Anda di halaman 1dari 4

NAMA: FRISKA HUTABARAT

KELAS: XII. IPA 3

WESTERLING, SI PEMBANTAI SADIS


Sumono sudah tahu benar jika Westerling dan pasukannya akan datang menyerbu Sulawesi
Selatan. Sebagai seorang mata-mata, ia mendapat tugas untuk mencari tahu semua informasi tentang
kapan dan mengapa Westerling dan pasukannya ingin menyerbu Sulawesi Selatan. Ia pun datang diam-
diam ke markas pasukan Belanda di Makassar. Ia berusaha mendapatkan info tentang kedatangan
pasukan Westerling, namun nihil. Beberapa hari kemudian ia kembali ke markas tersebut. Ia diam-diam
mendengar percakapan antara beberapa pasukan Belanda disana. Ternyata, Raymond Westerling ingin
menumpas perlawanan rakyat Sulawesi Selatan terhadap tentara KNIL. Ia pun telah mempersiapkan
semua rencananya dengan rapih untuk menyerbu desa-desa disana. Bahkan ia juga telah mendapatkan
pelatihan khusus kemiliteran di Skotlandia untuk menjadi komandan pasukan Belanda di Indonesia.
Namun sayangnya Sumono belum berhasil mencari tahu kapan tepatnya penyerbuan itu akan
dilakukan. Sumono pun kemudian memberitahukan hal tersebut kepada para tokoh pejuang di Sulawesi
Selatan.

“Pak, tadi saya berhasil mengendap masuk ke markas pasukan Belanda dan mendengar bahwa
Westerling dan pasukannya akan menyerang desa-desa disini.” kata Sumono kepada Marejo, salah satu
pemimpin perlawanan disana.

Mendengar berita itu, para tokoh pejuang pun segera mempersiapkan strategi perlawanan
untuk melawan Westerling dan pasukannya. Mereka pergi menyebar ke desa-desa dan mengumpulkan
beberapa tokoh lainnya untuk bekerja sama menentukan strategi. Sementara itu, Sumono masih terus
mencari tahu kapan tepatnya pasukan Westerling akan menyerbu. Lagi, ia mengendap ke markas
pasukan Belanda untuk mencari tahu info sebanyak mungkin tentang kedatangan pasukan Westerling.
Dan betapa terkejutnya Sumono ketika mengetahui bahwa desa Batualah yang akan menjadi target
pertama penyerbuan pasukan Westerling dalam waktu dekat. Dengan sigap, Sumono kembali
memberitahukan hal tersebut kepada para pejuang disana.

Dua hari kemudian, tepatnya tanggal 11 menjelang 12 Desember 1946 tanpa diduga pasukan
khusus DST dibawah pimpinan Westerling tiba di desa Batua. Sontak hal tersebut membuat Sumono
kaget, ia pun segera pergi ke rumah Marejo dan memberitahu hal tersebut.

“Pak, pasukan DST baru saja tiba di desa Batua.”

“Yang benar saja kamu!” kata Marejo tak percaya.

“Iya, pak. Saya melihat sendiri Westerling dan pasukannya tiba. Dan mereka akan segera
mengepung wilayah ini.” Jelas Sumono.
Sekitar pukul 4 pagi, wilayah itu berhasil dikepung oleh pasukan DST. Penggeledahan pun
dilakukan di rumah-rumah penduduk. Kemudian semua warga digiring ke desa Batua. Sementara itu,
Sumono berhasil kabur dan kemudian mengendap-ngendap mengikuti mereka. Sekitar pukul 8.45 pagi,
semua warga telah terkumpul di desa Batua. Pasukan DST pun kemudian memisahkan perempuan dan
anak-anak dari pria.

Sumono mengintip dari kejauhan dan melihat Westerling berbicara kepada warga.

“Katakan siapa diantara kalian yang ada dalam daftar nama ini!” kata Westerling yang kemudian
diterjemahkan ke bahasa Bugis.

