local). Dua jenis

gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis

atropik kronis (Hardi & Huda Amin, 2015).

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis

adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang

disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola

makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan

makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat

menyebabkan terjadinya gastritis.

2. Etiologi

Penyebab utama gastritis adalah bakteri Helicobacter pylori, virus,

atau parasit lainnya juga dapat menyebakan gastritis. Kontributor gastritis

akut adalah meminum alkohol secara berlebihan, infeksi dari kontaminasi

makanan yang dimakan, dan penggunaan kokain. Kortikosteroid juga

dapat menyebabkan gastritis seperti NSAID aspirin dan ibuprofen.

(Dewit, Stromberg & Dallred, 2016).

Menurut Muttaqin, Arif & Sari, Kumala, (2011) ada beberapa faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis akut, diantaranya :

a. Obat-obatan, seperti Obat Anti Inflamasi Nonsteroid/OAINS

(Indometasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfanomide, Steroid,


Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluro-2-deoxyuridine),

Salisilat, dan Digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung.

b. Minuman beralkohol; seperti whisky, vodka, dan gin.

c. Infeksi bakteri; seperti H. pylori (paling sering), H. heilmanii,

Streptococci, Staphylococci, Proteus spesies, Clostridium spesies,

E. coli, Tuberculosis, dan secondary syphilis.

d. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus.

e. Infeksi jamur; seperti Candidiasis, Histoplasmosis, dan

Phycomycosis.

f. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma,

pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf

pusat, dan refluks usus-lambung.

g. Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan

minuman dengan kandungan kafein dan alcohol merupakan agen-

agen penyebbab iritasi mukosa lambung.

h. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu

(komponen penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim

gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga

menimbulkan respons peradangan mukosa

i. Iskemia, hal ini berhungan dengan akibat penurunan aliran darah ke

lambung.
j. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan

antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas

mukosa, yang dapat menimbulkan respon peradangan pada mukosa

3. Klasifikasi Gastritis

Menurut Abata (2014), gastritis terbagi menjadi 2 (dua)

berdasarkan tingkat keparahannya yaitu :

a. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah inflamasi akut dari lambung, biasanya

terdapat pada mukosa. Dan secara garis besar gastritis akut dapat

dibagi menjadi dua bagian yaitu gastritis eksogen akut dan gastritis

endogen Sedangkan yang terjadi karena kelainan tubuh adalah

penyebab adanya gastritis endogen akut.

b. Gastritis Kronis

Gastritis kronis didefinisikan sebagai peradangan mukosa

kronis yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia

epitel. Lambung yang mengalami inflamasi kronis dari tipe tertentu

sehingga menyebabkan gastritis dari tipe yang spesifik disebut

gastritis kronis. Gastritis kronis diklasifikasikan sebagai tipe A atau

tipe B. Tipe A berkaitan dengan penyakit autoimun, misalnya

anemia pernisiosa. Tipe A ini terjadi pada fundus atau korpus

lambung. Tipe B (H. pylori) mengenai antrum dan pylorus. Tipe ini

berkaitan dengan bakteria H. pylori. Faktor diit seperti minuman


panas, bumbu penyedap, penggunaan obat, alcohol, merokok, atau

refluks isi usus ke dalam lambung.

Sedangkan menurut Muttaqin & Sari (2011) gastritis kronis

diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu sebagai berikut :

a. Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta

perdarahan dan erosi mukosa.

b. Gastritis atrofik, di mana peradangan terjadi pada seluruh lapisan

mukosa. Pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan

kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan

karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.

c. Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul

pada mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis, dan hemoragik.

4. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis dari gangguan ini cukup bervariasi, mulai dari

keluhan ringan hingga muncul perdarahan pada slauran cerna bagian

atas.Pada beberapa orang, gangguan ini tidak menimbulkan gejala yang

khas (Brunner & Suddarth, 2002). Manifestasi gastritis akut dan kronik

hampir sama. Berikut penjelasannya:

a. Manifestasi gastritis akut

1) Anoreksia

2) Nyeri pada epigastrium

3) Mual dan muntah

4) Perdarahan saluran cerna (Hematemesis Melena)


5) Anemia (tanda lebih lanjut)

6) Nyeri tekan yang ringan pada epigastrium

7) Kembung dan terasa sesak

8) Keluar keringat dingin

9) Nafsu makan menurun

10) Suhu badan naik

11) Pusing

12) Pucat

13) Lemas

b. Manifetasi gastritis kronis

1) Mengeluh nyeri ulu hati

2) Anoreksia

3) Naucea

4) Nyeri seperti ulkus peptic (Lestari, Wiyono, & Candrawati,

2016).

