Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkiraan seluruh dunia diperkirakan bahwa 30-50 juta orang terkena Age-Related
Macular Degeneration (ARMD/AMD)1,2 dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat seiring
waktu karena populasi yang terus beratambah.3 Diperkirakan penyakit ini bertanggung jawab
atas lebih dari 3 juta kasus kebutaan di dunia.4 Jumlah orang dengan penyakit yang
diproyeksikan adalah sekitar 196 juta pada tahun 2020 dan selanjutnya menjadi 288 juta pada
tahun 2040, yang akan membawa beban sosial ekonomi yang berat.2 Meskipun anti faktor
pertumbuhan endotel vaskular (anti- VEGF) memiliki efek terbatas pada pengurangan
gangguan penglihatan untuk beberapa pasien wet AMD, tidak ada pengobatan yang tersedia
untuk sebagian besar kasus AMD saat ini.5
Berdasarkan perkiraan prevalensi yang sudah ada dari beberapa jurnal tersebut, penulis
ingin membuat pembahasan mengenai ARMD ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Faktor Risiko


Faktor risiko utama perjalanan menuju advanced AMD adalah meningkatnya usia, etnis,
dan genetik. Meskipun sejumlah faktor risiko yang dapat dimodifikasi telah diselidiki
termasuk salah satunya adalah merokok. Merokok merupakan faktor risiko utama yang dapat
dimodifikasi yang secara konsisten diidentifikasi dalam berbagai penelitian.1
Berikut merupakan faktor-faktor risiko lain yang terlibat 1.

Usia – faktor risiko terberat


 Caucacian race
 Keturunan di keluarga
 Merokok
 Jenis kelamin perempuan
 Light-color iris
 Penyakit jantung
 Tekanan darah tinggi
 Gula darah tinggi
 Kolesterol tinggi
 Sunlight exposure
 Konsumsi alkohol
 Obesitas

2.2. Patofisiologi
Patofisiologi ARMD belum diketahui pasti, ada teori yang mengaitkannya dengan proses
penuaan dan teori kerusakan oksidatif:2
 Proses penuaan Bertambahnya usia maka akan menyebabkan degenerasi lapisan retina
tepatnya membran Bruch, degenerasi membran Bruch menyebabkan lapisan elastin
berkurang sehingga terjadi penurunan permeabilitas terhadap sisa-sisa pembuangan sel.
Akibatnya terjadi penimbunan di dalam epitel pigmen retina (EPR) berupa lipofusin,
 Lipofusin ini akan menghambat degradasi makromolekul seperti protein dan lemak,
mempengaruhi keseimbangan vascular en- dothelial growth factor (VEGF), serta bersifat
fo-toreaktif, akibatnya akan terjadi apoptosis EPR. Lipofusin yang tertimbun di dalam sel
EPR menurunkan kemampuan EPR untuk memfa- gosit membran cakram sel
fotoreseptor. Lipofusin yang tertimbun di antara sito- plasma dan membran basalis sel
EPR, akan membentuk deposit laminar basal yang akan menyebabkan penebalan
membran Bruch. Kerusakan membran Bruch juga akan menim- bulkan neovaskularisasi
koroid,
 Teori kerusakan oksidatif Sel fotoreseptor paling banyak terkena pajanan cahaya dan
menggunakan oksigen sebagai energi, kedua faktor tersebut akan menyebabkan
terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki
elektron yang tidak berpasangan, yang bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Bila
produksi radikal bebas berlebihan dan anti-oksidan yang ada tidak mampu meredamnya,
akan timbul suatu keadaan stres oksidatif yang selanjutnya akan memicu kerusakan
oksidatif tingkat selular.
Kerusakan oksidatif retina dapat terjadi karena terbentuknya Reactive Oxygen species
(ROS) oleh oksidasi di mitokondria. Makula sangat rentan terhadap kerusakan oksidatif karena
banyaknya sel fotoreseptor yang bagian dalamnya sangat banyak mengandung mitokondria
sedangkan bagian luarnya banyak mengandung asam lemak tidak jenuh ganda sehingga dapat
membocorkan ROS. Oksigenasi yang tinggi di koroid mempermudah kerusakan oksidatif. Selain
itu, terpajannya makula dengan sinar ultraviolet juga akan menimbulkan proses oksidatif. Sel
EPR yang mengalami kerusakan oksidatif ini akan menghasilkan vascular endothelial growth
factor (VEGF) sehingga akan memicu terjadinya choroidal neovascularization (CNV). 2
Daftar pustaka

1. The Foundation. American Society of Retina Specialist. Age-related macular


degeneration. Facts from the ASRS. Chicago. 2016.
2. Augustin AJ, Kirchhoff J. Expert Opin Ther Targets 2009;13:641–651 Kijlstra A et al. In
Uveitis and immunological disorders. 2009. p73–85.

Anda mungkin juga menyukai