Ternyata, Westerling mencari kaum ekstremis, penjahat, pembunuh, pemberontak serta mata-
mata. Dan ya, nama Sumono disebutkan dari banyak nama tersebut. Hasilnya, 35 orang yang tertuduh
langsung dieksekusi di tempat. Ternyata Westerling punya metode sendiri yakni “Standrecht” atau
pengadilan dan eksekusi di tempat. Melihat hal tersebut, Sumono langsung terkejut.

“Tidak bisa dibiarkan.” gumam Sumono dalam hati.

Untung saja ia berhasil melarikan diri pada saat pengepungan.

Tidak cukup sampai disitu, pada malam tanggal 12 menjelang 13 Desember dengan pola yang
sama, Westerling dan pasukannya kembali melakukan pembantaian yang menyebabkan 81 orang tewas
di desa Tanjung Bunga. Sumono melihat dengan jelas bagaimana kejamnya Westerling pada saat itu. Ia
yakin pasti akan ada lebih banyak korban setelah peristiwa tersebut. Ketika ia sedang memata-matai
Westerling, tanpa diduga Westerling melihat ke arah Sumono yang berdiri mengintip di balik tank tua.
Tanpa pikir panjang, Sumono langsung lari ke dalam hutan. Westerling pun menyuruh beberapa
orangnya untuk mencari Sumono, namun Sumono berhasil melarikan diri. Westerling kemudian
bertanya kepada warga di tempat itu.
“Siapa pria itu?” tanya Westerling dengan nada marah.

Semua warga hanya diam, tidak ada yang berani berbicara. Kemudian Westerling menembak
salah satu kaki seorang pria dan memaksa pria tersebut memberi tahu siapa sebenarnya pria yang
mencoba memata-matai Westerling.

“Cepat katakan siapa dia!” bentak Westerling.

“Dia… Dia Sumono, seorang mata-mata yang diandalkan oleh tokoh-tokoh disini” jawab pria

tersebut sambil merintih kesakitan memegang kakinya.

Westerling pun menyuruh pasukannya untuk terus mencari dan kemudian membunuh Sumono.
Sementara itu Sumono bersembunyi di dalam hutan selama beberapa hari sampai keadaan aman.

Tanggal 19 Desember 1946, Sumono keluar dari hutan untuk kembali memata-matai pasukan
Westerling. Sesuai dengan dugaan Sumono, pasukan Westerling kembali beraksi di bawah pimpinan
Vermeulen. Kali ini mereka menyerbu Polobangkeng, wilayah dimana 150 orang Pasukan TNI biasanya
berjaga. Sumono hanya bisa mengintai dari kejauhan sembari melihat ratusan warga dikumpulkan di
tanah lapang. Ia melihat sebagian warga berbaris menghadap ke parit, kemudian pasukan Westerling
secara membabi buta menembaki semua kepala mereka hingga mereka tewas dan jatuh ke dalam parit.
Lebih parahnya, penembakan itu dipertontonkan di depan warga lainnya. Setelah menembaki warga,
pasukan Westerling pun kemudian menimbun semua korban di dalam parit tersebut. Sementara
sebagian warga lainnya dibiarkan tewas tergeletak di tanah lapang. Total sekitar 330 orang tewas dalam
pembantaian sadis ini.

Ditanggal 26 Desember, Sumono kembali mengintai Pasukan DST. Kali ini Pasukan DST
menyerbu Gowa, daerah dimana kakak laki-laki Sumono tinggal. Sumono benar-benar bingung harus
melakukan apa. Seperti biasa, Pasukan DST kembali melakukan pola yang sama seperti yang dilakukan
Westerling, yakni mengumpulkan warga kemudian menembakinya. Sumono mengintai dari kejauhan
dan berusaha mencari keberadaan kakak laki-lakinya di tengah keramaian warga disana.

Ia melihat Westerling mendekati kakak laki-lakinya.