5. Patofisiologi Gastritis

Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar

oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas

mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen / pepsin dan garam

empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan

bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya

Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang
sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor

agresif. (Prince, 2005).

Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat

prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan

maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel

yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan

produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan

sub epitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3

sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan

oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang

merusak mukosa lambung (Prince, 2005).

Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang

atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap

asam lambung (Prince, 2005).

6. Pencegahan

Agar kita terhindar dari penyakit gastritis, sebaiknya kita mengontrol

semua faktor risiko yang menyebabkan terjadinya gastritis, dengan

melakukan tindakan pencegahan seperti dibawah ini:

a. Hindari minuman beralkohol karena dapat mengiritasi lambung

sehingga terjadi inflamasi.

b. Hindari merokok karena dapat menganggu lapisan dinding lambung

sehingga lambung lebih mudah mengalami gastritis dan tukak/ulkus.


Dan rokok dapat meningkatkan asam lambung dan memperlambat

penyembuhan luka.

c. Atasi stress sebaik mungkin.

d. Makan makanan yang kaya akan buah dan sayur namun hindari sayur

dan buah yang bersipat asam.

e. Jangan berbaring setelah makan untuk menghindari refluks (aliran

balik) asam lambung.

f. Berolahraga secara teratur untuk membantu mempercapat aliran

makanan melalui usus.

g. Bila perut mudah mengalami kembung (banyak gas) untuk sementara

waktu kurangi kamsumsi makanan tinggi serat, seperti pisang,kacang

kacangan, dan kentang.

h. Makan dalam porsi sedang (tidak banyak) tetapi sering, berupa

makanan lunak dan rendah lemak. Makanlah secara perlahan dan

rileks (Hardi & Huda Amin, 2015).

7. Penatalaksanaan gastritis

a. Pengobatan pada gastritis meliputi:

1) Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung

2) Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit

diberikan intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan

sampai gejala-gejala mereda.


Untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida dan istirahat.

1) Histonin: Dapat diberikan untuk menghambat pembentukan asam

lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.

2) Sulcralfate : diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan

cara menyelaputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan

pepsin yang menyebabkan iritasi ( Ikatan Apoteker Indonesia.

2010).

b. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:

Gastritis akut Diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk

menghindari alcohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila

pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dan

ajurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral.

Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan

prosedur yang dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal

atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat

asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan

penetralisasian agen penyebab.

1) Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (contohnya:

aluminium hidroksida) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus

lemon encer atau cuka encer

2) Bila korosi luas atau berat, 11iagno, dan lafase dihindari karena

bahaya perforasi.
B. Tinjauan Teori Pola makan

1. Pengertian Pola makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah

dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan

kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit

(Depkes RI, 2009).

Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang

memilih dan memakan makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh

fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Sehingga kajian yang

mempengaruhi pola makan dapat meliputi kegiatan dalam memilih

pangan, cara memperoleh, menyimpan dan beberapa yang dimakan dan

sebagainya (Koesmardini, 2006).

Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis

dan jumlah makanan yang di konsumsi seseorang atau sekelompok orang

pada waktu tertentu (Baliwati, 2010).

Pola makan adalah cara atau kebiasaan yang dilakukan seseorang /

kelompok dalam kondisi sehat maupun sakit dengan mengkonsumsi

makanan yang dilakukan secara berulang-ulang pada waktu tertentu

dalam jangka waktu yang lama (Khasanah, 2012).

Uripi (2002) dalam Wahyu, Dewi (2015) mengatakan bahwa

Pendapat dari berbagai sumber dapat diartikan secara umum bahwa pola

makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atas

sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam


mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah

makanan, dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor

sosial, budaya dimana mereka hidup.

Pola yang dianut oleh remaja dimiliki melalui proses belajar yang

menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan

akan berlangsung selama hidupnya, hingga kebiasaan makan dan susunan

hidangan masih bertahan sampai ada pengaruh yang dapat mengubahnya.

Usia remaja merupakan peralihan pola masa anak, namun pada usia

remaja telah mendapatkan berbagai pengarahan dan bimbingan orang tua

tentang makanan yang harus dikonsumsi guna pemenuhan kebutuhan

yang mulai banyak aktifitasnya baik di sekolah maupun dirumah

(Khasanah, 2012).

Uripi (2002) dalam Wahyu, Dewi (2015) pola makan terdiri dari

frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makan.

a. Frekuensi makan

Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan

kegiatan makan dalam sehari baik makanan utama maupun makanan

selingan. Frekuensi makan dikatan baik bila frekuensi makan setiap

harinya 3 kali makanan utama atau 2 kali makanan utama dengan 1

kali makanan selingan, dan dinilai kurang baik bila frekuensi makan

setiap harinya 2 kali makan utama atau kurang. Pada umumnya setiap

orang melakukan makanan utama 3 kali, yaitu makan pagi, makan

siang, dan makan malam atau sore.


Ketiga waktu makan tersebut yang paling penting adalah makan

pagi, sebab dapat membekali tubuh dengan berbagai zat makanan

terutama kalori dan protein berguna untuk pertumbuhan dan

perkembangan remaja. Selain itu, di pagi hari kebutuhan kalori

seseorang cukup banyak sehingga bila tidak sarapan, maka lambung

akan lebih banyak memproduksi asam (Putheran, 2011 dalam

Dwigint, 2015).

Pada siswa/remaja dengan kebiasaan makan yang tidak teratur

dengan jeda waktu makan yang terlalu lama (frekuensi makan kurang

dari tiga kali dalam sehari) akan menyebabkan terjadinya maag. Jeda

antara waktu makan merupakan penentuan pengisian dan

pengosongan lambung.Jeda waktu makan yang baik yaitu berkisar

antara 4-5 jam. Kerja lambung akan meningkat pada pagi hari, yaitu

jam 07.00-09.00. ketika siang hari berada dalam kondisi normal dan

melemah pada waktu malam hari jam 19.00-21.00 WIB (Sherwood,

2012).

Kebiasaan pada siswa yang sering untuk mengabaikan atau tidak

sempat untuk sarapan pagi dan karena kesibukannya dalam

perkuliahan serta organisasi mahasiswa juga sering makan terburu-

buru atau terlalu cepat (Abata, 2014) dan makan di atas jam 21.00

WIB dan tidak lama kemudian langsung pergi tidur. Jadwal makan

yang tidak teratur tentunya akan dapan menyerang lambung, maka

dari sinilah penyakit maag akan muncul (Sherwood, 2012).


Makan teratur dapat membuat alat pencernaan bekerja secara

teratur. Agar pencernaan efisien ia harus bekerja secara wajar dan

alamiah, artinya pola makan harus sesuai dengan siklus penccernaan

dan kemampuan fungsi penccernaan. Adapun siklus pencernaan,

yaitu:

1) Siklus pencernaan (12 siang-8 malam) merupakan saat yang tepat

untuk mengkonsumsi makanan padat karena siklus pencernaan

bekerja lebih aktif. Setelah pukul 8-9 malam sebaiknya tidak

makan- makanan padat karena lambung tidak boleh sesak dengan

makanan pada saat tidur.

2) Siklus penyerapan (8 malam-4 pagi) pada saat tubuh dan fikiran

kita sedang istirahat total atau tidur, tubuh mulai menyerap atau

mengasimilasi, dan mengedarkan zat makanan. Kurang tidur atau

makan larut malam akan memboroskan energi dan mengganggu

aktivitas siklus ini.

3) Siklus pembuangan (4 pagi-12 siang) secara intensif tubuh mulai

melakukan pembuangan sisa-sisa makanan dan sisa-sisa

metabolisme. Siklus ini paling banyak memakai energi. Selagi

siklus ini berjalan sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan berat

atau padat karena menurunkan intensitas proses pembuangan,

memperlambat proses pencernaan, dan memboroskan energy

(Putheran, 2011 dalam Dwigint, 2015).


Makan tepat waktu merujuk pada konsep tiga kali makan

dalam sehari ialah sarapan, makan siang, dan makan malam.Dalam

memulai makan, janganlah makan setelah benar-benar lapar. Atur

waktu makan seperti sarapan pada jam 06.00-08.00, makan siang pada

jam 12.00- 13.00, dan makan malam antara jam 18.00-20.00 (Tilong,

2014).

Menurut (Abata, 2014) pola makan yang baik adalah dengan

memulai sarapan pagi sebelum beraktivitas, makan siang sebelum ada

rangsangan lapar dan makan malam sebelum tidur.

b. Jenis Makanan

Jenis makanan yang dikonsumsi remaja dapat dikelompokkan

menjadi dua yaitu makanan utama dan makanan selingan.Makanan

utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan

pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan

pokok, lauk-pauk, sayur, buah dan minuman (Putheran, 2011 dalam

Dwigint, 2015).

Makanan pokok adalah makanan yang dianggap memegang

peranan penting dalam susunan hidangan.Pada umumnya makanan

pokok berfungsi sebagai sumber energy (kalori) dalam tuuh dan

memberikan rasa kenyang (Sediaotama, 2004).Makanan pokok yang

biasa dikonsumsi yaitu nasi, roti, dan mie atau bihun.