“Kau kakak dari Sumono si mata-mata itu kan?” tanya Westerling sambil menodongkan pistol di
kepala laki-laki itu.

Sumono tidak sanggup melihat kakak laki-lakinya akan dibunuh oleh Westerling. Ia ingin
menyelamatkan kakaknya, namun itu tidak mungkin akan berhasil.

“Iya.” jawab kakak laki-laki Sumono dengan muka tegang sambil melirik ke arah pistol tersebut.

“Katakan sekarang juga dimana adik mu berada!”

“Aa.. Aku tidak tahu dimana keberadaanya.” jawab pria itu gugup.

“Tidak mungkin!”

“Cepat katakan atau pistol ini akan menembus kepalamu!” ancam Westerling.

“Sungguh. Aku sungguh tidak tahu dimana ia sekarang.” sahut pria itu.

Seketika darah segar mengalir dari kepala kakak laki-laki Sumono. Sumono tak sanggup
menahan air mata menyaksikan kakaknya tewas terbunuh di tangan Westerling. Ia sungguh menaruh
dendam kepada Westerling akan apa yang telah diperbuat pada kakak laki-lakinya. Setelah itu
Westerling dan pasukannya kembali menembaki warga yang ada disana tanpa ampun. 257 orang tewas
dalam pembantaian tersebut.

Tak tahan dengan pembantaian sadis yang telah dilakukan Westerling dan pasukannya, Sumono
bersama beberapa tokoh dan korban lainnya pun diam-diam mengadukan ulah Westerling ke dinas
militer Belanda. Hingga akhirnya Jendral Spoor memecat Westerling ditanggal 16 November 1946.

Sumono masih belum yakin jika semua peristiwa itu sudah berakhir. Ia curiga jika Westerling
akan kembali berbuat ulah. Dan benar saja, ternyata beberapa tahun kemudian Westerling mendirikan
organisasi APRI tepatnya pada tanggal 8 Desember 1949 yang kemudian memiliki Pasukan APRA.
Namun Sumono masih belum tahu pasti rencana jahat apa lagi yang akan dilakukan oleh Wasterling.
Secara diam-diam, Sumono kembali memata-matai Westerling di Jawa Barat. Sumono melihat
langsung Westerling dan anak buahnya menembaki setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan
dan membiarkan mereka tergeletak di jalanan. Akibat pembantaian ini, 94 anggota TNI dari Divisi
Siliwangi gugur.

Seluruh pasukan TNI pun berusaha sekeras mungkin bersama warga untuk melakukan
perlawanan terhadap Westerling dan pasukannya. Hingga akhirnya banyak pasukan Westerling yang
gugur. Westerling pun kemudian melarikan diri ke Singapura dengan bermodal paspor palsu. Kemudian
ia terbang kembali ke Belanda ditahun 1952.

Sumono beserta warga Sulawesi Selatan khususnya, tidak terima jika Westerling bebas begitu
saja setelah membunuh ribuan nyawa. Mereka meminta Westerling untuk diserahkan ke Indonesia agar
mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah membunuh sekitar 40.000 nyawa. Namun pihak
Belanda justru menolak untuk menyerahkan Westerling dengan alasan Westerling adalah warga
Belanda, sehingga Belandalah yang harus mengadili Westerling disana.

Sumono hanya bisa marah dalam diam menahan geramnya terhadap semua yang telah
dilakukan Westerling. Kemudian ia memutuskan untuk pergi ke Belanda dan membalaskan dendamnya
pada Westerling. Hingga akhirnya ia berhasil menemukan tempat tinggal Westerling di Belanda.

Kira-kira pukul 3 sore, Sumono mengintai Westerling yang keluar dari rumahnya. Dengan
sekejap, peluru milik Sumono berhasil menembus dada kiri Westerling. Westerling pun akhirnya tewas
di tangan Sumono.

Anda mungkin juga menyukai