Beberapa jenis minuman dan makanan yang kurang baik untuk

dikonsumsi dan dapat menyebabkan kerusakan ketahanan selaput

lambung adalah sebagai berikut Abata (2014):

1) Minuman yang merangsang pengeluaran asam lambung antara

lain: kopi, anggur putih, sari buah sitrus, dan susu.

2) Makanan yang sangat asam atau pedas seperti cuka, cabai, dan

merica (makanan yang merangsang perut dan dapat merusak

dinding lambung).

3) Makanan yang sulit dicerna dan dapat memperlambat

pengosongan lambung. Karena hal ini dapat menyebabkan

peningkatan peregangan di lambung yang akhirnya dapat

meningkatkan asam lambung antara lain makanan berlemak, kue

tar, coklat dan keju.

4) Makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah sehingga

menyebabkan cairan lambung dapat naik ke kerongkongan seperti

alcohol, coklat, makanan tinggi lemak, dan gorengan.

5) Makanan dan minuman yang banyak mengandung gas dan juga

yang terlalu banyak serat, antara lain: sayur-sayuran tertentu

seperti sawi dan kol; buah-buahan tertentu seperti nangka dan

pisang ambon; makanan yang berserat tinggi seperti kedongdong

dan buah yang dikeringkan; minuman yang mengandung banyak

gas (seperti minuman bersoda).


6) Kegiatan yang dapat meningkatkan gas di dalam lambung juga

harus dihindari, antara lain makan permen karet khususnya

permen karet serta merokok.

c. Porsi Makan

Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran

makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi)

makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja menurut

(Putheran, 2011 dalam Dwigint, 2015).

Jumlah (porsi) standar bagi remaja antara lain : makanan pokok

berupa nasi, roti tawar, dan mie instant. Jumlah atau porsi makanan

pokok antara lain : nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instant

untuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram. Lauk pauk

mempunyai dua golongan lauk nabati dan lauk hewani, jumlah atau

porsi makanan antara lain : daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50

gram, tempe 50 gram (dua potong), tahu 100 gram (dua potong).

Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan, jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan

sayuran antara lain : sayur 100 gram. Buah merupakan suatu hidangan

yang disajikan setelah makanan utama berfungsi sebagai pencuci

mulut. Jumlah porsi buah ukuran 100 gram, ukuran potongan 75 gram.

Dalam menyusun menu seimbang diperlukan pengetahuan

bahan makanan, karena nilai gizi setiap bahan makanan tiap kelompok

tidak sama Abata (2014) sebagai berikut:


1) Golongan makanan pokok

Jenis padi-padian merupakan bahan makanan pokok yang

memiliki kadar protein lebih tinggi dari umbi-umbian. Jika bahan

makanan pokok yang digunakan berasal dari umbi-umbian maka

harus disertai lauk dalam jumlah yang lebih besar. Porsi makanan

pokok yang dianjurkan dalam sehari untuk remaja adalah

sebanyak 300-500 gram beras atau sebanyak 3- 5 piring nasi

dalam sehari.

2) Golongan protein

Lauk sebaiknya terdiri dari campuran hewani dan nabati.

Lauk hewani memiliki nilai biologi yang tinggi dibandingkan

nabati. Porsi lauk yang dianjurkan untuk remaja dalam sehari

adalah sebanyak 100 gram atau dua potong ikan daging atau

ayam, sedangkan porsi nabati dalam sehari sebanyak 100-150

gram atau 4-6 potong tempe. Tempe dapat diganti dengan tahu

atau kacang-kacangan kering.

3) Golongan sayuran-sayuran

Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral. Sayuran

daun berwarna hijau dan orange mengandung lebih banyak

provitamin A, selain itu sayuran berwarna hijau juga kaya

kalsium, zat besi, asam folat, dan vitamin C. semakin hijau warna

sayuran, semakin banyak mengandung gizi. Setiap hari

dianjurkan mengkonsumsi sayuran yang terdiri dari sayuran daun,


kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga. Porsi sayuran

dalam bentuk tercampur dianjurkan juga untuk remaja dalam

sehari 150-200 gram atau sebanyak 1,5-2 mangkok dalam

keadaan matang.

4) Golongan buah-buahan

Buah berwarna kuning banyak mengandung provitamin A,

sedangkan buah yang kecut pada umumnya kaya vitamin C. porsi

buah yang dianjurkan untuk remaja dalam sehari adalah 2-3

potong, dapat berupa papaya atau buah-buahan lain.

5) Lain-lain

Menu yang disusun biasanya mengandung gula dan

minyak, sebagai penyedap dan pemberi rasa gurih. Penggunaan

gula biasanya sebanyak 25- 35 gram/hari (2 ½ - 3 ½ sendok

makan), sedangkan minyak sebanyak 25-50 gram/hari (2 ½ - 5

sendok makan).

2. Tujuan Makan

Menurut Putheran, 2011 dalam Dwigint, 2015 ada beberapa tujuan

dari makan diantaranya :

a. Untuk kelangsungan hidup

b. Menjaga keseimbangan asam basa darah

c. Memberi asupan nutrisi yang lengkap dengan gizi yang seimbang

d. Menghasilkan energi untuk segala kegiatan hidup

e. Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.


3. Fungsi Makanan

Menurut Khasanah (2012) hal yang dimaksudkan dengan

“makanan” dalam ilmu kesehatan adalah substrat yang dapat

dipergunakan untuk proses di dalam tubuh. Terutama untuk membangun

dan memperoleh tenaga bagi kesehatan sel. Agar dapat digunakan dalam

reaksi biologis, makanan harus masuk ke dalam sel. Zat makanan

diperlukan tubuh untuk :

a. Membina dan mengatur fungsi tubuh

b. Mengganti sel-sel tubuh yang rusak

c. Melindungi tubuh dari serangan penyakit.

d. Menghasilkan energi dan kalori

e. Membangun protoplasma

Dilihat dari pentingnya fungsi makanan dalam kelangsungan hidup

manusia, perlu ditegaskan bahwa kita harus dapat memilih dan

mengosumsi makanan yang baik untuk kesehatan tubuh, serta mengurangi

konsumsi makanan yang berdampak buruk bagi kesehatan. Hal itu perlu

dilakukan, mengingat kesehatan adalah faktor yang sangat penting

(Khasanah, 2012).
4. Cara Pengolahan makanan

Dalam menu indonesia pada umumnya makanan dapat diolah

dengan cara sebagai berikut :

a. Merebus (boiling) adalah mematangkan makanan dengan cara

merebus suatu cairan bisa berupa air saja atau air kaldu dalam panci

sampai mencapai titik didih (1000C).

b. Memasak (braising) adalah cara memasak makanan dengan

menggunakan sedikit cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah

dengan tehnik ini adalah daging.

c. Mengukus (steaming) adalah proses mematangkan makanan dalam

uap air.

d. Bumbu-bumbuan (simmering) hampir sama dengan mengukus tapi

setelah dikukus makanan dibumbui dengan bumbu tertentu. Agar zat-

zat gizi yang terdapat dalam makanan tidak banyak rusak atau hilang,

makanan sebaiknya diolah dengan cara sebagai berikut :

1) Memasak lebih dekat dengan waktu makan.

2) Menggunakan api kecil atau memasak dengan cepat (Pressure

cooker).

3) Cucilah sayuran dan buah-buahan dalam keadaan utuh tanpa

dipotong-potong terlebih dahulu.

4) Usahakan untuk tidak memasak bahan makanan dalam waktu

terlalu lama karena kandungan zat gizinya akan lebih banyak

hilang.
5. Pola Makan Yang Baik dan Sehat

Makan yang baik dan benar akan menentukan kualitas dan masa

depan tubuh kita. Kebanyakan kita makan mengikuti selera lidah (asal

enak dan kenyang), namun lupa memenuhi hak dan selera tubuh

(Khasanah, 2012). Berikut pola makan yang baik :

a. Biasakan sarapan pagi.

Sarapan atau makan pagi sangat penting untuk menunjang

aktivitas sehari-hari. Makan pagi dapat mendukung produktivitas kerja

karena meningkatkan daya tahan kerja. Bagi anak sekolah makan pagi

penting untuk meningkatkan konsentrasi dalam belajar, sehingga lebih

mudah untuk menerima pelajaran. Kebiasan makan pagi juga

membantu seseorang untuk memenuhi kecukupan gizi sehari-hari.

Kebiasaan seseorang menghindari makan pagi dengan tujuan untuk

menurunkan berat badan merupakan kekeliruan yang dapat

mengganggu kondisi kesehatan, misalnya gangguan pada saluran

pencernaan seperti sakit maag (Khasanah, 2012).

b. Makanlah beraneka ragam makanan.

Makan beraneka makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi

seseorang, yaitu kebutuhan lengkap akan karbohidrat, lemak, protein,

vitamin dan mineral. Berbagai jenis bahan makanan mempunyai

masing-masing kandungan gizi tertentu. Misalnya beberapa makanan

mengandung tinggi karbohidrat, tetapi kurang vitamin dan mineral.

Sedangkan beberapa makanan lain kaya vitamin, tetapi miskin


karbohidrat. Jadi untuk mencapai masukan zat gizi yang seimbang

tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan saja,

melainkan harus terdiri dari aneka ragam makanan (Khasanah, 2012).

c. Makanlan makanan yang banyak mengandung serat.

Serat makanan memiliki peran yang unik dan menyeluruh. Sejak

makanan ada dalam mulut sampai sisa makanan dikeluarkan dari

tubuh, serat tidak pernah melepas peran kerjanya terhadap makanan.

Meskipun tidak pernah memberi asupan zat gizi pada sel-sel tubuh,

serat makanan tetap berjalan dengan begitu tenang di sepanjang

saluran pencernaan tanpa melupakan peran dan fungsinya, serat

makanan bak armada pembersih, bekerja rapih tanpa pamrih dan

sangat vital keberadaannya dalam tubuh (Khasanah, 2012).

d. Kurangi fastfood.

Kita nikmati kelezatan hidangan dengan suka cita, kita derita

rasa sakit pilu dan lara, kemudian mati dalam penyesalan tanpa ada

kata. Waspadai makanan cepat saji berisiko yang selalu menggoda.

Dapat dibayangkan betapa sangat menyenangkan, asyik, dan

menghibur ketika kita sedang sibuk beraktivitas, bekerja atau belajar,

kemudian kita dapat menyantap hidangan yang kita sukai dengan

aroma sedap dan memikat, rasa sangat lezat dengan waktu singkat

dalam memperolehnya. Tanpa disadari, ternyata kita telah terkecoh,

kandungan vitamin dalam makanan itu sangat terbatas bahkan hampir


bernilai nol. Kandungan lemak yang tinggi sangat membahayakan

kesehatan tubuh (Khasanah, 2012).

e. Makanlah makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, mineral dan air.

Zat-zat tersebut adalah zat gizi yang digunakan oleh tubuh untuk

pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan sel-sel yang rusak, serta

penyediaan energi untuk beraktivitas, persentase kebutuhan yang baik

adalah karbohidrat (10-45%), lemak (10-25%), dan protein (10-15%).

Vitamin dan mineral yang termasuk dalam makanan mikro (mikro

nutrient) juga diperlukan oleh tubuh untuk pemprosesan zat makanan

di dalam tubuh (Khasanah, 2012).

f. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.

Makanan harus layak di konsumsi sehingga aman bagi

kesehatan. Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari

kuman dan bahan kimia berbahaya serta tidak bertentangan dengan

keyakinan masyarakat atau dengan kata lain halal. Serta makanan

harus bebas dari pengawet atau bahan tambahan lain yang dapat

merugikan kesehatan seperti asam borax/bleng, formalin, zat pewarna

rhodamin B dan methanil yellow (Khasanah, 2012).

g. Makan teratur dan tepat waktu.

Mengkonsumsi makanan pada saat yang tepat merupakan suatu

sebab bagi bertahannya kesehatan dalam diri seseorang, makan 3 kali

sehari merupakan aturan paling baik bagi tubuh. Yang lebih baik lagi
apabila waktu makan itu telah di tetapkan sedemikian rupa. Rentang

waktu makan antara makan pertama dan kedua jangan kurang dari 4

atau 5 jam, karena waktu tersebut sudah di anggap cukup bagi

lambung untuk mencerna makanan (Khasanah, 2012).

h. Konsumsi sayuran dan buah-buahan.

Sayuran dan buah-buahan mengandung banyak vitamin yang

membantu melawan penyakit. Sayuran dan buah-buahan mampu

menguatkan kekebalan dan melawan bakteri, virus, dan jamur tanpa

bantuan antibiotik dan obat lainnya. Maka tingkatkan konsumsi

sayuran dan buah-buahan, karena didalamnya juga terdapat beberapa

vitamin yang mengandung zat karsinogen yang di antaranya adalah

vitamin A, C dan E (Khasanah, 2012).

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan

makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya

pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan

lingkungan, umur dan jenis kelamin (Putheran, 2011 dalam Dwigint,

2015).

a. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi

konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga.

Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk

membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik,


sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya

daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.

Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat pengaruh

promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi, dapat

menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan

psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas.

Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang

cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam

pola makannya sehari-hari. Sehingga pemilihan suatu bahan makanan

lebih didasarkan terhadap pertimbangan selera dibandingkan aspek

gizi. Kecendrungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama

jenis siap santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger,

dan lain-lain, telah meningkat tajam terutama dikalangan generasi

muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.

b. Faktor sosial budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari

oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau

nasehat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan

menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai

kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam

mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang

akan dikonsumsi.
Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan

memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap

pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa

yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajian

serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut

dikonsumsi. Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh dan

tidak boleh mengonsumsi suatu makanan (dikenal dengan istilah

tabu), meskipun tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik dari

sisi kesehatan. tidak sedikit hal yang ditabukan merupakan hal yang

baik jika ditinjau dari kesehatan, salah satu contohnya adalah anak

balita tabu mengonsumsi ikan laut karena dikhawatirkan akan

menyebabkan cacingan. Padahal dari sisi kesehatan berlaku

sebaliknya, mengkonsumsi ikan sangat baik bagi balita karena

memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan untuk

pertumbuhan. Terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang

biasanya memiliki pantangan makanan tertentu yaitu balita, ibu hamil,

dan ibu menyusui.

c. Agama

Pantangan yang didasari Agama, khususnya Agama Islam

disebut haram dan individu yang melanggar hukum berdosa. Adanya

makanan terhadap makanan/minuman tertentu di sisi agama

dikarenakan makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan


rohani bagi yang mengonsumsinya. Konsep halal dan haram sangat

mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.

d. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan

pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan

dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh prinsip yang

dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah ‘yang

penting mengenyangkan’, sehingga porsi bahan makanan sumber

karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan

makanan lain. Sebaliknya, sekelompok orang dengan pendidikan

tinggi memiiki kecenderugan memilih bahan makanan sumber protein

dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.

e. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap

pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat

berupa lingkungan keluarga, sekolah serta adanya promosi melalui

media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga

sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan

seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang

terdapat dalam keluarga. Lingkungan sekolah, termasuk di dalamnya

para guru, teman sebaya, dan keberadaan tempat jajan sangat

mempengaruhi terbentuknya pola makan, khususnya bagi siswa

sekolah. Anak-anak yang mendapatkan informasi yang tepat tentang


makanan sehat dari para gurunya dan didukung oleh tersedianya

kantin dan tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan

membentuk pola makan yang baik pada anak. Sekolah diluar negeri

menerapkan kegiatan makan siang bersama di sekolah. Hal ini akan

membentuk pola makan yang positif pada anak, karena akan

dibiasakan memiliki pola makan yang teratur, memenuhi kebutuhan

biologis pencernaan dengan mengkonsumsi makanan bergizi, tidak

hanya asal kenyang dengan jajanan.

Keberadaan iklan/promosi makanan ataupun minuman melalui

media elektronik maupun cetak sangat besar pengaruhnya dalam

membentuk pola makan. Tidak sedikit orang tertarik untuk

mengonsumsi atau membeli jenis makanan tertentu setelah melihat

promosinya melalui iklan di televisi., sehingga masyarakat dapat

memilih bahan makanan yang diinginkan dengan tetap menerapkan

prinsip gizi seimbang.

f. Faktor usia

Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis, karena

Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan

untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan

jenis menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu

sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan

makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga


remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan

sehari sekali.

g. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah karakteristik remaja yang terdiri dari laki-

laki dan perempuan. Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya

kebutuhan gizi bagi seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan

Kebutuhan zat tenaga dan protein daripada wanita, karena secara

kodrat pria diciptakan untuk tampil lebih aktif dan lebih kuat dari pada

wanita.

Kebutuhan energi pada remaja laki-laki sangat tinggi dibanding

remaja perempuan. Remaja laki-laki kemungkinan mengkonsumsi

jumlah yang cukup untuk hampir semua zat gizi, walaupun pilihan

makanannya bukanlah yang terbaik. Remaja perempuan kesulitan

lebih banyak untuk mendapatkan vitamin dan mineral yang cukup

dalam selang kalori yang dibutuhkan.


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Dasar Pemikiran

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin

diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau

menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas.

Kerangka konseptual penelitian menjelaskan secara teoritis model

konseptual variabel-variabel penelitian, tentang bagaimana pertautan teori-

teori yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian yang ingin

diteliti, yaitu variabel bebas dengan variabel terikat.

Kerangka konseptual diharapkan akan memberikan gambaran dan

mengarahkan asumsi mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Kerangka

konseptual memberikan petunjuk kepada peneliti di dalam merumuskan

masalah penelitian. Peneliti akan menggunakan kerangka konseptual yang

telah disusun untuk menentukan pertanyaan-pertanyaan mana yang harus

dijawab oleh penelitian dan bagaimana prosedur empiris yang digunakan

sebagai alat untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan tersebut. 

Kerangka konseptual diperoleh dari hasil sintesis dari proses berpikir

deduktif (aplikasi teori) dan induktif ( fakta yang ada, empiris), kemudian

dengan kemampuan kreatif-inovatif, diakhiri dengan konsep atau ide baru

yang disebut kerangka konseptual.


B. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Makan Gastritis

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

C. Identifikasi Variabel dan Defenisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variable penelitian adalah gejala yang bervariasi yang menjadi

objek penelitian. Variabel penelitian terdiri atas variabel independen

(bebas) dan variabel dependen (terikat).

a. Variabel Independen

Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen (bebas)

adalah pola makan.

b. Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) pada penelitian ini adalah Gastritis.

2. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan

bagaimana cara menentukan variabel dan mengukur suatu variabel

(Setiadi, 2013).
a. Variabel Independen : Pola makan

Pola makan adalah Cara atau kebiasaan makan res- ponden yang

meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan waktu makan sehari

-hari.

Alat ukur : Kuesioner

Skala Ukur : Nominal

Skor :  

Baik : nilai ≥ 15 

Kurang : nilai < 15

b. Variabel Defenden : Gastritis

Gastritis merupakan suatu Peradangan atau pembengkakan pada

dinding mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi dan

infeksi.

Alat ukur : Kuesioner

Skala Ukur : Nominal

Skor :  

Terjadi Gastritis

Tidak terjadi Gastritis


D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih

bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Dugaan

jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan

diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian.

1. Hipotesis Nol (H0)

Tidak ada hubungan Pola makan dengan kejadian gastritis pada

siswa SMP di     SMP Negeri 1 Larompong.

2. Hipotesis Alternatif (H1)

Ada hubungan Pola makan dengan kejadian gastritis pada siswa

SMP di     SMP Negeri 1 Larompong.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. dalam


http://www.depkes.go.id (diakses Tanggal 10 Oktober 2019).

Fitri, Ririn. 2013. Deskripsi Pola Makan Penderita Maag Pada Mahasiswa


Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri
Padang.pada http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jhet/article/download/91
9/767. (diakses Tanggal 10 Oktober 2019).

Herri, Arjono. 2014. Hubungan Pola Makan Dengan Penyakit Gastritis Akut


Pada Siswa Di SLTP Negeri 1 Curup. pada http://dunia-
paramedis.blogspot.com/2014/03/hubungan-pola-makan-dengan-
penyakit-gastritis-akut-pada-siswa-di-sltp-negeri-1-Curup.html. (diakses
Tanggal 10 Oktober 2019).

Khasanah, N. 2012. Waspadai Beragam Penyakit Degeneratif Akibat Pola


Makan. Laksana. Yogyakarta.

Lombeng, Fifilia. 2013. Hubungan Pola Makan Pasien Dengan Kejadian


Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa.
pada http://fifilialombeng.blogspot.com/2013/07/06/hubungan-pola-
makan pasien-dengan-kejadian-gastritis-di-wilayah-kerja-puskesmas
wawonasa.html. (diakses Tanggal 10 Oktober 2019).

Nurjannah. 2017. Gambaran Pola Kebiasaan Makan Sehari-Hari Pada


Penderita Gastritis Di Ruang Penyakit Dalam RSUD H. Badaruddin
Tanjung. Pada http://janahshah-laporan-
akhir.blogspot.com/2017/11/gambaran-pola-kebiasaan-makan-
sehari.html. (diakses Tanggal 10 Oktober 2019).

Pratiwi, Wahyu. 2013. Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja


Di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.
pada http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25709/1/
Wahyu%20Pratiwi%20-%20fkik.pdf. (diakses Tanggal 10 Oktober 2019).

Sari, Intan. 2014. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada
Pasien Yang Berobat Di Puskesmas Padang Panyang Kecamatan Kuala
Pesisir Kabupaten Nagan Raya. Pada.
Http://Repository.Utu.Ac.Id/Id/Eprint/1373. (diakses Tanggal 10 Oktober
2019).
Shalahuddin, Iwan. 2018. Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada
Remaja Di Sekolah Menengah Kejuruan Ybkp3 Garut. Pada
https://ejurnal.stikes-bth.ac.id/index.php/P3M_JKBTH/article/view/303.
(diakses Tanggal 10 Oktober 2019).

Yatmi, Fitriah. 2017. Pola Makan Mahasiswa Dengan Gastritis Yang Terlibat
Dalam Kegiatan Organisasi Kemahasiswaan Di Universitas Islam
Negeri Jakarta. Pada
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/35958. (diakses
Tanggal 10 Oktober 2019).

Anda mungkin juga menyukai